Unexpected.

Main cast: Luhan.

No pairing. Just a moment with yixing and their new brother.

.

.

Anak laki laki yang bahkan belum berusia sepuluh tahun itu masih mengerucutkan bibirnya dan memandang tidak suka kearah kalender rumahnya.

Delapan bulan yang lalu, Orang tuanya berkata kalau dia akan mendapatkan adik kecil. Dan kalau kalian berfikir dia menyukainya, jawabannya adalah tidak. Luhan membenci bayi itu meskipun masih ada didalam perut ibunya. Meski waktu itu adiknya masih berupa onggokan daging yang berumur tidak lebih dari lima minggu.

Luhan membencinya.

Nyawa baru diperut ibunya itu hanya menganggu kehidupannya—pikirnya.

Beberapa hari lagi memasuki bulan April. Dan orang tuanya seperti melupakan ulang tahunnya.

Ibunya sudah akan melahirkan beberapa hari lagi. Dan dia sendirian.

Dia sendirian. Merasa terlupakan. Dan seperti tak ada satupun yang memperhatikannya.

Semua orang datang hanya untuk menanyakan bagaimana adiknya—yang begitu dibencinya, dan mengacuhkan luhan.

Dia benar benar membencinya. Membenci semua yang ada pada adiknya.

Kenapa? Bahkan dia membenci fakta kalau adiknya itu akan lahir dibulan yang sama dengannya.

Begitu membencinya, dia bahkan berharap adiknya itu tak akan pernah lahir kedunia.

11 April, 22:03 PM

Luhan terbangun dan mendengar rintihan ibunya, dia cepat cepat keluar kamar dan mendapati sosok wanita yang paling dia sayang sedang terduduk sambil memegang perutnya yang membesar.

Dia hanya diam didepan pintunya sambil menatap marah kearah perut yang membesar itu. Hingga ayahnya sendiri datang dan sedikit berteriak kaget.

Luhan hanya diam saat ayahnya menuntunnya masuk kedalam mobil. Dia melihat tanpa ekspresi pada ibunya yang kesakitan. Dia terus terusan diam dan baru berbicara saat ibunya sudah masuk kedalam ruang bersalin.

"Papa…"

"Ya, lu?"

"Mama? Sesakit itukah?"

Ayahnya tersenyum dan menggeleng perlahan lalu menangkup kedua pipi Luhan agar melihat kearahnya.

"Mama sedang berjuang. Berjuang untuk kita dan calon keluarga baru kita"

"Tapi makhluk itu menyakiti mama!"

"LUHAN!"

Kaki luhan seolah tak bisa berdiri tegak, membuatnya oleng dan harus berpegangan pada kursi disana.

"Dia…" suara lirih luhan memecah keheningan. Bulir airmata sudah ada dipelupuk matanya. Dia mendongan menatap ayahnya, "Dia mengambil semuanya dariku!"

"Lu…dia itu adikmu"

"AKU TIDAK MAU!"

"Lulu…"

"dia mengambilnya dariku! Dia mengambil kalian dariku! Dia yang membuat kalian semua mengacuhkanku! Dia juga yang membuat kalian lupa ulang tahunku!"

"Lu…"

"Iyakan? Aku yakin papa dan mama lupa ulang tahunku! Kalian sama sekali tidak mengingatnya karena dipikiran kalian hanya dia dia dia dan dia!"

"Lu, tidak begitu. Kami tidak—"

"lalu bagaimana kalau dia lahir? Apalagi yang akan direbutnya dariku? Kalian takkan pernah melihatku lagi! Iya kan? Jangankan ulang tahunku. Mungkin kalian akan lupa kalau punya anak selain dia!"

"LUHAN! DIA ADIKMU!"

Airmata luhan sudah turun dan membasahi pipinya. Mengalir turun dan jatuh ke dagu, membasahi bajunya.

"aku bahkan tak pernah menginginkannya."dia mengusap pipinya kasar dengan punggung tangan—walau pipi itu kembali basah, "tapi kami yakin kau akan menyayanginya"

"aku lebih baik" Luhan terisak pelan dan terus terusan mengusap pipinya yang tak berhenti dialiri airmata, "tidak punya adik sama sekali dari pada harus diabaikan"

"Kami tidak mengabaikanmu sayang. Tidak sama sekali"

"Papa bohong! Bohong!"

"Lu dengar..."

"Luhan!"

Luhan dan ayahnya menoleh begitu ada suara halus memanggil luhan.

"Yixing…"

"Astaga, kenapa menangis, apa yang terjadi? Auntie baik baik saja?"

Luhan menggeleng pelan, isakannya makin jelas terdengar dan dia langsung memeluk yixing erat erat.

"Dia kenapa?" Yixing mendongak menatap ayah luhan.

Sang pria yang lebih tua menggeleng pelan dan pergi kedekat pintu bersalin istrinya, cukup jauh dari anak dan keponakannya.

"Sssh, kenapa Lu?" yixing mengusap rambut coklat milik luhan sambil menepuk nepuk punggungnya pelan.

"Hiks..aku benci dia Xingie, dia mengambil semuanya dariku"

Yixing menghentikan kegiatan tangannya dan beralih membuat luhan menatapnya.

"Siapa?"

"makhluk yang sedang mama coba keluarkan dari perutnya"

Yixing membulatkan mata dan bibirnya lalu kembali memeluk luhan erat erat, "Astaga, demi tuhan luhan! Dia itu adikmu!"

Yixing bisa merasakan kalau Luhan menggeleng dipelukannya, "tapi semuanya seolah olah melupakanku xingie"

"Aku tidak melupakanmu Lu, begitu juga orang tuamu. Kenapa berfikir seperti itu?" yixing kembali mengusap rambut luhan dengan sayang.

"mereka sudah tidak memperhatikan hal hal yang dulu dilakukan. Mereka bahkan tidak perduli aku sudah mandi atau belum, sudah belajar atau belum. Mereka hanya sekedar bertanya aku sudah makan atau pergilah tidur. Aku merasa tak dibutuhkan disana"

Yixing mengeratkan pelukannya dan memandang pamannya yang tak jauh dari situ—yang juga memandangnya. Dia mengangguk dan pamannya berjalan kearahnya.

"lulu, sayang, papa tidak pernah melupakanmu."

"Papa bohong!" Luhan memekik masih dalam pelukan yixing.

"begini, adik didalam yang sedang berjuang mati matian untuk hidup, sebenarnya sangat lemah. Dia berulang kali hampir mati kalau kami tidak berhati hati merawatnya. Maafkan papa sayang, mama juga. Kami tidak bermaksud melupakanmu…"

Luhan tidak menjawab, dan yang terdengar hanya isak tangis luhan yang terus keluar.

"Mama tadi pagi bercerita, kalau malamnya dia bermimpi, kau ada disana. Menyelamatkan mereka berdua. Dia juga bercerita kalau saja kau tak ada disana, mungkin adikmu takkan ada—begitu juga mama. Kau tau sayang? Dia bilang kalau adikmu itu bicara kalau dia sangat menyayangimu. Lebih dari kami berdua"

Isakan luhan tetap saja terdengar.

"Maafkan papa ya?"

"aku—" Luhan baru saja melepaskan pelukannya dari yixing, ketika dokter bersalin itu keluar dari ruangan.

Wanita paruh baya itu tersenyum melihat wajah dan mata luhan yang sembab karena airmata, dia sedikit berjongkok untuk mensejajarkan dirinya dan luhan.

"jangan menangis, kamu laki laki dan sudah menjadi kakak." Ujarnya sambil mengusap rambut coklat luhan.

"mama?"

Dokter itu tersenyum dan mengangguk. "didalam, bersama adik barumu"

Luhan tanpa berkata apapun langsung masuk dan menemukan mamanya yang terbaring lemah. Dikelilingi dua suster yang menatap gemas padanya.

"Luhan?" sahut salah seorang suster itu.

"Suster tau namaku?"

"mamamu berulang kali menyebut namamu, sana, bicaralah padanya"

Masih dengan isak tangisnya, luhan berjalan gontai menuju mamanya, beberapa langkah dia bisa menyentuh tangan mamanya, yang lebih tua membuka matanya, "lulu"

"MAMA!" Luhan langsung berlari dan memeluk mamanya erat erat. Airmatanya kembali turun dan dia berulang kali mengucap kata maaf.

"lulu, maafkan mama ya. Kami kira kamu tidak apa apa dan sudah bisa jadi kakak yang mandiri. Tapi selama ini kamu sendirian sayang? Maafkan mama"

Luhan menggeleng kuat kuat sambil memeluk mamanya. "tidak! Tidak! Luhan sayang mama"

Mamanya menghapus airmata dari pipi luhan, bahkan luhan sendiri bisa melihat airmata juga jatuh dari mata mamanya.

"Nyonya, ini.." luhan menoleh dan menatap suster yang tadi bicara padanya membawa adiknya. Calon keluarga baru yang sejak kehadirannya tidak pernah luhan inginkan. Adiknya yang selama Sembilan bulan lebih dia benci terus terusan. Adiknya yang dia camkankan sebagai pembawa masalah untuknya.

Mamanya menggendong bayi tersebut dan sedikit menyingkapkan kain yang membungkusnya.

Bersamaan dengan Ayahnya dan yixing—serta kedua orang tuanya, luhan bisa melihat bagaimana bayi itu.

Putih, halus, rapuh, mungil, manis, dan damai.

"laki laki" ujar suster itu pada sang ayah yang menghampiri istrinya. Luhan memandang yixing yang sedang tersenyum sambil mengangguk padanya. Begitu dia menoleh kembali pada adiknya, bayi itu sudah membuka matanya dan menatap kedua orang tuanya.

Melihat itu, rasa benci luhan sudah akan menguar—dan menghilang begitu manic mata kecilnya bertemu dengan bola mata anak rusa punya luhan.

Bayi itu tertawa, tangannya langsung menggapai gapai tak jelas. Kembali menangis dan tatapan matanya masih saja memandang luhan.

Mamanya tertawa,"kemarilah lu, dia ingin bertemu denganmu"

Terseok seok luhan berjalan menghampiri sosok mungil itu. Dia menyodorkan telunjuknya yang langsung digenggam erat oleh kelima jari mungil adiknya.

Tangisnya mereda.

Luhan bisa melihat bagaimana bibir mungil itu tersenyum untuknya. Lalu kembali tertidur sambil tetap menggenggam jari luhan.

"Papa, mama…"

"Ya?"

"Siapa namanya?"

Orang tuanya tersenyum penuh arti, tangan yixing juga ada dibahunya—memberi semangat dan rasa terimakasih.

"Sehun. Dan dia akan jadi adikmu yang paling baik"

"Se…hun?"

Orang tua yixing sudah disebelah ranjang sang ibu, memberi selamat. Begitu sang bayi akan dimasukkan kedalam box khusus bayi tak jauh dari situ, dia terbangun dan mungkin shock sehingga menangis kencang—tepat setelah luhan melepaskan jarinya.

"ssh, anak laki laki tidak akan menangis…" luhan menjulurkan kembali jarinya yang langsung dipeluk adiknya itu.

Mata mungilnya itu mengerjap ngerjap imut. Dan untuk pertama kalinya, Luhan tersenyum pada adiknya. Pada Sehun.

Dokter bidan kembali masuk kedalam, dia tersenyum melihat luhan yang berada didekat box bayi dan menyapa pasien.

"mengejutkan. Dia yang selama ini lemah dalam kandungan, sekarang berkembang begitu cepat dan pesat."

Orang tua luhan dan juga sehun tersenyum memandang kedua anak mereka.

"lulu"

"ya ma?"

"kau menyayanginya?"

Luhan terdiam. Dia masih menatap adiknya yang perlahan kembali tertidur.

"iya" jawabnya sambil tersenyum. Bahkan mungkin aku akan jatuh cinta pada sehun.

.

.

.

.

Sometimes, the thing you most want does not happen. And sometimes, the thing you never expected happen to you.