Sudah terhitung empat kali aku mendapatinya bercumbu dengan orang lain. Dua pertama adalah wanita entah siapa yang aku malas mencari tahu, selanjutnya pria berkulit putih bersinar dengan senyum menawan yang setelah kuselidiki adalah saudara jauhnya sendiri. Yang ketiga kalau tidak salah adalah mahasiswa satu angkatan dengannya yang mempunyai tatapan tajam dan piercing di telinga kirinya, dia bilang namja itu keren karena berlatih wushu -yang sungguh- aku sangat tidak peduli dengan alasan itu.

Dan yang terakhir, dengan namja berkulit coklat itu.


FOR ETERNITY

AUTHOR BY PINKMONSTERS

SELUKAI FIC (or maybe not)

2013


xoxoxoxoxoxox

Luhan merogoh tas kecilnya mendapati duplikat kunci rumahnya hilang satu. Dahinya berkerut menunjukkan tanda keheranan. "Wae? Lagi-lagi hilang satu?", ia terlihat berpikir sejenak dengan keras namun setelah itu Ia hanya menghela nafas panjang. 'Aku sengaja menduplikat kunci rumah bukan untuk kau berikan terus kepada selingkuhanmu itu', Luhan tertawa miris, lebih kepada dirinya sendiri, dari nada bicaranya menyiratkan kesedihan, tapi siapa toh yang akan mendengarkan, bahkan kekasihnya pun tidak. Entah jika dia masih bisa disebut sebagai 'kekasih'.

Perlahan Luhan memutar kenop pintu, melepas sepatu dan menatanya rapi di rak merah kesayangannya yang sedikit mulai berkarat. Ia menutup matanya sebentar, sebentar saja, karena ia hanya ingin menata dan menguatkan hati sebelum-

"Ah….Sehun….ngh.."

Luhan menggigit bibir bawahnya,pelan, tidak terlalu keras. Tapi telapak tangannya meronta karena kuku jari-jarinya menusuk terlalu dalam, mengepal kuat.

Sakit? Jika kau bertanya seperti itu jelas jawabannya adalah iya. Luhan mendongakkan wajahnya ke atas, mencoba agar air matanya tidak jatuh.

'Tenang Luhan, bukankan kau sudah terbiasa. Ini sudah keempat kalinya kan, tidak sesakit saat pertama kau melihatnya dengan wanita itu", Luhan tersenyum simpul pada dirinya sendiri, mencoba menahan amarahnya dengan segenap kekuatan yang ada.

Mendengar lenguhan nikmat kekasihnya sendiri yang bukan disebabkan oleh dirinya membuat hati Luhan menjerit sakit.

Luhan berjalan melewati ruang tamu. Tidak terlihat siapapun disana, sofa coklat kesayangannya masih rapi dan bersih ,menandakan bahwa 'mereka' sedang berada di kamar atas. Kamar seharusnya tempat Luhan dan Sehun seorang.

Kaki kurusnya menapaki tangga satu-persatu,menimbulkan bunyi yang sepertinya tidak didengar oleh dua orang di dalam kamar.

Perkataan mendiang Ibunya waktu kecil terngiang kembali 'Janganlah kau tunjukkan amarah dan kesedihanmu ,pikirkan dengan dingin, dan tersenyumlah. Senyummu sangat indah' ,belaian lembut ibunya masih dapat ia rasakan sampai sekarang, membuat hatinya makin perih.

Tanpa aba-aba Luhan membuka pintu mahogani tepat didepannya.

"Sehun-ah, aku pulang membawa pizza kesukaanmu. Dan tuan, kau diperbolehkan pulang sekarang juga"

Dengan pandangan datar Luhan menatap dua namja yang masih berpelukan satu sama lain, tubuh mereka hanya ditutupi selimut merah di pinggang. Hati Luhan mencelos sakit karena selimut itu adalah selimut kesayangannya.

'Tuan' berkulit coklat itu mendongakkan kepalanya terkaget dengan kedatangan Luhan yang mengganggu kegiatannya saat ini –jika luhan dapat mendengar ini pasti dia akan berkata 'maaf tuan tapi anda yang mengganggu hubungan kami'- Matanya membulat. Sedangkan Sehun spontan menggulingkan badan ke samping namja itu dengan wajah yang tidak kalah kagetnya. "Lu…"

Luhan memunguti kaos dan celana jeans Sehun di lantai, dengan teliti dan sabar ia melipatnya dan menaruhnya di kursi. Setelah itu ia mengambil pakaian milik 'tuan' itu dan melemparkan tepat didepan wajahnya. "Apa kau tidak mendengar perkataanku tadi, kau sudah SANGAT diperbolehkan keluar dari rumah ini".

'Tuan' itu menoleh ke arah Sehun yang hanya menunduk. Ia menghela nafas dan hanya mengendikkan bahu. Ia mengenakan pakaiannya kembali dan mencium puncak kepala Sehun. "Aku pulang dulu Sehunnie".

Luhan merasa menjadi namja terbodoh sejagat raya, namja mana yang masih diam saja melihat kekasihnya terang-terangan berselingkuh didepannya. Tapi itulah Luhan, si namja bodoh.

Sehun tidak bergeming dan hanya terdiam menunduk menatap kasur dibawahnya. 'Tuan' itu beranjak dari kasur kemudian mengamati Luhan dari atas ke bawah, seringai terlukis di bibirnya. "Bye", ucapnya singkat sebelum pergi meninggalkan kamar.

Luhan menggertakan giginya, berani-beraninya pengganggu itu masih sok ramah didepannya. Namun lagi-lagi ia pandai menyembunyikan amarahnya dan beralih memandang Sehun. Beribu anak panah menghujam dadanya melihat keadaan Sehun sekarang. Apa yang harus dia lakukan? Memarahinya? Menamparnya? Atau mungkin malah memeluknya dan mengatakan 'everything's okay?' ,cih itu semakin tidak mungkin.

"Makanlah dulu sebelum pizza mu dingin"

"Lu-"

"Tadi aku ingin memesan yang blackpepper tapi ternyata sudah habis"

"Lu aku-"

"Jadi aku memesan yang double cheese, kau juga suka kan?"

"…hannie"

"Bersihkan dirimu, aku tunggu di bawah"

BLAM!

Dengan itu Luhan menutup pintu dengan keras, sebenarnya bukan maksudnya untuk menyiksa pintu yang tidak bersalah itu, tetapi sepertinya tangannya berkehendak lain. Disandarkan tubuhnya dibalik pintu, air mata di pelupuk matanya tidak dapat ia tahan lagi. Tubuhnya merosot menyisakan suara isak tangis yang tertahan.


xoxoxoxoxox

Diam ini menyiksa dua namja yang tengah menggigit potongan pizza –berhadapan- di meja makan dengan sangat –sangat- pelan.

Keheningan membuat suara detik jam dinding semakin terdengar, udara dingin malam itu tidak lupa memasuki dinding rumah mereka, membuat Luhan yang walaupun sudah mengenakan jaket masih merasa hawa dingin menusuk kulitnya.

"Aku lupa memperbaiki penghangat, padahal sudah sejak seminggu yang lalu rusak", Luhan membuka pembicaraan, ia sedang kesusahan menjilat sisa saus pizza yang menempel di sudut bibirnya.

Sehun mengambil selembar tisu di samping box pizza lalu mengusap sudut bibir luhan, "Hmm…nanti aku saja yang perbaiki"

Luhan mengangguk pelan. "Besok klub vokal akan mengadakan makan malam bersama jadi sepertinya aku akan pulang malam. Kau mau dibawakan a-"

"Apa baekhyun bersamamu?"

"Ah iya dia juga datang, Kyungsoo ju-"

Tanpa menunggu Luhan menyelesaikan kata-katanya, Sehun segera merampas ponsel Luhan yang secara tidak beruntungnya memang berada di atas meja.

"Sehun apa yang kau-"

Sehun menekan keypad beberapa kali lalu mendekatkannya di telinga. Terdengar nada sambung beberapa saat.

'Ah Luhan hyung ada ap-', terdengar jawaban dari seberang.

"Baekhyun hyung,ini aku Sehun. Tolong jangan biarkan bocah bermata besar itu mendekati Luhan. Dan jangan bolehkan Luhan berbicara pada orang lain selain kau, batasi minumannya, dia tidak boleh mabuk, biarkan dia duduk di pinggir sebelahmu"

'Se-Sehun?'

"Kau mengerti hyung? Terimakasih"

PIP.

Dengan itu Sehun menutup telponnya. Luhan hanya dapat melihatnya dengan menghela nafas. "Kau tidak perlu seperti itu Sehun-ah, aku dan Kyungsoo tidak ada apa-apa"

Sehun mengambil segelas air kemudian meneguknya, "Aku tidak akan membiarkan seorangpun menyentuhmu"

'Tapi kau membiarkan banyak orang menyentuhmu?', tanya Luhan dengan miris di dalam hati. Ia melanjutkan mengunyah potongan pizza terakhirnya, kemudian keduanya kembali terdiam.

Sehun mencondongkan badannya ke depan dan mengecup bibir Luhan.

Manis, namun menyakitkan.


xoxoxoxoxox

Apa hubungan kita ini masih sehat Sehun-ah?

Apa kau tahu betapa seringnya aku bertanya kepada Tuhan, apakah ini adil?

Apakah aku dapat bertahan?

Lalu dengan bantuan suara angin dan harumnya bunga yang kita tanam bersama di musim semi lalu, aku tersadar akan sesuatu.

Kau yang selalu membatasiku, kau yang over-protective dan posesif, kau yang pernah membuat babak belur teman sekelasku karena dia hampir menciumku didepanmu, dan setelah itu kau mengunciku di kamar seharian.

Sedangkan aku yang lemah dan membebaskanmu melakukan apa saja. Membebaskanmu untuk berselingkuh didepanku lalu memaafkanmu begitu saja.

Apa kau tahu Sehun-ah, sebenarnya itu adalah cara kita mencintai satu sama lain.

Apa kau tahu?

Itu adalah cara kita yang berbeda, namun untuk itulah Tuhan mempersatukan kita bukan?


TBC