A/N : Yohooooou! ^o^/

Minna swaaan! Aku balik lagi nih sama fanfik nanggung ini XD...

err... karena banyak dari kalian yang bilang endingnya kurang sreg dan masih pada kagak ngarti nih ama cerita nyang aku buat. Akhirnya chapter tiga aku luncurin untuk menuntaskan rasa penasaran kamu-kamu semua XDDDD #plakkk!

Salahku sendiri sih karena bikin cerita nggak pake mikir dulu -3- langsung publish aja.. Hehehe...

Oh iya,, ini chapter bisa nyampe belasan ribu word dikarenakan penjelasan yang harus jelas –meski nggak yakin. Jadi bacanya pelan-pelan aja ya... kalo nggak sanggup lambaikan tangan. O.O/ #plakk

Satu lagi. Terjadi perubahan katakter pada setiap tokoh... maklum, aku lupa-lupa ingat karakter dific ini kayak apa. XBB xixixi

Yang udah review,,, arigatogozaimasu m-.-m

Aku mau bales, tapi yang singkat-singkat aja ya... kasian wordnya udah ngebludak ampe belasan ribu...

ana. karina. 12576 :

Ha'i! Arigatou ^^

Princess Love Naru Is Nay :

Cuma ditusuk, belom dibelah XD #plakk!

Ah, kamu juga gitu kok. Apalagi kalau ItaKyuu. Bikin doki-doki bacanya XD

NasTar WhIte SuGar :

-###- Ngilu?

Biasalah~ Agresif uke XD

erunaru. chan :

Ok! Lemonnya siap santap!

yuki amano :

Iya dong, mereka itu selalu saja hardsex... -,-d

Otakku hentai sih soalnya :D

Ayahnya? Coba tebak siapa? #plakk!

kinana :

Oooooy?

Naru tuh cocoknya ma Sasu! :p #tendang Kinana

devilojoshi :

Panas? Masuk kulkas dulu deh sebelum baca chap ini. Soalnya chapter ini hampir semua chara berakhir lemonan dan paling nggak lime sepet :3

Yamaguchi Akane :

Ah, aku juga ngeklopnya dibagian ItaKyuu... yang SasuNaru agak janggal karena aku buatnya juga buru-buru #plakk!

Icha Clalu Bhgia :

Aduh, lemonnya memuaskan -_-"

Makasih~! XD

Qhia503 :

Itu sesuai permintaan dari yang request :3

Tapi ada yang softlemon juga kok di sini ^^

tsunayosi yuzuru :

Iya, aku jelasin di sini kok. Moga aja bisa ngerti -/\-

Gaara emang baddas uke :3

dame dame no ko dame ku chan :

yosh! makasih, baca lanjutannya ya ^^!

MermutCS :

Aduh, -_-" Bi –bikin honry...

Jangan dipuji-puji, ntar kepalaku jadi berat bawanya nih. Udah nambah tiga kilo wkwk...

NejiGaa itu cuma selewatan. :3

Amach cuka'tomat-jeruk :

Pennamemu ganti toh -_-"

Typo selalu hadir, tenang aja nanti kapan-kapan aku baca n perbaiki. Tapi gatau kapannya itu kapan(?)

Iya-iya, di sini dijelasin. Tapi kalau masih nggak ngerti ya risiko deh #plakk!

Akira Naru-desu :

tutup mulutnya, nanti ada lalat masuk. XD

nona :

Yang baca sih bukan BDSM, tapi hentai wkwkwk... kayak yang nulis ini cerita #lah gue dong?!

JinK 1314 :

Wkwkwk.. tenang, dichap ini dia yang menderita dan yang enak-enaknya juga kok.

pitalica :

Dijelasin di sini kok ^^

NejiGaa nggak ada rate M-nya, gomen ne...

yunaucii :

Iya, nih aku apdet. Maaf lama lagi ya ^^

xxx :

Iya, Sasuayam itu pengendali sebenarnya.

kkhukhukhukhudattebayo :

Ah, Sasuke emang kuat... tapi... wkwkwk.. baca aja chapter ini!

Fugaku membuat rencana gitu? Yah, Minato sih yang buat mah. Tuh gara-gara tou channya Sasu ma Ita mau jadiin Mina nii chan uke sih..

autum. aoki :

Itu karena akunya juga bingung mau diselesaikan apa diterusin.. abis akhirnya rada ngambang sih. Eh, akhirnya dilanjut juga.

Itu karena matanya Sasu, di sini Minato bakal jadi penjelas tentang mata Sharingan.

Iya, Naruto juga bicara pakai telepati.

Icah he :

Like juga!

Runriran :

A~h,, ini kan emang SasuNaruSasu, jadi wajar kalau bolak balik :B

Minato~ iyalah... masa jadi semenya dia. Kayaknya nggak pantes deh -_-"

keiji wolf :

Belum kok, nih lanjutannya.

LadySaphireBlue :

Mina jadi kakaknya Naru itu karena aku mau bikin readers pada shock diakhir cerita.. #smirk

Azure'czar :

Wkwk... Sasu bakal diperuke :v ide bagus tuh.. baca deh chap ini, pasti kamu shock berat! XD

Nih lanjutannya, maaf lama ya m-,-m

Mrs. EvilGameGyu :

Gomen ne, NejiGaa itu cuma selingan. Jadi cuma ada romance aja, nggak ada lemon.

Haruka :

OK ^^

Mii. Soshiru :

Naughty Sasu yang manis :3

MoodMaker :

Harus dong, kalo nggak dikasih pasangan masing-masing nanti aku yang diincar -3- #PD bener

Angel Muaffi :

Hehe... kan yang request fic ini mintanya begitu :3

Bener ga Kara~

Kara (yang request): Nah? Napa nyalahin aku? Kan kamu authornya -_-"

Badaisakura :

Kuterima idemu -,-d

Nah! Makasih yang review, silent readers, yang fave dan semuanya yang nggak aku sebut. :3

Baca chapter ini ya ! ^^

Enjoyed ttebayo!

.

.

.

Fugaku : 40+ tahun

Minato : mengatur umur sesuai kehendaknya

Sasuke : 20 tahun

Naruto : terlihat 17+ tahunan

Itachi : 23 tahun

Kyuubi : terlihat seperti 20+ tahunan

Neji : 22 tahun

Gaara : terlihat 20+ tahunan

Secret chara : tidak diketahui

Disclaimer : Masashi Kishimoto

This fanfiction is MINE! as Uzumaki Kagari as Nick MyKyuubi as Nick Kyuubi seme

#banyak bener ntuh penname

Rate : M, artinya Mature.. buat dewasa! Yang ngerasa bocah, out of here! *kick readers* #tampolin authornya

Pairing : Err... maunya sih FugaMina, tapi liat aja entar.

SasuNaruSasu, ItaKyuu & NejiGaa secuil.

Warning : Of Course YAOI, BL, CowokXCowok, HomoseX *artinya sama aja*, Typo, Pedofilia, OOC berat buat hampir semua character yang dipakai, Lemon, Gaje, Aneh, Amburadul, Melenceng dari EYD dan lain-lainnya lagi.

.

.

.

###############*********###############

Kagari Hate The Real World? Yes! I Hate!

Darimana memulainya ya, um... Ah! Yah, bagaimana jika latar dan tempat kejadian perkara.

Cukup bagus.

.

.

.

Suasana hening. Sangat amat hening hingga suara kecil seperti mesin laptop atau pun komputer diruangan itu terdengar lebih keras, tak seperti biasanya. Suara detikan jarum jam nampak terasa menusuk saat berdetak disetiap satu detiknya.

Menusuk?

Seperti hawa dingin yang sekarang melingkupi ruangan itu kah?

Bukan, bukan karena AC yang sudah stay pada angka 16 derajat celcius ruangan itu menjadi dingin. Rasa dingin ini lebih seperti pada hawa-hawa dingin saat memasuki sebuah rumah bergaya eropa kuno dengan dinding-dindingnya yang sudah dipenuhi lumut, pekarangan yang ditumbuhi rerumputan liar dan saat langkah seseorang memasuki rumah itu. Suasana seperti film-film horror yang pernah dilihat. Mencurigakan, menyeramkan, juga kesan misterius yang bercampur jadi satu. Hingga untuk melanjutkan langkah saja harus berpikir puluhan kali agar tak senasib dengan karakter-karakter difilm-film horror itu. Mati dengan keadaan tidak wajar.

Ya... Seperti itulah suasanya ruangan yang tengah dihuni oleh enam orang –lebih tepatnya tiga manusia dan 3 makhluk nggak jelas yang masing-masingnya terdiam dengan cara yang berbeda-beda. Orang pertama, dengan wajah yang tak menampakan ekspresi sama sekali, wajah yang dilengkapi oleh alis hitam yang melengkung simetris, mata onyx yang bagai sebuah lubang cacing diangkasa –gelap dan menyimpan berjuta misteri- dengan garis mata yang tetap memancarkan ketenangan yang luar biasa, hidung yang mancung, dan bibir yang agak tebal dibagian bawahnya, terlihat sangat sexy. Bibir yang seakan berteriak –cumbu aku- saat pertama kali siapapun melihatnya dan melengkapi kesempurnaannya dengan kulit seputih porselen tanpa cacat sekali pun. Meski terdapat guratan tipis yang melintang dikedua wajahnya –mirip keriput mungkin, ia tetaplah ada pada puncak kategori sempurna. Uchiha Itachi.

Yang kedua, dengan perawakan yang nyaris sama dengan Itachi meski tidak ada guratan tipis macam keriput diwajahnya. Namun, dari kain putih yang menutupi mata kirinya juga sebagian wajahnya yang memerah seperti luka bakar ditambah dengan luka-luka seperti cakaran dipipi, garis berwarna keunguan yang melingkar dileher dan beberapa kain putih perban yang menutupi tangan dan kakinya –mungkin akan sulit menyamakan kedua orang itu. Jelas sekali jika orang itu telah mengalami sesuatu yang buruk hingga sekujur tubuhnya ditutupi perban. Uchiha Sasuke. Pemuda yang bisa dibilang korban dari 'kekerasan dalam rumah tangga' secara sukarela.

Orang yang ketiga, -ah! memperkenalkan kedua 'orang' di samping kiri dan kanan Uchiha bersaudara dulu mungkin akan lebih baik. Kedua 'orang' itu, memiliki rambut merah yang kadang terlihat sedikit orange dibagian ujungnya dan juga rambut kuning –pirang. Wajah yang hampir sama tetapi dengan kesan yang berbeda. Galak dan manis. Warna mata yang semerah ruby dan seindah sapphire. Hidung yang kecil dan mancung, dengan bibir tipis yang berwarna kemerahan –ukh... jangan tanyakan semenggoda apa bibir itu. Satu datar dan satu terlihat melengkung tipis ke atas.

Yang kelihatan tidak ramah nampak menekuk alisnya dalam, mempertajam penglihatannya pada seseorang bersurai pirang –lain di depannya. Menatap dengan kekesalan yang menguar darinya –bukan kiasan karena memang bentuk kekesalan itu pada kenyataannya memang menguar mengelilingi tubuhnya dengan aura merah menyala layaknya bara api. Kyuubi no Kurama, pemuda itu membuat Itachi yang duduk di sampingnya menyikut kecil adiknya, membuat Sasuke meringis karena Itachi menyentuh tepat pada lebam keunguan dilengannya. Memberi gestur adiknya itu untuk menggeser duduknya agar ia dapat sedikit jauh dari Tuan barunya. Ogah banget jadi pelampiasan cuma gara-gara pemuda merah itu lagi kesal terus dia harus babak belur seperti adiknya.

Dia belum dengan sukarelanya membiarkan tubuhnya yang sekseh dan mulus tanpa cacat ini jadi penuh luka juga lebam-lebam. Perawatan alami itu mahal. Bahkan untuk seorang Uchiha seperti dirinya. Titik.

"Bisa kembalikan setengah jiwaku kan, Mi. na. to?" Nada bertanya macam geraman itu membuat kedua kakak beradik Uchiha saling sikut dengan Sasuke yang juga menyikut Naruto. Sedangkan si pemuda pirang itu malah menoleh dengan senyum manisnya dan mengartikan sikutan dari Sasuke dengan artian yang berbeda. Terbukti dari kedipan mata kirinya yang terlihat begitu nakal pada Sasuke. Si Uchiha bungsu hanya bisa sweatdrop karena makhluk-nggak-tahu-apa di sampingnya ini ternyata benar-benar seperti panggilan sayangnya. Dobe. Nggak bisa banget ngertiin situasi.

"Sasu teme-chan mau lagi?" Ampun. Entahlah kenapa Sasuke bisa dengan mudahnya terjerat cinta paksaan Naruto. Terlebih dengan panggilan sayang baru yang baru saja disandangnya. Udah teme, pake embel-embel chan pula di belakangnya. Perlu ditegaskan berapa kali jika posisinya itu tidak ada pantas-pantasnya disebut –chan .

"Tidak bisa. Selama masih ada rasa terpaksa dalam dirimu, aku tidak bisa mengembalikan setengah jiwamu Kyuubi." Orang tapi bukan orang yang sejak tadi menjadi objek tatapan Kyuubi itu menatap balik iris ruby sang pemuda dengan biru cobaltnya. Ekspresinya begitu tenang, tak menampakan satu emosipun yang dapat merusak wajah nan tampannya. Minato Namikaze. Laki-laki berumur tak lebih dari dua puluh tahunan –untuk umur manusia- itu memancarkan aura keramahan yang begitu menentramkan.

"Cih!" Tapi sepertinya aura keramahan darinya dengan gampangnya berbelok saat bersentuhan dengan bara api yang kini mengelilingi tubuh Kyuubi. Pemuda ruby itu melirik seseorang di sampingnya yang entah sejak kapan telah berpindah dua tempat duduk lebih jauh darinya. Matanya menatap tajam sepasang onyx dalam-dalam. "Kenapa jauh-jauh?" Tanyanya dengan suara berat mengancam seakan berkata –mendekat atau kupotong anumu- itu. Tanpa perlu dikata lagi, Itachi langsung kembali keposisinya semula. Duduk tepat disebelah Kyuubi. Masih sayang sama anunya kalau-kalau Kyuubi benar memotongnya. Mau pakai apa dia menusuk pemuda merah itu kalau anunya dipotongkan?

"Tapi, untuk Naruto. Aku bisa mengembalikannya sekarang." Minato tersenyum pada pemuda pirang bagai refleksi dirinya itu. Membuat Naruto yang tadinya menyandar pada bahu Sasuke langsung mengangkat kedua tangannya dan berteriak senang.

"Yey! Onii chan bai~k!" Teriak Naruto yang menghambur memeluk pemuda pirang yang duduk di depannya. Tidak mempedulikan beberapa gelas yang airnya tumpah di atas meja karena ia menaikinya begitu saja.

Kedip...

Kedip...

Kedip. Kedip.

Kenapa ia tidak bisa menggapai Minato? Sejak kapan pula sofa dimana seharusnya Minato duduki menjadi kosong dan berpindah kesisi kiri dengan sebuah tangan besar yang nampak melingkar posesif dipinggangnya?

Terus, kenapa ia jadi seperti melayang begini? –Dengan gerakan cepat Naruto menoleh ke belakang, bibirnya langsung maju beberapa centi saat mengetahui jika kerah belakang jas putih yang ia kenakan ditahan oleh pemuda onyx babak belur yang tadi duduk di sampingnya.

Onyx yang seakan berkata, 'Tidak usah ada acara peluk-pelukan.' –menatap tajam pemuda pirang di depannya dengan onyx kanannya yang tak tertutup perban. Naruto hanya merengut dan kembali duduk di samping Sasuke sambil misuh-misuh nggak jelas.

"Bapak sama anak sama saja. Yang bau kencur cemburuan, yang tua posesif nggak ketulungan." Gerutu Naruto –meski gerutuannya tersebut nampaknya terlalu bervolume kencang sehingga dua orang bapak dan anak yang jadi sasarannya kini memiliki satu kedutan dikening mereka masing-masing.

"Maaf saja kalau yang bau kencur ini cemburuan. /Hn." Naruto tersenyum saat mendengar dua Uchiha yang sejak tadi diam akhirnya bicara juga. "Kukira kalian mayat hidup karena sejak tadi diam." Ucapnya seraya menyandarkan kepalanya lagi pada bahu Sasuke.

"Fugaku nii juga begitu, aku kan hanya ingin memeluk Minato nii chan." Naruto mengarahkan pandangannya pada sosok laki-laki dewasa disebelah –lebih tepatnya seseorang yang memangku- Minato dengan sebelah tangannya yang begitu protektif melingkar dipinggang pemuda pirang itu.

Minato hanya tertawa garing menanggapi ucapan sang adik bungsu yang memang pada kenyataannya begitu dan dalam hati ia menyetujuinya. Uchiha Fugaku, orang ketiga diruangan itu sekaligus laki-laki yang tadi langsung menarik tubuh Minato saat Naruto akan memeluknya memang kelewat pelit kalau dia berdekatan dengan siapapun itu tak terkecuali adik-adiknya.

"Semakin lama kau semakin terlihat seperti pengidap pedofilia." Kyuubi berucap tiba-tiba, ia menyeringai saat berpasang mata diruangan itu melihat kearahnya. Dengan santai ia menatap orang-orang dihadapannya, "Apa? Aku benarkan, lihat saja sendiri. Minato yang tak bertambah tua seharipun dari sejak sembilan tahun lalu dengan Fugaku yang sudah jadi om-om-paruh-baya-tua-bangka berusia 43 tahun." Ucap Kyuubi lengkap dengan sebutannya pada Fugaku.

"Kyuubi." Lirikan mata ruby bertemu dengan onyx, menatap pemuda di sampingnya dengan malas seraya menggumamkan sesuatu bahwa ia tidak akan bicara yang tidak perlu lagi.

Itachi menatap Kyuubi sebentar sebelum menatap kedua orang yang masih dalam posisi memangku dan dipangku di depannya. "Tou san, Minato san. Ada yang ingin kalian jelaskan mengenai ini semua?" Tanya Itachi.

"Banyak Itachi kun." Minato tersenyum, "Tapi akan lebih baik jika kau bisa membuat Kyuubi menerimamu." Pemuda pirang itu menangkap kebingungan dipancaran mata Itachi padanya. "Kau memang sudah melakukan itu dengan Kyuubi. Sama halnya dengan Sasuke dan Naruto." Ia melirik Naruto dan Sasuke yang nampak mengalihkan pandangan mereka agar tak bertemu dengan cobalt Minato.

"Tapi berbeda dengan mereka, kau dan Kyuubi belum menemukan sesuatu yang membuat dia seutuhnya menjadikanmu miliknya Itachi kun."

Mata Itachi melirik Kyuubi dalam diam, ia melihat wajah pemuda rubah itu terlihat sedikit memerah dengan pandangan yang mengarah pada jendela besar diruangan itu. Menghindari tatapannya. "Kenapa?"

"..." Kyuubi diam.

"Kyuu?"

"Mana kutahu! Ck! Aku keluar dari sini!" Kyuubi berdiri dari sofa yang didudukinya dan berjalan menuju pintu, melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. Nampak sekali jika ia sedang kesal karena caranya menutup pintu tak bisa dikatakan lembut.

BRAK! –KRANG!

Pintu kaca satu arah itu pecah, berhamburan disekitar kusen pintu yang nampak sedikit bengkok dan lepas dari engselnya.

Kyuubi berjalan dengan sesekali melemparkan tatapan -mati-kau- pada beberapa pegawai yang penasaran dengan keributan yang ditimbulkannya. Sedangkan para pegawai itu memandang dirinya yang melewati mereka dengan takut-takut dan segera kembali pada pekerjaannya.

.

.

Itachi bersiap mengejar Kyuubi namun niatnya tertahan saat mendengar suara berat di depannya. "Biarkan dia." Pandangannya langsung terarah pada sang ayah yang menatap datar dirinya.

"Kau bisa mengejarnya setelah aku menjelaskan posisimu dan Sasuke."

"Posisi?" Ulang Sasuke, "Masud ayah sebagai pelayan si do –Naruto?"

Fugaku memejamkan matanya dan melonggarkan dekapan tangannya dipinggang Minato. Mengisyaratkan jika pemuda itu bisa kembali duduk di sampingnya. "Ya, dan bukan." Mata kelamnya melirik Minato, meminta untuk melanjutkan.

" –Tentang mata kalian." Sambung Minato.

"Mata?" Sasuke bertanya, ada apa dengan matanya dan Itachi? Bukankah baik-baik saja? Kan?

"Maksud Minato nii itu mata merahnya Sasu teme chan? Mata yang kulihat saat dia honry itu?"

Minato mengangguk dengan senyuman kikuk, mudah sekali untuk adiknya itu mengatakan hal yang bersifat pribadi untuk semenya sendiri. "Ya, tentang mata merah yang bernama Sharingan. Itachi kun dan Sasuke kun tidak mengetahuinya karena saat itu kedua adikku menggunakan perangsang pada kalian."

"Fugaku juga memilikinya," Minato mengalihkan pandangannya pada Fugaku, "Bisa kau tunjukan." Ucapnya seraya menggenggam lembut tangan Fugaku.

Fugaku mengangguk dan memejamkan matanya sejenak sebelum kembali dibukanya, iris merah dengan tiga koma hitam yang mengelilinginya menggantikan warna onyx. "Sharingan adalah kutukan yang diberikan Minato padaku. Penjara yang kubuat untuk keturunanku." Ucap Fugaku.

"Jadi Fugaku nii lah yang harus disalahkan atas nasibmu sekarang Sasu teme chan!" Naruto mengintrupsi, "Dia tuh yang terpikat sama kecantikan Minato nii sampai membawanya keluar hutan saat Minato nii sedang istirahat, karena menganggapnya koma di tengah hutan."

" –Mungkin Fugaku nii mengira jika dia telah menemukan sleeping beauty." Naruto terkekeh saat tatapan datar Fugaku terarah padanya.

'Aku... cantik?' Minato membatin miris, bukan salahnya tercipta dengan wujud begini kan? Sepertinya ia merasa sedikit iri pada adiknya, Kyuubi. Punya dua wujud yang amat berbeda, sedangkan dirinya harus dikatai cantik oleh adik kecilnya yang notabene punya wajah lebih manis dibandingkan dirinya.

"Mata itu mempunyai fungsi lain saat pemiliknya sedang dalam keadaan –ekhm- kau tahu maksudku." Minato melanjutkan.

"Fungsi?" Kali ini Naruto yang bertanya.

"Mengendalikan. Memberi kekuatan, -juga membuat kita tunduk Naruto." Ucap Minato.

Naruto mengerjap, "Maksud nii chan –"

"Ya."

"Lalu kalau begitu –"

"Iya Naruto." Naruto mengerucutkan bibir kecilnya saat Minato terus menyela ucapannya. Memberikannya jawaban tanpa mendengarkan keseluruhan dari pertanyaannya. –Kadang-kadang ada tidak enaknya juga kemampuan membaca pikiran itu.

"Minato san, bukankah anda memang koma dan baru sadar setelah tiga bulan?" Minato mengalihkan perhatiannya pada Itachi.

"Waktu tidurku enam bulan, setiap lima tahun." Jawab Minato, "Dan karena ayahmu aku hanya istirahat selama tiga bulan sepuluh hari saat itu."

" –juga, terbangun ditempat asing adalah sesuatu yang bisa membangkitkan amarahku."

"Lalu kau memberikan kutukan mata itu pada Otou san, menjadikannya pelayanmu dan melibatkan aku dan Sasuke di dalamnya." Tutur Itachi.

Minato mengangguk, "Dan kedua adikku hampir saja membunuh ayahmu saat itu."

Itachi bangun dari duduknya, "Sudah tidak ada lagi yang ingin Otou san jelaskan padaku. Aku permisi." Ia membungkuk ringan dan berjalan kearah pintu kaca yang sudah pecah, sepatu kulitnya menginjak beberapa pecahan kaca dilantai sebelum ia benar-benar melewati pintu.

.

.

Helaan napas terdengar dari Minato, "Itu anakmu." Ucapnya seraya bangkit dari sofa tempatnya duduk. Namun baru saja kakinya melangkah, tangan kirinya sudah ditahan Fugaku.

"Tunggu di dalam." Ucap Fugaku datar yang dibalas senyum simpul dan anggukan pelan oleh Minato.

Sasuke memutar bola matanya, -nggak banget ngeliat ayahnya yang seperti remaja kasmaran, lirik-lirikan, pegang-pegangan sama kode-kodean dan beromanpicisan. Melupakan umur yang sudah menginjak kepala empat dengan dua anak yang juga tidak remaja lagi.

Berdehem pelan, Sasuke melirik remaja yang tidak bisa disebut remaja pula –mengingat pastilah usia asli Naruto lebih tua darinya- dan melirik pintu. Mengisyaratkan jika mereka juga sebaiknya pergi.

"Kami," Sasuke menatap Fugaku, " –juga harus pergi." Ia berdiri dan membungkukan tubuhnya sebelum melangkah kearah pintu, dipapah Naruto yang nampak melambai-lambaikan tangannya seraya tersenyum manis pada dua orang yang menempati ruangan itu. "Jaa ne! Aku sama teme chan pergi dulu ya nii chan~!"

Minato yang akan membuka pintu lain diruangan itu, terhenti dan memijat pelan pelipisnya. Nasib apa ia harus mempunyai dua adik dengan kepribadian begitu, satu galak tapi dalamnya mudah ditebak, satu manis tapi dalamnya mengerikan. Karena ayahnya kah?

Bulu kuduk Minato merinding saat itu juga.

'Haruskah aku berpikir dua kali untuk mengembalikan jiwa Naruto?' Ia bertanya dalam hatinya. Mengingat luka-luka yang dialami Sasuke, rasanya kasihan juga kalau Uchiha muda itu harus mengalami lebih dari itu. Err.. atau Naruto kah yang harus hati-hati pada Sasuke?

.

.

.

.

.

.

Mata cobaltnya beradu dengan birunya langit, menatap hamparan putih awan yang sesekali menutupi pandangannya dari matahari. Memberinya bayangan kelabu yang berarak mengikuti kemana awan itu pergi. Hari yang cukup cerah, -jika saja awan gelap di atas gedung yang ia tempati tidak masuk dalam hitungan.

Sekali lagi Minato menghela napasnya, Kyuubi membuat hari ini jauh dari kata baik. Akan mencurigakan jika gumpalan awan hitam muncul hanya di atas gedung Uchiha Corp. Catat : Itu ulah Kyuubi.

Minato memejamkan matanya, menutup kedua iris cobaltnya dengan kelopak mata yang dihiasi bulu mata pirangnya yang lentik. Perlahan, bersamaan dengan hembusan napasnya yang tenang. Cahaya kehijauan menguar dari tubuhnya, membelai helaian rambut pirangnya sebelum menghilang begitu saja.

Langit yang cerah serta merta berubah kelabu, awan dengan embunan hujan menutupi matahari. Meniadakan pancaran hangatnya dengan dinginnya angin sebelum rintik hujan menjatuhi dataran bumi. Membawa baunya tanah kering yang tersiram air diudara.

.

.

Sentuhan ringan diperutnya membuat Minato tersenyum, ia menyandarkan kepalanya ke belakang. Membebankannya pada dada lebar yang terlihat begitu kokoh di belakang tubuhnya. Sangat tahu siapa pemiliknya. "Kau sudah mengembalikan setengah jiwa Naruto?" Minato bergumam kecil sebagai jawaban untuk laki-laki yang kini memeluk pinggangnya.

Cobalt itu kembali nampak, "Kurasa Sasuke kun akan sedikit kewalahan."

"Hn. Sasuke akan lebih disiplin dengan adanya Naruto." Ucap Fugaku.

"Meski itu artinya dia harus terluka parah dan hampir mati?"

"Hn." Fugaku menjawab singkat sebelum membenamkan wajahnya pada helaian pirang Minato, menghirup aroma mint yang menguar dari rambut sehalus sutra itu. "Mint?"

"Aku memakai shampoomu. Atau kau lebih suka citrus?" Hidung Fugaku menggisik pelan rambut Minato, membuat aroma yang menempel pada helaian pirang itu lebih tercium olehnya.

"Apapun. Aku menyukainya."

Minato tersenyum, jemari lentiknya menyentuh tangan yang melingkar dipinggangnya. Melonggarkan tangan itu sebentar, hanya untuk membalik tubuhnya dan kembali membuat tangan itu melingkari tubuh bagian tengahnya.

Iris biru bagai langit musim panas itu beradu pandang dengan gelapnya malam. Saling melihat, membaca dan tanpa sadar mengagumi warna yang masing-masing terpantul di sana. Cobalt yang indah, begitu menyejukan saat Fugaku memandangnya. Melihat jika mata itu memantulkan dirinya. Hanya ia seorang. Dan akan terus seperti itu selamanya. Keegoisan yang memang dimiliki setiap Uchiha. 'Minato adalah miliknya. Milik Uchiha Fugaku.'

Seulas senyum tipis terpantri diwajah Minato, ia mendengarnya. Dengan jelas, semua suara-suara yang selalu ia dengar dari pikiran pemimpin Uchiha di depannya. Suatu perasaan, obsesi yang begitu besar pada dirinya. Sejak pertama kali mereka bertatap muka. Saat ia terlelap dalam tidur panjangnya. Laki-laki di depannya kini telah mengklaim dirinya secara sepihak.

"Kau milikku Fugaku. Jangan salah dalam mengatakan atau memikirkannya." Tidak membalas. Fugaku tetap diam dengan tak sekalipun menatap hal lain. Hanya biru dihadapannya. Hanya indahnya semua rasa di dalam mata yang tak mampu diutarakan oleh sekedar frasa.

.

.

Tak ada lagi jarak diantara keduanya. Tidak meski hanya satu mili pun. Dua tubuh berbaur dalam dekapan hangat, menyatukan setiap jengkal kulit terbalut kain mereka tanpa ada ruang diantaranya. Merengkuh, saling memeluk dengan erat dengan berbagai rasa yang semakin bergejolak. Terlebih saat kedua bibir lembut itu bertemu, berpagut mesra dalam sebuah ciuman panjang. Menggesekan kulit tipis itu, saling mengecup. Saling melumat seakan tak ingin kehilangan sedetikpun rasa pada bibir itu.

Tangan Fugaku menekan tubuh yang lebih kecil darinya itu, semakin mendekatkan tubuh mereka. Meremas jas hitam yang membuatnya tak bisa merasakan kehalusan kulit Minato. Menggerakan tangannya naik dengan gerakan pelan, mengelus tengkuk Minato dan meremas helaian pirang pemuda itu.

"Nnh..." Desahan pertama pada aktivitas yang mereka lakukan, desahan yang mengalun saat Fugaku menjilat bibir tipis Minato, meminta izin agar lebih dari sekedar pertemuan bibir. Menginginkan sesuatu yang hangat, basah yang akan semakin melambungkan hasrat keduanya.

Bibir tipis Minato terbuka, memberi izinnya bagi lidah Fugaku untuk memasuki dalam mulutnya. Membuatnya mengerang saat langit-langit rongga mulutnya adalah hal pertama yang Fugaku sentuh. Minato menggerakan lidahnya, menyentuh lidah lain dalam mulutnya itu.

Kedua lidah itu meliuk, saling menukar saliva. Menyentuh dari ujung hingga bagian terjauh yang bisa dijamah. Tak ada pertarungan yang berarti, karena hanya satu yang mendominasi dari awal permainan. Fugaku melilit lidah Minato, membawanya keluar dari lingkupan mulut lembabnya, menarik, menghisapnya hingga erangan Minato kembali didengarnya.

Mata onyx Fugaku melirik wajah Minato, melihat cobalt indah yang setengah tertutup dengan semburat merah yang semakin menyebar diwajahnya. Lebih dari indah. Dan hanya ia seorang yang mampu membuat Minato seperti ini. Melihatnya yang diselimuti hasrat dunia.

Tetesan-tetesan saliva membasahi dagu Minato bersamaan dengan berakhirnya pagutan lidah diantara mereka. Fugaku menjauhkan wajahnya, melihat betapa memerahnya wajah Minato dengan jelas.

"Apa yang inginkan?" Minato menjilat bibir bawahnya, cobaltnya berkilat saat melihat pergerakan belahan bibir Fugaku saat laki-laki di depannya itu berucap. Kedua kakinya berjinjit untuk menyamakan tingginya dengan Fugaku.

Sebelah tangan Minato mengusap lelehan saliva yang tertinggal dibibir Fugaku. "Aku ingin mencoba apa yang dikatakan Kyuubi." Minato mengerang merasakan remasan di bawah pinggangnya.

"Usia sepuluh tahun, Oji san." Tangan Minato menuruni leher Fugaku hingga dada, menyelipkan jemarinya disela kancing kemeja putih yang dikenakannya. Bibir Minato melengkungkan senyum bersamaan dengan cahaya hijau yang kembali keluar dari tubuhnya. Perlahan, tangan yang berada didada Fugaku menyusut, jari-jari yang menyentuh kulitnya terlihat semakin mengecil. Sama halnya dengan tubuh dalam dekapannya.

Onyx Fugaku menatap sosok Minato yang terlihat lebih muda dengan kemeja dan jas yang kebesaran ditubuhnya, sedangkan celana bahan berwarna hitam yang dikenakan Minato sudah berada di bawah kaki pemuda itu. Melorot karena pinggang si pemakai yang terlalu kecil untuk menahan celana itu.

Cobalt itu menatap onyx dalam.

"Sentuh aku, Oji san." Lantunan suara lembut itu begitu jernih, belum terdengar nada serak khas orang dewasa. Persis seperti anak laki-laki yang belum menginjak pubertas. Onyx Fugaku melihat lebih ke bawah, leher mulus yang masih rata. Tak ada tonjolan jakun di sana.

"Kau yakin?" Nada datar Fugaku melembut, ia menatap mata Minato dalam-dalam. Mempertanyakan keputusan dari tuannya itu. Minato yang kini bertransformasi menjadi anak laki-laki berusia sepuluh tahun.

Tinggi Minato yang tak lebih dari perut Fugaku membuatnya harus mendongak untuk menatapnya. Melihat sedikit keraguan dimata onyx Fugaku. Minato tahu apa yang dipikirkannya, tak perlu untuk Fugaku mengucapkan alasan dari keraguannya.

"Aku menginginkannya Fugaku sama, layani aku. Sentuh aku dengan setiap inchi dirimu." Pandangan Minato begitu lembut, begitu memikatnya dalam keindahan warna biru. Membiusnya dalam setiap pergulatan mereka.

Fugaku membungkukkan tubuhnya, membiarkan Minato mengalungkan kedua tangannya pada lehernya. Kembali mempertemukan belahan bibir mereka dalam sebuah cumbuan dengan ia yang menarik tubuh kecil Minato dalam gendongannya. Menahan tubuh Minato dengan satu tangan menjadi tumpuan pada pemuda pirang itu. Menggendongnya bak' seorang anak yang tengah digendong oleh ayahnya.

Kaki jenjang berbalut celana hitamnya melangkah masuk, membiarkan jendela besar yang dilewatinya terbuka. Memperlihatkan beranda kosong dengan rintikan hujan yang semakin lama semakin berubah menjadi tetesan deras.

Bugh!

Kedua tubuh itu jatuh di atas ranjang empuk dengan warna birunya, saling tindih dengan tubuh yang lebih kecil berada di bawah.

Tak sekalipun Fugaku ingin mengakhiri pagutannya. Tidak, meskipun paru-parunya yang sudah berdetak lebih lamban karena oksigen yang semakin menipis. Rasa manis dan lembutnya bibir kecil Minato adalah salah satu alasannya.

Dengan bibir yang masih bertautan, tangan Fugaku bergerak menyusuri lekuk tubuh Minato. Setiap lekukannya, tubuh yang sudah berkali-kali ia jamah. Namun tak sekalipun ia merasa bosan untuk menyentuhnya lagi. Tubuh Minato adalah candu baginya –tidak. Minatolah yang candu baginya. Setiap jemarinya menyentuh tubuh itu, maka ia akan semakin menginginkan lebih dan lebih lagi.

Pagutan itu lepas dengan satu kecupan dalam, membiarkan lelehan saliva mengalir jatuh dari belahan bibir Fugaku, membasahi pipi putih Minato. Tangan pucatnya menyingkap beberapa helai poni yang menutupi wajah Minato, melihat pemuda di bawahnya itu tengah tersenyum kecil padanya. Memandangnya dengan cobalt yang menggelap karena nafsu.

Saling menatap, mereka menyalurkan semua perasaan tanpa kata. Melihat begitu dalamnya rasa yang tersimpan pada masing-masing manik indah mereka.

Lebih dari kasih –lebih dari sekedar sayang. Sebuah perasaan yang lebih mendalam. Semua itu tercetak jelas dimanik mereka.

"Ah! –Fugaku!" Aluhan desahan terdengar saat jari-jari besar Fugaku menyelinap masuk kebalik kemeja kebesaran yang dipakai Minato. Menyentuh pucuk kecil dibagian dadanya. Mengelus puting yang sudah setengah menegang itu dengan jari tengahnya.

Fugaku memelintir puting kanan Minato, membuatnya kembali mendesah. Menekannya, mengelusnya, dan kembali memelintir puting kecil itu. "Ojisan..." Pandangan Fugaku beralih menatap dua tangan kecil yang membuka satu persatu kancing kemeja putih yang dipakainya. Mulai dari atas, memperlihatkan bagian tulang belikat dan dadanya yang putih.

Satu tangan Fugaku yang bebas menggenggam salah satu tangan kecil itu, menatap si empunya tangan seraya mengecup punggung tangan itu. Minato kembali mengerang atas perlakuan Fugaku.

Tangan kirinya berhenti memainkan puting Minato untuk membuka kancing jas dan kemeja yang masih melekat ditubuh Minato. Dari atas, hingga ke bawah dan setelah semua kancing itu lepas, pemandangan menggiurkan menyapa mata Fugaku.

Kulit putih bersih dengan kedua nipple pinknya yang menegang. Juga napasnya yang sedikit terengah-engah membuat dadanya naik turun dengan cepat. Pinggang ramping dan kecilnya yang seusia anak sepuluh tahun. Tubuh sama namun selalu memberikan sensasi berbeda saat ia menyentuh setiap jengkalnya.

Mata Fugaku melihat lebih bawah lagi. Ia tersenyum –sangat tipis- saat melihat gundukan kecil yang tertutupi kain gelap abu-abu diselangkangan Minato. Ia kembali menatap wajah pemuda –anak laki-laki pirang di bawahnya dan mencium bibir ranum Minato lagi. Ciuman yang lebih dalam, cumbuan panas yang menekan. Menuntut perlakuan lebih disetiap gerilyaannya dalam mulut Minato.

"Ngh..." Mengerang, mendesah dan mengalunkan suara-suara lain yang dapat membangunkan libido lawannya. Minato tak sekalipun berkeinginan menghalau suaranya itu, ia membebaskannya. Membiarkan suaranya didengar oleh Fugaku. Memperdengarkan bagaimana ia menyukai semua perlakuan sang Uchiha.

Tubuh Minato sedikit naik saat tangan besar Fugaku mengangkatnya, menyelipkan tangan besarnya pada punggung Minato. Melepaskan jas dan kemeja yang masih melekat pada tubuh indah itu, membuat tubuh bagian atas itu polos. Begitu pula dengan bagian bawahnya, kain berwarna abu-abu di bagian selangkangan Minato sudah raib dari tubuhnya, teronggok manis di bawah ranjang. Penis kecil yang mengacung membuat tangan Fugaku segera menggenggamnya. Mengelus penis yang tak lebih besar dari jari-jari tangannya itu ke dalam ruang hangat ditangannya.

"Ahh... O –ji san!"

"Minato." Fugaku mengelus pelipis Minato, membuat sepasang iris cobalt menatapnya dengan setengah terbuka.

Sangat dalam. Tidak perlu ada lagi kata yang harus dilantunkan, tak perlu lagi merangkai kalimat indah untuk menyampaikan semua perasaan masing-masing dari mereka. Semuanya sudah tergambar jelas pada onyx dan cobalt yang beradu keindahan.

Lagi, kedua bibir menyatu dalam sebuah pagutan basah. Menuntut, mendominasi pihak lain dan memperdalamnya hingga suara kecipakan saliva begitu terdengar jelas diantara ciuman mereka.

Tangan Fugaku mengocok pelan kejantanan Minato, menaik turunkan tangannya pada penis kecil itu. Minato menggeliat, membusungkan dadanya merasakan begitu banyak rangsangan yang diterima ditubuh bagian bawahnya. Ia mengerang dalam ciumannya. Lebih, bukan ingin berhenti tapi meminta lebih dari sekedar sentuhan luar. Minato menginginkan Fugaku seutuhnya, dalam dirinya. Karena itu ia meremas kencang kemeja Fugaku yang sudah setengah terbuka, begitu kencangnya hingga kancing ketiga dari kemeja itu terlepas.

Fugaku mengakhiri cumbuan mereka, ia menjauhkan wajahnya dan menatap wajah sayu Minato. Penuh dengan nafsu, hasrat yang begitu ingin dikeluarkannya.

"AH?!" Kuku Minato menggores dada Fugaku. Bibirnya bergetar menahan rasa sakit yang tiba-tiba saja mendera bagian bawahnya. Jari kelingking Fugaku telah didorong masuk pada lubang rektumnya. Membuatnya menggeliat dengan cengkraman yang semakin kencang.

"Ukh... ngh –ji san..." Tubuh kecil itu bergetar saat Fugaku mulai menggerakan jarinya. Keluar masuk dengan tempo lamban, membiasakan tubuh itu pada benda asing yang memasukinya.

.

.

Mengerang dan mulai mendesah, tubuh Minato bergerak-gerak mengikuti gerakan jari yang memasuki lubang bawahnya. Memberikan gerakan yang seirama, memperdalam sodokan jari Fugaku dalam tubuhnya.

Setetes air mata terlihat keluar dari ujung matanya, menetes membasahi rambut pirangnya. Sakit saat lubangnya kembali merenggang dengan tambahan satu jari Fugaku. Tubuhnya menggeliat, membusung –membuat tonjolan dadanya yang sudah mengeras begitu inginnya dijamah lidah Fugaku.

"Angh –Ah! Ji san..." Peluh membasahi tubuh Minato, tubuh rampingnya begitu berkilap saat terterpa lampu ruangan itu. Bergairah, terangsang dan menginginkannya, Fugaku tak henti-hentinya menatap pahatan Tuhan yang begitu sempurna di bawahnya. Sesuatu yang indah, dan menjadi miliknya.

Fugaku mengerang saat kaki kecil Minato dengan sengaja menyentuh bagian selangkangannya. Onyxnya menyipit melihat tatapan memohon dari pemuda pirang itu. "Aku tidak ingin menyakitimu." Jujur, itulah yang dirasakan Fugaku. Ia tidak bodoh untuk tidak mengetahui jika tubuh Minato sekarang akan berkemungkinan kecil untuk dapat menahan rasa sakitnya nanti.

Minato memang bukan manusia, tapi makhluk sepertinya tidak dapat menyembuhkan atau menghilangkan rasa sakit untuk dirinya sendiri. Bertahun-tahun bersama membuatnya bersumpah untuk tidak akan menyakiti Minato. Meski pemuda itu yang menginginkan rasa sakit yang ia berikan.

"Hei, Fugaku." Onyxnya beradu pandang dengan cobalt, "Tidak apa-apa, aku bisa menahannya." Bibir cerinya mengukir senyuman –entah seberapa kadar keindahan wajah Minato saat ini dimatanya. Suatu kepastian. Minato lebih indah dari bermacam perhiasan atau pun berlian termahal di dunia sekalipun. Karena Minato adalah Diamond fox, diamond miliknya.

Fugaku tersenyum dan membawa sebelah tangan Minato untuk menyentuh wajahnya, "Buat aku berhenti jika kau tidak tahan lagi." Ucapnya seraya mengecup punggung tangan Minato sebelum menegakan tubuhnya dan melucuti kemeja dan celana yang masih dikenakannya.

Ia melempar dengan sembarang pakaiannya itu dan kembali menindih tubuh kecil Minato. Mempersatukan bibir mereka lagi, mencumbunya dan menyeruakan lidahnya masuk dalam rongga lembab mulut Minato.

"Mmmh..." Mendesah, kedua tangannya mencengkram erat bantal yang menyangga kepalanya. Nikmat, begitu manis dan begitu memabukan. Sosok manusia yang tak pernah ia duga akan ia cintai jua pada akhirnya. Bukan lagi sebuah keharusan untuk menghukum atau mematuhi perintah yang diembankan padanya. Sudah lama, Minato sudah terjerat perasaan –emosi manusia. Rasa cinta, mencintai, menyayangi, dan tak lagi menganggap Fugaku, manusia yang telah meluluhkan hatinya sebagai pelayan. Fugaku adalah kekasihnya, pemilik hatinya.

.

.

Tangan besar Fugaku melebarkan kaki kurus Minato, menahannya agar tetap berada disisi kanan dan kiri tubuhnya. Membuat kejantanan Minato yang menegang menjadi pemandangan pertama yang dijumpainya. Onyxnya menatap hal lain di bawah dua bola zakar Minato. Lubang kecil yang memerah dan sudah mengeluarkan pelumasnya sendiri. Begitu siap untuk menerima benda besar yang akan melebarkannya.

"Katakan jika kau ingin menghentikannya." Fugaku meyakinkan untuk terakhir kalinya, karena setelah ini. Ia benar-benar tidak bisa mundur. Hasratnya begitu ingin keluar hingga mati-matian ia menahannya agar tak menyakiti tubuh kecil Minato.

Hanya senyuman kecil dan Fugaku tahu jika Minato juga tak ingin mundur dari hal ini. Mengakhirinya saat mereka berdua benar-benar menginginkannya.

"A –AH!" Minato memejamkan matanya begitu erat saat anusnya melebar. Rasanya panas dan terasa aneh saat kejantanan besar Fugaku memasukinya. Ia menitikan air matanya saat rasa perih menambah kesakitannya –ia seperti terbelah dua. 'Terlalu besar!' Ia berteriak dalam pikirannya. Kepalanya menggeleng dengan bibir bawahnya yang terus ia gigit. Berusaha agar erangan penuh kesakitannya tak membuat Fugaku berpikir untuk berhenti.

"Begitu sakit?" Rasa hangat dipipi kanannya membuat Minato membuka matanya, menatap wajah khawatir pemilik marga Uchiha di atasnya.

"Ti –tidak apa-apa... lanjutkan... ngh.. kumo –hon... Fugaku..."

Tangan Fugaku menyingkap poni yang menghalangi wajah berpeluh Minato dan mengecup kening, hidung, kedua mata yang mengalirkan cairan beningnya dan berakhir pada bibir bengkak Minato. Ia menyeruakan lidahnya masuk dan kembali menjelajah ruang basah itu.

Erangan sakit Minato tertahan oleh ciuman dalam, meniadakan jeritan kerasnya dalam desahan saat kejantanan Fugaku semakin terdorong dalam pada lubang anusnya. Besar, ia merasa tubuh bagian dalamnya sangat penuh.

"MMMPHH?!" Minato menggigit lidah Fugaku, refleks merasakan hentakan dalam yang langsung mengenai prostatnya. Air matanya berjatuhan, tak mengindahkan lagi keinginannya untuk tetap meredam rasa sakitnya. Ini benar-benar sakit. Robekan pada dinding anusnya terlalu besar.

"Aku menyakitimu Minato?" Mata beruraian cairan bening itu menatap Fugaku, wajah tampannya begitu terlihat khawatir melihat ia yang menangis dan mengerang sakit.

Minato menggeleng lemah dan menangkup wajah Fugaku, "Jangan berhenti, lanjutkan Fugaku..." Ibu jarinya mengelap tetesan darah yang keluar dari sela bibir Fugaku. "Maaf, apa lidahmu sakit?"

Fugaku menatap cobalt itu dalam, "Kembalilah pada tubuh awalmu." Ucapnya seraya mengusap lelehan air mata pada ujung mata Minato.

"Umm," Minato menggeleng, "Aku yang menginginkan ini, kh..." Ia meringis saat tak sengaja menggerakan kaki kanannya. "Jadi lanjutkan. Kumohon."

Tangan Minato semakin kencang mendekap leher Fugaku, ia meringis tertahan saat Fugaku menggerakan kejantanannya keluar. Robekan pada anusnya terbuka semakin lebar.

"Emmh... Fuga –ku..." Fugaku memberikan kecupan singkat dibibir bengkak Minato sebelum kembali memasukan seluruh batang kejantanannya. Tak lagi ingin berhenti. Sama halnya pun dengan Minato, pemuda pirang itu juga tidak ingin berhenti.

"Ngah! AH!" Keluar dan masuk, kejantanannya bergerak dengan tempo lamban. Membiasakan tubuh Minato dengan kehadirannya.

"Lebih ahh... cepat... AH! Ah! Hah... Fugaku –Ah!"

Tubuh Minato terlonjak, bergerak sesuai hentakan Fugaku dibagian bawah tubuhnya. Besar dan memenuhi dirinya. Seakan tak ada lagi ruang untuknya sekedar memikirkan hal lain, ia saat ini bahkan tak bisa berpikir. Hanya Fugaku, Fugaku dan Fugaku dengan apa yang tengah mereka lakukan saat ini.

Napas Minato tercekat, detik berikutnya alunan desahan semakin kencang darinya. Nikmat, saat benda besar dalam tubuhnya menyentuh sesuatu di dalam sana. "AH! Fugaku!"

"Minato."

"Fugaku –Fuga –ah! Fugaku!"

Mendorong dalam, Fugaku bergerak lebih cepat saat erangan sakit sudah tergantikan oleh desah nikmat Minato. Ia menggerakan pinggulnya lebih cepat, memasukan kejantanannya lebih dalam dan dalam lagi pada tubuh Minato.

Peluh mereka bercucuran, berjatuhan menuruni pelipis dan sisian wajah sebelum jatuh membasahi tempat tidur yang menjadi alas dari aktivitas mereka. Begitu panas, tak ada gunanya AC ruangan yang sudah menyala pada angka paling rendah sekalipun. Tubuh mereka terlalu panas oleh hasrat yang sebentar lagi keluar.

"Minato..."

"Ah! AH! Aah! AH! –Fugaku!"

Fugaku mengerang saat dinding anus Minato meremas kejantanannya dengan kuat, ia menunduk dan menggigit bahu kecil pemuda itu sebelum semburan cairan sperma terlepas dari lubang kejantanannya. Memenuhi tubuh bagian dalam Minato dengan cairan hangatnya dalam jumlah yang tak sedikit.

Terengah-engah, Minato membiarkan kedua tangannya tergeletak di samping kiri dan kanan kepalanya. Tubuhnya lelah setelah menerima begitu banyak kenikmatan yang Fugaku berikan padanya. Terlebih lagi dengan tubuhnya yang anak-anak ini, kelelahan semakin menguasainya dengan cepat. Membuatnya sulit untuk tetap membuka matanya hingga ia putuskan untuk memejamkan kedua matanya. Ia tersenyum saat Fugaku mencium keningnya sebelum ia benar-benar terlelap.

"Oyasumi, Minato." Fugaku menarik keluar kejantanannya dan membaringkan tubuhnya di samping Minato, menarik selimut untuk menutupi tubuh polos mereka dan merengkuh tubuh kecil Minato dalam dekapannya.

.

*########*###########*##############*############# ##*##############*######*

o.O. Kagari Hate The Real World. O.o

.

Tetesan demi tetesan hujan semakin menderas setiap menitnya, membasahi bumi yang kekeringan. Membawa kelembaban pada udara berpolusi yang sudah tak mampu lagi menyehatkan manusia. Kawasan yang dipenuhi gedung-gedung pencakar langit sudah menggantikan rimbunan pohon sebagai napas bumi. Sesak, jika saja menusia bisa mendengar setiap lantunan jeritan alam akan keadaannya. Apakah manusia akan jera? Akan berhenti merusak bumi dengan segala keserakahannya?

Bumi itu tengah menangis, berusaha sendirian agar tetap bisa mempertahankan kehidupannya. Kehidupan manusia. Tanpa meminta sedikitpun balasan dari manusia itu sendiri, hanya berharap agar manusia dapat berhenti merusak. Berhenti membuatnya semakin sulit untuk terus hidup.

'Hidup ya...' Sosok bersurai merah terlihat berdiri lusuh di atas sebuah gedung pencakar langit, pakaian dan tubuhnya basah kuyup oleh derasnya hujan. Begitu basah hingga pakaian yang dikenakannya melekat erat dengan tubuhnya. Kemeja merah yang menempel pada kulit, membentuk lekukan tubuhnya yang ramping dengan sempurna.

Sudah satu jam ia berdiri tanpa sekalipun mengubah posisinya, sudah setengah jam pula ia membiarkan tubuhnya diguyur oleh hujan. Tapi, tak ada niatan darinya untuk beranjak dari posisinya itu. Ia kedinginan, itu pasti. Kyuubi tidak dalam keadaan sempurna untuk menghalau rasa dingin ditubuhnya. Setengah jiwanya yang masih ditahan kakaknya membuat kondisi tubuhnya mirip manusia.

"Sampai kapan kau mau berdiri di sana dan melihat punggungku seperti orang dungu?" Bibir pucat itu berbicara dengan masih tetap melihat arah depannya dengan pandangan... kosong.

Itachi, tak sekalipun ia melepaskan pandangannya dari sosok pemuda di hadapannya sejak ia menjejakan kakinya di atap gedung Uchiha Corp. Berdiri menyandar dalam diam selama berpuluh-puluh menit. Menatap hal yang sama. Melihat makhluk-bukan-manusia di depannya berdiri bagai patung di tengah hujan.

"Jika kau bilang aku dungu, lalu bagaimana denganmu Kyuubi? Kau berdiri seperti patung mati di tengah guyuran hujan. Bodoh? Tidak punya otak? Atau benar-benar sudah mati?" Entah, Itachi tidak tahu mengapa ia begitu merasa jika saat ini Kyuubi nampak begitu rapuh dimatanya. Rapuh, layaknya ranting kering yang akan patah meski tangan yang memegangnya begitu hati-hati.

"... mungkin aku bodoh, mungkin aku tidak punya otak." Kyuubi mendongak, membuat wajahnya terguyur air hujan. Matanya terpejam merasakan jatuhan air yang terasa lebih berat menjatuhi wajahnya. "Mungkin juga aku memang benar-benar sudah mati."

"Pergilah Itachi. Biarkan aku sendiri."

Clak! Clak! Clak!

Grep!

Mata Kyuubi mengerjap. Ia mendongak, menatap wajah tenang pemuda onyx yang kini memeluk erat tubuhnya. Bagaimana bisa? – tapi, -ia tidak merasakan kehadiran Itachi yang berjalan mendekatinya.

"Kau seperti kucing kecil yang ditinggalkan di tengah hujan."

'Ha?' Kyuubi menatap bingung Itachi, perlu beberapa detik untuknya mengerti maksud dari ucapan pemuda itu. "Ap –Apa?!"

Itachi menundukan wajahnya, membuatnya bersandar pada bahu Kyuubi. Memejamkan matanya saat keningnya bertemu dengan permukaan basah kemeja yang dipakai Kyuubi. Diam, tak mengindahkan rontaan Kyuubi juga celotehannya agar ia melepaskan pemuda ruby itu.

"Itachi! Lepaskan aku!" Kyuubi mulai merasa jika Itachi sudah tuli karena tak sekalipun mendengarkan ucapannya sejak tadi dan malah semakin mengeratkan dekapan pada tubuhnya.

"Keriput!" Dekapan Itachi bertambah erat.

Pada akhirnya Kyuubi menyerah, membiarkan tubuhnya dalam pelukan Itachi. Tak lagi memberontak dan memilih diam dan menunggu apa yang akan dilakukan dan diinginkan Itachi darinya sekarang. "Aku sedang tidak mood jika kau berharap sex dariku." Ia berucap dengan kepala yang tersandar didada Itachi. Ia memejamkan matanya saat mendengar detakan jantung Itachi yang begitu... menenangkan. Entah mengapa.

"Hn." Itachi bergumam, tak berniat untuk mengucapkan satu patah katapun untuk membalas ucapan Kyuubi. Saat ini, ia hanya ingin diam seperti ini. Memeluk tubuh dingin Kyuubi. Merengkuh pemuda ruby itu dalam dekapannya.

.

.

Sepuluh menit. Dan Kyuubi mulai merasakan kebosanan dengan posisinya sekarang. Itachi yang masih mendekapnya. Diam tanpa ada sepatah katapun atau memikirkan apapun yang dapat didengar oleh Kyuubi. Cuma diam dan terus diam. Ini bahkan lebih mengganggu dari saat kurang lebih empat puluh menit Itachi diam dan menatap punggungnya tadi.

Yang lebihnya lagi. Kyuubi mulai merasa 'nyaman' dalam posisi ini. Itu tidak bagus. –bagi Kyuubi tentunya.

"Itachi?" Dengan ogah-ogahan, akhirnya ia memanggil nama pemuda itu. Tak ada jawaban, tapi tentu saja ia yakin Itachi mendengarnya. "Kenapa tidak bertanya tentang, mengapa aku masih belum menerimamu sepenuhnya?" Sepertinya kebosanan membuat Kyuubi memulai pembicaraan.

"Itu akan menyakitimu, kurasa." Alis Kyuubi terangkat tinggi.

"Alasan bodoh." Cibir Kyuubi.

"Tapi kau memang akan terluka. Kan?" Dekapan Itachi melonggar meski tetap dalam posisi yang sama. Hanya sedikit menjauh untuk melihat wajah Kyuubi.

"Kau sedang meramal atau apa?" Tanya Kyuubi, "Jangan seenaknya mengatakan hal yang bisa menyakiti dan melukaiku seolah kau itu tahu aku. Dan jangan bicara tentang melukai saat dengan teganya kau patahkan ekorku." Ujarnya, Itachi terdiam. Membenarkan ucapan Kyuubi barusan.

"Kau ingat, aku pernah bilang manusia itu licik. Penuh tipu daya." Kyuubi menatap Itachi sejenak sebelum menatap jauh pada derasnya hujan. Ia tidak akan bisa bicara jika masih di tengah-tengah hujan begini. "Kau manusia –"

Sekejap, atap gedung yang tengah digurui hujan telah berganti dengan hamparan putih kosong tanpa sedikitpun titik warna lain. Itachi menatap sekelilingnya –pemandangan asing. Tidak ada apapun diruangan –apapun ruangan dimana ia berada sekarang-, hanya ada warna putih.

" –berarti kau juga sama dengan manusia lain. Licik." Itachi kembali menatap Kyuubi.

"Aku bukan makhluk munafik seperti manusia, Itachi. Tapi aku terlalu naif untuk menganggap jika manusia itu bisa dipercaya. Meski itu ayahmu yang sudah bertahun-tahun kukenal –meski itu kau." Ucap Kyuubi.

"Mempercayai manusia hanya akan menyakitiku." Baru saja Itachi akan membuka suaranya, Kyuubi terlebih dulu bicara, "Karena aku tahu. Karena aku mengalaminya sendiri." Ucapan yang menjawab pertanyaan dalam pikiran Itachi.

"Kau juga akan seperti itu. Tidak sekarang, tapi nanti."

"Aku tidak seperti itu."

"Ya, kau akan seperti itu." Kyuubi berucap cepat.

"Tidak." Kyuubi menatap tajam Itachi, melihat pantulan onyx yang begitu menghanyutkan pada kegelapannya. Mata yang tak sekalipun gentar untuk menatapnya balik.

"Kau akan." Suaranya terdengar datar, "Nantinya kau akan berpikir untuk apa kau berada disisiku? Kenapa kau harus melayaniku? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang akan membuatmu pergi dariku."

Itachi memejamkan matanya, melepaskan kedua tangannya yang sejak tadi memeluk Kyuubi. "Jika kau terpaksa melakukannya bersamaku, kenapa tidak menolaknya?"

"Tentu saja karena Minato mengambil setengah jiwaku!" Jawab Kyuubi, ia mendelik saat melihat Itachi mundur satu langkah darinya.

"Kau mungkin terpaksa melakukannya, untuk mendapatkan kembali setengah jiwamu. Tapi aku tidak Kyuubi, pada awalnya aku memang tidak mengerti. Aku tidak tahu siapa kau, aku tidak tahu apa yang membuatmu tidak bisa mempercayai manusia –mempercayaiku. Yang kutahu, aku ingin tahu lebih banyak tentangmu. Aku penasaran, tertarik. Dan –" Itachi kembali membuka matanya, " –dan aku mulai menyukaimu." Sepertinya ucapannya barusan adalah kalimat terpanjang yang pernah Itachi ucapkan selama dua puluh tiga tahun hidupnya.

Kyuubi menggeretakan giginya, menatap sepasang onyx kelam di depannya. Bukan berarti ia tidak tahu, bukan berarti ia menganggap ucapan Itachi barusan suatu kebohongan. Cukup sekali ia merasakan penghianatan dari orang yang begitu dekat dengannya.

.

.

.

Riuhan dari derasnya hujan kembali mengguyur tubuh Kyuubi dan Itachi, meniadakan dimensi putih yang mereka pijak beberapa detik lalu.

"Gaara."

Panggilan Kyuubi membuat Itachi mengernyit, matanya beralih saat seorang –sosok pemuda dengan surai merah bata yang entah sejak kapan berdiri di samping Kyuubi.

"Anak ini." Itachi melihat Kyuubi menangkup dagu pemuda di sampingnya, "Sabaku Gaara, kau pernah mendengar nama itu Itachi?"

'Sabaku?' –Nama yang tak mungkin tidak ia tahu. Sabaku adalah perusahaan arabian yang sangat terkenal di dikalangan bisnis Konoha, termasuk cara kerja mereka yang licik. Tetapi Sabaku Gaara, yang ia tahu nama itu sudah tidak lagi ada –lebih tepatnya dinyatakan hilang dan sekarang hanya satu orang penyandang marga Sabaku. Sabaku Shukaku, pemimpin perusahaan Sabaku itu sendiri.

"Gaara adalah adik dari orang yang membuatku tidak lagi mempercayai manusia. Sabaku Shukaku, laki-laki yang tujuh tahun lalu menghianatiku. Karena itu aku mengambil adik manisnya sebagai hadiahku."

-Ya, pemuda merah bata disebelah Kyuubi memang mirip sekali dengan Sabaku Gaara –tentu saja potretnya tujuh tahun lalu. Remaja yang menghilang begitu saja, bagai ditelan bumi tujuh tahun lalu. Adik Shukaku.

"Kau memanggilku hanya untuk ini?" Gaara melepaskan tangan yang menangkup dagunya dan menatap Kyuubi dengan wajah datarnya. Melihat seringai iblis Kyuubi yang terarah padanya –yang ia tahu pasti apa artinya.

Kyuubi menepuk-nepuk kepala Gaara, "Sudah selesai kok. Pergi sana." Secepat ia datang, maka secepat itulah Gaara pergi. Meniadakan keberadaannya, membawa kesunyian bagi kedua pemuda yang masih dengan backgound hujan deras yang mengguyur mereka.

"Cuma itu yang ingin kutunjukan padamu." Tangan Kyuubi melonggarkan dasi basahnya. Ia menatap Itachi yang masih setia dengan kediamannya berdiri di depannya. Dengan satu langkah, Kyuubi mendekatkan tubuhnya. "Kau akan kuhancurkan, sehancur-hancurnya. Kau tidak akan pernah bisa lari, karena setiap pelayan adalah milik tuannya."

"..." Itachi diam saat Kyuubi menyentuh wajahnya.

"Dan kau juga tidak akan bisa hidup jika –" Kyuubi menggores bibir bawah Itachi dengan kukunya. Membuat luka kecil yang mulai mengeluarkan darah yang segera menghilang terbawa air hujan. " –tidak bersamaku, Itachi."

"Sekarang, aku kedinginan. Kau tahu harus apa kan, Itachi sama." Bibir pucat Kyuubi menyunggingkan seringai khasnya. Seringaian yang sama saat Itachi pertama kali melihat sang Diamond Fox di hutan.

"Layani aku seperti saat pertama kali kau menyentuhku."

"Tidak jika kau terpaksa."

Kyuubi berdecak, "Kau seorang Uchiha. Pikirkan cara agar aku menerimamu dengan otak jeniusmu itu, dasar bodoh!" Susah sekali mengatakan tanpa mengatakan apa yang diinginkan Kyuubi sebenarnya dari Itachi. Sudah cape-cape menjelaskan ini itu dan membawa Gaara ke sini segala, eh ini keriput belum juga conect dengan apa yang ingin ia sampaikan.

Kyuubi ingin Itachi selalu bersamanya.

Bersama dalam artian bukan hanya tubuh mereka yang berdekatan.

Bukan suka, tapi hati Itachi yang mencintainya.

Itachi tidak tahu ucapan Kyuubi barusan itu pujian atau malah mengatainya. Jenius dan bodoh dalam satu kalimat. "Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiranmu Kyuubi."

Kyuubi tersenyum, "Kalau begitu, cukup lakukan apa yang ingin kau lakukan. Tidak perlu mengerti apa yang kupikirkan."

"Kyuu –" Jari telunjuk Kyuubi menekan pelan bibir Itachi.

"Lakukan." Entah itu permintaan atau pun sebuah perintah, Itachi tak peduli lagi. Dimatanya kini hanya tertuju pada senyuman Kyuubi. Bukan seringai ataupun senyum manis kepalsuan. Hanya senyum ringan yang membuatnya terpaku sesaat.

'Kau tahu aku menginginkannya.' Tidak ada pergerakan bibir, Kyuubi kembali pada bersuara dalam kepalanya. Membuat pikirannya hanya dapat mendengar suara itu. Tidak dengan yang lain, tidak pula suara derasnya hujan yang mengelilingi mereka.

Tangan Kyuubi yang menekan leher Itachi, membuat pemuda Uchiha itu sedikit membungkuk. Mendekatkan wajah mereka hingga tak ada lagi jarak diantara keduanya, terhubung oleh kedua bibir dingin yang saling mencumbu. Membawa kehangatan tubuh yang sempat menurun karena terguyur hujan.

.

.

.

.

.

.

.

.

Neji sih tadinya cuma keluar apartemennya sebentar hanya untuk membeli minuman kaleng ditoko sebelah gedung apartemennya. Sebentar, dalam arti yang memang sebentar. Tak lebih dari sepuluh menit ia sudah kembali ke apartemennya yang nyaman. Ia juga masih setia menebar senyumannya yang begitu kinclong dan menggoda meski sudah berada di dalam apartemennya. Tujuannya sih untuk membuat satu panda manis yang ia bawa jauh-jauh dari hutan nun jauh di ujung Konoha terpesona, terjerat dan kelepek-kelepek kalau melihat senyumnya itu.

Eh, tapi pake tapi lagi. Senyum yang sudah dibuat-buat sekeren dan secaem mungkin oleh Neji dengan sangat tidak elitnya hilang begitu saja dari wajah tampan bergaris manisnya saat pemandangan yang tidak disangka-sangka olehnya malah terpampang jelas di depan matanya.

Pertama, mengenai panda manisnya yang tengah berdiri di dekat dinding depan tempat tidur. Entah apa alasan dan kenapa, padahal saat ia tinggal tadi si panda manis masih bersih dan cakep-cakep –meski masih tetap cakep juga sih sekarang- sudah berganti menjadi berpakaian basah sekuyup-kuyupnya dengan rambut merah batanya yang turun kerena beratnya air, celana putih panjang yang dikenakannya juga terkena banyak sekali bercak kehitaman diujungnya. Hujan-hujanan kah? Rasanya, tidak mungkin Gaara hujan-hujanan karena baru sepuluh menit lalu ia melihat pemuda itu masih asik-asiknya tidur-tiduran ditempat tidurnya.

Neji cukup sweatdrop dengan itu.

Nah! Yang membuatnya tambah ingin membenturkan kepalanya –bukan kedinding lagi tapi ke batu besar adalah...

KENAPA SEORANG UCHIHA SASUKE YANG DALAM KEADAAN TELANJANG BULAT DENGAN SEORANG LAKI-LAKI LAIN YANG DALAM PENGLIHATANNYA TENGAH MENAIK TURUNKAN TUBUHNYA DI ATAS SASUKE DAN MEMASUKAN 'ITU'NYA PADA 'ITU'NYA DENGAN TANGAN YANG MENCENGKRAM ERAT LEHER SASUKE ADA DI ATAS RANJANGNYA?! DI KAMARNYA?! DI APARTEMENNYA?!

Ditambah –DENGAN GAARA YANG MENONTON ADEGAN SYUR ITU DENGAN TAMPANG DATAR!?

WHAT THE FUCK!

Mau menghentikan? Mau menghalangi pandangan uke barunya dari hal nista di depannya? Atau malah ingin sekali mendepak dua orang gila di atas ranjangnya itu?

Iya. Ingin sekali Neji melakukan semua itu jika saja ia sudah dan bisa sembuh dari rasa shocknya sekarang.

"Ngh... Naru –to..."

Mata Neji mengerjap, barusan itu siapa yang mendesah? 'Naruto?' Bukan nama Sasuke kan? Jadi, yang mendesah tadi –Sasu... ke?

Seketika itu juga tubuh Neji bergerak menghampiri pemuda basah kuyup di depan tempat tidurnya. Menutupi mata beriris emerald yang nampak khusyuk memandangi adegan demi adegan di depannya dengan telapak tangan kanannya. Kedua mata bulan Neji mendelik, menatap dua orang lain yang masih asyik dengan aktivitas mereka. "Apa. yang. kalian. lakukan. di. rumahKU."

Pandangan sapphire menggelap karena nafsu menatap balik Neji, membuat pemuda Hyuuga itu harus menahan napasnya dan mencantumkan baik-baik kalimat –aku sudah punya Gaara- dalam otaknya.

"Ghh... Dobe..." Suara geraman barusan membuat Naruto kembali menatap pemuda onyx di bawahnya, melihat sepasang mata onyx yang menatapnya dengan tajam. Ia tertawa kecil dan menyingkirkan helaian poni yang menutupi kening Sasuke. "Cemburu Sasu teme chan? Tenang saja, sejauh ini hanya kau –memang hanya kau yang memasukiku dan memuaskanku sih. Aku tidak tertarik sama punyanya Gaara." Ucapnya seraya kembali menaik turunkan tubuhnya. Mengacuhkan Neji yang sudah setengah hati bersabar karena malah dianggap tidak ada.

"Kalian –"

"Neji san." Ucapan Neji terpotong, ia mengalihkan pandangannya pada Gaara yang masih ia tutupi matanya. "Kau bangun." Kening Neji berkerut, tidak mengerti dengan ucapan pemuda merah bata di depannya.

"Yang bawah." Gaara kembali berucap karena Neji tak juga mengucapkan apapun.

Alis Neji semakin menaut karena tak juga mengerti apa yang dikatakan Gaara. 'Yang ba –' Matanya mengerjap saat –akhirnya- ia mengerti apa yang Gaara ucapkan. Yah, karena... yang 'bawah'nya saat ini memang sudah terbangun karena melihat hal nista di depannya. Ck! Bisa-bisanya ia terangsang oleh aktivitas bosnya sendiri.

"Apa kau ingin –"

Neji menutup bibir Gaara dengan telunjuknya. Ia menghela napasnya,"Jangan diteruskan Gaara. Lebih baik kita keluar dari kamar ini." Dan menuntun Gaara menuju pintu kamarnya. Tidak ingin lebih dari ini menonton hal yang bisa merusak kepolosan Gaara. –Yah, uke barunya ini memang terlalu polos. Meski saat mereka pertama kali bertemu Gaaralah yang menyerangnya duluan. Tapi tetap saja pandanya ini bilang itu sebuah perintah. Artinya Gaara tidak akan melakukan itu dengannya kalau bukan diperintah kan?

Neji tidak mau Gaara melakukan itu dengannya hanya karena orang lain memerintahkannya pada Gaara. Ia ingin Gaara sendiri, dalam diri Gaara yang menginginkannya.

Intinya Gaara itu polos. Titik.

.

.

.

"Neji san."

"Tidak Gaara. Sudah kubilang berapa kali agar kau berhenti menanyakannya lagi." Kepala Neji pening. Ini kelima kali –atau enam kali? Entahlah yang keberapa Neji mengucapkan kata tidak pada Gaara. Tidak, sebagai penolakan atas pertanyaan yang sama sejak ia dan Gaara berpindah ruangan ke dapur.

"Kau tidak ingin menyelesaikan 'masalah'mu?" Yah, pertanyaan itu lagi. Masalah dibagian bawahnya. Kejantanannya yang masih tetap terbangun meski pemandangan nista antara Sasuke dan seseorang (?) bernama Naruto atau dobe? –di dalam kamarnya sudah jauh-jauh ia usir dari pikirannya. Tapi, pemuda merah bata yang tengah duduk dengan manisnya di hadapannya sekarang ini malah terus mengungkit-ungkit soal 'bangun'nya.

Kami sama, apakah ia bisa setangguh itu untuk tidak tergoda ajakan seorang panda manis di depannya ini.

"Dengar Gaara." Neji menatap manik emerald di depannya, ukh... matanya itu loh. –Ekhm... "Aku akui, memang aku menginginkan untuk melakukannya denganmu –" Neji memberi jeda, " –tapi tidak jika kau masih menganggap ini sebuah perintah."

"Lantas?" Gaara bertanya tanpa minat sama sekali, terlihat sekali dari wajahnya yang tetap datar.

Neji menghela napasnya, "Apa harus dengan perintah kau melakukan itu denganku? Apa tidak bisa kalau kau melakukannya karena rasa ...suka?" Inginnya Neji mengucapkan –cinta-, tapi rasanya untuk suka saja ia sudah sangat bersyukur jika Gaara merasakannya.

"Kau ingin aku merasakan cinta?" Bodohnya Neji. Ia melupakan sesuatu hal yang penting. Gaara bisa membaca pikirannya.

Sreg...

Kursi yang diduduki Neji berderit saat ia bangun. Kakinya berjalan mendekati lemari coklat diruangan itu. Membuka pintu lemari itu dan mengambil selembar kain tebal –handuk kecil- dari dalamnya. Ia kembali menutup lemari itu dan berbalik, melihat Gaara yang menatap datar gerak-geriknya.

Langkah Neji berjalan mendekati dimana Gaara duduk, mengacuhkan pandangan datar emerald yang kadang-kadang membuat ia gugup itu dan memilih menutupinya dengan selembar handuk yang ia ambil tadi.

"Sebenarnya apa yang kau lakukan sampai jadi basah begini?" Tanya Neji. Kedua tangannya terlihat sibuk mengusap-usap helaian rambut Gaara dengan handuk dikepala pemuda itu.

"..." Diam, rasanya Gaara ingin sekali mengucapkan sesuatu untuk menjawab pertanyaan Neji. Jika saja jantungnya kini tidak seperti sekarang. Berdebar lebih cepat. Membuatnya bisa mendengar debaran itu dengan amat jelas. Gaara tidak yakin, tapi apa Neji bisa mendengar suara jantungnya kini?

"Hei Gaara?"

Rasa hangat dikeningnya membuat Gaara melirik ke depannya. Wajah Neji yang begitu dekat, dengan kening mereka yang bersentuhan. "Kau bisa membaca pikiranku kan? Kalau begitu, apa yang kau dengar? Apa yang kau lihat dalam pikiranku sekarang?"

Lavender itu memandang penuh kelembutan, memberikan pandangan sejuknya pada emerald datar yang seakan tak mampu untuk berkedip sekali pun. Tak ingin menggantikan lavender itu dengan warna gelap meski hanya sesaat. "Kau ingin bercinta denganku." Ucap Gaara.

"Lalu?"

"Kau ingin bercinta denganku." Ucap Gaara lagi.

Neji tersenyum, "Lalu?" Ia semakin memperdalam tatapannya.

"Kau mencintaiku."

"Lalu?"

"Kau yakin aku juga mencintaimu." Gaara merasakan kedua tangannya digenggam sesuatu yang hangat.

"Dan?" Neji membawa kedua tangan Gaara mendekati wajahnya, mengecupnya secara bergantian.

"Aku –" Gaara beralih menatap kedua tangannya yang masih digenggam Neji. " –juga, mungkin."

Mendengar jawaban ambigu Gaara, Neji mengulas senyum dibibirnya. "Tidak apa-apa. Kita akan melakukannya perlahan. Sampai jawabanmu berubah menjadi kepastian untukku." Rasa hangat dikening Gaara menghilang saat Neji menjauhkan wajahnya, hanya sekejap sebelum sebuah sentuhan lembut menggantikan kehangatan itu. Kecupan dalam yang Neji berikan dikeningnya.

Sekali lagi, debaran jantung Gaara serasa benar-benar membuatnya tak bisa mendengar suara lain lagi.

"Kau akan mencintaiku. Bukan karena diperintah, Gaara." Tipis, namun Neji tetap bisa melihat semburat kemerahan dipipi putih milik Gaara.

Cinta datang setelah berjalannya waktu bersama. Heh, benar bukan?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Cemberut. Merengut. Itulah yang terpampang diwajah manis berkulit tan pemuda bernama Naruto. Ditambah pula dengan matanya yang memandang tajam sosok yang kini terbaring penuh cucuran darah dari bahu kirinya, tak bergerak sejak beberapa menit lalu.

"Ayolah teme chan~, kau tidak mati untuk kedua kalinya saat kita sedang bercinta kan?" Tanya Naruto, nada suaranya terdengar seperti merajuk.

Sekali lagi ia goyangkan tubuh di bawahnya, beberapa kali menampar pelan pipi pucat bernodakan darah yang nampak tak lagi ada rona di sana.

Ia belum puas. Tiga kali klimaks belum cukup untuk menuntaskan seluruh hasratnya. Terlebih, Sasuke yang belum sekalipun mencapai puncaknya. Entah mengapa Sasuke menjadi lebih tahan lama(?) dibandingkan saat ia memakai perangsang.

Dan Naruto menyukai itu.

Tapi, rasanya ia memang sedikit keterlaluan juga pada Sasuke. Luka-luka akibat ulahnya yang lalu masih membekas jelas ditubuh Sasuke namun ia sudah menorehkan lagi luka baru ditubuhnya. Lebih parah, bahkan daging bahu kiri Sasuke sampai terbelek hingga darahnya keluar banyak sekali.

"Ha-ah..." Naruto menghela napasnya, jemari kirinya ia gunakan untuk menyisir helaian rambut pirangnya ke belakang. Membuat beberapa cucuran keringat menuruni pelipis wajahnya hingga leher. Begitu mengkilap saat terkena cahaya lampu ruangan. "Kau tahu Sasuke –" Iris sapphirenya menatap mata tertutup pemuda di bawahnya. "Akan lebih baik kalau aku yang jadi seme."

"Tapi keinginan tidak selalu sama dengan kenyataan." Gigi taring Naruto memanjang, ia menjilat tangan kirinya sebelum menancapkan gigi-giginya pada kulit dalam lengannya.

Cucuran darah terlihat dari bibir kemerahan Naruto, menetes jatuh disekitar perut Sasuke sebelum berubah menjadi keunguan dan menghilang bersamaan dengan asap dan kulit yang melepuh.

"Gguh..." Ia menyeringai saat telinganya mendengar suara erangan, "Bangun. Buat aku puas menjadi uke, Sasuke sama..."

Kelopak mata itu perlahan terbuka, menampakan sepasang merah yang berkilat dalam cahaya. Naruto menyeringai, "Begitu, buka matamu. Kendalikan permainan ini." Tubuh Naruto membungkuk mendekati Sasuke. "Kendalikan aku..." Ia berucap tepat disebelah telinga Sasuke, membuat suaranya serendah mungkin.

Brugh!

Naruto meringis bersamaan dengan kekehannya ketika tubuhnya terbanting di atas ranjang. Ia yang sudah berada di bawah pemuda raven yang kini tengah menjilati cairan merah yang mengalir dari luka gigitan ditangan kirinya. "Jangan terlalu banyak Sasuke sama, kau akan mati kalau terlalu mabuk dengan darahku."

Sepasang iris darah memandang Naruto, "Kalau begitu sebaiknya kau juga mati kehabisan darah." Sasuke menyudahi jilatannya, membiarkan bibir dan sekitar dagunya belepotan cairan merah.

"Kalau begitu kau akan repot Sasu teme chan." Naruto menangkup sebelah wajah Sasuke, ia tersenyum saat matanya menangkap perubahan diwajah itu. Luka bakar dan goresan diwajah Sasuke yang perlahan-lahan menghilang. Juga luka menganga dibahunya yang nampak dengan cepat menutup. Semua lukanya menghilang, termasuk luka tusukan ditangan dan pahanya.

"Ah~, milikku memang seharusnya setampan ini." Ucap Naruto, tangannya mengelus-elus wajah porselen di hadapannya dengan antusias.

Sasuke menarik sudut bibirnya ke atas, "Sebegitu tertarik kah kau padaku dobe?" Tubuhnya semakin mendekat pada Naruto. Menyentuhkan kedua kening mereka dan menatap Naruto dengan seringai yang terulas dibibirnya.

"Apa sebegitu menariknya juga aku hingga kau tak apa walaupun terus kulukai?" Tanya balik Naruto, ia terkekeh saat mendengar dengusan pelan dari Sasuke. "Aku tidak perlu menjawabnya teme." Kedua tangan Naruto terangkat untuk memeluk leher Sasuke.

"Terserah." Tak ada kata lagi yang menyahuti ucapan Sasuke. Bibir Naruto telah dibungkamnya dengan sebuah ciuman basah, melibatkan lidah yang terus menjilati permukaan bibir dan barisan gigi yang berjejer rapi dalam mulut Naruto. Menerobos masuk dengan lidah yang terus mengeksplore setiap jengkal ruang lembab itu.

Naruto mengerang, sedikit protes karena harus menelan darahnya sendiri yang masih tersisa dalam mulut Sasuke. Terasa aneh saat ia meminum darahnya sendiri kan? Masih mending darah orang lain, atau darah Sasuke saja sekalian. Ah –itu yang terbaik. Seandainya saja –tunggu dulu –what the-?!

"Nnah –ap –Sasuke!" Naruto menatap tajam pemuda raven yang tengah menyeringai lebar di atasnya. Ia mendelik kesal saat mengetahui jika kedua tangannya telah diikat erat oleh sesuatu di atas kepalanya.

"Disiksa itu cukup melelahkan dobe." Sasuke mengecup pipi kanan Naruto, "Dan, kau bilang sendiri ini saatnya aku mengendalikanmu, bukan?" Mampus. Ia lupa sesuatu.

'Kau sudah melihat Sasuke jika menggunakan sharingan, bukan? Lebih baik jangan terlalu membuatnya bersemangat atau kau sendiri yang akan kerepotan nanti.'

Naruto mengulang ucapan Minato yang terngiang dikepalanya. Jangan buat Sasuke terlalu bersemangat. Tapi, bagaimana kalau sudah seperti ini?! Plus, Uchiha bungsu itu kini dalam keadaan prima alias tanpa luka sama sekali. Tidak seperti saat pertama kali ia melakukannya. Ia dobe, rasanya Naruto mengakui panggilannya itu.

Glup!

Ia memang suka menyakiti, tapi rasa-rasanya ia sulit sekali memungkiri kalau ia sedikit gentar sekarang.

"Kau tahu, aku suka sesuatu yang sulit ditaklukan sepertimu." Deja vu, Naruto yakin ia pernah mengucapkan hal yang sama beberapa hari yang lalu. "Tapi aku lebih suka dobeku yang bersikap manis." Tepukan ringan dipipinya membuat Naruto merengut. Diperlakukan seperti uke, yeah ...dia memang uke.

" –Ah!"

Sasuke menyeringai, "Kita mulai dobe chan." Bersamaan dengan ciuman panjang, satu tangan Sasuke mengelus paha Naruto. Terus turun dan naik, memberikan sensasi seakan sengatan setiap tangan itu bergerak. Membuat Naruto mengerang di tengah ciumannya.

"Mmmh... temmeh!"

Ciuman itu mengawali kecupan demi kecupan Sasuke pada setiap sisian wajah Naruto. Mulai dari pipi hingga leher jenjang yang begitu licinnya karena keringat. Rasanya asin, namun tentu saja Sasuke menyukainya. Ini dobenya ingat? Apapun dari diri Naruto, ia pasti menyukainya.

"Seharusnya, aku juga menyiksamu dobe..." Suara Sasuke begitu rendah, napas hangatnya menerpa permukaan kulit Naruto. Membuatnya bergidik dan mengerang tertahan. "Tapi –" Lidah pink menjilat kulit leher Naruto. " –mungkin aku akan berbaik hati dengan memperlakukanmu secara baik kali ini."

Gyut!

"Akh!" Naruto menggigit lengannya saat rasa sakit menyerang tubuh bagian bawahnya, tubuhnya menegang dengan kaki yang menendang-nendang tak tentu arah. "Sasu –ke! Akh! Lepaskan! Lepaskan itu dariku!" Teriaknya.

"Sakit hm?" Tangan Sasuke membelai lembut kejantanan memerah Naruto, membuat rintihan pelan keluar dari mulut pemuda pirang itu. Terlebih, saat jemarinya menyentuh kain tipis yang ia ikat dengan –sangat- erat pada kepala kejantanan itu.

"Nah, bagaimana kalau sekarang aku balas rasa cintamu padaku Dobe chan?" Dengan satu hentakan, kejantanan Sasuke memasuki anus Naruto.

"AAAH! Sasuke~ nnah –ah! Angh!"

"Mendesah dobe, aku tahu kau menyukainya." Naruto menatap tajam Sasuke, melihat wajah yang menunjukan serangaian lebar yang diarahkan padanya itu dengan kesal.

"AH! Angh! AH! AH!"

Sasuke mendengus geli melihat tatapan tajam Naruto, meski pun bibir kemerahan pemuda itu terus mengalunkan desah yang tak ada putus-putusnya. Ia menundukan tubuhnya dan menjilat peluh yang bercucuran dipelipis Naruto, terus menjilat pipi tan itu dan mengecup singkat bibir terbuka Naruto. "Kau sudah keluar berapa kali dobe?"

"Ah –Ah! Ahpa pedulimu!" Ucap Naruto di tengah desahannya, ia mengerang keras saat Sasuke mempercepat sodokannya. Ditambah dengan prostatnya yang terus ditubruk ujung kejantanan pemuda itu. "Ah! Ti-ga! Mmah! Tiga kali!"

Bibir Sasuke melengkung ke atas, ia menghentikan gerakannya dan mencabut kejantanannya dari anus Naruto.

Naruto menatap bingung pemuda raven yang kini menurunkan kakinya dan duduk diam di hadapannya. "Sasuke?"

"Tiga kali? Khu..." Sasuke tertawa pelan, Naruto bertambah bingung dengan ucapan Sasuke barusan.

Sharingan terarah pada manik biru Naruto, "Wajahmu seakan mengatakan bahwa kau tidak bisa membaca pikiranku –" Naruto meneguk ludahnya. "-benar, Dobe?" Sasuke menyeringai. Ia merangkak menaiki tubuh Naruto dan duduk di atas perut pemuda itu.

"A –apa yang kau lakukan teme! Turun dari perutku!" Teriak Naruto, semburat merah diwajahnya bertambah saat melihat tangan Sasuke menyentuh kejantanannya sendiri.

"Kenapa dobe?" Sasuke mendesah tertahan saat jemarinya meremas kencang kejantanannya. "-Ah... "

Oh –shit!

Jangan katakan ini sebuah pembalasan dendam Uchiha bungsu. Jangan katakan jika Sasuke bermaksud untuk membalas perbuatannya yang lalu. Jangan katakan Uchiha teme satu ini ingin mempermainkan dirinya!

"Nah... dobe..."

–Dia mendesah! Arrrgh! Naruto bisa gila jika Sasuke meneruskan hal ini! "Hentikan teme! Jangan teruskan!"

Tangan itu meremas kejantanannya! Dan – Naruto membulatkan matanya saat Sasuke mengarahkan sebelah tangannya pada bagian belakang tubuhnya. Terlebih dengan raut kesakitan yang ditunjukan Uchiha bungsu itu setelahnya. Kami sama-...

"Ukh... ternyata melakukan ini memang sakit." Sasuke menyeringai melihat sapphire Naruto yang membulat sempurna saat melihat apa yang ia lakukan. Memasukan jari tengahnya pada anusnya sendiri.

Ya, itu tidak salah tulis ataupun satu kalimat yang harus dicoret. "Kau harusnya senang karena aku memberimu kesempatan untuk menjadi apa yang kau inginkan dobe."

Pertanda buruk –apa yang kau inginkan yang dikatakan Uchiha di depannya ini pasti bukan hanya itu saja.

"Teme –hei! Ayolah, lakukan seperti biasa saja!"

"Ah..."

Glup!

Baiklah, sudah berapa kali ia meneguk ludahnya dengan paksa begitu hanya karena mendengar desah Sasuke. Keringat dingin benar-benar mengucur deras dari pelipisnya saat melihat wajah menahan sakit juga nikmat bersemburat merah Sasuke yang benar-benar tidak pernah ia bayangkan. Ok. Bukan karena itu saja. Sakit dan nikmat di tengah kesakitan, ia sih sering melihatnya saat mereka bercinta. Tapi beda jika pemuda itu memandang dirinya dengan mata sekelam malam penuh memikat yang berkaca-kaca seakan tetesan air bening sebentar lagi akan benar-benar turun.

"Ah... dobe..."

Bertingkah layaknya agresif uke.

'Astaga! Berhentilah berwajah seperti itu Sasuke!'

"Mmmah... -Aku rasa menjadi seme –khh.. memang lebih cocok untukku." Sasuke mengerang, ia menggigit bibir bawahnya keras hingga terluka bersamaan dengan jemarinya yang semakin masuk lebih dalam, dalam anusnya. "Naruto... sakit..."

"Guh..." –Sial! Ia tidak tahan lagi melihat apa yang Sasuke lakukan!

Bibir pucat Sasuke menyunggingkan seringaian mendengar desah tertahan Naruto. Ia menegakan tubuhnya dan dengan sengaja menyentuhkan tangan yang berada di belakang tubuhnya pada kejantanan Naruto. Yang tentu saja membuat pemuda pirang itu mengerang frustasi karena rangsangan yang menyakitkan. –Jangan lupakan jika kejantanannya diikat sesuatu hingga ia tidak bisa klimaks.

"Ngh... Sasu –emmmh..." Ucapan itu terputus saat Sasuke memasukan tiga jari yang telah ia keluarkan dari anusnya pada belahan bibir Naruto. Ia menyeringai melihat begitu rakusnya Naruto melahap jari itu.

Tubuh Sasuke mengangkang dengan kedua lutut yang menopang tubuhnya, ia menoleh ke belakang untuk melihat kejantanan memerah Naruto. Satu tangannya yang bebas membelai kejantanan itu dan menggenggamnya. "Aku ragu penis kecilmu bisa memuaskanku dobe."

Naruto mengerang saat jari Sasuke menjepit lidahnya, manik sapphirenya melihat sang pemilik yang menunjukan seringai menyebalkan padanya. Erangannya bertambah keras lagi saat ujung kejantanannya menyentuh sesuatu yang berkerut dan panas. Kepalanya terus ia antuk-antukan ke belakang, bersumpah jika sensasi panas dan sempit yang ia rasakan benar-benar luar biasa.

"Kau –ukhhh... sangat menginginkan ini eh?"

Tidak ada balasan atas ucapan yang terdengar susah payah Sasuke keluarkan di tengah desahannya. Naruto terlalu sibuk dengan erangan dan rasa nikmat dari kejantanannya yang memasuki lubang sempit Sasuke.

Shit! Dia memang menginginkan Sasuke menjadi uke. Tapi bukan yang seperti ini, Sasuke yang mengendalikan permainannya. "Engh... Suke –"

Manik kelam Sasuke menatap wajah Naruto, ia menjilat bibirnya sebelum menurunkan tubuhnya perlahan-lahan. Membuat kejantanan Naruto yang berada sudah setengah masuk dalam lubang rektumnya. Dengan kedua tangan yang bertumpu pada dada Naruto, Sasuke mulaui menggerakan tubuhnya naik. Tak memberikan jeda untuk tubuhnya membiasakan diri pada benda asing dibagian tubuh bawahnya.

"Sa –suke..." Tidak ada jeda untuk rasa sekedar Naruto menarik napasnya. Sasuke yang langsung menaik turunkan tubuhnya membuat rangsangan sakit yang dirasakan Naruto tak ada hentinya. Lubang Sasuke masih begitu sempit dan memang benar-benar sempit hingga menjepit kejantanannya dengan sangat erat dan hal itu sangat menyiksa bagi Naruto karena ia bisa merasakan setiap pergerakan itu diseluruh batang kejantanannya yang diikat pada bagian kepalanya. Diikat. Artinya ia tidak bisa mengeluarkan hasratnya yang sudah benar-benar berada dipangkal.

Tangan porselen yang berada didada Naruto tak tinggal diam. Sasuke menggerakan tangan itu untuk mengelus tubuh tan Naruto, memijat bagian dada dan memelintir puting kecoklatan Naruto. Begitu sangat tegang, seluruh otot ditubuh Naruto seperti dipaksa menegang oleh sentuhan-sentuhan Sasuke.

"Na –Naruto..." Ditambah dengan telinganya yang terus mendengar desahan Sasuke. Inikah artinya disiksa oleh kenikmatan? Ia rasa cukup untuk merasakannya.

"Sasuke –lepaskan... unghh! Le –lepash..."

Sasuke menyeringai remeh, "Aku bahkan belum ukh... datang sekalipun." Ucapnya.

"Nghh..." Sial! Pantat ayam ini memang sialan! "Kumohon... Suke~" Membuatnya harus memohon seperti ini! Sial! Ia akan membuat Uchiha bungsu ini menerima akibatnya nanti. Pasti.

Dengusan geli terdengar dari Sasuke, ia mencabut kejantanan Naruto dari anusnya dan duduk diantara kedua kaki Naruto. Tangannya menjambak keras rambut pirang Naruto dan membawa kepala bermahkota pirang itu keselangkangannya. "Kau harus menyelesaikannya Naruto."

Naruto meneguk ludahnya melihat kejantanan Sasuke yang ada di depannya kini. Ia menatap Sasuke yang menyeringai padanya dan kembali menatap benda besar dihadapannya. Kejantanan Sasuke yang mengelus-elus pipinya. Terasa panas dan licin karena cairan percum yang lumayan banyak keluar dari lubang kecil dikepala kejantanan itu.

Bibir Naruto yang harus diakui benar-benar seksi itu terbuka dan mengeluarkan lidahnya. Mulai menjilat batang kejantanan Sasuke dari kepala hingga ujung kejantanannya. Membuat kejantanan Sasuke menjadi lebih licin karena salivanya.

Sasuke berdesis saat lidah Naruto menusuk-nusuk lubang kecil dikejantanannya. Ia meremas helaian pirang ditangannya dan mendorong kepala Naruto. Memasukan paksa kejantanannya dalam mulut Naruto. "Kulum, jangan berharap aku melakukannya dengan lembut dobe chan~."

Ingin sekali Naruto melemparkan sendal butut yang sudah menginjak kotoran sapi pada muka menyebalkan yang ditunjukan Sasuke sekarang. Andai saja ia benar-benar bisa. Jika saja Sasuke tidak sedang menarik dan mendorong kepalanya untuk tetap mengolum kejantanannya. Bahkan ia sempat tersedak karena kejantanan itu menyodok kerongkongannya dengan keras, tapi tak sekalipun Uchiha sialan itu menghentikan aktivitasnya.

"Khh... begitu Naruto... teruskan..." Sasuke melenguh dan menyipitkan matanya saat merasakan aliran cairan sperma yang pada batang kejantanannya. Tangannya menarik kepala Naruto untuk melepaskan kejantanannya sebelum ia mencapai klimaksnya.

"Hei Naruto." Wajah sayu Naruto menatap Sasuke dengan pandangan sapphire yang redup karena nafsu. Memperlihatkan betapa erotisnya wajah dengan peluh dan saliva yang terus menetes dari belahan bibir kemerahannya. Sasuke benar-benar bersorak ria dalam hatinya karena bisa membuat Naruto menunjukan ekspresi mengundang seperti itu.

"Masukan milikku sekarang." Ucap Sasuke. Pemuda onyx itu hanya tersenyum saat Naruto mengangguk dan membangunkan tubuhnya. Ia melepaskan helaian pirang Naruto dan membiarkan pemuda itu menaiki pahanya.

Kedua tangan Naruto yang masih terikat melingkar dileher Sasuke. Menarik kepala Sasuke untuk mendekatinya. Dengan kasar ia mengigit bibir Sasuke, menjilat bibir yang sudah memerah itu. Sasuke mati-matian untuk tidak melengkungkan bibirnya dan kembali bersorak. Sepertinya Naruto ingin menjadi anak baik dan membiarkannya istirahat sebentar.

Sasuke menggenggam kejantanannya dan memposisikannya di bawah anus Naruto. Ia berdesis saat kejantanannya menyentuh dinding luar lubang sempit itu. Merasakan setiap inchi saat kejantanannya dilahap oleh dinding berkerut Naruto. "Ingin –khh... jadi anak baik, eh?" Sasuke meringis merasakan tarikan keras pada rambut belakangnya.

"Urusai!" Naruto melumat bibir Sasuke dengan kasar dan menggerakan tubuhnya naik hingga kepala kejantanan Sasuke saja yang berada dalam tubuhnya lalu kembali menurunkan tubuhnya. Terus begitu hingga semakin lama gerakannya semakin cepat.

.

.

.

"Ah! Ah! Ahh..." Mendesah keras, Naruto tidak peduli jika suaranya terdengar hingga keluar kamar. Tidak peduli jika Gaara atau siapapun yang ada di luar kamar ini mendengar suara desahannya. Yang pasti sekarang is sangat menikmati ini. Menggerakan tubuhnya dengan konstan hingga kejantanan Sasuke berkali-kali menubruk prostatnya.

Gerakannya hanya sesekali melambat hanya untuk mengambil napas yang sangat sulit ia lakukan. Kakinya sudah terlalu pegal untuk tetap bergerak menaik turunkan tubuhnya. "'Suke~" Sapphirenya menatap manik hitam Sasuke.

"Hn?" Sasuke mengelus pipi berpeluh Naruto.

"Bisa bantu aku?" Tanya Naruto.

"Hn? Kukira kau sudah ahli dalam mengendalikan dobe." Sasuke tersenyum saat mendengar dengusan kesal Naruto. "Baiklah, tapi satu ronde lagi."

Naruto membulatkan bola matanya, "A –apa?! Tidak! Aku bisa sendiri!"

"A, a. Permintaan tidak bisa ditarik kembali." Sasuke menangkup dagu Naruto dan mencium bibirnya sekilas. "Kita mulai dobe."

"Tunggu Sasu –hei!"

Brugh!

Sasuke mendorong tubuh Naruto hingga terbaring ditempat tidur dan langsung menusuk lubang anus pemuda itu dengan kejantanannya. Ia menyeringai saat Naruto mendesah dengan keras.

"Ah! Ah! AH! –Suke!"

"Mendesah Naruto. Kau terlihat sangat sexy saat memohon padaku."

"Ah! U –nnah! Urusai!"

Sasuke terus menggerakan pinggulnya, keluar dan masuk. kejantanannya nampak berkedut saat anus Naruto menghimpit kejantanannya dengan kencang. Iris onyxnya menatap wajah tak nyaman Naruto yang sangat ia tahu kenapa.

"Sasu –ke... AH! Ah!"

"Sudah kubilang kau sangat sexy saat memohon padaku."

Naruto menggeram dan menarik leher Sasuke dengan tangannya yang masih setia melingkar di sana. mendekatkan wajah Sasuke padanya. "O –onegai –AH! AH!"

Sasuke menyeringai entah untuk keberapa kalinya, "Sesuai keinginanmu, Tuan Dobeku." Ia melumat bibir naruto dengan tangan yang mengarah pada kejantanan Naruto yang sudah memerah –sedikit membiru karena klimaksnya terus tertahan oleh kain yang mengikat erat kejantanannya. Ciuman itu terlepas saat Naruto mendesah dengan keras, "AAAAH!"

Semburan cairan putih mnyemprot hingga membasahi perut dan dagu Sasuke, membuat pemuda onyx itu tertawa pelan karena klimaks Naruto yang begitu banyak. Ia mengusap cairan putih didagunya dengan ibu jarinya dan menjilat cairan itu dengan lidahnya. "Kau manis seperti biasanya."

"AH! ...Ah! Hah!"

Mata Sasuke menyipit merasakan klimaksnya juga akan menyusul, ia mempercepat sodokannya dan mengangkat Naruto kembali dalam pangkuannya. Ia menyodok dalam hingga menyentuh prostat Naruto dengan sangat keras.

"Sasu –Ah! Aah!"

"Naruto!"

Sasuke mengerang dan mencium dalam bibir Naruto bersamaan dengan semburan cairan spermanya yang memenuhi dalam anus Naruto. Begitu panas hingga Naruto harus melepaskan ciuman Sasuke dan kembali klimaks.

"Hah... hah.. hah..." Napas yang terengah-engah itu saling beradu dengan detakan jantung yang bertalu begitu cepat.

Sasuke melepaskan pegangannya pada pinggang dan punggung Naruto hingga tubuh Naruto harus ambruk ke belakang dan terlentang dengan dadanya yang naik turun dengan cepat. Sasuke menjilat bibir bawahnya melihat pemandangan begitu menggiurkan dihadapannya. Kejantanannya yang sempat melemas kembali mengeras dan mengejutkan Naruto karena prostatnya kembali tersentuh.

"Dobe."

"Jangan coba-coba memikirkan hal itu!" Teriak Naruto penuh ancaman.

Sasuke menyeringai, "Ah, tapi rasanya aku tidak mau mendengarkanmu."

Jangan bayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Karena sudah pasti hal itu akan membuat Sasuke kerepotan nantinya. Yah... tahulah maksudnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

Suara kecipakan saliva begitu terdengar diruangan empat kali tiga meter yang dikelilingi oleh biru donker. Ruangan bergaya simple dengan hanya ada satu lemari besar dan tempat tidur king size yang menghadap jendela besar. Tempat tidur yang terus bergoncang bersamaan dengan tak bisa diamnya dua pemuda yang saling bergerumul dalam hasratnya nafsu dunia.

Memadukan dua tubuh tanpa sehelai benangpun yang melekat dengan sengatan-sengatan yang menjalar keseluruh tubuh mereka saat kulit mereka bersentuhan.

Desahan, erangan dan teriakan sakit yang terus mengalun bagai paduan orcestra yang begitu indah mengiringi aktivitas memabukan mereka. Uchiha Itachi tak bisa memingkiri jika dirinya sudah terlalu dalam terjerat oleh pesona dari pemuda yang kini mendesahkan namanya berkali-kali saat ia menyentuh berbagai titik sensitif yang sangat ia hafal dimana. Begitu tidak inginnya jika belahan bibir itu berhenti untuk bersuara dengan terus memberikan rangsangan pada tubuh Kyuubi.

Ekor berwarna orange yang terus bergerak gerak di samping tubuh pemuda itu seakan memerikan nilai lebih pada keeksotisan tubuh tanpa cacat yang ditindihnya.

"Itachi –Ah..." Kyuubi meremas selimut tebal yang mengalasi tubuh telanjangnya hingga kusut, matanya terpejam merasakan remasan lembut dan sesekali juga mengocok kejantanannya. Juga tiga jari Itachi yang terus keluar masuk dalam rektumnya membuat ia tak ada henti-hentinya mengalunkan desahan. "Akuh –tidak tahan lagi... nghh..."

Ruby itu memancarkan permohonannya pada onyx yang menatapnya dalam diam. Meski dengan sangat jelas pula memancarkan keinginan yang sama dengannya.

Itachi menarik keluar jemarinya dan membawa tangannya untuk mengelus pipi putih Kyuubi. Ia mengecup singkat bibir kemerahan pemuda itu sebelum bersiap untuk memasukan kejantanannya dalam lubang sempit Kyuubi.

"Ita –"

BOFF!

" –chi."

Kepulan asap putih membuat Itachi mengerjap dan ia akui dirinya sedikit terkejut saat tiba-tiba saja asap putih mengelilingi tubuhnya –err tubuh Kyuubi. Alisnya sedikit berkerut saat jemarinya yang berada dipunggung Kyuubi merasakan permukaan tebal yang halus dan berbulu. baiklah, kulit Kyuubi memang halus tapi tebal dan berbulu? Terlebih suara geraman yang tadi didengarnya itu. Mau tak mau Itachi harus mengakui ia sedikit bingung.

"Kyuubi?" Ia memanggil pemuda yang berada di bawahnya namun yang terdengar hanya geraman kasar.

"Kyuu –"

"Minato sialan."

Manik Itachi membulat, ia menatap moncong –itu tidak salah tulis- sekali lagi moncong dan bukan hidung dihadapannya. Juga melihat warna orange yang begitu memenuhi penglihatannya.

"Jangan melihatku seolah kau tengah melihat monster, keriput bodoh!"

Untuk keanehan dan hal-hal mistis yang tabu. Itachi yang bertemu dengan diamon fox juga hal-hal tidak masuk akal lainnya akan mengangguk mantap saat ditanya apakah ia percaya mengenai hal itu. Tapi, rasa-rasanya untuk melihat pemuda nan tampan, manis dan juga miliknya tiba-tiba saja berubah menjadi seekor err... –dari penglihatannya sih- rubah berbulu orange lengkap dengan matanya yang menjadi segaris hitam berdiri ditengah merahnya ruby. Uchiha Itachi juga bisa shock.

"Grrr! Itachi!"

"Ya?" kalau saja Kyuubi tidak sedang dalam keadaan tubuhnya yang berubah menjadi wujudnya yang lain, ia akan sangat dengan senang hati menertawakan ekspresi wajah Itachi yang kebingungan dan seperti orang bodoh dipukuli tapi tetap saja tertawa. Tapi masalahnya melihatnya saat ini malah membuatnya jadi lebih badmood. Dengan bold penuh.

Duagh!

"Turun dariku bodoh!" Teriak Kyuubi dengan kaki yang menendang perut Itachi hingga Uchiha sulung ityu terjungkal jatuh dari tempat tidurnya. "Minato sialan. Minato sialan! Berani sekali kau mengembalikan jiwaku disaat seperti ini!"

Manik rubah Kyuubi menatap Itachi yang masih terlentang di atas lantai hitam kamarnya. "Kau tunggu di sini. Aku akan buat kepala kuning itu menyesal telah menggangguku." Geram Kyuubi dengan tangannya yang berkuku panjang menunjuk Itachi.

Itachi terdiam saat Kyuubi menghilang dari pandangannya, ia menatap tempat tidur berantakan yang kini kosong dan menatap daerah selangkangannya. "Ck! Kuso!" Ia memijat keningnya yang menekuk terlalu tajam dan menahan suara geraman yang benar-benar rasanya ingin ia keluarkan. Kyuubi pergi begitu saja, meninggalkan ia yang tengah dalam keadaan high. Dengan kejantanannya yang mengeras. Dan ia harus menyelesaikan ini sendirian.

'Rubah itu akan menerima akibatnya nanti.'

.

.

.

.

.

Omake...

"Teme chan, ambilkan yang itu~"

"Hn."

"Yang itu juga~."

"Hn."

"Bukan yang itu! Yang rasa jeruk!"

Twich!

Sabar, tarik napas lalu buang. Sabar, sabar, sabar. Ia harus sabar, satu jam selalu disuruh-suruh. Diperintah ini dan itu. Yah, Sasuke harus tetap bersabar karena dobenyalah yang menyuruh-nyuruhnya. Karena itulah, meski hati sudah sedongkolnya pohon jengkol. Otaknya yang sudah terus menyuarakan untuk menyumpal suara cempreng itu. Batinnya yang sejak tadi berucap kata sabar berkali-kali agar ia tidak segera mengikat Naruto dan membawanya ke kutub agar pemuda pirang itu bisa diam atau membeku sekalian. Walau semenit saja.

Karena itu juga, ia menarik napasnya dalam dan membuangnya secara perlahan sebelum ia menjawab ucapan Naruto, "Hn." Dengan tangan yang terjulur untuk mengambil selai jeruk tak jauh darinya.

"Rotinya –"

Cukup –"Dobe." Panggil Sasuke.

Naruto menatap Sasuke dengan innocentnya, tak lupa dengan mata sapphire besarnya yang bulat sempurna. "Ada apa Sasu teme chan?"

"Kau bisa ambil sendiri –"

"Ah! Kyuu, ambilkan yang itu!" Teriakan Naruto memotong Ucapan Sasuke. Pemuda pirang itu terlihat senang-senang saja saat Kyuubi melemparkan botol berisi coklat cair padanya. Tak mempedulikan Sasuke yang seakan ingin meledak saat itu juga. Hello! Dia lagi ngomong! Napa ini ukenya malah cuek-cuek saja dan seakan tidak peduli!

"Ah, Sasuke kun. Tolong jangan dimasukan kehati." Sasuke melirik laki-laki yang duduk berseberangan dengannya –Minato. Sedikit –sangat- heran karena pemuda atau bisa dibilang anak-anak yang dilihatnya kemarin jadi begitu –err... sangat berbeda. Dalam hati Sasuke sangat menyetujui ucapan Kyuubi kemarin jika ayahnya adalah seorang pedofilia.

Minato terlihat memberikan senyum maklumnya atas sikap adiknya yang tiba-tiba saja sok perintah-perintah dan tidak pedulian. "Dia memang begitu kalau moodnya sedang setengah-setengah."

Tidak menjawab, Sasuke lebih memilih untuk diam dan memakan pie tomat di depannya. Ia juga mencoba untuk tidak mempedulikan sang kakak yang nampak murung dipojokan taman di atap rumahnya dengan aura-aura suram yang mengelilingi tubuhnya. Menulikan telinganya saat lagi-lagi ia mendengar suara cempreng memanggil namanya.

"Teme~ rotinya~"

"Pantat ayam, berikan garpu itu!" Ok, yang satu ini bukan suara Naruto.

"Teme chan~"

"Heh! Telingamu masih berfungsi kan?" Yang ini juga, Sasuke menarik napasnya dalam dengan kedutan yang sudah berjumlah lebih dari sepuluh didahinya.

BRAAK!

Sasuke mengerjap, tadi itu bukan dirinya yang memukul meja dengan suara keras karena kesal kan? Atau mungkin memang dirinya?

"Anak-anakku yang paling tampan~~! Papa kalian datang berkunjung~!"

Semua orang yang tengah duduk mengelilingi meja piknik nampak menoleh pada asal suara dobrakan barusan. Bahkan Itachi yang pundung di pojokan juga menoleh karena penasaran. Namun langsung sweatdrop begitu melihat makhluk dipenuhi warna hijau dan kepala dengan rambut berbentuk helm juga alis tebal berbentuk kotaknya. Mirip ulat daun yang kemarin dibuang Itachi karena telah berani-beraninya memakan tanaman kesayangannya.

"Mina chan~ Naru chan~ Aaaai~ Kyuu cha –Duagh!"

"Berani kau panggil aku dengan suara menjijikanmu. Kau akan merasakan bagaimana itu mati orang tua!" Kyuubi menggeram dengan suara monsternya setelah mendaratkan sepatu kets hitamnya tepat diwajah orang yang baru saja datang itu.

"Halo ayah." Ucapan Minato barusan membuat semua mata tertuju padanya.

'Ayah?' Batin Uchiha bersaudara kompak.

"Che! Mana sudi aku mengakui orang seperti itu sebagai ayah!" Kyuubi menatap tajam laki-laki yang mulai menunjukan wajah memelas dan air mata yang mulai beruraian.

"Hiks.. te –tega sekali dirimu wahai anak keduaku~ hiks..."

Iiih, sumpah ingin sekali Kyuubi menendang jauh-jauh laki-laki yang bersimpuh berjarak satu meter darinya itu jika saja delikan Minato tak terarah padanya.

'Selamat datang, Gai sama." Suara baritone itu terdengar dari sang kepala keluarga Uchiha. Tatapan protes langsung ditunjukan Itachi dan Sasuke. Memanggil orang aneh di depannya ini dengan –sama. Tidak ada yang terlalu pantas untuk hal itu.

"Ah~ Hai~ Fugaku kun~" Laki-laki bernama Gai itu melambai pada Fugaku dan mengusap ingus juga air mata yang sudah seperti sungainya. "Kau masih tampan seperti biasanya, Ah~ masa muda yang indah~"

"Otou san –itu?" Sasuke melirik ayahnya dengan keringat dingin yang sudah membanjiri lehernya namun tatapan Fugaku yang seolah berkata 'terima saja nasib jika kau masih mau merasakan lubang Naruto' membuat Sasuke bungkam dan harus mengutuk dirinya karena –BAGAIMANA makhluk hijau itu bisa MENGHASILKAN makhuk kuning, kuning, merah yang harus ia akui begitu penuh pesona dan memikat.

Errr... sepertinya Sasuke lebih memilih untuk tidak mengetahuinya.

.

.

.

.

.

End –Tamat- Udah selesai!

A/N : Asjatim?! Apa yang kutulis ini?! Sumpah! Harusnya ini kupublish september kemaren pas tanggal 28! Buat ultah yang request ini fiksi! Suer dah! -.-v

Tapi malah molor jauuuuuh banget dari perkiraan -_-"a

eeer... hiks, Kara chan~ maaf~ Gomennasai~ T,T. Bener deh, nggak maksud lupa ato apa-apa. Tapi karena aku ini harus belajar dan harus kena WB dadakan saat UTS begini... jadinya molor pake banget T^T...

Walau telat pake super... tapi~... HBD XDV

Selamat ulang tahun juga untuk Naruto Uzumaki~, ah~ Adikku tersayang~ #plakkk!

.

Gomen ne, kalau chapter terakhir ini mengecewakan m-,-m

.

Ah! Satu lagi... nggak maksud ya buat menistakan Gai sensei XD

.

.

Mind to review?