~Love In The Ice~

..Sekuel..

Cast : Dong Bang Shin Ki

Warn : Typo's, semi-CANON

Yunho POV

.

.

.

" Noona, aku ingin pulang lebih cepat hari ini. Bisakah jadwal syuting hari ini dipercepat? Atau bahkan ditunda?" aku bertanya pada coordi-ku dengan gusar dan gelisah di dalam hatiku.

Coordi noona hanya memberikan senyuman penuh arti sambil menggelengkan kepalanya dengan lambat.

Lagi - lagi harus seperti ini.

Menyesal tanpa syarat.

Kesal tanpa arti.

Hari ini adalah hari rabu. Aku ingin sekali melihat Changminku di televisi. Melihat tawanya yang manis. Melihat candanya dan senyumannya yang selalu bisa membuatku terkagum – kagum akan pesonanya.

Tunggu, apa tadi kubilang?

Changminku?

Ya, setidaknya begitu kata hatiku.

Walaupun pada kenyataannya tidak begitu.

Aku mungkin bukan siapa - siapa baginya.

Atau mungkin, ia hanya menganggapku sebagai Leadernya?

Entahlah..

Ia tak pernah mengatakan apapun tentang hal ini.

Bahkan saat interview salah satu majalah, ketika aku mengatakan bahwa ia seperti rumahku, orang yang pertama kali akan aku bawa ke rumah baruku, atau orang yang akan selalu aku bawa kemanapun aku pergi, ia malah mengatakan sebaliknya.

Ia bilang bahwa ia tak mau datang ke rumah baruku. Bahkan ia tidak bisa mengungkapkan hubungan kami dengan jelas. Ia juga tidak bisa menetapkan kami bersahabat, bersaudara, atau apapun.

Mungkinkah aku memang tidak berarti sebagai siapapun di hatinya?

"Haaaah..." aku menghela nafasku panjang.

Waktu memang cepat sekali berlalu.

Tak terasa 10 tahun lebih kami bersama.

Dan sekarang, kami tinggal di apartemen yang terpisah.

Terpisah oleh jarak dan waktu.

Sedang apa ia sekarang?

Apa ia baik - baik saja?

Apa ia melakukan kegiatannya dengan baik?

" Yunho-ssi. Waktunya take.." PD-nim memanggilku untuk memulai shoot dramaku.

Ya, semenjak aku sibuk melakukan syuting drama dan Changmin sibuk dengan variety shownya, kami sulit sekali bertemu.

Kalaupun kami bertemu, pasti hanya untuk latihan ataupun perform.

Aku rindu sekali padanya.

Tidak bisakah ia meneleponku? Sedetik saja?

Haaaahh.. Tapi itu tidak mungkin sekali!

Ia akan sangat lebih dengan senang hati menelepon member Kyuline-nya dibanding dengan meneleponku.

Sekalinya menelepon, pasti hanya untuk menanyakan jadwal kami.

Dasar Changminnie-ku. Kau selalu bisa membuatku rindu setengah mati dan memikirkanmu sepanjang hari.

Tahukah kau, bahwa kau sudah menjadi canduku selama ini?

Tahukah kau, bahwa kau sangat berarti untukku?

Tahukah kau, bahwa aku, Jung Yunho, mencintaimu, Shim Changmin..

.

.

Malam itu aku pulang syuting lebih awal dari biasanya.

Hujan yang mengguyur kota Seoul sejak sore berhasil menghentikan jadwal syutingku yang harus diambil outdoor.

Terima kasih hujan.

Karenamu, aku bisa pulang lebih awal.

Kukemudikan mobil -KIA berwarna hitam-ku dengan kecepatan sedang.

Dengan hujan seperti ini, aku tidak ingin mengambil resiko membawa laju mobilku dengan kecepatan tinggi seperti yang biasa aku lakukan.

Kalau ada Changmin di sampingku, pasti ia akan memarahiku dan memukul bahuku dengan agak keras saat aku melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.

Ah.. Changmin..

Lagi - lagi dia yang ada di pikiranku.

Di saat hujan seperti ini, apa yang kau lakukan, Changdola?

Kalau kau sedang di apartemen, pasti saat ini kau sedang menatap hujan dari balik jendela kamarmu. Menyesapi bayang – bayang hujan yang dapat meneduhkan hatimu.

Kalau kau sedang di luar, pasti saat ini kau sedang menyesap kopi hangatmu. Espresso yang sama sekali tidak aku suka.

Aku melajukan mobilku memasuki basement apartemenku.

Sepi.

Namun banyak mobil terparkir di sana.

Mungkin memang hujan seperti ini membuat semua orang malas keluar.

Kulangkahkan kakiku dengan secepat kilat.

Ingin sekali rasanya segera merebahkan tubuh lelah ini di kasur yang kuyakin nyamannya tak terkira.

Berjalan cepat memasuki lift hingga kini memasuki ruang apatemenku.

Menginjakkan kakiku di lantai yang bersih.

" Hyung! Letakkan sepatumu di rak! Jangan bawa masuk sepatu kotormu!"

Aku selalu mengingat kata - kata omelan tersebut.

Selalu membuatku tersenyum sendiri saat mengingatnya. Hingga tanpa sadar aku pun menjadi terbiasa meletakkan sepatuku dengan rapi di rak sepatu.

Aku berjalan menuju satu - satunya kamar yang aku tempati.

Menemukan sebuah jendela kamarku yang belum tertutup tirai. Untung saja jendela itu dalam keadaan tertutup. Kalau tidak, kamarku pasti sudah banjir sedari tadi.

Kuhampiri jendela itu.

Namun saat aku akan menutup tirainya, lagi - lagi aku teringat pada orang itu.

Maka kuurungkan niatku dan kubiarkan saja tirai itu terbuka.

Dan merebahkan badanku di atas kasur empukku.

Bisa kuperhatikan hujan dari balik jendela.

Membayangkan seseorang berdiri di sana. Menyesapi bayangannya.

Sakit.

Selalu saja seperti ini.

Kupejamkan mataku erat - erat.

Dan kejadian kala itu kembali tersirat.

Saat dimana kami, Dong Bang Shin Ki masih beranggotakan lima orang.


*flashback*

" Kalian bicarakan saja dulu dengan orang tua kalian. Tapi aku harap kalian bisa memberikan jawaban secepatnya.." Lee Soo Man baru saja memberi pengarahan mengenai kontrak eksklusif 13 tahun kepada kami, member Dong Bang Shin Ki.

" Yunho.. "panggil Lee Soo Man padaku "..aku ingin bicara denganmu.."

Mendengar ucapan Lee Soo Man yang hampir terdengar seperti perintah tersebut, membuat para member DBSK yang lain izin keluar ruangan dan meninggalkanku yang kini hanya berdua dengan Lee Soo Man di ruangannya.

" Mengenai kontrak ini.. Kau pasti tidak akan menolak kan?" tanya Lee Soo Man yang lagi - lagi ditangkap indera pendengaranku seperti sebuah perintah.

" Kau seorang Leader dari sebuah boyband yang akan kubuat bertaraf internasional. Bayangkan itu, Yunho.. Apa kau mau melepaskan impian yang selama ini kau idam - idamkan?"

" Tentu saja tidak.." jawabku yakin seyakin- yakinnya, setidaknya untuk saat itu.

" Kalau begitu, kuucapkan selamat bergabung di SMTOWN!"ujar Lee Soo Man yang kini mengulurkan tangan kanannya ke arahku, walaupun aku belum menjawab pertanyaannya yang pertama tadi.

Dan tanpa berkata apapun, segera kusambut uluran tangan hangat itu dengan senang hati dan secercah senyum harapan di wajahku.

.

.

" Bagaimana, Yun? Kau menerima kontrak ini?" tanya Jaejoong padaku

" Iya. Bagaimana dengan yang lain?" tanyaku balik ke Jaejoong

" Aku sudah tanya pada Junsu.. Dia bilang keluarganya mendukung sekali. Dan Yoochun, ia bilang, ini akan menjadi suatu hal yang sangat berarti dalam hidupnya untuk membantu adik kesayangannya.." jelas Jaejoong sambil berusaha mengingat - ingat percakapannya dengan yang lain.

Maklum saja, Jaejoong adalah tipe yang sangat antusias dalam menghadapi apapun. Jadi, dapat dipastikan, ia pasti seperti seorang reporter berita yang akan merangkum semua jawaban member grup kami.

"Bagaimana denganmu sendiri, Jae?" tanyaku lagi padanya

" Menurutmu, bagaimana?" Jaejoong kini tersenyum ganjil ke arahku sementara aku hanya bisa menatapnya bingung.

" Ayolaaah~.. Ini bukan pertama kalinya kita dalam satu grup,Yun.. Kau pasti tahu apa jawabanku.." jawab Jaejoong lagi - lagi dengan senyum yang tak hilang dari wajahnya.

" Tentu saja aku tahu.. Kau kan tidak mau berpisah denganku.. Makanya, kau pasti akan menerima kontrak ini.." ejekku sambil menjulurkan lidah ke arahnya.

" Ish!" Jaejoong memukul ringan bahuku.

" Tapi Jae, bagaimana kalau akhirnya grup ini akan berakhir sama seperti grup Four Season? Aku sedikit ragu.." ucapku lemah

" Tenanglah, Yun.. Lee Soo Man-sunbaenim kan sudah berjanji pada kita.. Bahwa grup ini sungguh berbeda dari grup Four Season kita dulu.. Aku yakin, dengan grup yang sekarang ini, kita akan menjadi bintang besar!" ucap Jaejoong dengan mantap dan yakin dengan kilat cahaya di titik matanya. Benar – benar menunjukkan sifat optimistisnya selama ini.

" Lalu bagaimana dengan si maknae itu?" tanyaku mulai khawatir pada maknae member grup kami yang sama sekali tidak dekat denganku itu.

" Kalau soal Minnie, tenang saja.. Ibunya itu penggemar Boa.. Jadi ia pasti akan setuju dengan kontrak ini.."

Entah kenapa, jawaban Jaejoong sungguh membuatku malah merasa khawatir dengan si maknae. Pasalnya, aku sama sekali tidak pernah melihat Changmin benar- benar bahagia atau setidaknya menikmati sesi latihan kami.

Aku takut, kalau selama ini, ia sebenarnya tidak sungguh - sungguh ingin berada di grup ini. Aku takut kalau ternyata alasannya bergabung dengan SMent hanya karena dorongan dari ibunya.

.

.

Malam itu aku terbangun pukul 11 malam.

Dan aku beranjak ke dapur hanya untuk mengambil segelas air putih untuk membasahi tenggorokanku yang terasa amat kering.

Hingga tiba - tiba saja titik mataku melihat sesosok bayangan di dapur, di depan kulkas lebih tepatnya.

" Astaga!" pekik orang itu saat melihatku

" Kau sedang apa?" tanyaku bingung mendapati Changmin yang hanya berdiri mematung di depan kulkas yang terbuka.

" Aku lapar, hyung.." ucap anak itu dengan wajah yang datar.

Aku mengernyitkan dahiku dan mengintip ke arah kulkas.

Tidak ada makanan di dalam sana.

" Sudahlah.. Tahan saja sampai besok pagi! Lagipula, tadi kan kau sudah menghabiskan porsi nasi Yoochun saat makan malam.. " ucapku santai sambil menuang air segelas dan segera meminumnya.

" Hyung.. " tiba - tiba saja Changmin menggenggam lenganku " pinjami aku uang.. dari celenganmu itu.." Changmin menunjuk ke arah pojok dapur, dimana terdapat galon yang berisi uang logam yang sudah kukumpulkan sejak pertama kali aku training di SMent.

" Ada apa, Minnie?" tanya Jaejoong yang baru saja keluar kamar dan mendapati maknae itu sedang merengek pada Yunho.

" Aku lapar.." ucap Changmin dengan nada yang sedih namun tetap dengan ekspresi yang datar.

" Ayo ikut aku.. " ajak Jaejoong pada Changmin yang sedetik kemudian akhirnya melepaskan lenganku dan berjalan mengikuti Jaejoong ke arah pintu dorm.

" Kau mau kemana, Jae?" tanyaku mulai khawatir. Aku bisa saja meminjamkan uangku pada Changmin agar ia bisa membeli makanan. Tapi aku harus bertindak tegas padanya.

Ia tidak bisa seenaknya menguras tabunganku hanya untuk mengisi perut lebarnya itu.

" Kita akan jalan - jalan sebentar.." ucap Jaejoong tanpa menoleh sedikitpun padaku.

Aku rasa, si maknae itu akan aman jika ia pergi dengan Jaejoong.

Aku pun beranjak menuju kamarku dan melanjutkan tidur.

.

.

*Author POV*

" Hyung, kita mau kemana?" tanya Changmin pada Jaejoong yang kini berlari - lari kecil alias jogging. Dan dengan terpaksa, Changmin mengikuti jejak Jaejoong dengan berlari - lari kecil di sampingnya.

" Aku pernah dengar, di saat.. kau..ha.. lapar.. Kau.. bisa jogging..un..tuk.. menghilangkan.. rasa.. lapar.." ucap Jaejoong terengah - engah di sela - sela larinya.

Changmin hanya mengangguk kecil mendengar ucapan Jaejoong.

" Kita.. tidak.. boleh.. makan.. banyak.. Minnie.. Kau.. tahu.. kan, SM ingin.. kita.. tampil sempurna.. Sempurna, Minnie!"

Lagi - lagi Changmin hanya menanggapi Jaejoong dengan anggukan kecilnya. Changmin mengerti sekali maksud perkataan Jaejoong. Memang seperti itulah amanat yang diberikan kepada mereka. Mereka harus dapat memberikan penampilan se-menarik mungkin untuk mendapatkan kesan Idol yang luar biasa.

Jaejoong dan Changmin terus melanjutkan jogging di malam hari itu, hingga tiba - tiba saja, Changmin mencium aroma lezat yang menguar kuat dari sebuah restoran yang mereka lewati. Changmin pun menghentikan langkahnya secara instingtif.

" Ada apa, Minnie? Kenapa berhenti?" tanya Jaejoong yang heran melihat maknaenya berhenti berlari secara tiba - tiba.

Changmin yang mendapat pertanyaan Jaejoong hanya bisa menjawab dengan tatapan kosongnya.

" Wanginya harum.. Lezat.." jawab Changmin hampir menyerupai gumaman.

" Kau suka, Minnie?" tanya Jaejoong yang kini menatap dongsaengnya itu dengan tatapan yang sedih dan iba serta penuh kasih sayang.

Changmin hanya mengangguk lemah.

" Baiklah, kita lewati lagi restoran itu.." ucap Jaejoong yang kini merasakan sakit di hatinya. Ia ingin sekali membelikan Changmin makanan apapun dari restoran itu. Tapi apa daya, saat ini ia sendiri pun tak punya uang.

Hingga akhirnya, kini Jaejoong dan Changmin berdiam diri di depan restoran itu.

Hanya untuk menyesapi aroma lezat yang keluar dari restoran tersebut.

Hingga restoran itu tutup.

*Author POV end*

.

.

Entah kenapa aku jadi gelisah seperti ini.

Tidak bisa melanjutkan tidurku yang tadi sempat tertunda.

Memikirkan anak itu.

Ya, anak itu.

Kenapa wajahnya selalu terbayang di kepalaku?

Bagaimana ia sekarang?

Apa yang sedang dilakukannya dengan Jaejoong sekarang?

Dan demi Tuhan! Ini sudah pukul 1 dini hari!

Kenapa mereka belum juga pulang?

Akhirnya aku memutuskan untuk bangkit dari ranjangku dan menunggu Jaejoong dan anak itu di depan tv.

Anak itu, bahkan tanpa menyebut namanya pun aku bisa membayangkannya dengan jelas.

Bagaimana ekspresi datarnya. Bagaimana caranya makan. Bagaimana suara rendahnya saat ia bicara. Bagaimana suaranya bisa mendadak tinggi sekali saat ia bernyanyi.

Arrrghhh..

Kau membuatku gila, Shim Changmin!

Cklek!

Pintu dorm terbuka dengan perlahan.

Dan ia di sana.

Anak itu!

Dengan mata bulatnya dan hidung mancung serta bibir lebarnya, berjalan memasuki ruangan dengan tidak semangat.

" Kau darimana saja?" aku bertanya pada anak itu dengan nada yang kubuat setenang mungkin. Padahal saat ini, jantungku tiba – tiba saja berdetak dengan liar. Antusias. Hanya dengan melihat anak itu.

Anak itu menatap lekat mataku sekarang. Dengan mata bulatnya yang dihiasi bulu mata yang panjang dan lentik. Dengan orbs coklat di dalam matanya.

Indah.

Satu kata yang bisa kugambarkan hanya dengan melihat matanya.

" Aku lelah.. " bibir plump lebarnya hanya berkata lirih seperti itu.

Dan itu cukup sukses membuat darahku berdesir mendengarnya.

" Sudahlah, Yun.. Biarkan Minnie istirahat.." ucap Jaejoong lembut dan sama tidak bergairahnya dengan nada suara Changmin.

Aku hanya menatap heran kedua punggung yang kini memasuki kamar mereka masing - masing.

Changmin

Tak tahukah betapa khawatirnya diriku padamu?

Aaaahh...

Apa yang kupikirkan?

Mungkinkah aku jatuh cinta padanya?

Rasanya tidak mungkin.

.

.

.

Waktu cepat berlalu hingga kini tak terasa 5 tahun sudah grup ini menjalani aktivitas sebagai boyband nomor 1 di Asia, Dong Bang Shin Ki.

Ya, setidaknya begitu yang dilansir oleh Guiness World Record. Yang merekam banyaknya fans kami, Cassiopeia, sebagai fans terbanyak di seluruh Asia.

Akan tetapi, kenyataan tersebut tak mampu merubah pendirian ketiga orang member kami, Jaejoong-Yoochun-Junsu.

Mereka tidak bisa menepati janji mereka untuk tetap bersama kami.

Aku tahu ini salah.

Aku tetap pada pendirianku. Dan mereka tetap pada pendirian mereka.

" Minnie, kau mau ikut kami?" tanya Jaejoong lembut pada Changmin.

Kulihat raut wajah yang serius pada sang maknae.

Ini pertama kalinya aku melihat ekspresi wajahnya yang nyata. Tanpa ditutup - tutupi. Tanpa poker face-nya.

" Haruskah seperti ini, hyung?" wajah serius Changmin sudah berubah sekarang. Mata bulatnya berkaca - kaca seperti menahan tangis.

Kuperhatikan Jaejoong yang menatap Changmin dengan iba dan penuh kasih sayang seperti biasa. Yoochun bahkan sudah mengeluarkan air matanya sekarang. Dan Junsu, ia hanya menunduk menatap kakinya yang tidak apa - apa.

Ya, kami berlima. Untuk saat ini.

Kami memang masih berlima.

Di backstage ini.

Di balik panggung Asia Tour kami.

Di China.

Haruskah seperti ini?

Aku ingin sekali mengulangi pertanyaan Changmin.

Tapi percuma.

Tidak akan ada gunanya.

" Minnie, bagaimana?" tanya Jaejoong lagi dengan nada lembutnya.

Aku tahu pasti. Ia sangat menyayangi sang maknae.

Mungkin tidak apa - apa baginya mninggalkanku.

Tapi aku tahu pasti. Jaejoong sungguh tidak ingin meninggalkan dongsaeng kesayangannya itu.

Tapi aku pun sama begitu.

Aku tak akan sanggup jika harus ditinggalkan olehnya. Hanya dengan olehnya.

Ya Tuhan..

Aku mohon..

Berikanlah setidaknya Changmin untukku.

Hanya ia yang aku inginkan.

Hanya dengannya aku bisa bertahan.

" Maaf, hyung.. Aku tidak bisa ikut dengan kalian.." jawab Changmin dengan tegas.

Dan setidaknya.

Itu membuatku lega.

Changmin memilihku.

Ia menginginkan aku.

*flashback end*


Tanpa sadar air mata sudah mengalir keluar dari mataku yang terpejam.

Waktu...

Waktu memang cepat sekali berlalu.

Seiring berlalunya waktuku bersamanya.

Meskipun saat ini aku bersama dengan orang yang kucintai.

Sekalipun, aku tak berani mengungkapkan perasaanku padanya.

Sang belahan jiwaku.

Shim Changmin

Drrrt drrrrt drrrrrrrt

~Nugurado angoitneun sangcheoman kipheun hansumeul (Everyone has scars and heavy sighs)
~Kkeuleoana jul su itneun keu kongganeul chatgoisseo (I'm trying to find that space in time when I can draw you into my arms)
~Na deon hansaram keudaeyaegaeman. soksagineun seollaeimae nuni bushin (I can't believe how just whispering to you make me so nervous)
~Naae saesangi dwaeyeo kyeothae isseulthaeni (Till we can be together in my world)

Ponselku bergetar dan melantunkan nada ringtone yang selalu saja membuatku rindu akan sang penulis lirik lagu tersebut.

Segera saja kuraih ponselku dan kukeluarkan dari saku celanaku.

Melihat ke layarnya.

Dan menemukan namanya di sana. Belahan Jiwaku. Separuh hatiku. Cinta sejatiku. Penulis lirik Love In The Ice, yang mengungkapkan cinta kita.

My Changdola..

Kugeser tombol hijau di hanphone layar sentuhku. Dan segera kudengar desahan nafasnya di seberang sana.

" Hyung.. "

" Aku tahu, Changdola.. Kau tidak perlu mengatakannya.. "

"..."

" Kau pasti hanya ingin menanyakan jadwal besok.." kudengar ia menghela nafasnya di seberang sana "...Besok.. kita ada jadwal pemotretan jam 7 malam.. "

" Pabboya.. " kudengar samar - samar suara Changmin di seberang sana.

" Apa? Kau bilang apa tadi barusan?" tanyaku ragu

" Kau bodoh!"

" Yah! Changdola! Apa yang kau kat-"

" Aku mencintaimu!"

Deg!

" Apa? " jantungku kini sudah berdetak memburu, mengantisipasi kalimat yang tak jelas kudengar itu.

"..."

" Yah! Shim Changmin!"

"..."

Kulihat layar di ponselku dan ternyata Changmin sudah memutuskan hubungan telepon kami.

Dasar bocah siala—

Tunggu!

Tadi apa yang ia katakan?

Apa aku salah dengar?

Kenapa ia harus bicara saat aku sedang bicara sih?!

Ah, kutanyakan lagi saja padanya

Kutekan speed dial nomor 1 di handphoneku.

My Changdola

~Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan~

Ah Shit!

Ada apa dengan anak itu?

Kenapa tiba - tiba saja mematikan ponselnya?

Anak itu.

Shim Changmin.

Changminku.

Ah, manis sekali memanggilnya seperti itu.

Seandainya ia tahu perasaanku yang sebenarnya terhadapnya.

Kupejamkan mataku erat – erat. Membayangkan kehadirannya selama ini di sampingku. Menggerutu tak jelas. Mengomel tak jelas. Dan seringkali tersenyum dan tersipu tak jelas di sampingku.

Perasaan yang sudah lama kupendam bertahun - tahun lamanya.

Shim Changmin, aku ingin sekali memelukmu saat ini.

Aku ingin sekali menggenggam hangat jemarimu.

Menatap mata bulatmu yang memandangku teduh.

Shim Changmin, tak tahukah kau, bahwa aku tersiksa dengan perasaan cintaku ini?

Shim Changmin, aku ingin sekali merubah namamu menjadi sepertiku

Sungguh, aku ingin kau tahu.

Bahwa aku, Jung Yunho, amat sangat mencintaimu, sepenuh hatiku.

Aku masih tidak ingin membuka mataku saat ini.

Walaupun air mata sudah mengalir dengan deras di pipiku.

Aku tidak ingin membuka mataku.

Aku takut..

Aku takut menerima kenyataan.

Bahwa kau..

Duniaku..

Rumahku...

Cintaku...

Tidak ada di sampingku saat ini.

Shim Changmin, aku mencintaimu.

Aku membutuhkanmu lebih dari apapun di dunia ini.

Lebih dari siapapun di dunia ini.

~nanachan~

.

.

Sekuel dari Love In The Ice, dimana di fanfic ini author kasih dari sudut pandang Yunho

Bagaimana?

Iya, author tahu kok.. Pasti masih kesel kaan gara – gara Homin-nya belum bersatu?

Soalnya ff ini sebenernya promt-nya dari ChangminLuver, trus aku yang bikin ficnya. Dan di ff kmrn, di awal itu aku ksh tau site ff ini, english vers. di asianfanficsdotcom, tapi ternyata gak muncul.

Dan utk ff I'm Sorry, I Love You.. Itu udah jauh banget dari cerita yang author pengen bikin. Dan buat naikin rate, kayaknya susssah bgt. Baru pengen ketik yadongannya, udah ngeblank T.T

Mianhada, Saranghamnida *deep bow*

Last, gimme some review please... Masih ada yang mau lanjut?