My Guardian Angel – SiBum version

Siwon belongs to Kibum and Kibum belongs to Siwon

Man!Siwon x Girl!Kibum

"Berhentilah hidup seperti ini. Aku perduli padamu, bahkan disaat mereka semua pergi meninggalkanmu. Lihatlah aku disini dan datanglah kepadaku saat kau mulai enyadari kehadiranku. Aku janji, aku takkan pergi kemana pun. Aku menunggumu demi kehidupan kita di masa depan."

Warning!

GS | OOC | abal | Typo(s) | non EYD

Dont like, Dont read!

.

.

Happy reading

.

.

"Aaarrgghhh! Sial!"

PRANG ~

"Cho Kyuhyun! Kau telah mengambil milikku! Akan ku ambil kembali dia!"

Seorang laki-laki tampan nan gagah yang selalu berpenampilan rapi, kini terlihat berantakan. Rambutnya yang acak-acakan karena ulah tangannya sendiri. Jas hitam yang ia sebelumnya ia gunakan telah berserakan di lantai. Kemeja yang tadinya rapi kini telah terbuka dua kancing diatasnya. Dasi yang terikat di lehernya pun telah ia longgarkan. Sungguh, ini bukan pribadi pria tampan itu. Choi Siwon. Ya, lelaki yang mengerang karena menahan amarahnya kini.

Sepulang dari pesta ulang tahun perusahaan koleganya, ia terlihat marah dan frustasi. Terlihat dari matanya, berkobar-kobar perasaan obsesi yang sangat kuat. Sesekali ia mengumpat kasar dan menyerukan nama seseorang, Cho Kyuhyun, sahabat sekaligus rekan bisnisnya.

Drrtt... Drrtt...

Terdengar suara getaran dari ponsel miliknya yang masih berada di kantong celananya. Dengan kasar ia merogoh ponsel itu dan melihat caller id yang meneleponnya.

"Kibum? Ada apa dia menelepon malam-malam begini?" tanyanya pada dirinya sendiri. Segera ia menekan ikon berwarna hijau dan menggesernya ke kanan.

"Yeobosseyo?" sapa seseorang dari seberang telepon, Kibum.

"Ne. Wae geurae, Kibum-ssi?" tanya Siwon dengan nada yang cukup kasar, mengingat ia masih dalam keadaan emosi.

"Eum... maaf mengganggumu, Siwon-ssi. Aku... aku hanya ingin memastikan keadaanmu sekarang," jawab wanita itu.

"Untuk apa kau mengetahuinya?"

"Aku...ah, tiba-tiba aku merasa khawatir dan aku langsung ingat kau. Entahlah, aku sendiri juga tak mengerti."

"Tch! Kau ini payah sekali! Jangan berlagak seolah kau perduli dan khawatir padaku! Aku tak butuh itu!"

"Ta-tapi..."

Tuut tuut tuut...

Percakapan itu terhenti. Secara sepihak, Siwon memutuskan panggilan itu tanpa mengetahui bagaimana perasaan wanita yang baru saja meneleponnya.

"Kau khawatir padaku, eoh? Jika kekhawatiranmu itu dapat mengembalikan Sungmin-ku, maka aku akan berbaik hati menerimanya, Kim kibum," geram Siwon.

Sesekali masih terdengar erangan kemarahan dari dalam kamar itu. Entah bagaimana keadaan kamar tersebut, tapi dapat dipastikan kamar tersebut tak jauh beda dengan 'kapal pecah'. Sangat sangat berantakan.

"Tch! Kau ini payah sekali! Jangan berlagak seolah kau perduli dan khawatir padaku! Aku tak butuh itu!"

Kata-kata yang cukup menyakitkan hati masih terngiang jelas ditelinga wanita muda itu, sebut saja Kim Kibum. Kibum baru saja menelepon Siwon, atasannya sekaligus orang yang ia cintai. Entah mengapa, setelah melihat Siwon keluar dari pesta beberapa jam lalu, rasa khawatir mendominasi perasaannya. Mungkin ia tak mengenal Lee Sungmin, wanita yang mendampingi Cho Kyuhyun –rekan bisnis atasannya. Tapi ia bukan wanita bodoh. Ia tahu bagaimana Siwon menatap Sungmin. Penuh dengan perasaan cinta dan obsesi.

Sesekali ia memukul pelan dada kirinya. Berharap rasa sakit dan sesak itu segera hilang.

"Hiks..."

Isakan menyakitkan dari bibir Kibum pun terdengar.

"Mianhae. Aku... aku tak bermaksud mencampuri urusanmu. Tapi, aku memang perduli padamu, Choi Siwon. Hiks..."

Ini sudah kesekian kalinya, Kibum menangis lirih seperti ini. Sejak ia menyadari bahwa ia mencintai Choi Siwon. Dan ini sudah kesekian kalinya ia dimaki oleh laki-laki itu. Sakit hati? Tentu saja. Tapi, Tuhan sangat baik padanya. Ia diberi kesabaran dan kekuatan untuk mengahadapi sikap Siwon yang 'labil'. Sesakit apapun hatinya, ia tetap mencintai laki-laki itu. Tuhan memberkatimu, Kim Kibum.

Karena kelelahan menangis, Kibum pun tertidur tanpa mau bangkit dari duduknya di pinggir ranjang.

.

.

SiBum

.

.

Bias-bias matahari mulai masuk ke celah-celah kamar berantakan milik Choi Siwon. Sedikit bias cahaya itu mengenai wajah berantakan laki-laki itu, sehingga dengan enggan ia membuka matanya.

"Eungh.. sudah pagi?"

Tentu saja hari telah berganti dan matahari telah kembali menyinari bumi, Choi Siwon. Sejak kapan kau jadi konyol seperti ini?, rutuknya dalam hati.

Ting tong... Ting tong...

Suara bel apartementnya membuat Siwon bangkit dari sofa yang ia gunakan untuk tidur semalam. Ia menatap sekeliling kamarnya, meringis sesaat mengingat 'aksi' yang ia lakukan semalam.

Ting tong... Ting tong...

Suara bel kembali menyadarkan Siwon. "Tch! Pasti wanita itu! Kenapa dia suka sekali datang untuk menggangguku?" umpat Siwon.

Ia segera membuka pintu apartementnya. Benar saja, wanita itu –Kibum kini berdiri dihadapannya dengan dua kantong plastik di kedua tangannya. Kibum meringis pelan melihat penampilan berantakan lelaki dihadapannya.

"Ada apa kau kemari?" tanya Siwon to the point tanpa peduli apa yang ada dipikiran Kibum saat melihat penampilannya sekarang.

Kibum mengangkat kantong plastik ditangannya. "Aku baru saja berbelanja. Kebetulan aku melewati apartementmu. Jadi, aku putuskan untuk mampir. Boleh aku masuk?"

Siwon mengernyitkan keningnya. Sedikit tak percaya dengan jawaban Kibum. Alasan klasik, batin Siwon. Ia menggeser tubuhnya, agar Kibum dapat masuk ke apartementnya. Tanpa meminta izin pada tuan rumah, Kibum langsung melesat ke dapur. Seolah apartement ini miliknya juga.

"Aku tahu kau baru bangun tidur. Lekas mandi. Aku akan membuatkan sarapan untukmu," ucap Kibum, sebelum Siwon bertanya padanya. Kibum tahu, ia akan ditanya macam-macam dan sedikit caci maki dari mulut Siwon. Dia tak mau ambil pusing. Niat baiknya harus terlaksana.

Siwon masih bersandar pada dinding dekat pintu dapur. Ia memperhatikan bagaimana Kibum mengeluarkan belanjaannya, mencuci sayur dan buah yang ia beli, memotong daging beserta bahan lainnya, menyalakan kompor listrik dan meletakkan panci diatasnya. "Kenapa kau suka sekali datang kemari hanya untuk membuatkanku sarapan?" tanya Siwon akhirnya.

Tanpa menghentikan kegiatannya, Kibum menjawab, "Entahlah, aku hanya melakukan apa yang membuatku senang."

"Apa kau tak punya kegiatan lain selain 'mengganggu'-ku setiap pagi?"

"Sayangnya, tidak. Sudah, lebih baik kau cepat mandi. Selesai mandi, sarapanmu akan siap."

"Kau bukan pembantuku."

"Tapi aku temanmu."

"Sejak kapan? Bahkan kau baru dua bulan bekerja sebagai sekertarisku."

"Sejak kau menerimaku sebagai sekertarismu."

"Apa kau selalu seperti itu pada atasanmu?"

"Apa maksudmu?" Kini, Kibum menghentikan kegiatannya sejenak dan beralih menatap Siwon. Sedikit dia tersinggung dengan perkataan lelaki itu.

"Apa ditempatmu bekerja dulu, kau selalu datang pagi-pagi dan membuatkan atasanmu sarapan di rumahnya?"

"Tidak. Baru kau saja." Kibum kembali melanjutkan kegiatannya.

"Kau menyukaiku. Jujur saja."

"Kau menyalahartikan kebaikanku, tuan Choi."

"Ini yang terakhir. Jangan lagi kau datang kemari dan merepotkan dirimu sendiri. Aku bisa membuat sarapan untukku sendiri."

"Entahlah, aku tak bisa berjanji akan hal itu. Satu lagi, kau takkan bisa membuat sarapan dengan keadaan dirimu yang kacau. Sudah, lebih baik kau mandi. Sarapanmu sebentar lagi matang."

Siwon memutar bola matanya. Berdebat dengan wanita keras kepala seperti Kibum takkan ada habisnya. Lebih baik ia segera mandi, tubuhnya benar-benar lengket.

Setelah Siwon kembali ke kamarnya, terdengar isakan kecil dari dapur itu. Ya, lagi-lagi wanita itu menangis. Sejak tadi, ia menahan isakannya. Cukup pintar untuk menutupi perasaanya. Setelah ia mencuci tangannya, ia mengambil tisu yang ada di meja makan dan mengusap air matanya. Jangan sampai Siwon melihatnya menangis.

. . SiBum . .

"Mana sarapanmu?" tanya Siwon saat ia melihat Kibum hanya meletakkan satu piring di meja makan itu.

"Aku kemari kan untuk menyiapkan sarapanmu, bukan sarapanku. Aku masih tahu diri, tuan Choi," jawab Kibum sambil meletakkan secangkir teh di samping piring Siwon.

"Hhh... Aku seperti memanfaatkanmu."

"Aku tidak merasa seperti itu. Aku senang membantu temanku. Makanlah. Aku akan membersihkan 'kekacauan' yang aku buat tadi. Hehehehe." Kibum meninggalkan Siwon di meja makan dan ia mulai mencuci peralatan masak yang ia gunakan tadi. Ia tak mendengar bunyi dentingan garpu dari arah meja makan.

"Kenapa tak kau makan? Apa masakanku terlihat tak enak? Atau kau ingin sarapan dengan menu lain?" tanya Kibum sambil menengok ke arah Siwon. Ia melihat Siwon menundukan kepala sambil melihat menu sarapan yang baru saja ia buat.

Terdengar helaan nafas berat dari laki-laki itu sebelum ia memakan sarapannya. Kibum tersenyum kecil melihatnya. Sekasar-kasarnya Choi Siwon padanya, lelaki itu tetap akan menghargai apa yang ia lakukan, kecuali kekhawatiran Kibum pada laki-laki itu.

Siwon telah menyelesaikan sarapannya. Ia hendak beranjak untuk meletakkan piring dan cangkir ke wastafel, tapi Kibum lebih dulu melakukannya. Wanita itu kembali mencuci peralatan makan Siwon.

"Berhentilah melakukan itu. Aku merasa kau sedang mencoba untuk menarik perhatianku."

"Tidak, aku tak pernah bermaksud seperti itu."

"Aku bisa mengurus diriku sendiri."

"Kau lupa? Manusia takkan bisa hidup sendiri. Mereka pasti mebutuhkan bantuan orang lain. Ya, seperti yang kulakukan sekarang ini."

"Kau pintar sekali bersilat lidah."

"Terima kasih, aku anggap itu pujian darimu."

"Jika kau terus seperti ini, lebih baik aku pindah apartement," gumam Siwon.

"Eih? Kenapa?" tanya Kibum sambil melepas apron miliknya –yang yang sengaja ia bawa– dari tubuhnya.

"Supaya tak ada lagi yang menggangguku di pagi hari dan membuatkanku sarapan."

"Kau tak nyaman?"

"Sangat tidak nyaman."

"Jika kau bisa merubah kebiasaanmu yaitu bermain wanita di luar sana dan kau bisa hidup lebih baik dari sekarang, aku berjanji takkan lagi mengganggumu."

"Mwoya? Bermain wanita? Lancang sekali ucapanmu itu."

"Maaf, tapi aku hanya mengatakan apa yang aku lihat dan aku dengar."

"Tch! Sok tahu sekali kau, Kim Kibum."

"Tidak tidak. Sudah kubilang, aku hanya mengatakan apa yang aku lihat dan aku dengar. Bukan apa yang aku pikirkan," kilah Kibum. "Ah, karena sekarang hari minggu, apa kau tak ada rencana untuk berpergian?"

"Tidak."

"Kenapa?"

"Bukan urusanmu."

"Ah, pasti kau akan berkencan dengan banyak wanita."

"Aku tidak se-playboy itu!"

"Lalu?"

"Aish, sudahlah, berbicara dengan mu hanya akan menghabiskan tenagaku saja. Lebih baik sekarag kau pulang. Aku tak ingin orang tuamu khawatir karena anak gadisnya kabur ke rumah bosnya," usir Siwon sambil menarik tangan Kibum. Mendengar kata "orang tua", Kibum langsung terdiam. Oh, gawat! Matanya kembali berair.

"Orang tuaku takkan mungkin mengkhawatirkanku," gumam Kibum lirih, namun terdengar oleh telinga Siwon. Siwon mengerutkan keningnya. Kenapa suaranya jadi sepelan itu?, tanya Siwon dalam hati. Ingin Siwon menanyakan 'kenapa?' tapi gengsinya cukup tinggi, sehingga ia hanya dapat menerka-nerka.

"Lepaskan tanganmu. Aku bisa keluar sendiri tanpa perlu kau tarik seperti ini."

Sebersit perasaan aneh hinggap di diri Siwon. Entahlah, tiba-tiba laki-laki itu merasa bersalah pada Kibum.

"Baiklah." Siwon melepaskan genggaman tangannya. Sebentar ia melihat Kibum kembali ke dapur untuk mengambil tas lengannya. Mata elangnya menangkap sesuatu yang aneh dari wajah Kibum. Apa dia menangis?, tanya Siwon dalam hati. lagi, rasa bersalah itu semakin kentara.

"Maaf, jika kedatanganku mengganggumu. Terima kasih sudah meminjamkanku dapurmu untuk memasak. Aku pamit," kata Kibum seraya membungkukkan tubuhnya sedikit. Setelah ia memakai kembali sepatunya, segera ia keluar dari apartement itu.

Sedangkan Siwon, kini dia menyentuh dada kirinya. Tiba-tiba rasa sakit, sesak dan bersalah semakin terasa. "Tuhan, kenapa dengan diriku?"

Sepulang dari rumah Siwon, Kibum pergi tempat pemakaman setelah sebelumnya ia membeli bunga lily putih. Sampailah ia di depan dua batu nisan yang bertuliskan nama kedia orang tuanya. Ia mulai berdoa, lalu membungkuk dan sujud lalu kembali berdiri. Memberi salam sekaligus penghormatan kepada orang tuanya. Iapun mulai mendekati makam orang tuanya.

"Annyeonghaseyo, abeoji, eommoni. Bagaimana kabar kalian disana? Ah, kalian pasti bahagia di surga sana," kata Kibum sambil tersenyum lirih. "Maafkan anakmu ini, abeoji, eommoni, karena aku tak menepati janjiku untuk tidak mendekati laki-laki itu lagi. Aku harap, kalian berdua mengerti, mengapa aku tak bisa menjauhinya. Kami memang berbeda. Tapi, kami merasakan hal yang sama. Kehilangan dan kesepian. Rasanya sangat tidak mengenakkan. Karena perasaan itu, dia menjadi tak percaya dengan perhatian dan keperdulian orang lain untuk dirinya. Aku hanya ingin menghapuskan persepsi itu. Aku ingin membuktikan bahwa masih ada yang perduli dengannya." Kibum menyeka sejenak airmatanya yang entah sejak kapan meleleh.

"Sepertinya aku terlalu banyak bicara. Tapi, suatu kemajuan bukan, abeoji, eommoni? Selama ini aku jarang sekali berbicara, bahkan dengan kalianpun begitu. Hari semakin siang. Aku pamit abeoji, eommoni. Selamat tinggal." Kibum meletakkan bunga yang sedaritadi ia pegang lalu membungkukkan tubuhnya, sebagai penghormatan terakhir.

. . SiBum . .

"Siang ini, anda akan meeting dengan Y&J coorporation. Sore hari, meeting dengan klien dari Jepang, Mr. Miyamoto. Setelahnya anda tidak ada jadwal lagi," terang Kibum mengenai jadwal atasannya, Choi Siwon.

"Baiklah, kau persiapkan materi yang akan kita presentasikan untuk dua pertemuan nanti," balas Siwon.

"Baik, sajangnim. Kalau begitu, saya mohon undur diri." Tak ada balasan ucapan dari Siwon, hanya anggukan kepala saja.

"Ah, Kibum-ssi," panggil Siwon tepat sebelum Kibum keluar dari ruangannya.

Kibum membalikkan tubuhnya, "Ya, sajangnim?"

Siwon mengangkat kepalanya agar dapat menatap Kibum yang masih berdiri di dekat pintu. Berfikir sejenak, berharap keputusannya tak salah. "Masalah kemarin, aku minta maaf," jawabnya.

"Masalah? Ah, lebih baik anda melupakannya, sajangnim. Masalah itu terjadi diluar pekerjaan. Jadi, saya rasa tak perlu dibicarakan saat ini," sahut Kibum sembari tersenyum.

Deg!

Siwon melihat senyuman itu. Sebersit rasa hangat menjalar di tubuhnya. Jantungnya pun berdetak tak karuan.

"Apa ada lagi yang ingin sajangnim katakan?" tanya Kibum memastikan.

"Tidak. Kau boleh keluar," perintah Siwon.

Blam~

Suara pintu yang ditutup menandakan Kibum telah keluar dari ruangannya. Siwon masih terdiam, seolah ia baru saja dihipnotis. Ya, dihipnotis oleh senyuman milik Kim Kibum.

"Lama-lama aku bisa gila," gumam Siwon. Setelah itu ia kembali mengerjakan pekerjaannya, walau terkadang bayangan Kibum yang tengah tersenyum masih berseliweran(?) di pikirannya.

Siang yang tak begitu terik, sedikit awan mendung menghiasi langit. Kini, Siwon dan Kibum telah sampai di restoran tempat mereka berdua bertemu dengan klien mereka dari Y&J coorporation.

"Jam berapa kita bertemu mereka?" tanya Siwon. Kibum segera membuka buku agenda yang terletak dipangkuannya sedari tadi.

"Jam 1, sajangnim," jawab Kibum. Siwon melirik jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya. '10 menit lagi,' batin Siwon.

"Lebih baik kau pesan minuman," perintah Siwon. Kibum mengangguk pelan lalu beranjak dari duduknya setelah ia menanyakan pesanan Siwon.

"Saya pesan Caramel Frappuccino dan Cranberry White Chocolate Mocha," pesan Kibum pada pelayan yang bertugas. Setelah selesai, Kibum membawa dua pesanan itu ke mejanya.

"Ini minuman anda, sajangnim." Kibum meletakkan gelas berisi minuman Siwon didepan Siwon. Siwon hanya bergumam seadanya.

Kring ~

Suara bel yang digantungkan di atas pintu restoran menandakan datangnya pelanggan berdentang saat seorang laki-laki tampan dan tinggi dengan penampilan formal memasuki restoran itu. Laki-laki itu segera melihat ke sekeliling restoran –mencari orang yang menunggunya. Setelah ia menemukan orang yang dicari, segera ia mendatangi meja tersebut.

"Selamat siang. Maaf, saya datang terlambat," kata laki-laki itu.

DEG!

Jantung Kibum seperti berhenti berdetak saat melihat wajah kliennya. 'Dia?!' batin Kibum.

Siwon beranjak dari duduknya dan menjabat tangan kliennya yang baru saja datang. Kibum pun bersikap profesional, dia juga ikut menjabat tangan kliennya. Entah hanya perasaannya saja, tapi dia melihat laki-laki itu menyeringai.

"Silahkan duduk. Kami juga baru saja tiba," sahut Siwon.

"Perkenalkan, saya Shim Changmin dari Y&J Coorporation. Saya menggantikan tuan Jung yang kebetulan berhalangan hadir di pertemuan ini, karena beliau mendadak harus ke kantor cabang yang ada di luar negeri," ucap laki-laki itu memperkenalkan diri.

"Baiklah, bagaimana jika kita mulai?" usul Siwon yang dijawab dengan anggukan kepala dari Changmin, kliennya. Siwon yang merasa tak ada pergerakan dari Kibum, segera menyenggol lengan Kibum. Kibum tersentak. Seakan menerima kode dari Siwon, Kibum segera memberikan proposal pada Changmin.

"Silahkan anda baca terlebih dahulu," ucap Kibum. Changmin membaca proposal itu dengan seksama. Setelah selesai, mereka mulai membahas kerja sama yang akan mereka jalin.

"Bagaimana kabarmu?" Terdengar pertanyaan keluar dari mulut Changmin. Kini hanya Kibum dan Changmin di meja ini. Siwon sedang pergi ke toilet sejak beberapa menit yang lalu.

"Baik," jawab Kibum seadanya.

"Kau tak ingin tahu bagaimana kabarku?"

"Tidak. Hanya dengan melihatmu kembali, aku sudah mengetahuinya."

"Sungguh mengecewakan. Aku kembali ke Korea dan tak ada sambutan hangat dari kekasihku sendiri."

"Tch! Siapa yang kau maksud kekasihmu, tuan Shim?"

"Tak perlu kuberitahu, kaupun tahu."

"Aku-bukan-kekasihmu-lagi, tuan Shim," ucap Kibum penuh penekanan.

"Benarkah? Bahkan aku ataupun kau belum melontarkan kata berpisah sejak terakhir kali kita bertemu."

"Kau pergi tanpa pamit sudah kuanggap sebagai ucapan perpisahan darimu, tuan Shim."

"Oh, ternyata terjadi salah paham, eoh?"

"Apa maksudmu?" Kibum mulai geram. Shim Changmin sama sekali tak berubah. Masih saja seenaknya.

"Wah, sepertinya kalian sangat akrab." Siwon telah kembali dari toilet

"Ya, seperti yang anda lihat, tuan Choi," sahut Changmin dengan smirk andalannya.

"Maaf, tuan Choi. Kita harus bertemu dengan Mr. Miyamoto sekarang," kata Kibum mengalihkan pembicaraan kedua bos dihadapannya ini.

Siwon mengernyit. "Benarkah? Wah, waktu berjalan begitu cepat. Baiklah, tuan Shim. Sampai disini pertemuan kita. Sampai jumpa di lain waktu." Siwon bangkit dari bangkunya, begitupun dengan KIbum dan Changmin. Saling berjabat tangan dan memberi sedikit senyuman. Dapat terlihat senyuman mengerikan itu saat Changmin menatap Kibum.

Sebelum Kibum benar-benar pergi meninggalkannya, Changmin mecekal lengan wanita itu. "Tunggu, noona," pintanya. Kibum terdiam, menunggu kata-kata apa yang akan diucapkan Changmin. "Hubungan kita belum berakhir. Takkan kubiarkan kau pergi. Ingat itu, noona." Changmin melepaskan cekalan tangannya setelah ia melanjutkan kata-katanya.

"Maaf, tapi perasaanku untukmu sudah mati, Shim Changmin. Aku permisi," pamit Kibum lalu pergi meninggalkannya yang menatap punggung wanita itu penuh luka.

"Bibirmu boleh mengatakan hal itu, Kibummie. Tapi, tidak dengan matamu. Aku masih bisa melihatnya. Cintamu untukku, Kibum. Ya, hanya untukku," gumam Changmin saat melihat Kibum-nya benar-benar pergi.

"Kau lamban sekali. Apa kau menggoda tuan Shim terlebih dahulu, eoh?" tanya Siwon saat Kibum baru saja masuk ke dalam mobilnya. Kibum mengernyitkan dahinya. "Apa maksud anda, sajangnim?"

"Aku tahu, kau itu pintar, Kibum-ssi. Jangan berpura-pura tak mengerti," jawab Siwon sambil menjalankan mobilnya meninggalkan restoran.

"Maaf, tapi saya memang tidak mengerti maksud anda, sajangnim."

"Tch. Lupakan! Sekarang katakan dimana kita akan bertemu dengan Mr. Miyamoto."

"Di kantor Mr. Miyamoto, sajangnim. Di Gwangju," jawab Kibum. Siwon kembali fokus pada jalanan, walaupun dikepalanya terdapat berbagai pertanyaan tentang hubungan sekertarisnya itu dengan Shim Changmin.

Mobil Porche berwarna kuning baru saja terparkir rapi dipinggir jalan dekat sebuah rumah. Sang pengemudi tak langsung turun setelah ia mematikan mesin mobilnya. Ia terlihat memperhatkan salah satu rumah dikomplek itu. Tak lama ia menunggu, ia melihat seorang wanita yang ia kenal tengah berjalan ke arah ruah yang sdaritadi ia perhatikan. Sebelum wanita itu masuk ke halaman rumahnya, segera ia keluar dari mobilnya dan berlari kearah wanita itu.

"Noona," panggilnya pada wanita itu. Wanita yang dipanggil 'noona' segera membalikkan tubuhnya. "Changmin-ssi," jawab wanita itu. Changmin tersenyum saat wanita itu –Kibum, menyebut namanya.

"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Changmin sopan. Kibum terlihat berpikir, "Apa yang ingin kau bicarakan? Jika itu tak penting, lebih baik kau pulang. Aku sangat lelah hari ini," jawab Kibum. Terdengar seperti penolakan. Namun, jangan panggil lelaki itu Shim Changmin jika ia tak bisa membuat Kibum berubah pikiran.

"Ini penting. Mengenai kejelasan hubungan kita."

"Kejelasan apa lagi? Kau meninggalkanku tanpa pamit lalu kau tak memberikan kabar selama kau pergi. Kau tahu, aku tak suka 'digantung'."

"Aku akan menjelaskan semuanya. Jadi, apa aku boleh ikut masuk ke dalam?" tanya Changmin. Kibum berpikir sebentar. Mengingat sekarang sudah larut malam, ia merasa tak enak membawa laki-laki masuk ke dalam rumahnya. "Hhhh~ masuklah," ucap Kibum akhirnya sambil membuka pagar rumahnya dan membiarkan Changmin mengekorinya.

Kibum meletakkan segelas coklat hangat di hadapan Changmin. "Gomawo," ucap Changmin. Kibum hanya mengagguk perlahan sebelum ia duduk di sofa seberang Changmin. "Sekarang, jelaskan!" pinta Kibum.

Changmin berdehem sejenak sebelum ia memulai 'cerita'-nya. "Pertama, aku ingin meminta maaf karena aku pergi tanpa pamit dan sekarang aku kembali setelah sekian lama 'menggantung'-mu. Saat itu, aku ingin pamit denganmu. Tapi, aku belum siap untuk memberitahu alasan aku pergi saat itu. Aku... mengidap kanker tulang stadium dua. Orangtuaku memintaku untuk melakukan pengobatan di luar negeri secepatnya agar penyakitku tidak semakin parah. Saat itu, aku terlalu takut untuk menemuimu. Aku takut melihatmu menangis. Aku takut jika aku berjanji akan kembali, tapi aku malah pergi meninggalkanmu selamanya dan aku takut kau akan meninggalkanku. Aku terlalu kalut saat ini. Maafkan aku," jelas Changmin sambil menatap sendu Kibum.

Pandangan Kibum yang sebelumnya datar mulai terlihat berubah. Ia merasa iba dan bersalah. Iba karena penyakit yang diderita Changmin dan bersalah karena dia tak pernah tahu tentang keadaan Changmin lalu dia terus menyalahkan Changmin setelah lelaki itu pergi untuk pengobatan. Kibum beranjak dari sofanya dan duduk disamping Changmin yang tengah menundukkan kepala. Tak lama kemudian, kedua lengannya telah melingkar di tubuh Changmin. Kibum tengah memeluk Changmin. Sesekali ia mengucapkan kata maaf ditelinga Changmin. Changmin yang sedaritadi diam, kini membalas pelukan Kibum. Mencoba menenangkan wanita itu.

"Kau tak perlu meminta maaf. Akulah yang seharusnya meminta maaf padamu," jawab Changmin sambil mengelus punggung Kibum. Dapat ia rasakan kemeja yang ia kenakan mulai lembab. Kibum menangis di dadanya. Changmin menarik tubuh Kibum. Kibum yang ia kenal adalah Kibum yang pandai menyembunyikan emosinya dan kini dia melihat sisi lain Kibum. Changmin menangkup kedua pipi Kibum dengan kedua telapak tangannya. Ibu jarinya ia gunakan untuk menghapus tetesan demi tetesan air mata Kibum.

"Ssshh... Kenapa kau menangis? Tak ada yang perlu kau tangisi, Kibummie," ucap Changmin.

Kibum menyentuh tangan Changmin yang masih setia dipipinya. "Aku.. hiks... merasa aku adalah wanita terbodoh. Hiks... aku tak tahu penyakit yang diderita kekasihku sendiri. Aku... hiks... terus menyumpah serapahmu saat kau pergi begitu saja."

Changmin tersenyum. "Sudah, jangan menangis lagi. Sekarang aku sudah sembuh. Aku bisa terus disampingmu. Aku bisa menemanimu ke perpustakaan kota. Kita bisa kencan lebih lama. Jadi, apa kau memaafkanku dan kembali padaku?" tanya Changmin.

Kibum meragu. Disatu sisi dia masih mencintai lelaki dihadapannya ini, tapi disisi lain dia mulai mencintai lelaki lain. "Kibummie?" suara Changmin menyadarkannya. Isakannya perlahan mulai hilang. Kedua tangannya mulai melepaskan tangan Changmin dari pipinya yang lembab karena bekas air mata. Jantung Changmin berdebar kencang. Terselip rasa takut saat Kibum melepaskan tangannya dari pipi chubby wanita itu. Namun, kini gantian kedua tangan mungil milik Kibum yang menangkup wajah tampan Changmin. Kibum menarik wajah Changmin agar semakin dekat dengan wajahnya.

Cup ~

Bibir mungil itu kini menempel tepat dibibir tebal milik Changmin. Mata Changmin melebar, ia cukup terkejut kalau wanita dihadapannya kini tegan menciumnya. Tak ingin sekedar menempelkan kedua bibir mereka, Changmin mulai membalas ciuman Kibum. Perlahan ia mulai melumat lembut bibir merah nan mungil itu, seolah bibir itu adalah barang yang mudah pecah jika ia tak melumatnya dengan lembut.

Oksigen.

Ya, kini Changmin sedikit merutuki adanya gas tersebut. Jika saja Kibum tak mebutuhkan oksigen itu, tentu Changmin masih terus merasakan manisnya bibir mungil itu. Dia masih merindukan manisnya bibir Kibum. Tapi, Changmin sadar jika nafas Kibum mulai menipis. Terlihat dari tangan mungilnya yang meremas pelan otot bisep Changmin. Changminpun melepaskan ciuman mereka. Deru nafas dari keduanya menerpa wajah mereka satu sama lain. Changmin tersenyum saat melihat wajah Kibum yang merona dengan bibir yang sedikit mengkilap seolah menggoda Changmin untuk kembali melumat bibir mungil yang terlihat membengkak karena ciuman mereka barusan. Changmin menempelkan dahinya pada dahi Kibum. Memejamkan matanya sejenak, merasakan deru nafas Kibum yang membuatnya candu.

"Jadi, kita masih tetap sepasang kekasih?" tanya Changmin lagi.

Kibum menatap Changmin dengan tatapan tajam. "Kau bertanya seperti itu agar aku dapat menciummu lagi, Changmin-ssi?" sindir Kibum. Changmin terkekeh pelan lalu menggeleng pelan. "Tidak. Ciuman tadi sudah cukup untuk menjawab semuanya. Terima kasih." Kibum tersenyum.

Changmin kembali mendekatkan wajahnya. Kibum yang mengerti maksud Changmin, kembali memejamkan matanya.

Cup~

Changmin mencium ujung bibir Kibum, membuat Kibum membuka matanya. Tatapan kesal ia berikan untuk Changmin. "Kau selalu saja menggodaku!" Kibum mendorong dada bidang Changmin agar lelaki itu menjauh dari hadapannya. Changmin kembali terkekeh. Dia senang menggoda wanita yang kembali menjadi kekasihnya ini. Changmin menarik tubuh Kibum kedalam dekapannya. Dia memeluk Kibum erat, tak ingin wanita itu pergi meninggalkannya. Kibum yang hanya berpura-pura kesal, membalas pelukan Changmin. senyuman terpantri diwajah cantiknya. Namun, tanpa wanita itu sadari, lelaki yang kini berstatus sebagai kekasihnya tengah menyeringai.

'Kena kau, Kim Kibum!' batin lelaki itu, Shim Changmin.

.

.

ToBeContinue/E N D

.

.

A/N:

Ini FF keduaku di FFn. Mohon maaf jika kalian menemukan typo dimana-mana. Saya manusia dan manusia tak luput dari kesalahan. Lagipula, Donghae –salah satu suami saya, menganut 'typo' disetiap tulisannya. So, jika ada typo itu berarti saya menghargai Donghae sebagai suami saya /slap/ /abaikan

Ini FF repost. Kenapa repost? Karena saya sudah pernah mempostingnya hari minggu lalu. Namun, saya buat sedikit perubahan sana-sini.

Aku membutuhkan review, tapi aku bukan orang yang gila review. Review hanya aku jadinya semangatku. Review kalian termasuk penentu kelanjutan FF ini. jika respon baik, aku akan melanjutkannya. Tapi tidak secepat itu.

Mengingat aku sekarang kelas XII dan 5 hari lagi akan 'bertempur' dengan 'UJIAN NASIONAL', dipastikan aku akan fokus kesana dulu.

Btw, aku mohon doa dari kalian semua m(_ _)m

Bekasi, 10 April 2013

1:05am

Sign,

lvoejr