Baby baby baby
.
.
.
Sasuke Hinata always
Hurt/comfort, romance, drama
AU
M for safe...
.
.
.
Summary: jangan dekat-dekat dengan Uchiha Sasuke jika masih sayang terhadap dirimu. Sayang terhadap keperawananmu? Dan sayang sekali nona Hyuuga cantik satu ini mesti terjerat kedalam permainan konyol yang membawa dirinya kedalam kegelapan seorang Uchiha Sasuke.
Langit beranjak gelap. Suasana di sekitar koridor sekolah pun mulai sepi. Tentu saja, jam telah menunjukkan angka lima. Kalau bukan karena mengikuti ekskul seni, Hinata mana mungkin masih berkeliaran di sekitar sekolah jam lima sore. Derap langkah kakinya semakin cepat saat kedua iris lavendernya menangkap penjaga sekolah hendak menutup dan mengunci gerbang Horikoshi Gakuen. Sekolah SMA terelit di Jepang dengan fasilitas sangat lengkap, mewah dan eksklusif. Kau harus kaya raya jika ingin bersekolah di sini atau kau harus sangat pintar untuk mendapatkan beasiswa full. Dan alasan Hinata ada di sekolah ini adalah karena ayahnya yang seorang Hyuuga. Pengusaha sukses seantero Jepang dan mempunyai cabang perusahaan di luar Jepang. Apa jadinya jika seorang Hyuuga sekolah di sekolah biasa? Tentunya Hiashi akan sangat malu kepada klien-kliennya yang rata-rata pebisnis sukses dunia. Termasuk pebisnis tersukses di Jepang, Uchiha Corporation.
Hinata menghembuskan napas lega begitu kaki jenjangnya menapaki jalanan di luar sekolah. Kedua tangannya ia masukkan kedalam saku mantel yang ia kenakan berhubung sekarang musim gugur dan udara mulai terasa dingin.
Drrt... Drrt...
I-phone 5-nya bergetar menandakan sebuah pesan masuk.
From: Tou-san
'Cepat pulang, Hinata.'
Dengan cekatan Hinata mengetik pesan balasan.
To: Tou-san
'Tentu tou-san'
Send...
"Kau mabuk. Berhenti minum!"
"..."
"Ayolah... Aku tak ingin susah payah mengantarkanmu pulang, Sasuke!"
"Hn."
Namikaze Naruto terlihat kesal dengan tingkah sahabat masa kecilnya ini. Tanpa rasa takut ia merampas gelas berisi vodka dari tangan sahabatnya ini. Menumpahkan isinya dan membanting gelasnya ke lantai.
Praaaang!
Sontak seluruh pengunjung klub malam itu menoleh kearah mereka. Sasuke mendengus kasar. Memandang sengit tunggal Namikaze yang tengah meminta maaf kepada pengunjung karena ulahnya. Tanpa sepatah kata pun, Sasuke beranjak dari sofa dan menyambar kunci mobil Range Rover Evoque kesayangannya. Naruto yang menyadari sahabatnya telah menghilang segera beranjak dari tempat itu dan menaruh beberapa lembar uang di meja. Lagi-lagi ia yang harus membayar.
Pukul 11 malam. Dan Hinata belum juga memejamkan mata dan melanglang buana kealam mimpi. Alasannya satu, besok dia mesti mengikuti ajakan sahabat-sahabatnya -Sakura dan Ino- untuk ikut keacara gokon yang akan mereka lakukan. Sejujurnya, Hinata ingin sekali menolak ajakan mereka. Tapi, begitu mereka memohon, Hinata merasa enggan untuk menolak ajakannya. "Semoga berjalan lancar."
"Jangan lupa. Besok kita ada acara gokon dengan anak-anak perempuan dari kelas satu, Sasuke." Naruto berujar sebelum membuka pintu mobil dan mengingatkan kembali sahabatnya ini.
"Awas jangan lupa." Ucapnya lagi penuh penekanan.
Sasuke mendengus sebal. "Hn, cepat keluar."
"Hi... Kau jahat sekali mengusirku."
"Ck."
"Haha. Baiklah... Semoga ada gadis yang bisa merubah mu." Naruto pun keluar diiringi cengiran khasnya. Menyalakan mesin mobil dan Sasuke pun bergegas meninggalkan kediaman Namikaze menuju rumahnya sendiri. "Ck... Dasar gadis-gadis jalang."
Mematikan mesin dan melepaskan sabuk pengaman. Sasuke menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi. Menghela nafas kasar dan membuka pintu mobil. Sesungguhnya ia tak ingin pulang ke tempat yang menurutnya bagai neraka itu. Tak ada ibu yang selalu menyambut kepulangannya. Semua ini gara-gara ayahnya yang brengsek itu. Ya, Uchiha Fugaku yang seenaknya membawa wanita jalang itu. Wanita yang merusak kehidupan keluarga mereka yang bahagia. Wanita jalang yang membuat hidup ibunya menderita dan berakhir dengan angkat kaki dari rumah Uchiha yang mewah nan megah ini. Sementara Uchiha Itachi sang kakak, memilih tinggal di luar negeri bersama kakek Madara. Sasuke memijat pelipisnya pelan. Dengan langkah gontai, Sasuke beranjak meninggalkan garasi. Begitu ia sampai di undakan menuju pintu utama. Sasuke menegakkan punggungnya. Dagunya ia angkat dan dengan segala keangkuhannya, lengan kekarnya yang putih membuka pintu utama kediaman Uchiha.
Pintu ia banting seperti biasanya. Sudah ia duga, ayahnya yang brengsek itu tidak ada di rumah. Hanya ada beberapa pelayan yang ada dan menyambutnya dengan wajah terkejut dan ketakutan. "Selamat datang, Tuan Muda." Seorang kepala pelayan membungkuk hormat. Selalu seperti ini, nenek tua itu yang selalu menyambutnya semenjak sang ibu tercinta angkat kaki dari rumah mewah ini. Hanya si nenek tua ini yang memperhatikannya. Ya, nenek Chiyo si Kepala Pelayan yang sudah hampir 20 tahun mengabdi di keluarga Uchiha. "Hn."
Sudah hampir satu jam Hinata berdiri di depan cermin. Ia bingung, ia takut salah kostum dan berakhir dengan mempermalukan dirinya sendiri dan menjadi bahan candaan sahabat dan teman gokon-nya.
"Ku rasa ini cocok." Hinata memilih celana jeans hitam dan coat berwarna coklat. Rambutnya yang panjang ia kepang dua. Kemudian, Hinata menyemprotkan parfum lavender kesukaannya. Menurutnya, parfum itu dapat menenangkan suasana hati dan pikirannya. Sebelum benar-benar meninggalkan kamarnya, Hinata menyambar tas kecil putih kesayangannya. Handphone, dompet dan charger-an itulah penghuni tas kecil putihnya.
"Y-ya... Aku berangkat sekarang, Sakura." Hinata memutuskan panggilan dari Sakura. Derap langkah kakinya yang tergesa-gesa menggema di sekitar koridor rumah Hyuuga. Beberapa pelayan yang berpapasan dengannya tak ayal memberikan salam selamat pagi.
"Tou-san... Aku berangkat."
"Hn. Perlu diantar supir?"
"Ti-tidak usah, Tou-san."
"Baiklah."
Jarum jam menunjukan angka sembilan. Seorang gadis bersurai pirang menggeliat lemah diatas ranjang king size berlapis seprai biru tua. Lengan putih kekar melingkar disekitar perutnya. Deru napas keduanya saling bersahutan. Belum ada tanda-tanda kalau keduanya akan membuka mata. Sampai...
Drrrt... Drrt... drrrrt...
Blackberry yang tadi malam diletakkan di atas nakas oleh si pria bergetar. Dengan ogah-ogahan sebelah tangan si pria menggapai Blackberry-nya.
'Dobe calling'
'Jam berapa sekarang hah? Kau belum siap-siap, Sasuke?'
"Hn.."
'Kau ini.. Cepat jemput aku! Sakura bisa marah kalau begini.'
"Bukan urusanku."
'Pokoknya cepat bersiap-siap!'
Tuuuuut... Sambungan terputus. Naruto sepertinya marah besar sampai memutuskan sendiri sambungannya. Entah seperti apa rupanya diseberang sana.
Sasuke mengucek matanya. Matahari sudah tinggi. Ck, pantas saja si Dobe marah, pikir Sasuke. Kemudian, ia memalingkan wajahnya ke arah kiri. Wanita ini masih tidur, pikirnya. Dengan hanya memakai celana pendek, Sasuke turun dari ranjang nyamannya. Belum juga ia memasuki kamar mandi, suara perempuan itu menghentikan langkahnya.
"Kau sudah bangun, Sasuke-kun?"
"Cepat bangun dan pergi." Sasuke merespon pertanyaan wanita itu tanpa membalikkan badannya. Lebih baik menatap dinding kamar mandi, pikirnya.
"Kau jahat sekali," perempuan berambut pirang panjang itu merajuk manja. "Setidaknya, beri aku ciuman selamat pagi dulu."
"Ck," tanpa menghiraukan ocehan perempuan itu, Sasuke memasuki kamar mandinya. Menurutnya, atas dasar apa wanita jalang yang menemuinya ke rumah malam itu meminta ciuman selamat pagi darinya? Heh, menggelikan. Hanya ibunyalah yang Sasuke percaya. Wanita di dunia ini yang sangat Sasuke sayangi dan cintai meninggalkannya begitu saja. Meninggalkannya dan tak kan pernah ia temui untuk selama-lamanya. Beberapa bulan yang lalu, Uchiha Mikoto meninggal dunia. Ia meninggal karena penyakit yang terus ia rahasiakan dari anak dan keluarganya. Sasuke tak habis pikir, kenapa ibunya yang sangat ia percaya dan ia sayangi tidak mempercayainya. Maksudnya, setidaknya Sasuke ingin ibunya menceritakan sedikit saja perihal penyakitnya agar ia bisa menjaga ibunya, merawatnya, dan bisa membahagiakan ibunya di saat-saat terakhirnya.
Buk!
Sasuke meninju dinding kamar mandi dikala pertanyaan-pertanyaan itu hinggap kembali di kepalanya. Satu-satunya orang yang sangat ia percaya tidak mempercayainya. Lalu, adakah orang di dunia ini yang pantas ia percaya? Keh, aku hanya percaya pada diriku sendiri, ungkapnya dalam hati. Terlebih wanita, tak ada yang pantas dipercaya maupun dicintai. Heh, cinta? Tak ada kata cinta dalam hidupku, sambungnya dalam hati.
Air hangat dari shower ia biarkan terus membasahi sekujur tubuhnya. Membasahi ujung kepala sampai kakinya. Membasahi setiap lekuk tubuhnya. Dalam guyuran hangatnya air shower, Uchiha Sasuke menyeringai.
Ketiga gadis cantik itu kini duduk melingkari meja bundar di dalam kafe ternama di area Akihabara. Sakura terlihat kesal karena waktu yang di janjikan ternyata molor sampai satu jam. Sementara Ino, sedang asyik dengan gadget barunya yang baru seminggu lalu ia dapatkan dari tou-san tercintanya yang baru saja pulang dari Belanda. Seperti biasa, Ino menguncir tinggi rambut pirang panjangnya. Dan nona Hyuuga kita yang manis tak hentinya berdebar-debar mengingat ini adalah acara gokon pertama yang ia ikuti. Sejak memasuki kafe ini, Hinata tak henti-hentinya memikirkan lelaki seperti apa yang akan menjadi pasangan gokon-nya. Hinata hanya berharap, kalau lelaki yang jadi pasangan gokon-nya nanti bukan lelaki yang mesum. Dan, ia berharap lelaki yang akan jadi teman gokon-nya bukan seorang perokok. Semoga saja.
"Maaf, kami terlambat gadis-gadis." Hinata merasa tersihir dengan senyuman lebarnya. Rambut pirang acak-acakannya begitu bersinar kala ditempa cahaya mentari. Mata shapire-nya menarik seluruh perhatian gadis Hyuuga itu. Kedua mata lavendernya tak lepas dari sosok itu.
"Kau telat satu jam, Tuan!" Sakura langsung berdiri dan berkacak pinggang. Kilat kekesalan tampak jelas tergurat di kedua mata emerald-nya. Tak cukup dengan hanya berkacak pinggang, kaki kanannya ia hentak-hentakkan ke lantai.
"Maaf, Sakura-chan. Teme sialan itu yang membuat kami terlambat datang." Ucapnya sambil mengedikkan dagu ke arah belakang, dimana seorang pemuda tengah memasuki kafe dengan langkah yang terlihat ogah-ogahan.
Uchiha Sasuke memasuki kafe itu dengan segala ke-arogansiannya. Rambutnya yang menantang gravitasi, menimbulkan senyum geli Hyuuga Hinata. Buru-buru Hinata mengulum senyumnya setelah Uchiha Sasuke melepas kacamata hitamnya, menunjukkan segala keangkuhan dikedua manik hitamnya. Uchiha Sasuke menatapnya tajam. Dalam hati Hinata berdoa, semoga bukan orang itu yang menjadi pasangan gokon-nya.
Malang beribu malang, pria menakutkan itu justru pasangan gokon-nya. Sedari tadi tak ada seorang pun yang mengeluarkan suara diantara Uchiha Sasuke dan Hyuuga Hinata. Hinata terlaul takut untuk bicara, sementara Uchiha Sasuke telalu malas untuk memulai. Hinata gelisah, ia takut dicap orang yang tidak menyenangkan. Meneguk ludah kemudian mengangkat kepalanya. Hinata terkesiap melihat sosok di depannya terus menatapnya tajam.
"Go-gomen. Uchiha-san." Hinata susah payah mengatakannya. Kedua tangannya saling bertautan dibawah meja. Tak ada jawaban. Hinata semakin gelisah terlebih sekarang hanya ada mereka berdua. Sakura pergi bersama pria berambut pirang yang ia kagumi, yang ia ketahui bernama Namikaze Naruto. Sementara Ino, entahlah, ia langsung dibawa pergi oleh pria yang bernama Nara Shikamaru. Hinata merasa di khianati. Pasalnya Sakura dan Ino meninggalkannya begitu saja bersama Uchiha yang menakutkan ini. Sasuke menyeringai. Ada ide kotor yang menurutnya sangat brilian dalam otak jeniusnya. Sasuke menyeruput kopi panasnya. Ia kemudian bangkit dari kursinya, "kau mau tetap disini atau pergi?" Sasuke menyampirkan jaket kulit hitam kesayangannya di bahu kirinya. Hinata terkesiap. Otaknya berpikir keras antara ikut pergi atau tetap tinggal disini. Jika ia menolak ajakannya, Hinata takut orang ini akan tersinggung. Tapi, jika Hinata menerima ajakannya, Hinata takut orang ini berbuat macam-macam padanya. Hinata menggelengkan kepalanya. Ia merutuki otaknya yang seenaknya menilai orang. "Ba-baiklah. A-aku ikut, Uchiha-san."
Dan sekarang, disinilah Hinata berada. Di sebuah tempat yang ia tak tahu berada di wiliyah mana. Hinata merutuki dirinya sendiri yang dengan mudahnya menerima ajakan si Uchiha ini. Bangunannya terlihat tua. Lihat saja, catnya hampir mengelupas diseluruh bagian. Tempat ini kotor, tidak terawat dan seperti tidak berpenghuni. "U-uchiha-san..." Panggilnya dengan suara bergetar karena takut. Jujur saja, serangkaian imajinasi menakutkan telah diproses alam bawah sadarnya. Seolah memberi sinyal tanda bahaya.
Sementara Sasuke menyeringai ditengah kegiatannya menghisap rokok.
"Aku tahu keinginan mu."
"..." Hinata tidak paham apa yang baru saja di ucapkan pria disampingnya ini.
"Tak usah bertingkah seolah kau tak tahu apa maksudku."
Hinata semakin tidak mengerti apa yang pria ini katakan. Bertingkah tidak tahu? Hinata memang tidak tahu apa yang ada dalam otakmu, Uchiha.
"A-apa ma-maksud mu, U-uchiha-san?" Hinata mengeratkan pegangannya pada tali tas kecilnya. Hatinya mulai tak tenang.
"Setiap wanita yang datang padaku pasti hanya menginginkan one night stand denganku."
Hinata terbelalak. Ia bukan wanita rendahan seperti itu. Hinata akui, Uchiha Sasuke memang nyaris sempurna. Ia tampan, ia kaya, kedua hal itu sudah cukup untuk menjadi modal seorang lelaki menarik perhatian seorang wanita. Tapi, banyak hal yang Hinata sayangkan. Uchiha Sasuke seorang yang angkuh, ia sinis, dari sorot matanya saja Hinata tahu, pria ini berbahaya. Ia harus pergi dari sini.
"Apa lagi wanita seperti mu." Tudingnya.
"Tempat ini cocok. Meskipun hari masih siang." Hinata gemetar. Ia harus melarikan diri. Ia paham apa yang pria ini ucapkan. Sirine tanda bahaya berdengung nyaring di otaknya. Tanpa pikir panjang, Hinata berusaha keluar dari bangunan menyeramkan dan pria berbahaya didepannya ini.
Sirine di otaknya makin berdengung nyaring. Ini gawat!
Pintunya tidak bisa dibuka. Berapa kali pun ia mencoba, pintunya idak mau terbuka.
"Bi-biarkan aku pe-pergi."
"Cih, bukankah kau yang mendatangiku, hm?"
"K-kau salah... A-" Hinata terbelalak. Sesuatu yang basah menyapu bibirnya. Shit!
Uchiha brengsek ini berani sekali mencium bibirnya. Ciuman pertamanya. Dengan segenap tenaga yang ia miliki, Hinata mendorong dada bidang yang menghimpit tubuh mungilnya sejak tadi. Berhasil. Si Uchiha itu menjauh.
"Cih, munafik!" Uchiha Sasuke mengelap sudut bibirnya yang basah.
Ini kesempatan. Hinata berniat melarikan diri dengan cara memukul tengkuk si Uchiha ini dan melarikan diri dari jendala yag terlihat sudah rapuh itu. Dengan cekatan Hinata menggerakkan kakinya jendela setelah memukul tengkuk si Uchiha ini dengan tas kecilnya yang berisi deompet dan handphone-nya. Hinata tidak perduli jika handphone-nya rusak . Sedikit lagi, batinnya. Jendela itu sedikit lagi berhasil ia gapai.
Tap!
Hinata terjengkang kebelakang, punggung ringkihnya menabrak sesuatu dan Hinata tahu apa itu. "Le-lepaskan!" Jeritnya yang diiringi rontaan yang tidak ada artinys untuk Sasuke. Ini semakin menarik, tak pernah ada seorang wanita yang menolak Uchiha Sasuke. Ini adalah tantangan besar. Dan Sasuke merasa tertantang. "Diam! Dasar munafik!"
Lengan kekarnya yang biasa ia gunakan untuk menyentuh lekuk tubuh wanita yang memuaskan hasratnya, kini ia gunakan untuk menjambak rambut panjang Hinata. Hinata ingin menangis. Tapi ini bukan saatnya untuk menangis. Sekali lagi, Hinata menggunakan kakinya untuk menginjak kaki besar Sasuke yang berlapis sepatu berwarna krem. "Dasar jalang!"
Berhasil!
Hinata segera menaiki jendela itu. "Kau tak akan lari kemana-mana, wanita jalang!"
Hinata kembali terjengkang. "Le-lepaskan a-aku, Uchiha-san.. Hiks," Hinata terisak lirih. Ia berharap dengan menangis, pria ini akan membebaskannya dan membiarkannya pulang. Namu sayang, harapannya tak terjadi. Yang ada si Uchiha Sasuke ini malah makin menyudutkannya. Menarik lengannya dan menghempaskannya ke lantai.
Hinata meringis pelan, bibirnya mulai terisak. Tubuhnya gemetar hebat. Hinata ingin pergi dari sini. Ia takut. Sungguh takut pada pemuda yang kini tengah menindih tubuh kecilnya. Terlebih lagi saat pemuda itu melumat bibirnya yang bergetar. Tangan besarnya menahan kedua tangan Hinata di samping kepala gadis itu. Hinata tak bisa berontak lagi.
Sasuke semakin melumat bibirnya ganas. Hinata butuh udara. Dadanya sesak. Dengan sedikit kekuatan yang ada Hinata membenturkan keningnya pada kening Sasuke. Seketika Sasuke melepaskan bibir Hinata. "Kau mulai berlaku kasar, hm?" Hinata bergidik ngeri mendengar intonasi Sasuke yang berubah.
"Akan aku kabulkan." Bisik Sasuke mesra dan pemuda itupun mulai menjilati cuping telinga Hinata. Hinata tak mampu menahan desahannya. Sensasi geli bercampur takut menyerangnya. Ia gigitbibir bawahnya guna meradam segala suara yang hendak ia keluarkan.
Sasuke menyeringai melihat ekspresi gadis yang sedang ia tindih itu. Wajah tampannya ia jauhkan dari wajah gadis yang terlihat sangat ketakutan itu. Ia kembali menciumi bibir Hinata. Kali ini lebih lembut dari pada ciumannya tadi. Puas dengan bibirnya, Sasuke mulai menjilati leher putih Hinata. Membuat Hinata mendesah pelan. Gadis itu buru-buru menggigit bibir bawahnya begitu menyadari kelakuannya barusan. Jujur, ini adalah pengalaman pertama Hinata mendapat sentuhan seperti ini.
Sasuke kembali mneyeringai. Tangan besarnya mulai beranjak membuka pakaian Hinata.
"Ka-kau mau a-apa Uchiha-san?" tanya Hinata gemetar.
Sasuke tak menjawab, tapi tangannya yang terus bekerja. Dada Hinata yang bersih dan putih adalah pemandangan yang enak untuk dilihat. Buru-buru Sasuke menyatukan kembali bibir mereka sementara kedua tangannya sibuk melepas pengait bra Hinata yang berwarna putih. Sasuke semakin bernafsu memagut bibir Hinata.
'Aku tak ingin berakhir di sini. Terlalu kotor untuk gadis sepertinya.' Kedua tangannya meremas dada Hinata pelan. Memilin putingnya dan sesekali menarik puting berwarna kemerahan itu sampai mengeras.
"Kita tak akan melakukannya di sini, tenang saja. Tempat ini terlalu kotor untuk gadis seperti mu." Sasuke mengecup bibir Hinata dalam dan kemudian memukul tengkuk Hinata. Gadis itu pingsan. Pingsan dalam keadaan bertelanjang dada.
"Kau menarik, aku suka caramu menolak setiap sentuhanku." Sasuke melepas jaket kulit hitamnya dan memakaikannya pada Hinata. Menutupi area dada Hinata yang indah. Sekali lagi, sebelum beranjak pergi dari tempat itu. Sasuke mengecup bibir Hinata.
.
.
.
TBC
An: hai ^^
Datang kembali denga fic baru yang rencananya hanya akan terdiri dari dua chapter atau twoshot. Dan saya akan mengapdetnya cepat, mungkin seminggu setelah chapter pertama di publish ^^.
Terimakasih buat yang udah baca.
Semoga berkenan untuk meninggalkan dua atau lebih patah kata untuk kritik atau sarannya. Flame di perkenankan, asal jangan flame Pairingnya ^^.
Karena saya suka SasuHina. Tak jadi masalahkan saya suka sama crack pair?
.
.
.
Salam unyu...