My Temporary Wife

Disclamer: Masashi Kishimoto

Story by N.A-Shokun

Cast: Hinata Hyuuga x Itachi Uchiha

Rated: T semi M

WARNING: ABAL-DESU, OOC, AU, TYPO DAN SEGALA KEKURANGAN LAINNYA

DON'T LIKE DON'T READ

.

.

.

"Ini perjanjiannya?" Gumam Hinata melihat sebuah map terbuka dan disondorkan kehadapannya.

Mata amesthy Hinata melirik awas pada lembaran kertas yang terhampar didepannya. Tangan jenjangnya bergerak mengambil salah satu lembaran yang memuat satu poin perjanjian yang menurutnya cukup janggal. Belum paham, Hinata mengeryitkan alisnya membuat gesture tubuh yang secara tidak langsung memperlihatkan keberatannya. Sadar akan adanya sebuah penolakan secara non-verbal. Sang pria yang semula duduk pongah dihadapannya meletakan kembali gelas kristal wine anggur merahnya yang baru kehilangan sedikit isinya.

"Kau keberatan?" Tanyanya dengan suara datar sarat akan intimidasi.

"Eh?!" Menoleh dengan tidak sabar ke arah tatapan iris jelaga milik sang pria. Hinata merutuki tindakan spontanitasnya, tindakan yang salah karena dalam satu detik Hinata telah hanyut dalam aura kekuasaan yang menguar dari sang pria.

"Ti-tidak tapi-"

"Itu artinya kau menolaknya." Memotong kalimat Hinata yang bahkan belum melontarkan pembelaannya. Sang pria yang tengah duduk angkuh terbalut jas armani mahal berharga jutaan yen yang semakin memperjelas profil dirinya sebagai pengusaha kaya raya yang kelebihan duit itu mulai mengeluarkan argument jaring laba-labanya.

"Kau tahu reputasiku sebagai pria baik-baik?" Lontaran jaring pemangsa yang ditelan mentah-mentah oleh Hinata yang menganggukan kepalanya mantap membuat sang pria tak lagi sungkan mengumbar senyum sejuta maknanya.

"Ten-tentu saja saya tahu Uchiha-san. Bukankah tindakan heroic dan reputasi tanpa noda milik anda sering terpampang dimediamassa?" Tersenyum bisnis menanggapi konfrontasi yang digelar secara terbuka. Hinata kembali mengingat surat kabar yang tadi pagi dibacanya. Surat kabar yang memuat kegiatan amal gila-gilaan seorang Uchiha muda yang dicetak dengan huruf tebal-tebal dan foto super besar membuat berita penting lainnya tersisih dipojok.

"Aku tidak mau dicap sebagai pria tukang selingkuh yang tidak setia."

"Maksudmu dengan meniduri istri sewaan sepertiku. Anda berharap reputasi anda terselamatkan." Membenarkan maksud sang Uchiha sulung. Hinata diam-diam mendengus sinis melalui hidung mancungnya.

Hinata meletakan kembali surat perjanjian pranikahnya yang dicetak dengan format times new roman ukuran 14. Matanya tertumbuk pada satu kalimat yang terbaca, 'Selama pernikahan berlangsung, pihak pertama selaku Uchiha Itachi berhak meminta pihak kedua selaku Hyuuga Hinata memenuhi kewajibannya sebagai istri termasuk didalamnya hubungan suami-istri tanpa terkecuali.' Keh-Hinata terkekeh geli, hubungan suami istri huh? Kata-kata yang vulgar sekali.

"Begitulah. Kau tahukan, aku juga pria normal seperti yang lain." Nada datar tanpa perasaan yang membuat Hinata merinding mendengarnya. Oh tidak! Lihatlah bayang-bayang kelam yang Hinata lihat sebagai visualisasi masa depan rumah tangganya.

Mengetuk-ngetukan jarinya tak beraturan diatas meja yang terbuat dari kayu jati kualitas terbaik. Hinata kembali mengeja lamat-lamat satu pasal tambahan yang tertera rapi dibawahnya. 'Perjanjian batal apabila pihak kedua dinyatakan hamil' what? Menuntut penjelasan lebih lanjut, Hinata menyorot tajam sosok penuh wibawa sekaligus pintar mengusut siasat licik dibalik topeng ramahnya.

"Ini apa?" Menunjuk kepada kalimat singkat dengan gerakan hendak menjebol kertas yang tebalnya tidak sampai satu milimeter itu.

"Perjanjian tambahan. Kau tahukan aku tidak suka bisnis yang nantinya menyeret-nyeret masalah perasaan, ikatan batin atau tetek bengek tidak penting lainnya." Mengibaskan tangan seakan mengusir lalat imajiner yang berterbangan di sekitarnya. Itachi berkoar tentang pentingnya menjaga jarak, cukup andil dalam membentuk image tangan dan hati besi dari sudut pandang Hinata.

Merapikan rambut indigo panjangnya kebelakang. Hinata mulai mengubek tas gemuknya demi mencari pena murahan yang tadi sempat dibelinya sebelum datang ketempat ini. Nihil, dengan frustasi diiringi geraman kecil Hinata menegakan badannya lagi dan terkesiap mendapati Itachi sudah menyondorkan sebuah pena berukir emas dihadapannya.

"Terima kasih." Ujarnya pelan ditanggapi dengan sebuah anggukan kecil Itachi, sesekali mencuri pandang ke arah Itachi membuat sang empunya menaikan satu alisnya heran.

"Kenapa?" Tanyanya penasaran melihat gelagat Hinata yang pada dasarnya memang seperti orang yang ingin mengajukan suatu pertanyaan tetapi sungkan untuk mengatakannya.

"Bo-bolehkan aku mengajukan syarat yang lainnya?" Tanya Hinata takut, sungguh Hinata tidak boleh berpikir dua kali untuk mendapatkan kesempatan langka seperti ini. Kesempatan yang tidak akan datang dua kali dalam hidupnya.

Itachi termangu terlihat seperti sedang berpikir dua kali untuk mengiyakan permintaan Hinata. Setelah jeda lima menit dalam keheningan akhirnya Itachi menghela nafas panjang seraya menyilangkan tangannya didepan dadanya dan mengangguk kecil untuk menyetujui permintaan Hinata.

"A-aku ingin kompensasi tambahan." Mengigit bibirnya hingga hampir berdarah, Hinata menarik rok spannya untuk mengurangi kegugupan, sungguh dirinya sebenarnya tidak rela mengadaikan harga dirinya seperti ini. Bukankah uang tidak bisa membeli harga diri seseorang? Tapi bisa apa Hinata sekarang? Zaman yang seperti ini sudah bukan masanya mempertahankan gengsi apabila masih ingin bertahan hidup.

"Aaa- gaji tambahan?" Itachi menebak disambut dengan anggukan kecil malu-malu dari Hinata. "Setelah permintaanmu untuk membebaskan adikmu dari semua biaya rumah sakit dan operasinya selama setahun penuh kau meminta gaji tambahan?"

Sekali lagi Hinata mengangguk. Lidahnya kelu untuk membahas statment Itachi yang terkesan menyindir. Tapi apa boleh buat, menjadi istri-sewaan- Itachi membuatnya tidak boleh melakukan pekerjaan apapun dengan dalih bisa merusak citra baik Itachi. Itu berarti setelah semua pekerjaan selesai, Hinata tidak akan mempunyai uang sepeser pun untuk melanjutkan hidupnya.

"Du-dua ratus ribu yen setiap kali berhubungkan badan." Menyebutkan harganya, rasanya Hinata seperti wanita pekerja seks yang menawarkan jasanya pada pria hidung belang dijalanan. "Ka-kau tidak keberatan?"

"Terserah. Toh hartaku tak akan habis meski kau minta." Tersenyum miris, akhirnya Hinata menambahkan beberapa catatan kecil dibawah perjanjian yang sudah diketik dengan rapi sebelum akhirnya menggoreskan tandatangannya dikolom bermaterai yang sudah tersedia. Kemudian beralih dengan menandatangani aplikasi pernikahan yang sudah diisi lengkap dari pihak Itachi.

Melihat tanda tangan yang dibutuhkannya sudah tertulis apik diatas kertas perjanjian dan aplikasi pernikahannya. Itachi mendorong kursinya kebelakang dan mulai berdiri untuk meninggalkan tempat duduknya membiarkan ajudannya yang membereskan kertas yang berceceran dimeja tempat mereka bercokol.

"Oh ya Hyuuga." Itachi membalikan badannya sejenak sekali lagi membuat Hinata menengadahkan kepalanya menanggapi panggilan Itachi.

"Ya-ya?" Menumpukan tangannya diatas meja, Hinata dengan sabar menunggu kelanjutan pernyataan Itachi.

"Aku turut berduka cita atas meninggalnya adikmu. Sayang sekali operasinya tidak berhasil dan kau harus terjebak dalam situasi seperti ini." Merasakan kedutan diatas pelipisnya, Hinata tidak tahu yang dilontarkan oleh sosok yang menjulang tinggi dihadapannya ini adalah ucapan simpatik yang memang tulus atau malahan hanya kalimat berisi sindiran semata. Terakhir yang tertangkap oleh mata bulannya hanya punggung lebar Itachi yang berjalan menjauh kemudian menghilang dibalik pintu megah kayu jati berukiran khas Jepara yang sengaja didatangkan dari kepulauan Indonesia.

Menyambar gelas winenya yang masih terisi penuh dengan kecepatan gila-gilaan. Hinata meneguknya habis membuat tenggorokannya yang dahaga semakin terbakar akibat sensasi alkohol dari wine yang diminumnya. Menyeka beberapa titik wine yang lolos dari sudut-sudut bibirnya. Hinata mengeluarkan sebuah foto lama dari dalam dompet usangnya.

"Maaf Kaa-sama, Tou-sama, Hana-chan, maaf-maaf-" Mengulang perkataannya seperti mantra, Hinata berharap dengan meminta maaf didepan benda mati yang mewakili kehadiran seluruh keluarganya yang sudah dipanggil sang Maha Kuasa, Hinata bisa mengurangi rasa dosa yang mulai bertumpuk dihatinya. "Maaf-"

.

.

.

"Ma-maaf Uchiha-sama. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu terluka." Menyeterilkan bekas cakaran kuku dipunggung Itachi dengan kapas yang dibubuhi cairan antiseptik, Hinata tak henti-hentinya meminta maaf pada Itachi yang malah terlihat geli menahan tawanya.

"Tidak apa-apa Hinata. Bukankah tanda seperti ini merupakan suatu yang wajar dalam hubungan badan?" Memakai kemeja hitamnya yang teronggok tak berbentuk disampingnya, Itachi mengancingkan setiap bulatan kancingnya sebelum beralih membenahi celananya yang hanya terbuka dibagian resletingnya.

Berengut kesal karena lontaran kalimat Itachi yang tergolong vulgar. Hinata mengerucutkan bibirnya membuat Itachi tak tahan untuk mencuri satu kecupan kilat dari Hinata membuat Hinata kontan melebarkan dua bola matanya besar-besar hingga hampir keluar dari dalam matanya, apalagi mendapati kecupan kecil Itachi yang lama-lama berubah makna menjadi ciuman panas yang penuh tuntutan.

"Uchiha-sama-" Dengan suara tercekat, Hinata berusaha mendorong dada bidang milik Itachi untuk menciptakan jarak antara mereka lantaran tangan-tangan Itachi mulai berpolah jahil diatas tubuhnya yang masih telanjang.

"Apa?" Bergumam pelan seraya menyapukan bibirnya diseluruh wajah Hinata. Itachi betah berlama-lama disalah satu kelopak Hinata yang menyembunyikan mata eloknya.

"Wa-waktunya tidur. A-aku lelah." Berdalih kelelahan, Hinata menunjuk jam kecil dimeja yang mulai mempertontonkan waktu jam sebelas malam.

"Baiklah." Membalikan badan Hinata agar membelakanginya, Itachi menuntun Hinata untuk segera berbaring diranjang yang sudah mereka huni selama dua bulan terakhir. "Selamat tidur." Mencium sekilas pipi gembil milik Hinata, Itachi mengeratkan pelukannya pada perut Hinata sebelum akhirnya menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Hinata yang panjang.

Tersenyum sekilas, Hinata membalas semua perlakuan Itachi dengan mengusapkan tangannya pada salah satu lengan Itachi yang saling bertumpu diatas perutnya. Mendengar dengkuran halus sang pria dibelakangnya, mau tidak mau Hinata kembali memikirkan kehidupan pernikahannya yang nampak seperti pernikahan pada umumnya. Pernikahan yang selalu diidam-idamkan setiap wanita didunia. Pernikahan yang melibatkan banyak cinta didalamnya sehingga tak jarang pernikahan mereka selalu mendapat pujian dari massa walau sebelumnya banyak anggapan bahwa Hinata tak pantas mendampingi sang Uchiha karena latar belakang yang tidak ada apa-apanya.

Semua orang bilang, tatapan mereka seperti orang yang saling jatuh cinta dengan tulus. Aaa—apa setelah ini Hinata melamar pekerjaan sebagai aktris saja yak arena aktingnya sangat menyakinkan sekali. Tapi tidak! Itu bukan pandangan cinta melainkan pandangan penuh akan rasa kagum pada pria yang sudah mendampinginya selama dua bulan ini. Pria yang menyandang gelar sebagai suaminya walau hanya sebatas pernikahan kontrak.

Hinata tidak tahu, takdir apa yang sedang mempermanikan nasibnya. Kecelakaan yang menimpa keluarganya membuat Hinata kehilangan kedua orang tuanya. Penderitaan itu kian menjadi ketika sang adik-Hanabi yang menjadi satu-satunya korban selamat dari kecelakaan tersebut hanya bisa bertahan hidup apabila didukung oleh mesin-mesin buatan manusia yang menusuk menembus kulit pucatnya. Tak lupa operasi dengan biaya selangit dan kemungkinan sukses dibawah 50%. Dan benar saja, meski operasi itu berhasil tetapi nyawa Hanabi tidak dapat terselamatkan karena kehilangan darah dalam jumlah yang cukup banyak saat operasi berlangsung.

Hinata yang ditinggalkan sebatang kara tak diberikan waktu untuk berduka terlalu lama. Wanita yang kini menginjak usia 23 tahun itu kemudian menyadari betapa banyaknya biaya yang harus ditanggungnya, dan bukan hal yang mudah untuk menutupi seluruh tagihan rumah sakit menggunakan gajinya sebagai pekerja kantoran biasa maupun uang asuransi dan tabungan yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Menuntut pembebasan jasad sang adik untuk dimakamkan dengan layak memakai jaminan rumah mungil peninggalan orang tuanya, Hinata didepak keluar karena menganggu seisi rumah sakit dengan raungan tangisnya dan tentu saja karena apa yang Hinata bawa masih jauh dari cukup untuk melunasi tagihan rumah sakit dengan pelayanan kelas satu ditempatnya.

Beruntung, dilempar keluar dari rumah sakit dengan dramatis membuat Hinata bertemu dengan sang pemilik rumah sakit yang sedang melakukan kunjungan inspeksi. Memohon dengan sangat, Hinata mengatakan akan melakukan apa saja agar sang adik dapat bebas yang dimakamkan dengan layak. Tak disangka, sebelum sang penjaga-penjaga rumah sakit menyeretnya menjauh seperti orang gila. Sang Uchiha sulung menghentikan aksi brutal mereka dan menyetujui tawaran Hinata yang sudah terlanjur mengatakan hal yang tidak dapat ditariknya kembali.

Pertemuan sekilas mereka mengantarkan Hinata pada kesempatan tak terduga. Beralasan bahwa orang tuanya sudah mendesaknya untuk segera memulai kehidupan berumahtangga dan membalas sakit hatinya pada mantan tunangannya yang melakukan praktek selingkuh dengan sahabat baiknya. Itachi meminta Hinata untuk menjelma menjadi istri sesaatnya, lengkap dengan kewajibannya dalam melayani suami diatas ranjang. Perjanjian yang dengan segera disetujui oleh Hinata dalam keadaan jiwa dan mental yang carut-maruk karena kehilangan semua anggota keluarganya dalam waktu yang bersamaan.

Pernikahan dilakukan dengan sederhana sesuai permintaan Hinata yang mengatakan bahwa tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk pernikahan mereka membuat nilai plus Hinata dimata orang tua Itachi bertambah karena jiwa kesederhanaannya. Mereka memuji Hinata, mengatakan bahwa Hinata yang terbaik bagi Itachi sebab bagi mereka Hinata berbeda, tidak seperti wanita lain yang mengejar kekayaan Itachi semata. Pujian yang menohok Hinata bagai pisau tak kasat mata yang menusuk tepat di hati nuraninya apalagi setelah menerima berbagai kasih sayang yang dilimpahkan penuh padanya setelah Hinata masuk dalam lingkaran dalam Uchiha membuat Hinata merasa menjadi orang paling jahat karena mengkhianati kepercayaan mereka.

Berada disamping Itachi juga bagai api dalam sekam. Hinata tidak tahu bahwa Itachi sangat pandai berakting, baik didepan orang lain atau saat mereka sendiri. Itachi selalu menampilkan sesosok suami yang baik dan selalu mengasihi membuat hati kecil Hinata tergelitik untuk mencoba mencintainya walau akal sehat Hinata terus berteriak memperingatkan Hinata tapi apa daya, hidup bersama selama dua bulan ini membuat Hinata sedikit banyak mengenal sosok Itachi yang terlihat hangat diluar walaupun ternyata sesosok serigala licik juga tersembunyi dibalik kedok bulu dombanya. Hinata sudah terbiasa, mungkin karena itulah Itachi juga tidak sungkan mengumbar sifat aslinya didepan Hinata yang hanya bisa menghela napas pasrah ketika dijadikan objek pelampiasan jahil oleh sang suami.

Ibarat tercekik benang sutra tipis yang melilit kusut dilehernya, setiap hari Hinata hanya bisa mengulum senyum getirnya kala sang suami memperlakukannya dengan –sangat-baik sekali. Hinata tahu bahwa menanam benih-benih cinta sama saja dengan membimbing dirinya menuju tiang gantungan, tapi salahkan Itachi yang terus-menerus memupukinya dengan kasih sayang imitasi yang sangat menyakinkan membuat tunasnya terus tumbuh dan bermekaran dihati Hinata yang tandus setelah kehilangan keluarganya.

Mengerjapkan matanya yang mulai berat, Hinata menyesali dirinya yang terus-terusan mereka ulang kejadian dua bulan yang lalu baik disengaja maupun tidak. Mengacak pelan indigonya yang kusut penuh peluh, Hinata memerintahkan dirinya untuk segera menyusul sang suami ke alam mimpi sebelum dirinya kembali terpancing untuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan kecil yang layak dibuang jauh-jauh sebelum akhirnya bercokol dan tak dapat dihapus. Keinginan semu yang membuat jantung Hinata memompa darah dengan kecepatan luar biasa menyebabkan setiap desiran aneh yang mengalir melalui setiap pembuluh darahnya ditambah dengan sensasi menggelitik diperutnya. Keinginan semu Hinata yang selalu Hinata kubur dengan baik didalam hati kecilnya yang paling dalam. Keinginan semu Hinata yang mengharapkan bahwa sang suami merasakan perasaan yang sama sepertinya. Dan keinginan semu itulah yang menghantarkan Hinata kembali pada lamunan panjang penyebab insomnianya kambuh kembali malam ini.

.

.

.

"Eh?" Tersadar dari lamunannya, Itachi menatap bingung ke arah Sasuke yang memasang tampang kesal didepannya.

"Baka-Aniki, lagi-lagi kau melamun." Melempar map penuh berisi perjanjian jutaan yen diatas meja kaca, Sasuke menghenyakan dirinya disalah satu sofa empuk yang tersedia diruangan sang direktur.

Sejujurnya kedatangan Sasuke kemari adalah melaporkan kondisi penjualan produk perusahaan mereka karena sebagai komisaris perusahaan yang memegang tanggung jawab dalam memonitori kondisi pendapatan perusahaan, Sasuke mempunyai tugas penting untuk terus melaporkan seluruhnya langsung pada sang kakak. Tetapi mendapati Itachi yang melamun akhir-akhir ini membuat Sasuke mengubah tujuannya untuk segera menggoda Itachi. Dan baginya, hal tersebut lebih menyenangkan dibandingkan melaporkan grafik-grafik angka yang seperti biasanya selalu tergambar dari bawah ke atas dengan sangat apik sekali.

"Kau memikirkannya lagi, heh?" Menyembunyikan seringai kemenangannya dengan berdeham setelah memergoki sang kakak yang melamun dengan ekspresi lembut. Sasuke mengeluarkan pertanyaan yang hanya bisa dimengerti oleh sang kakak.

"Lancang." Balas Itachi mendapati sang adik menerobos kantornya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Hey aku sudah memanggilmu berkali-kali tadi. Tapi kau sepertinya sedang asyik sendiri." Mengelak dari tuduhan sang direktur, Sasuke kembali beranjak setelah sebelumnya menikmati kilat keempukan sofa import super mahal milik Itachi. "Sudah, kenapa tidak kau katakan saja padanya kalau kau benar-benar mencin—"

"SASUKE!" Memotong kalimat Sasuke dengan satu teriakan garang, Sasuke bungkam dengan mulut mengangga tertegun akan tindakan Itachi yang menaikan nada suaranya setinggi satu oktaf lebih keras. "Aku tidak bisa."

Satu pernyataan yang membuat Sasuke menghela napas panjang melihat sosok Itachi yang terkenal tidak takut akan apapun malah takut mengakui perasaannya pada istrinya sendiri. Yah, karena Sasuke adalah satu-satunya orang yang mengetahui perihal perjanjian kawin kontrak antara Itachi dan Hinata, jadi Sasuke tahu betul bahwa selama dua bulan ini kakaknya terlihat kacau karena rasa sayang untuk Hinata yang terus menerus mengembang dalam hatinya. Sasuke toh tidak mempersalahkan hal tersebut, malah dia mendukung agar Itachi mau jujur akan perasaan sendiri dan memulai kehidupan normal rumah tangganya tanpa tetek bengek perjanjian dan lainnya karena kalau boleh jujur, sebenarnya Sasuke lebih menyukai Hinata sebagai kakak iparnya dibandingkan mantan tunangan Itachi.

"Tapi kalau terus-terusan begini kau akan kehilangannya, terhitung empat bulan dari sekarang." Berspekulasi seperti pemain saham ulung, Sasuke mengeluarkan semua argumentasinya. Pria berumur 21 tahun yang terkenal tidak banyak bicara itu terlihat semakin tidak sabaran menasihati sang kakak dilihat dari banyaknya kata yang dipakai dalam setiap rangkaian ucapannya.

Enam bulan, Itachi sadar. Sungguh dia sangat sadar bahwa waktu perjanjian yang dimintanya terbilang sangat singkat. Pada awalnya Itachi mengira bahwa enam bulan adalah waktu yang akan terasa sangat panjang karena sejatinya bukanlah keinginan Itachi untuk terikat pada wanita yang saat itu belum terlalu dikenalnya. Otak pintarnya berpikir, bahwa kehadiran orang asing dalam lingkup ruang hidupnya hanya akan menambah ketidaknyamanan Itachi yang pada dasarnya lebih suka kesendirian. Dan semuanya terasa salah ketika Itachi mendapati dirinya begitu nyaman dengan kehadiran Hinata disampingnya. Gerak-geriknya yang anggun dan kelapangan dadanya untuk menerima seluruh kelebihan dan kekurangan seorang Uchiha Itachi membuat Itachi terus-menerus menempel pada Hinata walau Hinata sudah berkali-kali menunjukan keberatannya dan mencoba menjaga jarak dengannya.

Dia berbeda, itulah yang Itachi pikirkan tentang Hinata. Dimana wanita lain berlomba-lomba untuk menjilatnya seperti apa yang pernah mantan tunangannya lakukan padanya, Hinata tidak pernah sedikit pun melakukan hal menjijikan seperti itu. Dia selalu jujur akan perasaannya sendiri, marah apabila Itachi melakukan kesalahan, menasihati Itachi apabila Itachi menghabiskan uangnya untuk sesuatu yang tidak penting dan tidak merenggek-renggek meminta sesuatu yang tidak dimilikinya. Dan yang membuat Itachi tidak habis pikir adalah Hinata yang terlihat senang dan tersenyum tulus seraya mengucapkan terima kasih dengan manis ketika Itachi –hanya- memberinya sekotak kecil ice cream dan setangkai bunga mawar, berbeda dengan wanita lainnya yang baru menjerit kegirangan saat Itachi menghadiahkan sekotak berlian atau kalung indah yang terbuat dari mutiara kualitas nomor wahid.

Dan dari semua itu yang paling Itachi sukai adalah keberadaan Hinata tiap malam diatas ranjangnya yang sebelumnya dingin dan sepi. Semenjak kehadiran Hinata diranjangnya, Itachi tidak lagi merasakan hawa dingin merayap merambati tubuhnya karena Hinata yang selalu memeluknya apalagi sepi, tidak ketika Hinata terus meneriakan namanya dengan lantang saat proses penyatuan mereka. Tak dapat dipungkiri juga rasa kekosongannya saat tak dapat menanamkan benihnya kedalam rahim Hinata, padahal beberapa kali Itachi membayangkan Hinata yang berjalan kesana-kemari dengan perut buncit, ataupun tatapan merenggek Hinata meminta sesuatu yang ganjil ketika masuk masa mengidam dan jangan lupakan suara-suara samar tawa anak kecil yang kadang terdengar olehnya hingga akhirnya Itachi sadar bahwa Hinata merelakan tubuhnya disentuh olehnya karena uang yang akan didapatkan Hinata setiap kali mereka berhubungan badan.

Ah, lagi-lagi masalah uang. Saat ini memang uanglah yang berkuasa. Hinata mau bersamanya karena uang yang akan dibayarkannya setelah Hinata menyelesaikan jasa yang ditawarkan. Bahkan sekarang Itachi sudah tidak peduli lagi dengan itu, Hinata bukan orang yang haus akan hartakan? Bukankah keseharian Hinata yang selalu melakukan kampanye hidup hemat yang terus-menerus dipaksakan pada Itachi menandakan bahwa Hinata bukanlah wanita yang haus akan hartanya? Tetapi jika anggapan Itachi salah dan pada kenyataannya Hinata hanya menginginkan harta yang dimilikinya, Itachi toh tidak masalah. Hartanya tidak habis hanya karena membayar satu malam berharga milik Hinata senilai dua ratus ribu yen setiap harinya. Tarif tidak masuk akal yang berkali-kali lipat jauh lebih mahal daripada yang dijajakan wanita hiburan professional maupun amatiran dijalanan. Itachi tidak butuh semua itu, dia hanya ingin melakukannya dengan Hinata dan hanya Hinata.

Kami-sama, menjalani hidup yang baru bersama Hinata membuat pria berumur 27 tahun itu terjerat pesona sang wanita yang entah dengan sadar atau tidak, sanggup menjaring masuk sang Uchiha sulung dalam perangkap cintanya. Semakin disangkal, hati Itachi semakin menjerit garang membenarkan diri bahwa dirinya telah jatuh cinta pada istri yang sudah dinikahinya selama dua bulan itu. Membuatnya merasa menyesal setiap kali menatap kertas berisi perjanjian yang dibuatnya sendiri.

Tok tok tok!

Suara samar ketukan pintu kembali membuyarkan lamunan panjangnya. Refleks, Itachi dan Sasuke menengokkan kepala ke arah pintu yang mulai terbuka dan memperlihatkan sekertaris pribadi Itachi yang biasanya berjaga didepan ruangannya.

"Maaf menganggu, Uchiha-sama." Membungkukan badan sekaligus meminta maaf karena menginterupsi kegiatan saling adu argument khas Uchiha bersaudara. Wanita berbadan gempal tersebut memasuki ruangan Itachi menimbulkan bunyi tik-tak ketika highheelsnya bertabrakan dengan lantai-lantai mengkilap kantor Itachi. "Ada yang ingin bertemu dengan anda." Lapornya pada Itachi sambil membuka jalan dengan melangkahkan kakinya kesamping.

Itachi tercekat, tidak menduga bahwa tamu yang datang akan membuatnya mematung seperti ini. Tubuh Itachi menegang kala lensanya menangkap sosok wanita berlenggak-lenggok memperlihatkan tubuh indahnya terbalut gaun ketat berwarna merah. Decihan Sasuke terdengar nyaring menandakan ketidak sukaannya dengan kehadiran wanita tersebut disana. Tidak mempedulikan ketidaknyamanan Sasuke, sang wanita tersebut mencoba bersuara mencairkan suasana yang tegang.

"Lama tidak berjumpa Itachi-kun." Masih berani memanggil Itachi dengan panggilan lama. Sang wanita tersebut berhenti tepat didepan Itachi yang masih tidak bergeming.

"Ka-Karin—"

BLAM!

Dan diiringi dengan suara pintu yang tertutup menghantar kepergian Sasuke dan sang sekertaris yang merasa kehadiran mereka hanyalah sebagai penganggu. Itachi terjebak didalam ruangan sendiri bersama masa lalunya. Ya, masa lalunya, karena wanita itu adalah—

.

.

.

Mantan tunangannya.

.

.

.

TBC

.

.

.

Ehe-ehehe-ehehe #pasang muka watados

Banyak utang ya?
Nanti yah, pasti digarap kok #nyengir tak bersalah

Mind to RnR, minna?

Sankyu

With Love

Sho-kun