Semua terjadi begitu cepat. Siwon merasakan napasnya seolah tercekat ketika melihat tubuh Yesung jatuh lemas ke lantai tepat beberapa detik setelah suara tembakan terdengar. Darah mulai terlihat mengalir di sela-sela jemari mungil Yesung yang memegangi dada sebelah kirinya.
Siwon menggeleng pelan seiring dengan air mata yang kembali jatuh membasahi pipinya.
"YESUNG?!"
Entah bagaimana perih di sekujur tubuhnya seolah menghilang begitu saja. Ia tak merasakan apapun ketika ia berlari menghampiri tubuh Yesung yang tergeletak di lantai beberapa langkah di depannya.
Entah darimana ia mendapatkan kekuatan untuk mendorong tubuh Jung Soyeon yang sebelumnya terpaku di tempat itu. Ia hanya tahu sekarang ia bersimpuh di sana sambil mendekap erat tubuh Yesung yang terasa begitu dingin. Pakaian namja itu terasa basah akibat butiran-butiran salju yang menempel di sana.
"Yesung-ah, aku mohon bertahanlah.. kau pasti akan baik-baik saja.. aku mohon, Yesung-ah.." Siwon meracau sambil menutup dada kiri Yesung dengan telapak tangannya yang besar, seolah tengah mencoba menghentikan darah yang terus mengalir keluar dari sana.
"A-aku yang melakukannya, Siwonah.." Yesung mencoba berbicara dengan sisa kekuatan yang ia miliki. Jemarinya menggenggam lembut tangan Siwon yang kini berlumuran darahnya.
"Jangan katakan apapun. Kau pasti akan bertahan.." jawab Siwon seraya mengeratkan dekapannya. Air mata terlihat kembali mengalir melalui sepasang obsidian-nya. Kedua tangannya tampak bergetar hebat.
Yesung menggeleng pelan, "A-aku yang melakukannya. Ak-aku.. aku lelah, Siwon-ah," napas Yesung mulai tersengal, "Aku merindukan appa dan umma.."
"Aku bilang jangan katakan apapun!" Siwon berseru keras. Ketakutan terdengar begitu kentara dari suaranya yang semakin gemetar, "Kau pasti akan bertahan. Kau HARUS bertahan!"
Yesung tersenyum tipis. Diusapnya jemari Siwon dengan lembut, "Be-berjanjilah kau akan bahagia, Siwon-ah. A-apapun yang akan kau lakukan nanti, k-kau harus melakukannya untuk menemukan kebahagiaanmu. Berjanjilah padaku.."
"Kau tidak akan pergi kemana-mana, Kim Yesung! Aku tidak akan membiarkanmu pergi seperti ini! Kau tidak boleh pergi!"
"Uhk!" tiba-tiba Yesung terbatuk, menyebabkan cairan merah pekat mengalir melalui bibirnya. Wajahnya yang memang sudah pucat mulai terlihat membiru.
"Kau tidak boleh pergi, Kim Yesung! Kau dengar aku? Kau tidak boleh pergi!" Siwon kembali berteriak keras. Ia lantas mengalihkan perhatiannya pada Jung Soyeon yang masih tercekat di hadapannya, "Apa yang kau lakukan di sini? Cepat panggil bantuan!"
"Ti-tidak.." Yesung kembali berkata lirih, "Ja-jangan lakukan apapun. Aku mohon.. biarkan tetap seperti ini.. se-sebentar saja.." lanjutnya seraya menyamankan dirinya dalam dekapan Siwon.
"Siwon-ah.. katakan pada Kibum, aku minta maaf karena aku tidak bisa menepati janjiku. A-aku tidak pernah menjadi hyung yang baik. Katakan padanya a-aku sangat berterima kasih untuk cinta yang dia berikan untukku.."
Yesung kembali terbatuk, membuat tubuh Siwon semakin bergetar hebat.
"Berhenti berbicara, bodoh! Kau dengar aku? Kau tidak akan pergi kemana pun!"
"Aku mencintaimu, Siwon-ah.. aku sangat mencintaimu. K-kau tahu itu, kan?"
Siwon menggeleng seraya mendekap tubuh Yesung semakin erat. Air mata mengalir semakin deras membasahi kedua pipinya.
"A-aku akan sa-sangat bahagia jika Tuhan mengijinkan aku mati dalam dekapan orang yang paling a-aku cintai. Ja-jadi biarkan seperti ini sebentar saja. A-aku berjanji ini tidak akan lama.."
Tak ada satu kata pun yang keluar dari bibir Siwon yang tampak gemetar. Namja itu hanya terlihat terus mencoba mengeratkan dekapannya, seolah tengah menunjukkan ia tidak akan membiarkan siapapun mengambil Yesung darinya. Tidak sekarang. Tidak dengan cara seperti ini.
"Siwon-ah.." Yesung kembali berucap lirih, "Berbohonglah padaku, satu kali saja.. katakan kau mencintaiku.. aku mohon, Siwonah.. a-aku ingin mendengarnya sebelum aku pergi.. satu kali saja.."
"Aku mencintaimu. Aku mencintaimu, Kim Yesung. Aku sungguh mencintaimu.." Siwon berujar seraya mengecupi puncak kepala Yesung, "Aku tidak berbohong. Aku sungguh mencintaimu. Jadi kau harus bertahan. Kau tidak boleh pergi kemana-mana! Kau dengar aku, Kim Yesung? Aku sangat mencintaimu.."
Yesung tersenyum tipis di sela kesadarannya yang mulai menghilang. Ia meremas lembut jemari Siwon dalam genggamannya sebelum akhirnya tubuh itu benar-benar jatuh lemas. Siwon tak lagi merasakan hembusan napas hangat yang beberapa saat lalu ia pastikan masih berhembus menerpa perpotongan lehernya. Tak ada lagi debaran samar yang sebelumnya ia yakin masih dapat ia rasakan.
"Yesung-ah, apa yang sedang kau lakukan, huh? Apa kau sedang mengerjaiku?" Siwon berujar seraya tersenyum tipis, namun air mata masih belum berhenti mengalir di kedua pipinya yang dipenuhi oleh luka memar, "Kau pasti hanya sedang mengerjaiku, kan? Kau marah padaku?"
Tak ada jawaban. Hanya isakan lirih dari wanita di hadapannya yang terdengar menemani tangisnya.
"I-ini tidak lucu, Yesung-ah. Ka-kau mulai membuatku takut, kau tahu?" Siwon kembali berujar sambil mengecupi kepala Yesung, "Aku mencintaimu, sayang.. itu yang ingin kau dengar, kan? Aku sangat mencintaimu. Apa kau tidak ingin memberikan jawaban?"
"Yesung-ah.." sekali lagi ia berujar lirih seraya mendekap tubuh dalam pelukannya semakin erat. Rasa sakit yang sebelumnya sempat menghilang beberapa saat kini kembali terasa menginvasi sekujur tubuhnya. Hal terakhir yang ia dengar adalah suara derap langkah kaki mendekat kearahnya sebelum akhirnya semua menjadi gelap.
.
.
Tell Me A Lie
Pairing : Yewon
Genre : Romance, Hurt/comfort
Disclaimer : Ide cerita terinspirasi dari drama korea Nice Guy
A Yewon Fanfiction © 2013 by Fairy_Siwoonie
.
.
Appa.. umma..
Suatu hari ada seorang namja yang datang memasuki kehidupanku
Semua orang mengatakan dia adalah namja yang sempurna
Dia adalah satu dari sedikit orang di dunia ini yang bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan tanpa perlu melakukan apa-apa
Namun kenyataannya itu hanya sebuah topeng
Dia adalah seorang namja menyedihkan yang selalu mencoba bersembunyi di balik keangkuhannya
Dia hanyalah seorang namja kesepian yang merasa tidak memiliki siapapun di dalam hidupnya
Aku melukainya dengan kata-kata yang bahkan aku sendiri tidak menyangka akan terucap dari bibirku
Aku meremas hatinya yang sudah terlalu rapuh dan penuh dengan luka
Aku mendorongnya pergi sejauh yang aku bisa
Namun dia masih tetap kembali padaku
Dia sangat mirip denganku
Aku seperti melihat diriku setiap saat aku melihatnya
Aku seperti melihat diriku dalam pantulan matanya
Dia memiliki luka yang sama dengan yang selama ini menyiksaku
Air mata yang menggenang di pelupuk mataku telah lebih dulu mengalir membasahi pipinya
Aku yang membuatnya menangis
Aku membuat luka yang dia rasakan menjadi puluhan kali lebih perih
Seharusnya aku tidak pernah bertemu dengannya
Seharusnya aku tidak mengijinkannya memasuki kehidupan orang sepertiku
Appa umma... aku menyesalinya
Untuk pertama kalinya dalam 25 tahun hidupku.. aku sungguh menyesalinya
Apa aku akan terdengar sangat egois jika aku mengatakan aku bukan menyesal karena telah menyeretnya masuk ke dalam jalan takdirku yang menyedihkan?
Aku hanya menyesali caraku membawanya masuk ke dalam kehidupanku
Dia adalah seseorang yang mengubah cara pandangku tentang kebahagiaan
Dia adalah satu-satunya orang yang aku ijinkan untuk melihat sisi lemah dari diriku
Aku tidak menyesali kehadirannya di sini
Selama ini aku selalu mengikuti apa yang Tuhan gariskan untukku tanpa mencoba untuk mengubah apapun
Kali ini saja, bolehkah aku mengubah takdirku?
Aku ingin menemaninya menemukan kebahagiaan
Aku ingin menjadi orang pertama yang memeluknya ketika dia menangis bahagia
Aku ingin melihatnya bahagia... karena itu juga membuatku bahagia..
.
.
~ 예 원 ~
.
.
Kelopak mata Siwon mengerjap perlahan. Ruangan yang didominasi oleh warna putih menyambut pengelihatannya ketika ia membuka matanya beberapa saat kemudian. Meski masih terlihat buram, namun otaknya dengan cepat mampu menyimpulkan tempat apa itu.
Rumah sakit.
Suara isakan lirih yang terdengar di sampingnya berhasil menarik perhatiannya. Ia lantas menoleh untuk kemudian menemukan seorang wanita tengah memandangnya dengan mata sembab.
"Umma.." Siwon berkata lirih. Ia dapat merasakan perih pada sudut bibirnya ketika mengucapkan satu kata tersebut.
"Siwon-ah, kau bangun.. Terima kasih, Tuhan.." Mrs. Lee—wanita itu berucap sambil membekap mulutnya. Siwon dapat melihat kecemasan menyelimuti iris obsidian milik wanita yang dipanggilnya umma tersebut, walau kini sedikit tersamarkan dengan senyuman yang membuatnya tampak sedikit bercahaya.
"Appa akan memanggil dokter," Mr. Lee yang berdiri di sisi kanan bed-nya berujar seraya bergegas keluar dari ruangan itu, namun Siwon berucap menghentikan langkahnya.
"Tidak perlu, Appa. Aku baik-baik saja," ujar Siwon mencoba tersenyum, "Dimana Donghae?" tanyanya ketika menyadari hyung angkatnya tidak berada di dalam ruangan itu.
"Donghae sedang keluar. Appa sudah mengirim pesan padanya agar dia segera ke sini," Mr. Lee tersenyum seraya mengusap kepala Siwon, "Kau membuat umma-mu menangis siang dan malam, kau tahu?"
"Mianhae, umma,"
Mrs. Lee tersenyum lembut, "Ini bukan sesuatu yang membuatmu harus meminta maaf, Siwon-ah. Umma hanya khawatir. Delapan hari menunggu itu bukan waktu yang singkat, kau tahu? Umma hampir putus asa melihat keadaanmu beberapa hari yang lalu,"
Siwon mengangkat alisnya, "Delapan hari?"
Mr. Lee mengangguk, "Delapan hari yang lalu Donghae menemukanmu dalam keadaan terluka parah. Kau mengalami patah tulang dan pendarahan internal pada beberapa bagian tubuhmu. Operasi bahkan hampir tidak bisa menyelamatkanmu. Kau tidak tahu bagaimana khawatirnya kami saat itu,"
"Mianhae, Siwon-ah. Kami tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi," suara Mrs. Lee kembali terdengar bergetar, "Kami mengira selama ini kau baik-baik saja. Kami terlalu sibuk untuk memberikan perhatian lebih padamu dan juga Donghae. Jika kami sedikit saja mau meluangkan waktu untukmu, semua pasti tidak akan menjadi seperti ini. Mianhae,"
"Donghae sudah menceritakan semuanya pada kami. Bagaimana bisa kalian menyembunyikan masalah semacam ini dari kami? Appa tidak mungkin mengijinkan kalian kembali ke Korea kalau tahu jadinya akan sepeti ini," Mr. Lee menambahkan ketika melihat raut bingung pada wajah Siwon.
"Maaf," Siwon berkata lirih, "Aku tidak bermaksud untuk membohongi kalian,"
Mrs. Lee menggenggam tangan Siwon lembut, "Tidak perlu membahas hal itu lagi. Melihatmu baik-baik saja sudah lebih dari cukup untuk kami,"
"Choi Siwon!" Donghae tampak memasuki ruangan itu dengan napas terengah, "Ah, akhirnya kau bangun juga! Kau membuatku khawatir setengah mati, kau tahu?"
"Donghae-ah, dimana Yesung?" tanya Siwon membuat raut wajah Donghae seketika berubah.
"Appa umma, kalian tidak keberatan menunggu di luar sebentar, kan? Ada sesuatu yang harus aku bicarakan dengan Siwon,"
Mr. Dan Mrs. Lee tampak mengangguk mengerti. Keduanya lantas pergi meninggalkan ruangan itu.
"Yah, ada apa dengan wajahmu? Yesung baik-baik saja, kan?" Siwon menatap Donghae dengan pandangan cemas. Tiba-tiba dadanya bergemuruh dengan alasan yang tidak ia mengerti. Sebuah kemungkinan kemudian menyeruak di kepalanya, namun dengan cepat ia berusaha menepisnya. Tidak mungkin.
Donghae menghela napas berat, tak berani membalas tatapan mata Siwon yang memandangnya gelisah, "Kami sudah berusaha menyelamatkannya, Siwon-ah. Dokter bahkan sudah berhasil mengeluarkan peluruh itu dari dadanya, tetapi dia tidak bisa bertahan,"
Kedua mata Siwon sontak melebar. Sekian detik selanjutnya jantungnya terasa berhenti berdetak, menyebabkan napasnya seakan tercekat di tenggorokannya.
Jadi itu semua benar-benar terjadi? Bukan hanya sebuah mimpi buruk?
Siwon berusaha mengubah posisinya menjadi duduk, sedikit mengalami kesulitan mengingat kondisi tubuhnya masih cukup lemah. Mungkin ia berpikir dengan begitu ia bisa mendengar Donghae dengan lebih baik. Ia yakin baru saja ia hanya salah dengar.
"Donghae-ah, kau pasti berbohong, kan?"
Donghae menggeleng pelan, "Peluru itu mengenai jantungnya,"
"Ya-yah, ini sama sekali tidak lucu, Lee Donghae! Katakan yang sebenarnya! Dimana Yesung sekarang? Kau pasti hanya ingin mengerjaiku, kan?" Choi Siwon mencoba tertawa di tengah ketakutan nyata yang menyeruak di dadanya.
Air mata Donghae jatuh menetes membasahi pipinya, membuat jatung Siwon seolah berdegup dua kali lebih kencang dari sebelumnya.
"Donghae-ah—"
"Dia mendengar Jung Soyeon menyuruh anak buahnya untuk melukaimu. Dia menghubungi aku dan Kyuhyun, meminta kami untuk datang ke suatu tempat. Kyuhyun bilang dia pernah menemukan Yesung disekap di tempat itu oleh orang-orang suruhan Jung Soyeon beberapa tahun yang lalu. Kami meminta Yesung untuk menunggu, tetapi ternyata dia justru pergi ke tempat itu sendirian. Saat kami sampai di sana, kami menemukan kalian berdua tidak sadarkan diri," Donghae berkata seraya menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, "Maafkan aku. Kalau aku datang lebih cepat pasti semua tidak akan menjadi seperti ini," suara namja tampan itu terdengar bergetar di akhir kalimatnya.
Siwon menggeleng pelan. Ia memang mengingatnya. Bahkan ia masih mengingatnya dengan sangat jelas bagaimana Yesung terkulai lemas dalam pelukannya. Ia masih mengingat bagaimana namja itu memintanya untuk berbohong. Ia masih mengingat bagaimana ketika akhirnya ia berhasil mengucapkan kata cinta pada Yesung, namun kali itu justru Yesung yang tidak memberinya jawaban.
Semua masih terekam dengan begitu jelas dalam memori otaknya. Namun ia yakin itu semua hanya bagian dari mimpi buruk yang sering menghantuinya belakangan ini. Semua terjadi terlalu cepat untuk dapat ia terima sebagai kenyataan. Malam sebelumnya ia masih melihat Yesung memaksakan sebuah senyuman untuknya, tidak mungkin sekarang namja itu telah pergi meninggalkannya. Benar, kan?
"Yah, Lee Donghae, kalau kau benar-benar sedang berbohong, hentikan sekarang juga! Aku sudah memutuskan untuk membawanya kembali padaku, bagaimana bisa kau mengatakan kebohongan semacam ini, huh? Yesung pasti baik-baik saja, kan?" Siwon masih mencoba menyangkal.
Donghae berjalan menghampiri Siwon. Ia kemudian merengkuh tubuh adik angkatnya tersebut, namun Siwon langsung mendorongnya menjauh.
"Jawab aku, Donghae-ah! Kau sedang berbohong, kan? Apa kau ingin menghukumku karena kemarin aku tidak mendengarkanmu?"
"Aku juga berharap aku sedang berbohong, Siwon-ah. A-aku.. aku.." Donghae kembali terisak lirih, tak mampu melanjutkan ucapannya.
Kalimat yang bahkan tidak selesai diucapkan itu terasa bagaikan sebuah pisau tajam yang menikam dadanya. Siwon menggeleng pelan. Namun kali ini ia bukan sedang mencoba untuk menyangkal.
"Dia memintaku untuk mengatakan kalau aku mencintainya, Donghae-ah. Aku sudah mengatakannya. Dia tidak mungkin pergi begitu saja tanpa memberikan jawaban! A-aku bahkan belum meminta maaf padanya, Donghae-ah. Aku mohon katakan kau sedang berbohong.." air mata mulai terlihat menggenang di kedua sudut mata Siwon.
"Mianhae, Siwon-ah," Donghae hanya mampu berucap lirih di sela isakannya.
"Dia mengatakan padaku dia ingin bahagia, Donghae-ah. Dia memintaku untuk menemaninya menemukan kebahagiaan bersama. Bagaimana bisa dia menyerah begitu saja? Bagaimana bisa dia mati demi orang sepertiku? Kenapa ada manusia sebodoh Kim Yesung, Donghae-ah? Wae?!" Siwon berseru keras dengan suara gemetar.
"Akh!" tiba-tiba Siwon mengerang tertahan sambil memegangi dadanya, membuat kedua mata Donghae langsung melebar sempurna.
"Ya-yah! Pasti lukamu ada yang terbuka lagi! Kau baru saja bangun, bodoh! Kau tidak boleh banyak bergerak!" Donghae berseru panik.
Siwon hanya terus memegangi dadanya seraya mengernyit kesakitan. Dadanya terasa begitu perih dan sesak. Kepalanya mulai berdenyut nyeri.
"A-aku akan memanggil dokter, okay? Jangan banyak bergerak!" ujar Donghae sambil berlari keluar dari kamar rawat Siwon.
"Ada apa, Donghae-ah?" Mr. dan Mrs. Lee yang ternyata sedari tadi menunggu di depan kamar Siwon langsung berdiri dari tempat duduknya ketika melihat Donghae berlari keluar dengan wajah panik.
"Appa, tolong panggil dokter! Sepertinya luka Siwon ada yang terbuka!"
"Ba-baik, appa akan memanggil dokter," Mr. Lee segera berlari menuju ruangan tempat dokter yang merawat Siwon, sementara Donghae dan Mrs. Lee kembali masuk ke dalam kamar Siwon.
"Si-SIWON!" Donghae memekik keras begitu ia masuk ke dalam kamar Siwon dan mendapati adik angkatnya itu tengah menyayat pergelangan tangannya sendiri. Darah mulai terlihat jatuh menetes di atas bed putih tempat namja tampan itu berbaring.
Donghae berlari secepat yang ia bisa dan langsung menyambar pisau—yang seingatnya tadi berada di atas meja nakas bersama buah-buahan—dari tangan Siwon.
"Yah, apa yang sedang kau lakukan, huh? Apa kau ingin membunuh dirimu sendiri?!" Donghae berteriak marah.
"Aku sudah membunuhnya, Donghae-ah. Aku yang berdosa di sini. Aku yang seharusnya mati, bukan Yesung. Aku—"
"Lalu kau pikir dengan membunuh dirimu sendiri kau bisa membuat Yesung kembali, huh? Apa kau pikir dengan mati kau bisa menebus semua dosa-dosanmu? Tidak, Choi Siwon! Mati tidak akan membuat apapun menjadi lebih baik!"
"Lalu apa yang harus aku lakukan, Donghae-ya?!" Siwon balas berseru keras, "Katakan apa yang seharusnya aku lakukan! Kau tidak tahu bagaimana rasanya berada di posisiku!"
"Aku memang tidak tahu! Aku memang tidak pernah tahu bagaimana rasanya berada di posisimu! Tetapi setidaknya aku tahu ini adalah hal terbodoh yang pasti akan kau sesali nantinya!"
Siwon menatap miris pergelangan tangannya yang masih terus meneteskan darah, "Lalu apa yang seharusnya aku lakukan?"
Donghae meraih kedua bahu Siwon, membuat namja tampan itu menatap kearahnya, "Dengarkan aku, Choi Siwon, membunuh dirimu tidak akan mengubah apapun. Jika kau merasa berdosa, bukan ini cara untuk menebusnya. Apa kau ingin bertemu dengan Yesung melalui cara seperti ini? Apa kau pikir dia akan bahagia melihatmu seperti ini?"
Siwon dapat merasakan ketakutan nyata dalam suara Lee Donghae. Namja itu adalah satu dari segelitir orang di dunia ini yang begitu mencintainya. Di sebelahnya ia dapat melihat Mrs. Lee memandangnya cemas sambil menggenggam tangannya yang lain. Ada aliran air mata yang kembali terlihat di kedua pipi wanita itu.
"Lalu kau ingin aku melakukan apa?" ia berbisik putus asa.
Donghae meremas bahunya lembut, "Kau ingin membuat Yesung bahagia, kan? Kau masih bisa melakukannya meskipun dia tidak berada di sini sekarang. Kau ingat apa keinginan terbesar Yesung sebelum dia pergi?"
Siwon menatap Donghae yang memandanganya dengan mata sembab.
"Yesung ingin menemukan kebahagiaannya bersamamu. Setelah mengetahui semua yang kau lalui, dia ingin melihatmu bahagia dan ikut merasakan kebahagianmu. Meskipun sekarang dia tidak berada di sini, tetapi aku yakin dia masih bisa melihatmu. Kau adalah orang yang paling dia cintai. Kau adalah sumber kebahagiaannya. Berbahagialah, dengan begitu kau bisa membuat Yesung bahagia," ujar Donghae seraya tersenyum.
.
.
~ 예 원 ~
.
.
Siwon melangkahkan kakinya memasuki kamar Yesung, memperhatikan setiap sudut ruangan besar itu seraya sesekali memejamkan matanya. Ini adalah pertama kalinya ia masuk ke dalam rumah Yesung, namun tempat itu—kamar namja yang dicintainya itu—entah bagaimana bisa membuatnya langsung merasa nyaman.
Hari ini ia keluar dari rumah sakit setelah menjalani perawatan selama tujuh belas hari. Kondisi tubuhnya sudah terasa jauh lebih baik meskipun belum pulih sepenuhnya. Ia juga tidak mengerti mengapa tempat ini menjadi tempat pertama yang ingin ia datangi setelah keluar dari rumah sakit. Ia meminta Donghae untuk mengantarnya ke rumah ini dan Kim Kibum menyambutnya dengan baik.
Sebuah senyuman tipis terukir di bibir Siwon begitu obsidian-nya menemukan sebuah boneka kura-kura berwarna hijau diletakkan di atas tempat tidur Yesung. Kalau benar-benar diperhatikan, boneka itu adalah satu-satunya benda yang tampak asing jika dibandingan dengan barang-barang lain di kamar tersebut. Satu-satunya benda yang terlihat manis.
Kamar itu didominasi oleh warna putih dan cokelat tua. Benar-benar menggambarkan sosok Kim Yesung yang selama ini dikenal semua orang. Dingin dan angkuh. Sepertinya namja itu berusaha memanipulasi pandangan orang-orang terhadap dirinya dengan baik.
Siwon kembali melangkahkan kakinya menghampiri tempat tidur Yesung. Ia meraih boneka kura-kura tadi seraya kemudian membaringkan dirinya di atas tempat tidur.
"Apa kau benar-benar menyukai benda aneh ini, huh?" ia bergumam lirih seraya mendekap erat boneka di tangannya. Ia kembali memejamkan matanya sejenak, menghirup aroma lavender green tea menyejukkan yang biasa tercium dari tubuh kekasihnya. Mungkin Yesung terlalu sering memeluk boneka itu hingga setelah sekian lama pun aromanya masih tertinggal di sana.
Siwon kembali merasakan matanya memanas. Aroma ini seolah membuat otaknya kembali berputar, mereka ulang setiap kenangan yang pernah ia lalui bersama Yesung. Memori ketika ia berulang kali menyakiti namja itu seakan bagai sebuah batu besar yang menghantam dadanya. Kenangan-kenangan manis yang seharusnya bisa menutupinya pun kini justru membuat perihnya luka itu terasa semakin nyata.
"Jika aku bisa sedikit saja melawan egoku, apa mungkin kau masih berada di sini sekarang?" ia kembali berucap lirih tanpa membuka kedua matanya, "Aku selalu berusaha mendorongmu sejauh mungkin. Aku mengucapkan kata-kata kasar hanya demi membuatmu pergi dari hidupku. Tetapi ini bahkan baru tujuh belas hari sejak terakhir kali aku melihat wajahmu, dan sekarang rasanya aku seperti ingin mati karena merindukanmu,"
Kedua matanya masih terpejam. Ia masih mencoba memahami takdir yang Tuhan gariskan untuknya. Apa memang semua harus berjalan seperti ini? Apa ini memang akhir yang harus ia dapatkan setelah luka yang selama ini ia rasakan?
Ia mengerti. Setelah semua yang ia lakukan, ia tak mungkin lagi memiliki hak untuk menggantungkan harapannya. Tuhan telah memberinya sedikit kesempatan untuk mengubah jalan takdirnya, namun ia dengan angkuh justru menyia-nyiakannya.
Yesung yang membuat pilihan untuk pergi meninggalkannya. Namja itu menyerah atas egonya yang terlalu ia junjung tinggi. Mungkin ini memang akhir yang pantas ia dapatkan.
Samar-samar ia mendengar suara pintu dibuka dengan pelan, kemudian disusul oleh langkah kaki mendekat kearahnya.
Siwon membuka matanya, menemukan Lee Donghae tengah memandangnya dengan tatapan bersalah. Namja itu seperti merasa dirinya adalah penyebab utama kepergian Yesung. Siwon bahkan tidak sanggup lagi menghitung berapa ratus kali Donghae meminta maaf padanya.
"Apa kau benar-benar merindukannya?"
"Sangat," Siwon menjawab pelan seraya menegakkan tubuhnya.
Donghae mendudukkan dirinya di samping Siwon, tangannya terulur untuk mencubit gemas boneka kura-kura di tangan namja itu.
"Dia lucu seperti Yesung," ia mencoba mencairkan suasana.
Siwon hanya tersenyum kecil.
"Apa kau tidak ingin bertanya dimana Yesung dimakamkan?" Donghae bertanya dengan hati-hati.
Siwon melangkahkan kakinya menghampiri jendela kamar Yesung, memandang kearah pepohonan yang mulai kembali bersemi setelah musim dingin berakhir beberapa hari yang lalu.
"Aku belum siap,"
Donghae mengangkat alisnya, "Huh?"
Siwon kembali tersenyum tipis, "Kau bilang Yesung ingin melihatku bahagia, kan? Aku tidak mungkin menemuinya dengan wajah menyedihkan seperti ini,"
"Aku tahu ini sangat berat untukmu,"
"Memang sangat berat," Siwon menjawat singkat.
"Kau harus segera memulai hidupmu yang baru, Siwon-ah. Aku tahu ini tidak akan semudah bagaimana aku mengatakannya, tetapi cepat atau lambat kau harus bisa menjalani hidupmu tanpa Kim Yesung. Kau bisa meraih sesuatu yang kau inginkan. Setelah kau berhasil nanti, kau bisa bertemu dengan Yesung tanpa harus dihantui rasa bersalah,"
"Aku belum memikirkan apa yang akan aku lakukan,"
"Sebenarnya kemarin kau mendapat tawaran dari San Francisco. Di sebuah rumah sakit besar. Kau juga bisa melanjutkan pendidikanmu di sana. Apa kali ini kau juga akan menolak?"
"Aku tidak tahu apa aku bisa melakukannya,"
"Jujur saja aku juga tidak yakin. Tetapi apa salahnya mencoba? Appa dan umma tidak mungkin menyerahkan perusahaan pada orang yang bahkan tidak pernah menginjakkan kakinya di sekolah bisnis sepertimu. Jadi mau tidak mau kau harus menemukan masa depanmu sendiri,"
"Aku akan memikirkannya,"
"Pikirkan baik-baik, arra? Cho Kyuhyun sudah memulai kehidupan barunya, kau juga harus segera melakukannya,"
"Apa aku juga harus melarikan diri keluar negeri?"
Donghae menghela napas, "Cho Kyuhyun pasti sangat terpukul sampai memutuskan untuk pindah keluar negeri. Disini terlalu banyak hal yang bisa mengingatkannya pada Yesung," ucapnya sedih.
Siwon kembali diam. Lebih memilih untuk memperhatikan awan-awan putih yang hampir tidak pernah ia lihat selama musim dingin.
"Aku tidak tahu apakah ini berita yang bagus untukmu. Pengadilan sudah memutuskan, Jung Soyeon akan menjalani hukuman 18 tahun penjara. Dia sudah mengakui semua yang telah dilakukannya,"
Siwon menatap Donghae dengan mata sedikit melebar, "18 tahun?"
Donghae mengangguk, "18 tahun untuk membayar semua yang telah dia lakukan. Mulai dari percobaan pembunuhan terhadapmu, penipuan pada keluarga Kim, pembunuhan berencana dan semua yang dia lakukan pada Kim Yesung. Dia mengakuinya,"
"Termasuk membunuh Yesung?"
Donghae kembali mengangguk, "Bukti menunjukkan dengan jelas kalau Jung Soyeon yang membunuh Yesung dan dia sendiri sudah mengakuinya,"
"Dimana dia ditahan?" tanya Siwon membuat Donghae sedikit mengerutkan keningnya.
.
.
~ 예 원 ~
.
.
"Apa kau merasa bahagia sekarang?"
"Bagaimana menurutmu?" Choi Siwon menjawab dengan menatap datar wanita di hadapannya.
Jung Soyeon—wanita itu tersenyum tipis, "Sejauh yang aku ingat, kau pernah berkata bahwa satu-satunya hal yang paling kau inginkan dalam hidupmu adalah melihat aku jatuh dan hancur. Bukankah sekarang kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan?"
Siwon mengalihkan pandangannya keluar jendela ruangan berkunjung tempat Jung Soyeon ditahan. Ia memejamkan matanya sejenak sambil menghela napas dalam, "Aku tidak tahu. Aku tidak merasakan apapun,"
"Mianhae,"
Siwon kembali memandang Jung Soyeon seraya sedikit mengangkat alisnya, "Huh?"
"Aku tidak meminta maaf untuk apa yang telah aku lakukan padamu selama ini. Aku tahu itu bukanlah sesuatu yang bisa kau maafkan. Aku meminta maaf untuk Kim Yesung. Maaf membuatmu berpisah dengannya,"
"Ah," Siwon hanya membalasnya dengan gumaman pelan.
"Aku dengar kau membuat mereka mengurangi masa tahananku,"
"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya,"
"Bagaimana kau bisa yakin bahwa bukan aku yang menembak Kim Yesung? Bukankah kau melihatnya dengan sangat jelas pistol itu ada di tanganku? Aku juga memiliki lebih dari cukup alasan untuk membunuh Kim Yesung,"
"Dia mengatakan padaku bahwa dia yang melakukannya. Aku yakin dia mengatakan hal itu bukan tanpa alasan. Dia tidak ingin kau dihukum atas apa yang tidak kau lakukan. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan,"
Jung Soyeon kembali tersenyum tipis, "Anak itu tidak berubah,"
"Dia menyayangimu,"
"Aku tahu," balas Jung Soyeon masih dengan tersenyum, "Aku selalu tahu. Hanya saja selama ini aku melarang hatiku untuk merasakannya. Aku tidak akan bisa melakukan apapun dengan memiliki pemikiran seperti itu terhadap Yesung. Satu-satunya yang boleh aku rasakan adalah kebencian,"
"Bagaimana denganku?" ucap Siwon, membuat Jung Soyeon kembali menatapnya dengan pandangan bertanya, "Apa kau sungguh hanya melihatku sebagai sebuah kesalahan?"
Jung Soyeon menggeleng kecil, "Aku juga tidak mengerti. Hanya saja, rasanya begitu sakit saat melihat kau menangis sambil memeluk Yesung hari itu. Selama ini aku selalu menutup mataku dari semua hal yang telah aku lakukan padamu. Tetapi saat itu entah mengapa rasanya berbeda,"
Siwon tidak menjawab, membiarkan keheningan memenuhi ruangan itu selama beberapa saat.
"Sekarang kau bisa hidup seperti orang lain," Jung Soyeon kembali berbicara, "Kau bisa menjalani hidupmu tanpa harus dibayang-bayangi dendam dan kebencian. Hiduplah dengan baik. Kau sudah melewatkan banyak hal hanya demi menjatuhkanku. Sekarang semua sudah selesai,"
Jung Soyeon lantas bangkit dari kursinya, "Mulailah kehidupan baru dan berbahagialah seperti yang Yesung inginkan," setelah berkata demikian, ia berjalan menghampiri petugas yang sejak tadi berjaga di depan pintu ruangan tersebut.
"Aku akan menunggumu!" seru Siwon membuat Jung Soyeon menghentikan langkahnya.
"Aku akan memberimu waktu untuk belajar menerima kenyataan kalau aku adalah anakmu. Aku adalah anak yang kau lahirkan, meskipun kau tidak menyukainya, kau tetap harus bertanggung jawab atas hidupku!"
"Tiga belas tahun lagi, saat kau keluar, aku harus menjadi orang pertama yang kau temui. Kau harus keluar dari sini dalam keadaan baik-baik saja. Kau harus membayar semua yang telah kau lakukan padaku. Kau harus memberikan apa yang seharusnya aku dapatkan darimu. Aku akan menunggumu,"
Jung Soyeon tersenyum tipis. Ia mengangguk pada petugas di sampingnya, keduanya lantas pergi meninggalkan ruangan itu.
.
.
~ 예 원 ~
.
.
Siwon melangkah ringan, membawa sepasang kaki jenjangnya menyusuri tepian Sungai Han. Angin musim semi berhembus menerpa pepohonan di sekitarnya, menerbangkan beberapa helain daun yang terjatuh dari rantingnya. Ia menghampiri sebuah pohon oak yang berada di pinggiran sungai, lantas memutuskan untuk duduk di bawahnya.
Ia menyandarkan punggungnya pada batang pohon seraya menatap ke langit, memandang awan-awan putih yang bergerak di atas sana. Sebuah senyuman tipis mulai terlukis di bibirnya.
"Bukankah awan terlihat mirip seperti salju?" ia berkata pelan, "Aku selalu membenci salju. Kita berdua membenci salju. Salju membuat kita teringat pada kenangan-kenangan yang sangat ingin kita lupakan. Tetapi sekarang ketika aku tidak bisa lagi melihat salju, aku justru merasa sangat merindukannya."
"Hari ini adalah hari ketiga puluh sejak musim dingin berakhir. Tetapi kau tahu, Yesung-ah, aku masih belum menemukan kehangatan yang biasa aku rasakan seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Di sini tetap terasa dingin tanpa kau di sisiku. Apa di sana kau juga merasakan hal yang sama?"
Semilir angin berhembus menerpa wajahnya, membuat anak rambut di keningnya bergerak-gerak kecil.
"Aku sudah berusaha sebisaku. Aku akan memulai kehidupan yang baru, seperti yang kau inginkan. Aku akan berusaha menemukan kebahagiaanku. Tetapi aku tidak bisa berjanji untuk bahagia sepenuhnya. Karena kau tahu, apapun yang terjadi, kebahagaiaanku tidak akan terasa utuh jika kau tidak berada di sisiku untuk melengkapinya. Jadi kau harus menungguku di sana. Sesulit apapun itu, kita pasti akan bisa menemukannya jika kita bersama,"
"Aku mengerti, mungkin dosaku memang terlalu besar. Tuhan tidak mengijinkan aku bahkan hanya untuk sekedar mengucapkan kata maaf padamu. Tetapi seperti yang pernah aku janjikan, di kehidupan selanjutnya nanti, aku akan melakukan yang terbaik untuk menebus semuanya. Aku akan melakukan apapun untuk memberimu kebahagiaan yang kau—kita—inginkan. Jadi tidak peduli selama apapun itu, kau harus tetap menungguku,"
Siwon tertawa kecil, "Kau datang saat musim dingin berawal, kan? Dan kau pergi sebelum musim dingin berakhir. Hanya sesingkat itu. Tetapi kau membawa perubahan yang sangat besar dalam hidupku. Choi Siwon yang dulu tidak mungkin mengenal kata-kata aneh ini jika kau tidak pernah datang ke dalam hidupnya. Aku mencintaimu. Sangat,"
Siwon kembali memejamkan kedua matanya, membiarkan angin musim semi yang terus berhembus pelan mengantarnya ke alam mimpi.
.
.
~ 예 원 ~
.
.
Beberapa detik yang lalu Siwon yakin ia masih berada di alam mimpinya, namun kini ia terbangun karena merasakan sesuatu yang basah dan lembut menyentuh bibirnya. Berawal dari sebuah kecupan ringan yang semakin lama terasa semakin menuntut balasannya. Namun ia hanya tetap diam, sambil tertawa dalam hati.
"Yah, kau sudah bangun, kan?" suara baritone lembut itu terdengar kesal.
Ia hanya tersenyum tanpa membuka matanya, "Bukankah kau lebih suka aku berpura-pura tidur, jadi kau bisa terus menciumku?" ucapnya menggoda.
"Kau menyebalkan, Choi Siwon!"
Siwon segera membuka matanya, mendapati wajah sang namja manis yang hanya berjarak beberapa senti darinya tampak memerah. Terlihat begitu menggemaskan meskipun namja itu berusaha menunjukkan wajah marah terbaiknya.
"Selamat pagi, sayang," ucap Siwon seraya mengecup lembut bibir di hadapannya yang masih terlihat basah.
Wajah manis itu tampak semakin merona, "Ce-cepat bangun, tuan pemalas! Mereka akan datang jam 10, kau lupa?" ujarnya mencoba mengalihkan pembicaraan.
Siwon menggeleng, "Aku masih sangat mengantuk, sayang. Kau lupa tadi malam kita tidur jam berapa? Ini baru jam 7 pagi dan kau sudah mengganggu tidurku yang indah,"
Namja di hadapannya mendengus sebal, "Ya sudah! Selamat tidur. Dan jangan harap kau akan menemukan aku di rumah ini saat kau bangun nanti," ujarnya sambil bangkit dari tempat tidur. Ia baru saja beranjak pergi ketika tiba-tiba sepasang lengan merengkuh tubuhnya, menariknya untuk kembali duduk di atas tempat tidur dan memenjarakannya dalam sebuah dekapan hangat.
"Jangan pergi," ucap Siwon memohon sambil mengeratkan pelukannya, "Aku mohon jangan pergi lagi. Aku bisa gila kalau kau meninggalkan aku,"
Namja dalam dekapannya itu terkekeh pelan, "Aku hanya bercanda, Choi Siwon," ucapnya sambil mengecup lembut pipi Siwon, "Lagipula ini adalah satu-satunya tempat yang aku miliki, kau pikir aku akan pergi kemana?"
"Bahkan meskipun kau memiliki banyak tempat untuk pergi, kau tetap tidak boleh meninggalkan aku,"
"Aniya. Satu-satunya tempat di mana aku seharusnya berada adalah tepat di sampingmu, jadi aku tidak bisa pergi kemana-mana," ujarnya seraya tersenyum lebar.
Siwon membalas senyuman itu, "Terima kasih,"
"Untuk kembali?"
Siwon mengangguk, "Dan untuk memberiku kesempatan,"
Si namja manis terkekeh pelan, "Apa kau tidak lelah terus mengucapkan terima kasih selama 365 hari untuk hal yang sama, huh?"
Siwon menggeleng, "Aku bahkan yakin aku tidak akan merasa lelah meskipun aku harus mengucapkannya setiap detik selama sisa hidupku,"
"Tetapi aku tidak ingin terus mendengarnya. Kau membuatku merasa sangat bersalah, kau tahu?"
"Merasa bersalah karena membohongiku selama enam tahun?"
Namja itu mengangguk kecil sebagai jawabannya.
Siwon tersenyum lembut, "Dosamu membuat aku menderita selama enam tahun sudah terbayar setengahnya saat kau kembali satu tahun yang lalu, dan kau masih memiliki puluhan tahun untuk membayar yang setengah lagi, dengan terus berada di sisiku seumur hidupmu,"
"Ah, itu hukuman yang sangat kejam. Apa kau tidak bisa menambahnya?" namja manis itu mengerucutkan bibirnya.
"Bagaimana kalau ditambah dengan berusaha menemukan kebahagiaan bersamaku?"
Si namja bermata caramel tampak memasang pose berpikir, "Eum, sounds great!" ucapnya kemudian.
Siwon tertawa, "Jja kita tidur lagi! Kau juga butuh istirahat, sayang," ujarnya sambil menarik tubuh dalam dekapannya untuk ikut berbaring bersamanya.
"Tapi mereka sebentar lagi datang, Choi Siwon!"
"Kita masih memiliki 3 jam untuk menikmati pagi ini, kan? Lagipula aku sudah memberi kunci cadangan pada mereka, jadi kalau pun mereka datang saat kita tidur, mereka bisa langsung masuk ke rumah," jawab Siwon, "Kau sudah berkerja keras menyiapkan semuanya kemarin, sekarang kau harus istirahat. Aku tidak mau namja kesayanganku ini sakit karena kelelahan," ujarnya lagi seraya menenggelamkan wajahnya di dada namja di depannya.
Terdengar suara kekehan geli, "Yah!"
"Biarkan seperti ini. Aku hanya ingin mendengar suara detak jantungmu,"
"Aku tidak menyangka enam tahun bisa mengubahmu menjadi seperti ini," si pemilik suara baritone kembali terkekeh seraya membuat tubuh yang lebih besar darinya itu nyaman dalam dekapan tangan-tangan kecilnya.
"Menjadi seperti apa?"
"Menjadi Choi Siwon yang sangat manis. Aww neomu johae~~" jawabnya sambil mencubit gemas kedua pipi Siwon dengan jari-jari mungilnya.
"Yah, Choi Yesung!" Siwon meraup sepasang tangan mungil itu lantas mengubah posisinya, memenjarakan si namja manis di tengah dekapannya yang semakin erat, membuatnya nyaris tak bisa bergerak, "Sepertinya ini memang posisi yang terbaik,"
"Yah, Kau mau membunuhku? Lepaskan!" yang lebih kecil mencoba mengeluarkan death glare terbaiknya.
"Sleep!" ujar Siwon sambil melingkarkan tangan kanannya di bahu si namja manis, membuat namja itu semakin tenggelam dalam dekapannya.
"Arraseo,"
.
.
~ 예 원 ~
.
.
"Yah, apa kau tidak bisa lebih cepat sedikit? Di sini dingin sekali!" Lee Donghae menggerutu seraya merapatkan mantel tebal yang membalut tubuhnya.
"Benar. Di sini terasa dua kali lebih dingin daripada di Korea," Kibum menimpali.
Klek.
"Kalian berisik," Kyuhyun berdecak seraya menarik handle pintu yang baru saja berhasil dibukanya, kemudian membawa langkahnya masuk ke dalam rumah besar bergaya eropa tersebut.
"Jja!" Kibum mengulurkan tangannya dan langsung disambut senyuman manis dari Lee Donghae.
"Mereka berdua benar-benar kurang ajar. Seharusnya mereka menyambut kita di bandara, tetapi apa? Kita bahkan harus membuka pintu sendiri dengan kunci cadangan," Donghae kembali menggerutu.
"Bukankah itu artinya kita tamu istimewa?" sahut Kyuhyun seraya merebahkan dirinya di sofa ruang tamu.
"Dimana—"
"Kibum-ah!"
Kibum, Kyuhyun dan Donghae sontak menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Ketiganya langsung tersenyum lebar begitu menemukan Yesung tengah berlari menuruni tangga dengan mengenakan piyama berwarna soft blue ke arah mereka.
Namja manis itu langsung menghambur memeluk Kibum, membuat tiga orang namja lain yang berada di ruangan itu tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
"Bogoshipo~~" ujar Yesung seraya mengeratkan pelukannya pada leher Kibum.
"Aku juga sangat merindukanmu, hyung," Kibum berucap sambil membalas pelukan Yesung.
"Tsk, ini baru enam bulan sejak terakhir kali aku bertemu denganmu, tetapi lihatlah sekarang kau sudah semakin lebih tinggi dari hyung-mu, Presdir," Yesung melirik kakinya yang tampak sedikit berjinjit seraya mengerucutkan bibirnya.
Kibum mengecup pipi Yesung dengan gemas, "Dan kau justru seperti mengalami backward aging, hyung. Aku bahkan ragu apa sekarang aku masih harus memanggilmu hyung," godanya.
"Yah! Biar bagaimana pun aku tetap lebih tua tiga tahun darimu, Kim Kibum!" Yesung mendengus sebal.
"Tetapi kau sama sekali tidak terlihat seperti seorang pria dewasa yang berusia 28 tahun, hyung,"
Yesung memutar bola matanya, "Baiklah, karena aku sangat merindukanmu, aku anggap itu adalah sebuah pujian,"
"Jadi kau hanya merindukan Kim Kibum?" Kyuhyun bangkit dari sofa seraya melipat kedua tangannya di depan dada.
Yesung tersenyum lebar. Ia melepaskan pelukan Kibum dan langsung beralih memeluk Kyuhyun.
"Aku juga merindukanmu, Pengacar Cho,"
"Yah, berhenti memanggilku seperti itu!"
Yesung mengangkat wajahnya, memandang Kyuhyun dengan tatapan yang dibuat sepolos mungkin, "Waeyo? Bukankah bagaimana pun aku tetap Tuan mudamu, Kyuhyun-ssi?"
Kyuhyun mencubit kedua pipi Yesung dengan cukup keras, membuat namja manis itu memekik tertahan.
"Yah!"
Kyuhyun tersenyum, "Senang melihatmu baik-baik saja,"
Yesung yang tadinya berniat untuk pura-pura marah pun akhirnya lebih memilih untuk membalas senyuman Kyuhyun, "Aku juga. Kau semakin tampan,"
"Wow, sepertinya ini pujian pertama yang aku dengar dari seorang Kim Yesung selama tiga puluh dua tahun hidupku," ujar Kyuhyun seraya tertawa.
"Choi Yesung," Siwon yang masih berdiri di tangga menginterupsi.
Kyuhyun kembali tertawa, "Maafkan aku , Tuan Choi. Aku sudah memanggilnya dengan nama itu selama lebih dari dua puluh tahun, jadi setidaknya kau harus memberiku waktu satu tahun untuk membiasakan diri dengan nama barunya,"
"Sepertinya perjanjian kita enam bulan yang lalu tidak seperti itu," ujar Siwon sambil berjalan menghampiri Kyuhyun dan Yesung.
Donghae memutar bola matanya jengah, "Begitukah cara kalian melepas rindu, huh?"
Siwon melingkarkan tangannya di bahu Donghae seraya menatap malas ke arah Cho Kyuhyun, "Aku sama sekali tidak merindukannya,"
Yesung melepaskan tangan kanannya dari pelukan Kyuhyun kemudian mencubit perut Siwon.
"Yah!" Siwon mengerang protes.
"Aku membawa kimchi!" seru Donghae mencoba mengubah atmosfir di sekitarnya.
Siwon menatap Donghae dengan pandangan tidak percaya, "Kau membawa kimchi di pesawat?"
Donghae mengangguk seraya tersenyum lebar, "Aku kan penumpang VVIP,"
"Untuk apa jauh-jauh membawa kimchi dari korea?" tanya Yesung.
"Kyuhyun bilang saat kalian di Amerika kau sangat suka makan kimchi, jadi aku meminta umma untuk membuatkan ini khusus untukmu,"
"Aww!" Yesung langsung melompat memeluk Donghae, "Kau memang sangat baik, hyung. Tetapi sebenarnya kau tidak perlu jauh-jauh membawanya dari korea, di sini juga ada kimchi. Tidak semudah menemukannya di korea memang, tapi kalau aku mau Siwon hyung pasti akan langsung mencarinya kemana-mana dengan senang hati,"
"Kaupasti sangat memanjakan Yesung hyung," komentar Kibum seraya melirik Siwon.
Siwon tersenyum, "Aku hanya melakukan apa yang ingin aku lakukan," jawabnya seraya memeluk pinggang Yesung, menarik namja manis itu dari pelukan Donghae.
Yesung balas tersenyum seraya memberikan kecupan pada bibir Siwon.
"Kalian sudah menyiapkan semuanya?" Donghae kembali berujar.
Yesung mengangguk, "Semua sudah siap, jadi lebih baik kalian istirahat. Aku akan membangunkan kalian saat makan siang sudah siap,"
"Aku akan membantu Yesung," ujar Siwon seraya merangkul bahu Yesung dan menyeret namja bermata caramel itu ke dapur.
Kibum, Donghae dan Kyuhyun kembali tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.
"Jja kita istirahat!"
.
.
~ 예 원 ~
.
.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Kyuhyun menolehkan kepalanya, lantas tersenyum kecil ketika menemukan Choi Siwon tengah berjalan kearahnya.
"Tidak ada. Hanya ingin melihat-lihat," jawabnya, "Kau sendiri?"
"Hanya kebetulan lewat dan melihatmu di sini," ujar Siwon seraya berdiri di samping Kyuhyun.
"Ah," Kyuhyun menggumam pelan, "Sepertinya dia sangat bahagia,"
Siwon tersenyum, "Aku berusaha melakukan yang terbaik untuk menepati janjiku,"
Kyuhyun mengangguk, "Aku bisa melihatnya,"
"Terima kasih,"
"Untuk membawa Yesung kembali?"
"Untuk percaya padaku,"
Kyuhyun tertawa kecil, "Aku sudah mengatakannya padamu, kan? Satu-satunya hal yang paling aku inginkan di dunia ini adalah melihat Yesung bahagia, karena aku bertanggung jawab untuk itu. Aku membawa Yesung kembali karena tempatnya memang di sini, di sampingmu. Tetapi kau tahu dengan pasti aku ini bukan orang baik, jadi kalau kau berani menyakitinya, jangan bermimpi aku akan memberimu kesempatan untuk kedua kalinya,"
"Sekarang kau bisa menyerahkan tanggung jawab itu padaku. Aku yang akan membuatnya bahagia,"
"Anni. Aku akan tetap mengawasi kalian,"
Siwon mengangkat alisnya.
Kyuhyun kembali tertawa, "Tenang saja, aku tidak akan merebutnya darimu. Aku akan segera memulai hidupku yang baru, tetapi kau harus memberiku waktu. Aku tidak mungkin semudah itu mencintai orang lain,"
"Aku mengerti,"
"Mianhae,"
Siwon menatap Kyuhyun dengan pandangan bertanya.
"Aku belum meminta maaf padamu, kan?"
"Untuk menyembunyikan Yesung selama enam tahun? Lupakan saja, aku sama sekali tidak menyalahkan siapapun. Aku mengerti, setelah semua yang terjadi, kau tidak mungkin begitu saja mempercayakan Yesung padaku. Aku justru sangat berterima kasih, karena dengan begitu aku bisa semakin meyakinkan diriku kalau aku sangat mencintainya,"
"Dan tentang penyakit Yesung," Kyuhyun terkekeh.
"Kau hanya mengatakan yang sebenarnya, kan?"
"Tetapi aku membuatnya terdengar menakutkan, kan? Aku yakin saat itu kau melepaskan Yesung karena aku mengatakan keberadaanmu bisa membunuh Yesung,"
"Tapi mungkin aku benar-benar bisa melakukannya saat itu,"
"Seperti yang pernah Kim Kibum katakan padamu, ini bukan sebuah penyakit. Hanya saja Yesung memang berbeda. Keadaan saat itu mungkin memang cukup berbahaya untuknya, tetapi aku yakin sekarang semua akan baik-baik saja,"
"Semua akan baik-baik saja selama aku tidak membuatnya merasa terluka, kan?"
Kyuhyun mengangguk, "Hanya tepati janjimu dan semua akan baik-baik saja,"
"Janji apa?"
Kedua namja tampan itu menoleh, kemudian tertawa bersamaan saat mendapati Yesung berdiri di belakang mereka sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Ini pembicaraan antara sesama pria, kau tidak perlu tahu," jawab Kyuhyun membuat Yesung membelalak protes.
"Yah! Aku juga pria, Kyuhyun-ssi!"
"Arraseo," balas Kyuhyun sambil mengacak rambut Yesung.
Yesung mendengus sebal, "Kibum mencarimu,"
"Aku?" Kyuhyun menunjuk dirinya sendiri.
Yesung mengangguk.
"Baiklah, di sini juga dingin sekali," ujar Kyuhyun sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.
"Untuk apa Kibum mencari Kyuhyun?" tanya Siwon.
"Aku berbohong," Yesung menyeringai lebar.
Siwon tertawa, "Dasar!"
"Aku kan ingin berdua denganmu," ujar Yesung sambil meletakkan selimut kecil yang dibawanya di bahu Siwon, "Di sini sangat dingin. Aku tidak mau kau sakit," lanjutnya kemudian.
"Aku bukan anak-anak, sayang," Siwon terkekeh kecil seraya menarik Yesung ke dalam pelukannya, "Aku juga tidak mau kau sakit," ucapnya sambil mendekap erat tubuh si namja manis dari belakang.
"Kalian tadi membicarakan apa?" Yesung bertanya seraya sedikit memiringkan kepalanya, menatap Siwon yang berada di belakangnya.
"Aku pikir kau mendengarnya," Siwon mengecup pipi Yesung dengan lembut lalu meletakkan dagunya di bahu namja di depannya itu.
"Aku hanya mendengar sedikit. Tadi aku mencarimu di dalam, ternyata kau ada di sini bersama Kyuhyun hyung,"
"Kami tidak membicarakan apa-apa,"
"Kau tidak marah pada Kyuhyun hyung, kan?"
Siwon tampak berpikir sebentar, "Apa aku memiliki alasan untuk marah?"
Yesung mengerucutkan bibirnya, "Aku kan bertanya padamu,"
Siwon tersenyum, "Mungkin aku terlalu bahagia sampai aku tidak bisa melihat adanya alasan untuk marah pada siapapun. Memanipulasi kematian orang yang aku cintai dan menyembunyikannya di luar negeri selama bertahun-tahun mungkin memang sangat jahat, tetapi aku terlalu bahagia saat dia membawamu kembali. Aku pikir aku tidak akan pernah bertemu denganmu lagi,"
"Apa kau sungguh merasa kehilangan saat aku pergi?"
"Apa Lee Donghae tidak melaporkannya pada kalian?"
Yesung mengangguk, "Donghae hyung bilang kau seperti orang yang tidak memiliki semangat untuk hidup lagi. Aku sungguh merasa takut saat itu. Aku takut kau akan menyerah. Tetapi Kyuhyun hyung berjanji padaku semua pasti akan baik-baik saja,"
"Aku hampir menyerah," ucap Siwon sambil mengusap rambut Yesung dengan lembut, "Aku tidak berani membayangkan bagaimana aku harus hidup tanpamu. Tetapi kemudian Donghae berhasil meyakinkan aku bahwa aku harus tetap hidup. Setidaknya jika aku mati dan bertemu denganmu di kehidupan yang selanjutnya, aku harus terlebih dahulu menebus kesalahanku padamu. Tetapi kau tahu, apapun yang aku lakukan, aku tetap merasa aku berdosa padamu. Bahkan sampai enam tahun pun aku masih belum memiliki cukup keberanian untuk menanyakan dimana kau dimakamkan,"
"Padahal Donghae hyung, Kyuhyun hyung dan Kibum sudah menyiapkan jawaban kalau kau sampai menanyakan itu," Yesung terkikik.
"Mereka bahkan mengatakan kebohongan yang sama pada orang lain, sampai semua orang berpikir Kim Yesung memang sudah meninggal saat itu. Aku terlalu putus asa hingga aku tidak mencoba mencari tahu lebih jauh. Aku merasa sangat bodoh, kau tahu? Kita berada di negara yang sama selama lima tahun, tetapi aku selalu berpikir kau berada di suatu tempat yang sangat jauh. Bahkan umma saja tahu kalau mereka hanya berbohong,"
"Mereka mengatakan aku meninggal karena tembakan itu mengenai jantungku, kan? Tentu saja Jung Soyeontahu kalau mereka hanya berbohong," ujar Yesung sambil tersenyum. Ia menggenggam tangan Siwon yang melingkar pada pinggangnya, "Karena Jung Soyeontahu—" kemudian meletakkan telapak tangan besar itu pada dada kanannya, "—jantungku ada di sini,"
"Tetapi menembak dirimu sendiri tetap tindakan yang bodoh, Choi Yesung! Kau koma selama lebih dari satu bulan, kan? Bagaimana kalau saat itu kau benar-benar pergi?" ujar Siwon pura-pura marah.
"Karena saat itu aku benar-benar merasa lelah," Yesung memejamkan kedua matanya, "Aku pikir kau benar-benar tidak menginginkan aku. Tetapi kemudian kau mengatakannya. Kata-kata itu yang memberiku kekuatan saat aku koma. Aku harus kembali karena aku harus memberikan jawaban. Dan di sinilah aku sekarang. Bersamamu!" ujarnya seraya kembali tersenyum lebar.
Siwon mengecup bibir Yesung dan melumatnya sebentar, "Terima kasih sudah memberiku kado natal yang terindah,"
"Tapi aku tidak memberimu apa-apa,"
"Tidak ada kado yang lebih indah selain dirimu," jawab Siwon seraya mengusap pipi Yesung dengan lembut, membuat namja dalam dekapannya itu memejamkan matanya, "Setelah bertahun-tahun melewati natal yang sepi dan menyiksa, sekarang kau membuatku merasakan makna natal yang sebenarnya. Natal yang begitu sempurna,"
"Akan lebih sempurna kalau semua orang yang kau cintai ada di sini sekarang,"
Siwon tersenyum, "Kita masih harus menunggu beberapa tahun lagi,"
Yesung mengangguk, "Aku akan selalu menemanimu di sini,"
Siwon sedikit melonggarkan pelukannya dan membalikkan tubuh Yesung untuk menghadapnya.
"Sekarang aku adalah milikmu. Setiap detik yang aku miliki selama sisa hidupku adalah milikmu. Aku akan menghabiskannya hanya untuk menjaga dan membuatmu bahagia. Aku akan melakukan yang terbaik yang aku bisa,"
Yesung mendekatkan wajahnya, berbisik pelan sebelum kemudian menyatukan bibir mereka.
"Aku mencintaimu,"
"Aku lebih mencintaimu, sayang," balas Siwon di sela ciumannya.
Dua pasang bibir itu bergerak seirama. Saling memagut. Siwon menekan belakang kepala Yesung dengan lembut, berusaha memperdalam ciumannya, mengecap setiap inchi bibir mungil milik namja beriris caramel tersebut, mencoba menikmati rasa manis yang selalu terasa memabukkan.
Namun tiba-tiba Yesung mendorong dada Siwon, membuat namja tampan itu—dengan sangat tidak rela—melepaskan ciumannya.
"Wae?" tanya Siwon pura-pura kesal.
"Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan padamu,"
Siwon mengangkat alisnya.
"Saat itu, kenapa kau menyerah dan meminta Jung Soyeonuntuk membunuhmu? Choi Siwon yang aku kenal bukan tipe orang yang akan menyerahkan nyawanya begitu saja pada seseorang yang paling ingin dia hancurkan. Kenapa kau melakukannya?"
Siwon kembali tersenyum. Tanpa membalas pertanyaan Yesung, ia menangkup wajah namja manis itu dan kembali mempertemukan bibir mereka.
.
.
~ 예 원 ~
.
.
Karena saat itu aku juga merasa sangat lelah dengan dunia
Aku lelah dengan diriku sendiri
Saat itu aku berpikir, walau aku mengakhiri kehidupanku dengan cara seperti itu, pasti tidak akan ada bedanya
Aku ingin kehidupan yang memuakkan itu segera berakhir
Dan di kehidupan yang selanjutnya, aku pasti akan bertemu dengan Kim Yesung
Dan jika Tuhan memberiku kesempatan untuk itu, aku ingin memulai semuanya dari awal
Aku ingin memiliki hubungan seperti orang lain
Aku ingin merasakan cinta seperti yang dialami semua orang
Cinta sederhana dimana kami hanya perlu saling mencintai tanpa harus terikat oleh apapun
Hanya ada aku dan dirinya yang berhak menentukan kemana kami harus melangkah
Cinta yang mengijinkanku untuk berkata aku merindukannya saat aku merasa rindu padanya
Aku bisa memintanya untuk datang saat aku ingin bertemu dengannya
Aku bisa memintanya untuk tinggal di sisiku saat aku membutuhkannya
Aku bisa melakukan apa yang ingin aku lakukan untuk menjaga dan membuatnya bahagia
Aku bisa mengungkapkan apa yang aku rasakan tanpa harus takut akan melukainya
Aku rasa doa seperti itulah yang aku minta pada Tuhan
Aku ingin cinta yang sesederhana itu..
Dan sekarang... aku bahagia...
.
FIN
[20 December 2013]
.
A/N : akhirnya end juga ^o^
thankyou buat semua yang udah meluangkan waktu buat baca dan kasih review sampe sejauh ini *bow*
maaf ya kalo endingnya absurd dan ngga sesuai yang diharapkan
tapi setidaknya ini ngga seabsurd ending dramanya, kan? (bagi yang udah nonton lol)
Sama kayak di dramanya, aku bikin ending dimana mereka berdua bisa memulai semua dari awal di 'dunia yang baru'
Biarpun nggak sama persis, tapi intinya mereka sama-sama bisa keluar dari bayang-bayang masa lalu dan mempunyai kehidupan 'normal' seperti orang lain
Aduh dongeng banget kan ya xD
Mungkin masih ada beberapa misteri (?) yang belum aku kupas (?) secara mendetail di sini, tapi aku udah ngasih beberapa 'clue' kan, jadi sisanya silahkan dijawab dengan imajinasi masing-masing \^o^/
Utangku udah lunas ya, jadi jangan pada menghantui aku lagi xD
biarkan aku tenang buat persiapan menghadapi ujian semester yang sudah menatap garang di depan sana (?)
Sekali lagi makasih banyak~~ \^o^/