Title : The Last Love

Author : Minhyan-ssi

Pairing : Yunjae

Legh : 1?

Ratting : PG-17

Genre : Drama – Fluff – Yaoi – NC – Mpreg

Cast :
- Jung Yunho
- Kim Jaejoong
- Etc

Jepret ~

Jepret ~

Kilatan cahaya kamera berkali-kali menerpa sosok tampan dan gagah yang berkali-kali berganti gaya di sana. Jung Yunho – model terkenal itu mengagumkan di mata sang fotografer yang memotretnya sedari tadi. Dan Kim Jaejoong, tak dapat menutupi kekagumannya tersebut.

"OK, Jung Yunho. Ini yang terahir," beritahu Jaejoong pada Yunho.

Yunho menanggapi dengan mengacungkan jempolnya dan tersenyum.

Jaejoong jadi tersenyum gugup. Demi Tuhan, debaran di dalam dadanya semakin menggila. Jaejoong memang telah lama menyukai Yunho diam-diam. 5 tahun ia memendam perasaan seperti ini.

Lima tahun yang lalu – saat Jaejoong masih kelas 3 SMA, namja cantik itu pindah dari Chungnam ke Seoul. Jaejoong lalu masuk ke salah satu SMA yang tak pernah ia tahu bahwa murid-murid di sana sangat kejam. Hari-hari pertama hampir setiap hari ia di-bully, dan suatu saat Yunho datang menyelamatkannya. Yunho mengancam para murid yang membully Jaejoong. Tak ada yang berani melawan namja tampan yang gagah tersebut, tentu saja. Yunho adalah anak pemilik Sekolah.

Dari situ perasaan indah itu mulai tumbuh memenuhi hati Jaejoong. Meski mereka tak pernah bertemu 4 tahun terahir karena Yunho melanjutkan kuliahnya ke Jepang, Jaejoong tidak pernah bisa melupakan maupun menghilangkan perasaannya pada Yunho.

3 bulan yang lalu, Dewi Fortuna seolah mendatanginya membawa sejuta kejutan. Park Yoochun – sahabat sekaligus pemilik kantor sebuah majalah tempat ia bekerja sekarang, menyodorinya kontrak kerjasama dengan sebuah merek fashion dimana Jung Yunho yang menjadi modelnya.

Jaejoong jadi dapat bertemu kembali dengan Yunho. Dan intensitas pertemuan mereka pun sering sekali. Park Yoochun menyuruhya agar hanya fokus untuk memotret Yunho saja. Entahlah.

Jepret~

Jaejoong memotret Yunho untuk yang terahir kali untuk hari ini.

"Thankyou, Jung Yunho. Kau sangat hebat," ucap Jaejoong.

Sret~

Yoochun yang kebetulan ikut melihat selama pemotretan dan berdiri di sebelah Jaejoong, tiba-tiba saja mengambil paksa kamera Jaejoong.

"Jung Yunho," panggil Yoochun pada Yunho sebelum Jaejoong sempat menyadari tentang kameranya.

"Ya," balas Yunho menoleh pada Yoochun.

Jepret ~

Crap~

Berhasil. Yoochun berhasil mendapakan foto Yunho. Jaejoong belum berbicara sepatah katapun, namun ia telah menyadari ulah Yoochun tersebut. Namja cantik ini memang sengaja menunggui Yunho ke luar studio, lalu ia akan membuat perhitungan pada sahabatnya yang satu ini. Damn.

"Saya permisi dulu, Tuan Park," Yunho membungkukkan badan pada Yoochun. Ia lalu melirik Jaejoong yang berada di sebelah direktur muda tersebut, dan tersenyum manis.

"Tidak perlu seformal itu padaku. Bukankan saat pertama kali kita bertemu kita membuat perjanjian bahwa kita juga akan berteman. Yeah, supaya kerja sama ini tidak kaku."

"Hahaha…." Yunho tertawa sambil menutupinya dengan telapak tangan.

Tuhan, dia terlihat semakin tampan. Batin Jaejoong.

"Baiklah, aku akan memanggilmu Yoochun."

"Dan aku akan memanggilmu Yunho hyung. Aku rasa kau lebih tua dari pada aku," tambah Yoochun dengan nada yang terdengar seperti konyol.

"Yoochun-ah, aku harus pergi. Ada pekerjaan lain yang sudah menunggu."

"Ya… ya… aku mengerti. Aktor terkenal itu pasti sangat sibuk."

"Kau berlebihan, Park Yoochun."

Yoochun teertawa menanggapinya. Ia menyenggol bahu Jaejoong yang tak bersuara dari tadi.

Jaejoong memberi tatapan tajam pada Yoochun, yang seolah mengatakan 'diam,kau'. Yoochun menyingerai.

"Aku pergi dulu. Kim Jaejoong, sampai jumpa besok." Sebelum berbalik badan untuk pergi, Yunho melambaikan tangannya.

Jaejoong memandangi kepergian Yunho tersebut tanpa berkedip.

"Mengatakan suka memangnya sulit? Jung Yunho saja sangat mudah mengatakannya pada banyak wanita," celetuk Yoochun.

"Apa yang barusan kau katakan, Park Yoochun?" sergah Jaejoong gemas. Ia merasa Yoochun barusan sedang menyindir dirinya. Yoochun memang sudah tahu bahwa ia menyukai Yunho. Dan sejak bersahabat dengan pria berkening luas ini 4 tahun yang lalu – awal masuk kuliah, Jaejoong tak pernah sekalipun bisa menutupi apapun darinya. Bisa dibilang Yoochun mengetahui semua rahasia hidup dari Jaejoong.

"Kapan hyung akan mengatakan pada Jung Yunho tentang perasaan hyung itu?" Yoochun terdengar serius kali ini. Jujur saja ia merasa gregetan sendiri melihat Jaejoong masih saja menyimpan perasaanya padahal Yunho sudah di depan mata.

"Apakah selamanya hyung akan menjadikan perasaan hyung itu sebagai cinta yang bertepuk sebelah tangan? Aish." Yoochun menyerahkan kamera Jaejoong kembali pada Jaejoong, dengan ketus. Ia lalu beranjak.

Jaejoong menundukkan kepalanya. Yoochun benar, ia memang bodoh masih saja seperti remaja yang malu-malu mengatakan perasaanya pada orang yang dia cintai. Apakah kalau Yunho kembali pergi jauh baru ia akan menyesal dan menyalahkan diri sendiri karena menjadi pengecut? Yunho baru kembali ke Korea 3 bulan yang lalu, dan bisa saja setelah kontak ini berahir dia kan kembali kesana. Dan Jaejoong, akan sekali lagi menunggu dan menunggu sesuatu yang tak pasti?

"Bodoh," gumam Jaejoong, merasa miris dengan dirinya sendiri.

"Ah, foto terahir yang terahir aku ambil. Itu bonus untukmu, hyung. Kau bisa menyimpannya secara pribadi." Pesan Yoochun sebelum benar-benar menghilang ke balik pintu.

Jaejoong terkekeh, kemudian melihat ke dalam kameranya. Ekspresi Yunho nampak natural di sana, saat tergagap karena Yoochun memanggilnya. Yeah, tentu saja. Jaejoong pasti menyimpan foto hasil karya Yoochun yang langka ini. Semua foto Yunho di kamarenya, seluruhnya hanya kepura-puraan semata. Foto yang ia ambil untuk keperluan pekerjaan.

Dentum musik yang di mainkan sang DJ terasa sekali mebakan semangat para pengunjung club malam untuk terus dan menggoyangkan tubuh mereka di dance floor-nya. Tak terkecuali Yunho dan Changmin tersihir pula oleh alunan musik enerjik tersebut.

"Hyung, bagaimana dengan Go Ahra?" tanya Changmin meninggikan suara dan tepat di telinga Yunho. Tidak memungkinkan bukan, ditempat seramai dan sekeras ini untuk bicara pelan?

"Aku berhasil tidur , kau kalah. Aku bisa mendapatkan artis sombong itu. Malam ini kau harus mentraktirku."

"Baiklah, aku memang tidak akan pernah menang darimu soal perempuan, Jung Yunho hyung." Changmin merangkul lalu menepuk-nepuk bahu Yunho, sambil menyingerai. Beberapa waktu lalu Changmin dan Yunho membuat sebuah taruhan bahwa dalam satu minggu Yunho harus bisa tidur dengan Go Ahra. Aktris yang terkenal susah dirayu laki-laki. Tapi Yunho, entah dengan cara seperti apa dapat menaklukkannya dalam waktu yang singkat. Yeah, sekarang Changmin akui, Jung Yunho memang playboy mematikan. Damn.

Cukup lama Changmin dan Yunho menghabiskan waktu di dance floor, dan mereka mulai kebosanan. Yunho lalu mengajak Changmin untuk minum-minum saja.

"Malam ini aku akan minum sebanyak-banyaknya," ujar Yunho setelah menjatuhkan pantatnya di sofa. Ia melambaikan tangan pada waitress dan memesan beberapa botol bir.

"Kalau hyung bisa mengalahkanku minum malam ini. Aku akan mentraktir hyung lagi," timpal Changmin tidak mau kalah.

"Baiklah, aku tidak akan kalah darimu." Yoochun tertawa meremehkan.

Beberapa saat kemudian peasanan datang. Chamin dan Yunho lalu menungkan bir ke gelas masing-masing dengan dan meneguknya dengan tergesa secara berulang-ulang.

"Kau akan kalah, hyung." Changmin melihat Yunho mulai kehilangan kesadarannya setelah meminum beberapa gelas. Beberapa kali tubuh kekarnya nampak terhuyung dan Yunho tak dapat membuka mata dengan benar.

"A…ku tidak akan kalah," Yunho mengerjapkan matanya berkali-kali dan menegakknya kembali duduknya. Masih terlalu awal untuk mabuk, ia belum sampai sepuluh gelas. Yunho menuangkan bir ke gelasnya sampai meluber dan meminum dengan tergesa kembali.

Changmin menggelang kepala. Yunho benar-benar pantang menyerah.

"Shim Changmin,"

Changmin mengedarkan pandangannya mencari suara yang memanggilnya tersebut. Sorot matanya terhenti pinggir lantai dansa, seorang wanita cantik melambaikan tangan padanya.

Chamgmin melirik pada Yunho. Ia ingin sekali menghampiri wanita itu, tapi ia merasa keterlalun kalau meninggalkan Yunho yang setengah mabuh sendirian disini. Aish.

"Changmin oppa…" teriak wanita itu lagi, dengan nada yang lebih manja. Membuat Changmin semakin terdesak. Ia terus melihat pada Yunho dengan tidak tenang.

Merasa Changmin telalu lama merespon, wanita itupun menjadi tidak sabaran. Ia sesgera menghampiri Changmin.

"Oppa, katanya kau berdansa malam ini bersamaku," ujar wanita itu dengan menarik lengan Changmin.

"Tapi Yun – "

"Yunho oppa sudah dewasa. Dia tidak akan hilang."

Changmin pun jadi berpikir. Ucapan wanita ini tidak salah juga. Yunho bukan anak kecil yang perlu untuk di khawatirkan. Kalaupun Yunho pergi dalam keadaan tidak sadar sepenuhnya begini, besok atau setelah kesadarannya kembali, ia juga pasti tahu cara untuk pulang. Dan masalah taruhan kali ini, sudah jelas pemenangnya. Ia masih seratus persen sadar.

"Emm… baiklah. Ayo kita berdansa." Changmin menerima ajakan wanita tersebut dan meninggalkan Yunho sendiri disitu. Changmin ingin menghabiskan malam ini dengan bersenang-senang.

"Changmin-ah… Shim Changmin…." Yunho meraba-raba sebelahnya. Seingatnya tadi Changmin duduk di sebelahnya tapi ia tak mendengar suaranya. Ia mengerjabkan matanya untuk memastikan penglihatannya yang kabur. Memastikan sebelahnya benar-benar kosong.

"Damn. Kemana bocah itu pergi," umpat Yunho sambil berusaha berdiri walau tubuhnya terasa terhuyung.

"Jung Yunho, kau Jung Yunho aktor terkenal itu kan?" Yunho menoleh ke samping.

Seseorang menghampiri Yunho tapi Yuno tak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Pandangan kabur dan Yunho merasa apaun yang dilihatnya seperti berputar-putar.

"Kau… kau siapa?" tanya Yunho sambil menunjuki seseorang tersebut.

"Kim Junsu imnida. Aku fans-mu." Orang itu – Kim Junsu menyodorkan sebuah note book beserta pulpen pada Yunho. "Bolehkah aku minta tanda tanganmu?" imbuhnya.

"Tanda tangan? Hahahaha… tanda tangan."

Junsu mengerucutkan bibirnya karena Yunho malah menertawainya begini. Dalam hati sebetulnya Junsu kesal sekaligus memaklumi. Orang mabuk memang suka berbicara seenaknya dan tak terkontrol. Junsu yakin Yunho tidak akan bersikap begini kalau dia dalam keadaan sadar. Ia berusaha tidak terpancing keadaan.

"Iya, tanda tangan ." Junsu mempertegas sambil tersenyum. Ia membayangkan, kalau Yunho membubuhkan tanda tangan di note book tersebut, ia akan menjadikan note book tersebut barangnya yang paling berharga. Ia akan menyimpannya dengan sangat baik.

Junsu sudah sangat lama mengagumi Yunho. Walau Yunho berkarir di Jepang. Pertama kali ia melihat Yunho ketika ia berlibur setahun yang lalu ke Jepang dan ia sempat menonton sebuah drama dimana Yunho menjadi salah satu pemainnya. Sejak itu ia sring mencari info terbaru tentang Yunho di Internet. Dan malam ini, Junsu sama sekali tak menyangka dapat bertemu idolanya ini di Korea.

"Dengarkan aku…" kata Yunho.

Junsu terhenyak, Yunho merangkulnya tiba-tiba. Junsu merasa berdesir, tubuhnya bergetar gugup. Ini seperti mimpi.

"I… iya," Junsu terbata.

"Kalau kau ingin tanda tangan dariku, kau harus mau ikut denganku,"

"Kemana?"

"Ikut saja. Ayo…." Meski dengan sempoyanan, Yunho tetap menarik Junsu pergi yang entah kemana.

Junsu tidak dapat menolak, tentu saja. Pergi berduaan dengan aktor Jung Yunho – idolanya? Bodah sekali kalau dirinya menolak saat yang mungkin tidak datang dua kali.

"Kita mau kemana?" tanya Junsu. Ia jadi memapah Yunho yang semakin berjalan berantakan.

"Kesana," Yunho menunjuk ke arah sebuah hotel yang bersebarang an jalan dengan bar.

Junsu tak memiliki firasat apapun. Yunho mungkin ingin diantar ke hotel itu karena dia memang ingin menginap di sana.

Junsu membiarkan air dari shower mengguyur habis seluruh tubuhnya. Mengalir bersama peluh dan air mata yang sudah mengumpul di pelupuk matanya. Ia tidak pernah menyangka yang ia pikir mimpi indah beberapa jam lalu adalah kamuflase pengantar mimpi buruk. Yang seolah menghancur leburka diri dan mimpi-mimpinya. Selama ini Ia tak pernah mempercayai berita-berita negatif tentang Yunho yang sering tidur dengan banyak wanita atau mungkin pria di Jepang sana. Junsu sangat percaya itu adalah berita yang dibuat pihak-pihak yang iri dengan kesuksesan Yunho. Ini gila dan ia merasa sangat bodoh telah berpikiran se-naif itu. Kenyataannya, ia juga mengisi list daftar 'korban' Jung Yunho berikutnya.

Junsu tersenyum miris, melihat bayangan tubuhnya sendiri di cermin. Penuh bercak merah di dada dan menyakitkan. Junsu merasa remuk fisik sekaligus psikis. Ia tidak bisa melawan Yunho yang lebih kuat darinya. Yunho dapat menguasai tubuhya (Junsu) dengan leluasa.

"Bajingan kau Jung Yunho," desis Junsu. Dengan penuh emosi Junsu memukul kaca tersebut.

"Kau sudah menghubungi Jung Yunho?"

"Sudah, Bos. Tapi ponselnya tidak aktif."

"Presdir Lee 15 menit lagi tiba. Shit."

Dalam studio suasana ricuh sekali, walau ini masih sangat pagi. Yoochun, perwakilan pemilik usaha – Cassie fashion (yang dimana Yunho menjadi modelnya) dan seorang asistennya, raut muka ketiganya sangat penuh kecemasan. Pasalnya hari ini sang presdir usaha fashion tersebut akan datang ke kantor Yoochun untuk pemotretan bersama model dari merk pakainnya. Tapi Yunho sang model sampai detik ini tidak menampakkan diri juga.

Jaejoong disitu sebenarnya ingin membantu, tapi ia tak ada kuasa apapun. Ia hanya fotografer yang tak mengerti dan ikut campur urusan atasannya. Ia sudah mencoba menghubungi Yunho, dan hasilnya sama – nihil.

"Tu-tuan Kang, kenapa anda melihat saya seperti itu?" tanya Jaejoong. Tuan Kang – perwakilan Cassie Fashion melihat seperti tidak biasa padanya. Dia memandangi Jaejoong dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan mendetail.

"Tinggi, putih mulis, dan… cantik juga. Kita pakai Kim Jaejoong."

"Eoh," Jaejoong dan Yoochun secara bersamaan melihat serius pada Tuan Kang. Keduanya tidak mengerti dengan Tuan Kang.

"Apa maksudnya memakai Kim Jaejoong? Saya tidak akan pernah setuju kalau ini menyakiti Kim Jaejoong. Dia sahabat saya." Tiba-tiba Yoochun jadi terpikir yang tidak-tidak tentang istilah 'memakai' yang Tuan Kang lontarkan. Ia menjadi khawatir. Ia lebih baik memutuskan kerja sama ini dari pada harus mengorbankan Jaejoong. Bagi Yoochun, Jaejoong juga seperti kakaKnya sendiri.

"Jaejoong akan menggantikan Jung Yunho menjadi model hari ini. Tuan Park, anda panggil fotografer anda yang lain."

Blam~

Beban berat seperti menghilang sekejap dari pikiran Yoochun. Pria tampan ini menggaruk belakang kepalanya – merasa konyol. Barusan, ia terlalu berlebihan.

Sementara Jaejoong melebarkan mata besarnya yang indah. Ia tak dapat menutupi keterkejutannya. What the?

"Tuan Kang, anda jangan bercanda. Saya bukan model tapi fotografer." Jaejoong sambil tertawa kaku. Ia masih tidak percaya dengan yang di pendengannya barusan. Tuan Kang pasti sedang bercanda. Fotografer menjadi model, apalagi di depan sang presdir Cassie fashion? Ini benar-benar gila dan tak masuk akal.

"Kita tidak punya banyak waktu lagi. Minho, cepat bawa Kim Jaejoong ke ruang ganti." Perintah Tuan Kang, tak menggubris ucapan Jaejoong tersebut.

"Tap – " Minho sang asisten pun sama terkejutnya dengan Jaejoong. Ia juga menganggap keputusan atasannya ini tidak masuk akal.

"Kau mau bilang apa, huh?" Tuan Kang mengacungkan kepalan, seolah siap memukul kepala asistennya tersebut.

"Sebagai fotografer, Jaejoong hyung sangat baik mengarahkan para model untuk bergaya yang terbaik. Dan saya rasa keputusan anda sangat tepat, Tuan Kang. Kalau Jaejoong hyung saja bisa mengarahkan orang lain, saya yakin kalau dia melakukannya sendiri hasilnya tidak akan mengecewakan. Dan dari pada kita mendapat masalah karena keterlambatan Jung Yunho?" sahut Yoochun panjang lebar. Yang langsung mendapat tatapan serius dari Yoochun.

Hal yang paling Jaejoong tidak sukai dari Yoochun adalah seperti ini misalnya. Yoochun suka sekali seenaknya – melakukan sesuatu yang menyangkut diri Jaejoong tapi tanpa persetujuan Jaejoong terlebih dari dahulu.

"Kau dengan itu, bodoh. Tuan Park saja yakin dengan Kim Jaejoong. Dia lebih tahu Kim Jaejoong dari pada kita," kata Tuan Kang pada Minho.

"Iya, tap – " Minho ingin memprotes lagi tapi ia mempunyai kata-kata. Memang masuk akal yang Tuan Kang katakan tersebut. Ia jadi sulit membantahnya, tapi entah kenapa ia masih tetap meragukan Kim Jaejoong.

"Malah diam. CEPAT BAWA KIM JAEJOONG!" Tuan Kang ahirnya membentak. Minho terlalu lelet.

"Siap, Bos." Agak tersentak, Minho reflek berdiri tegap seperti polisi yang sedang menerima perintah dari atasannya. Tanpa banyak bicara lagi, ia langsung menarik Jaejoong menuju kamar mandi.

Jaejoong masih tak dapat berkata-kata da pasrah saja. Sungguh, ini mimpi yang sangat gila. Ia bersumpah akan membunuh Park Yoochun setelah ini.

Sebelum menghilang ke balik pintu, Jaejoong sempat melihat pada Yoochun. Melihat tajam seolah menunjukkan acamannya pada sahabatnya itu. Yoochun nampak tak terpengaruh, ia malah melambaikan tangan dan tersenyum kemenangan.

"Ya, bagus, Kim Jaejoong. Angkat kepalamu sedikit," perintah sang fotografer pada Jaejoong yang benar-benar menjadi model dadakan hari ini.

Dalam hati Jaejoong merasa bersalah sekali dengan Yunho. Bagaimana tidak, seharusnya yang melakukan ini adalah Yunho, pekerjaan ini milik Yunho. Dan seharusnya, pria tampan itu pula yang mendapat pujian dari presdir Cassie fashion.

Seperti yang Yoochun katakan sebelumnya, penampilan Jaejoong memang tidak mengecewakan walaupun ini semua serba mendadak. Bahkan membuat presdir Cassie fashion takjub sehingga berkali-kali memuji Jaejoong. Pakaian-pakaian yang dikenakan sesuai sekali dengan Jaejoong, juga gaya demi gaya yang Jaejoong peragakan, Jaejoong tidak nampak seperti model dadakan. Jaejoong tidak gugup dan tidak kaku. Seperti professional, mungkin.

Ditengah sesi pemotren, mata Jaejoong tak sengaja menangkap sosok Yunho berdiri di depan pintu studio. Ia nampak terpaku di sana.

"Jung – " Jaejoong mengurungkan untuk memanggil Yunho. Yunho pergi begitu saja dari situ.

Deg ~ Deg~

Jaejoong merasakan debaran di jantungnya sangat menyakitkan. Ia takut Yunho jadi membencinya karena masalah ini. Demi Tuhan, ia sangat takut.

Jaejoong membiarkan angin Seoul menerpa dirinya dan membuat rambutnya berantakan. Cairan bening memenuhi di sudut mata besarnya, meluap menuruni pipi si pria cantik ini. Ia tidak tahu sejak kapan ia menjadi cengeng begini. Yang jelas, apapun tentang Yunho, Jaejoong selalu menganggapnya serius.

Ia benar-benar takut tidak bisa lagi berhubungan baik dengan Yunho. Sebagai teman saja, Jaejoong merasa sudah cukup. Ia bisa melihat tawa dan tampannya wajah pria yang ia kagumi itu.

Jaejoong mencari-cari Yunho setelah ia selesai dengan pekerjaan tak terduga beberapa saat lalu. Ia berkeliling seputar kantor, namun tak ada sama sekali sosok Jung Yunho. Yunho mungkin benar membencinya. Jaejoong merasa frustasi. Ia memilih pergi ke atap kantor, ia benar-benar ingin sendiri sekarang.

Cess~

Jaejoong merasakan sesuatu yang dingin mengenai pipinya. Ia menoleh langsung ke samping agak kebelakang.

"Apa yang kau lakukan sendiri disini?" tanya Yunho. Yang tak Jaejoong kira sama sekali. Namja tampan ini telah berdiri sambil tersenyum di belakang Jaejoong. Mata besar si namja cantik mengikuti setiap gerak Yunho hingga kini Yunho berdiri di sebelahnya.

Yunho mengikuti Jaejoong menerawang luas pemandangan kota Seoul, sementara Jaejoong masih belum melepaskan pandangannya dari sosok tanpan yang ia kagumi ini. Ia masih tidak percaya dengan yang di lihatnya.

"Kenapa memandangiku begitu?" tanya Yunho lagi. Menyadari Jaejoong memandanginya dengan tak biasa. Ia agan memutar tubuhnya agar dapat berhadapan dengan Jaejoong. "Ah, aku lupa. Ini untukmu." Sambung Yunho, sebari menyodorkan sekaleng minuman dingin kepada Jaejoong.

"Go-gomawo," balas Jaejoong. Menerima minuman tersebut dengan agak gugup. Ia merasakan debaran di dadanya meningkat dua kali lipat. Sepert ingin melompat, dan selalu begini setiap kali ia berdekatan dengan sosok Jung Yunho.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, Jae"

"Ah, i-itu… ku pikir kau marah padaku." Jaejoong jujur saja. Membuat Yunho tertawa kecil.

Jaejoong mengerutkan dahi.

"Ke-kenapa kau malah tertawa, Jung Yunho?" Jaejoong berpura-pura, seolah-olah marah.

"Kau lucu sekali, Kim Jaejoong."

"Lucu? Aku sedang tidak bercanda. Aku serius."

Yunho masih saja tertawa. Jaejoong jadi agak merasa sebal dan mengacuhkan Yunho. Ia kembali melihat pada kota Seoul yang luas dari atas ketinggian ini.

"Hey, jangan mengacuhkanku begitu." Yunho menarik lengan Jaejoong. Tanpa disengaja, Yunho menarikya dengan terlalu keras. Membuat tubuh Jaejoong jadi agak terpental menabrak tubuh Yunho, saat tersebut Jaejoong sedang menoleh pada Yunho, alhasil bibir Jaejoong dan Yunho bertemu.

Beberapa saat keduanya masih saling terdiam dengan bibir saling menempel. Dan saat Jaejoong hendak melepaskan diri dari situ, Yunho malah menahan kepala Jaejoong dengan kedua tangan kekarnya. Tiba-tiba saja Yunho melumat bibir cherry milik Jaejoong.

"Mmpp…"seru Jaejoong yang tertahan. Mata besarnya seolah akan melompat. Ia terkejut tidak terkira.

Jaejoong berusaha mendorong Yunho sambil sesekali memukuli dada pria tampan ini. Jaejoong sadar ini sebuah kesalahan. Ia memang menginginkan Yunho, sangat. Ia sering pula berandai-andai dapat memeluk dan di cium oleh Yunho. Tapi bukan ciuman seperti ini yang Jaejoong inginkan. Bahkan ia tak tahu apa kenapa Yunho menciumnya.

"Nghh…" keluh Jaejoong, ia mulai merasakan kesulitan untuk bernafas. Semakin lama Yunho menciuminya semakin kasar. Pria tampan itu menggigit bibir atas Jaejoong dan berusaha meminta masuk lidahnya. Sebisa mungkin Jaejoong mempertahankan bibirnya tertutup rapat, tapi goyah juga karena tangan kiri Yunho menyentuh 'milik' Jaejoong agak meremasnya.

Jaejoong terkejut dan membuka bibirnya ahirnya. Yunho tersenyum, dan lidahnya mulai memutari dalam mulut Jaejoong.

Namun hanya beberapa menit saja Yunho dengan kesenangannya. Jaejoong menginjak cukup keras kaki Yunho, ahirnya namja tampan itu jadi terpaksa melepaskan ciumannya.

"Ju-"

"Kim Jaejoong, selamat. Kau menjadi menjadi patner-ku jadi model Cassie fashion. Kata Tuan Kang, presdir Cassie fashion sangat menyukai penampilanmu." Yunho sengaja memotong ucapan Jaejoong. Ia merasakan debaran aneh saat mencium Jaejoong, debaran yang sudah lama sekali tidak ia rasakan. Otaknya pun jadi bekerja berantakan, ia merasa gugup dan tidak tahu harus berkata apa pada Jaejoong setelah yang ia lakukan ini. Ia hanya tiba-tiba teringat ucapan Tuan Kang saat tadi tak sengaja bertemu bertemu, bahwa presdir Cassie fashion secara khusus meminta Jaejoong menjadi model Cassie fashion juga.

Jaejoong yang sudah terkejut, menjadi lebih terkejut lagi. Kata-kata dibenaknya seolah menghilang misterius. Ia belum menjawab apapun.

"Oh, ya, Kim Jaejoong. Aku punya bir yang sangat enak di apartemenku. Bagaimana kalau kau ketempatku dan kita merayakan kerja sama kita ini disana. Aku benar-benar senang dapa bekerja sama denganmu sebagai model."

Jaejoong yang hendak memprotes pada Yunho, jadi mengurungkannya. Yunho sepertinya tak menganggap ciuman barusan sebagai sesuatu yang serius. Disisi lain Jaejoong tidak ingin hubungannya dengan Yunho yang baik seperti ini jadi berantakan karena masalah ciuman. Ia tidak mau kebagiannya beberapa bualn ini - setelah menunggu sekian lama menjadi lenyap. Kalau Yunho tak menganggap ini serius, Jaejoong pun tak akan mempermasalahkan ini dan menganggapnya sebagai mimpi indah sekaligus buruk.

Jaejoong menurut saja ketika Yunho merangkulnya dan mengajaknya pergi.

~TBC~

Ottoke?

Suka kah ceritanya? Riview ya…

Kalau suka saya lanjut

Kalau ingin ngobrol denganku, bisa add qu :

Fb : Minhyan-ssi Cassiopeia Yunjae

Twitt : minhyan_YJeje

Line : Yanti9095