Annyeong, Moshimoshi...

Dommie membawa FF baru hasil karya Dommie, dengan pairing yang ekhem rahasia ekhem *plak *abaikan. Dengan pairing seperti biasa, karena Dommie teguh untuk tetap berada di pair tersebut. Ya, kalian sudah pasti bisa menebak.

ini Re-Upload karena kemarin di hapus sama Admin FFn.. hiks, dia bilang gak boleh pake real person.. padahal banyak yang pake *sesenggukkan*

ah ayo dibaca, review Ulang, atau review baru.. Mohon bantuannya^^

Cast : 2PM and Other Cast

Claim : Mereka milik diri masing-masing, hanya meminjam nama dan cerita ini buatan Domm-ie. sekian.

Summary : Tuhan yang mengizinkan mu kembali padaku, sekarang aku tau kau lah takdir ku.

Apa jadinya kalau mereka saling mempunyai benang merah? terikat satu sama lain tanpa mereka ketahui sebelumnya?

Karena takdir adalah misteri dan kamu takkan tau apa yang akan terjadi sebelum kamu mengalaminya.

YOU'RE MY DESTINY

YAOI, (Boy'love'Boy)

Read it and then please review ;)

*sedikit melenceng dari summary*


"Tetaplah disini…" ucap seorang namja dengan nada memelas,

"Aku mohon, kaburlah bersamaku. Kau harus menolak perjodohanmu" ucap namja itu lagi makin memelas

"Maaf, aku tidak bisa. Aku harus pergi…" ucap seorang namja lain dengan suara datar, seperti acuh sama sekali.

"kalau saja semua bukan demi Appa dan Ummaku… kalau saja bukan demi ratusan karyawan yang menggantungnya pekerjaannya di perusahaan Appaku. Mungkin, aku bisa menolak. Tapi ini, ini semua demi mereka. Ku mohon, mengertilah" ucap namja itu lagi mencari alasan.

Ya, namja itu adalah Kim Minjun seorang Pianis muda yang berbakat. kalian bertanya untuk apa dia disini? tentu saja untuk mengakhiri hubungannya dengan namjachingunya, karena dia dijodohkan. Lagipula Minjun juga tak pernah mencintai namjachingunya sama sekali, dia hanya iba pada namjachingunya sekaligus sunbaenya waktu SMA.

"Mianhae, aku harus pergi" ucap Minjun datar, yang segera pergi meninggalkan namjachingunya ah tidak, maksud Dommie MANTAN NAMJACHINGUnya

"Junnie! Kim Minjun!..." Suara itu meninggi, berteriak. Ya, semakin berteriak memanggil nama Minjun. Lagi pula memang seharusnya dia berteriak kearah namja yang sudah pergi meninggalkannya tanpa menengok kebelakang sedikitpun.

.

.

.

.

"Junnie, malam ini kita akan bertemu calon tunanganmu sekaligus meresmikan hubungan pertunangan mu disana" Ummaku memulai pembicaraannya, pagi ini sebenarnya aku tak ingin mendengar suatu apapun dari hal-hal yang berhubungan dengan calon tunanganku itu. Seseorang yang tidak aku ketahui apapun tentangnya.

"Junnie…." Umma mengguncang bahuku, membuyarkan lamunanku.

"e-eh? Mianhae Umma, siapa dia umma? Uhm, maksudku siapa namanya?" aku membuka suara, setidaknya menanggapi pembicaraan ummaku ini.

"Namanya–…"

"Kau nanti akan tau sendiri Minjun" tiba-tiba saja suara Appaku memotong apa yang dikatakan ummaku.

"setidaknya biarkan aku tau tentangnya Appa" Aku mulai bosan, biarlah membentak sedikit yang penting setidaknya aku tidak terlalu menjadi seorang anak bodoh yang tidak mengetahui tentang calon tunangannya sedikitpun.

"Minjun..." Tuan Kim meninggikan suaranya, dia mulai lelah menanggapi anaknya yang menurutnya terlalu keras kepala. Meskipun meninggi bukan berarti dia membentak anaknya, karena sesungguhnya dia takkan sanggup kalau harus membentak anak satu-satunya ini.

"Setidaknya biarkan aku tau sedikit saja tentangnya!" suaraku mulai ikut meninggi menyaingi tingginya suara Appaku. aku tau, meskipun Appa menggunakan nada tinggi tapi bukan berarti dia membentakku, jujur aku tak bisa menerima sebuah bentakan.

"Baiklah kalau kau memang mau tau, Dia seorang namja"

"N-na-namja?" Aku tercengang, bagaimana bisa appa menjodohkanku dengan seorang Namja, yah meskipun mantanku juga seorang namja tapi tetap saja. Aku tidak mau kalau namja yang dipilih orangtua ku itu bukanlah namja yang aku kenal.

"Memangnya kenapa kalau dia Namja, sayang? Bukankah sekarang orang-orang sudah menerima hubungan seperti itu?" Nyonya Kim -umma minjun- ikut bersuara, mencoba meredakan hati anaknya yang sekarang sudah tersulut emosi.

"Bukankah dulu kau juga berpacaran dengan seorang namja, huh! Siapa namanya? Ah, aku lupa, kau bahkan tidak pernah menceritakannya ataupun mengenalkannya padaku" sahut Tuan Kim dengan nada meremehkan.

"A-aku.. aku…" Skak-Matt untuk dirimu sendiri Minjun.

"lagipula orang yang akan dijodohkan denganmu itu anak teman Appa, Jadi terimalah dia. Karena kalau tidak… bersiaplah mengemis dijalanan!" Tuan Kim berdiri dari tempat duduknya, sudah mulai jenuh akan pembicaraan ini.

"Yeobo, tenanglah. Junnie hanya belum bisa menerima, nanti dia juga akan menerimanya" Nyonya Kim ikut berdiri, menghampiri suaminya.

"sebaiknya kau segera berangkat kerja, bukankah kau ada rapat pagi ini?"

"Baiklah, aku berangkat dulu" Tuan Kim mengambil tas kerjanya, dan berjalan keluar.

"Hati-hati Yeobo"

.

.

.

.

*Sementara dirumah seorang Presdir bermarga 'Park'*

"Honey, malam ini kita ada acara. Kau harus ikut, arraseo?" Istri dari seorang Presdir itu membuyarkan lamunan anaknya.

"No" Singkat. Ya, sangat singkat. Ok Taecyeon, dia sudah bisa menebak untuk tujuan apa acara itu. Sebenarnya dia sudah lelah menolak keputusan kedua orang tua angkatnya yang menurutnya sangat kolot ini, tapi itu bukan berarti dia juga menerima keputusan tersebut.

Kenapa kedua orang tua angkat? Kemana orang tua kandungnya? Yah itulah yang dia tak tau, sejak kecil yang dia tau dia ini anak adopsi keluarga ini. Keluarga yang memberinya segalanya. Lagipula mau tak mau dia memang harus menerima ini, yah itung-itung sebagai tanda terima kasihnya. Karena keluarga Park ini telah mau menerimanya, mengasuhnya, memberi segalanya dengan cukup kecuali…. Yah kecuali kebebasan memilih. Tapi meskipun begitu, dia tau keluarga ini begitu menyayanginya, terutama Ummanya ini.

"Sayang, ini semua demi yang terbaik untukmu" Ummanya kembali membujuknya.

"Kau harus ikut, tidak ada tapi-tapian. Tidak ada penolakan! Apapun alasannya!" Kepala keluarga itu memecah pembicaraan diantara istrinya dengan anaknya itu. Tegas, yah Appanya adalah sosok yang tegas, tapi bukan berarti Appanya galak padanya.

"Tapi Appa…."

"sudah kubilang tidak ada tapi-tapian! Atau kau akan kembali ke Amerika! mengurus perusahaan disana…..." mengambil jarak sejenak, berfikir kira-kira degan apa anaknya ini akan luluh.

"Dan bertemu Yoona!" Skak-matt untukmu Ok Taecyeon, Appamu memang mengerti dimana kelemahanmu. Selalu membawa-bawa Amerika dan Yoona. Yeoja yang kau anggap adik tapi ternyata memuja-muja mu lebih dari itu. Cih! Membuat risih saja.

"Baiklah! Aku ikut!" Sang Presdir hanya tersenyum menang, dia tau anaknya sudah kalah.

"Jadi kau harus bersiap-siap" Ummanya tersenyum, mengerti kalau anaknya ini tengah menjerit Frustasi didalam hati.

"Siapa dia? Siapa namanya?" Taecyeon mulai mengontrol emosinya.

"Kau akan tau nanti Chagi. Lagipula….. Umma takut kau akan membuatnya terluka bila kau mengetahui siapa dia" Diam-diam Nyonya yang menyandang marga Park itu tersenyum. Entahlah, hanya dia dan author saja yang tau arti senyuman itu.

"hhh….." Taecyeon beranjak dari tempatnya, meninggalkan tempatnya tanpa persetujuan kedua orangtuanya.

"Biarkan dia, nanti dia juga akan menerima perjodohan ini. Lagipula, sekarang dia pasti pergi menemui Nichkhun. Percayalah" Sang Presdir menahan tangan Istrinya, membiarkan putranya pergi.

.

.

.

.

"Yeoboseo" Namja berdarah Thailand itu mengerjapkan matanya berkali-kali. Pagi-pagi kesal karena sebuah panggilan telepon mengganggu tidurnya.

"Nichkhun, Bantu aku kabur!" Terdengar suara disebrang sana.

"apa!" Nichkhun loncat dari atas tempat tidurnya, kemudian melihat nama pemanggil diponselnya itu.

"Ta-Taecyeon, kau gila eoh? Memintaku membantumu kabur!" Nichkhun dengan cepat tersadar dari tidurnya.

"…"

"Kenapa kau ingin kabur?" Nichkhun mengeryitkan dahinya, membentuk sebuah sudut siku-siku yang terpampang jelas diwajah Cutenya.

"….."

"Ah Arraseo, arraseo. Tapi kau berjanji takkan membawa namaku kalau kau tertangkap?"

"...…."

"Baiklah, bertemu di Cafetaria biasa. Jam..." Nichkhun mencari-cari jam disekitarnya, kemudian melirik kearah jam tersebut.

"Jam 10"

"..."

"aku akan menunggumu."

*cklik*

Panggilan itu terhenti, Nichkhun menggelengkan kepalanya. Tetap heran akan sikap sahabat Americannya itu, terkadang terlalu keras kepala, dingin, dan terkadang aneh.

*dddrrrttt…dddrrrtt*

Ponsel Nichkhun bergetar lagi, muncul sederet angka dilayarnya. Sederet angka yang sudah dihafal Nichkhun diluar kepala.

"Yeoboseo? Chagi!..." Perasaan Nichkhun berbeda jauh dari pada ketika dia mengangkat telefon dari Taecyeon.

"Ne, ne Arraseo baby.."

"…"

"Nado Bogoshipo Chagi"

"…."

"Kau sudah pulang ke Korea? Apa aku harus menjemputmu?"

"…."

"Baiklah kalau begitu. Aku tunggu kau di apartement ku ne?"

"…"

"A-aapaa?! Kau sudah didepan pintu apartement ku?"

Nichkhun melempar ponselnya kekasur, tak mempedulikan ponselnya yang kini tergeletak begitu saja. Dia hanya berlari kearah pintu apartementnya. Cukup satu tarikan dan…..

"Hyung! Bogoshipo!" Jang Wooyoung, namja berpipi Chubby ini langung mengeratkan pelukannya ditubuh Nichkhun.

"N-na-nado Bogoshipo. Lepaskan dulu, aku ti-dak bi-sa ber-na-fas.. hah..hah..haha"

"Ah, Mianhae.." Namja berpipi Chubby itu langsung melepaskan pelukan eratnya. Tak ingin membuat Hyung sekaligus kekasihnya ini mati kehabisan nafas.

"Tak apa-apa, ayo masuk" Nichkhun menarik lengan wooyoung. Namja yang dia tunggu dan dia rindukan setiap hari selama 4 tahun ini.

"Jadi…. Bagaimana di Jepang?" Nichkhun membuka pembicaraan sambil meletakkan 2 kaleng minuman dingin dihadapannya.

"Jepang…. Ah, itu Negara yang indah Hyung. Kau tau? Banyak sekali Fujoshi disana"

"Fujoshi?..." Nichkhun tampak seolah-olah sedang mencerna perkataan kekasihnya ini. 'apa itu fujoshi?' Nichkhun terus bertanya-tanya didalam hati.

"ah iya, aku lupa kau pasti tidak mengerti. Fujoshi itu.. mereka menyukai ah ani, maksudku uhmm…. Mereka mendukung hubungan sesama jenis Hyung" Namja didepan Nichkhun sedikit tertawa, tertawa gugup lebih tepatnya, dia juga memahami kalau Nickhun tengah dilanda kebingungan.

"Kau tidak suka Fujoshi? Kau tidak suka hubungan antar sesama?..." Nichkhun seakan-akan memperjelas kata-kata dibagian hubungan antar sesama.

"ah n-ne… te-tentu saja aku…." Wooyoung tercekat, dia mengerti maksud ucapan Nichkhun.

"aku, aku menyukainya Hyung. Hanya saja kau tau? Mereka menjodoh-jodohkan aku dengan banyak namja, cih! Aku tidak suka namja itu"

Wooyoung mendesis, merutuki para Fujoshi yang menjodoh-jodohkan dia dengan beberapa namja. Tak taukah kalian? WOOYOUNG ITU HANYA MILIK NICHKHUN.

Nichkhun terkekeh "jadi kau dijodoh-jodohkan? Kalian berpacaran di belakangku eoh?"

"Isshhh! Ani! Tentu saja tidak!" Wooyoung mempoutkan bibirnya, terlihat lucu.

"mereka memang menjodohkan aku, tapi aku tidak mau punya pacar seperti mereka hyung! Atau jangan-jangan kau juga mau aku berpacaran dengan mereka, eoh?" wooyoung semakin mempoutkan bibirnya kedepan, semakin membuat dirinya terlihat menggemaskan.

"Yack! Yack! Jangan marah chagi. Tentu saja aku tidak mau kau berpacaran dengan mereka. You is mine." Ucap Nichkhun. "aku menunggumu 4 tahun uyongie, tidak mungkin aku rela melepasmu begitu saja, itu tidak akan terjadi" Nichkhun menatap wooyoung, mengacak-acak rambut kekasihnya ini dengan gemas.

"ya hyung! Jangan acak-acak rambutku! Aku sudah menatanya tadi" wooyoung kembali mempoutkan bibirnya, jengkel atas ulah Nichkhun.

Nichkhun terkekeh sebentar kemudian menatap wooyoung lagi.

"ayo kita jalan-jalan, 4 tahun itu waktu yang lama kan? Kau pasti rindu pada Korea"

"Aku rindu hyung, tapi aku lebih rindu padamu"

"kekeke~ ayo kita keluar, aku akan mengajakmu jalan-jalan dan kemudian kita makan ice cream, bagaimana?" ucap Nichkhun dengan semangat mengajak wooyoung jalan-jalan, sepertinya dia memang sengaja melupakan janjinya dengan Taecyeon.

Wooyoung yang mendengar kata Ice Cream langsung mengangguk dengan semangat, dasar maniac ice cream.

"eh tapi hyung, kau baru bangun kan? Kau tidak mandi dulu?"

"ah iya, ne..ne, aku mandi dulu. Kau tunggu, jangan kemana-mana arra?"

"hmm…" wooyoung mengangguk lebih cepat dari tadi, melihat wooyoung yang begitu antusias Nichkhun langsung melesat kekamar mandi.

.

.

.

.

*Bandara Incheon*

"yeoboseo Appa.."

"…"

"arraseo Appa. Ne, aku akan menunggu. Tapi kalau lama, jangan salahkan aku bila setelah ini kau tidak akan bisa menemukanku"

"..…"

"aku tidak mengancam, aku hanya benci menunggu"

"…."

"issh! Iya, arraseo Appaku tersayang…."

*cklik*

Namja berparas manis dengan matanya yang sipit, dan senyum yang menawan. Dia berjalan menuju tempat duduk, menunggu jemputannya.

Belum sampai 20 menit dia duduk, sudah ada yang mengganggu ketenangannya.

"Euhmm, maaf. Apa anda yang bernama Lee Junho?"

Junho mengalihkan tatapannya kearah seseorang yang memanggilnya.

"Ne, aku Lee Junho. Apa kau suruhan appaku?" Ucap Junho to the point, tak ada basa-basinya sedikit pun.

"ne, mari ikut saya Tuan Muda"

"Junho, panggil saja Junho" Junho berdiri dari duduknya, menarik koper yang ukurannya cukup besar dengan langkah gontai. Perjalanan Jepang-Korea tidaklah sesingkat yang kita pikirkan bukan, jadi wajar Junho sudah sedikit lelah. Belum lagi harus menunggu suruhan Appanya.

"Biar saya bawakan Tuan Muda Junho" Lelaki paruh baya ini segera menarik koper milik Junho tanpa menunggu izin sang pemilik koper.

"Tidak usah, biar aku membawanya sendiri saja Ahjussi" Junho menarik kembali kopernya, membawanya sendiri.

'ah, ternyata dia anak yang mandiri. Ternyata sama dengan Appanya' Ucap lelaki paruh baya yang sedang bersama junho ini didalam hati.

"Tuan Muda setelah ini mau kemana? Saya akan mengantar Tuan dengan senang hati"

"Gamsahamnida Ahjussi sudah mau mengantarku, tapi aku tidak mau kemana-mana. Dan satu lagi tolong ingat…. Cukup panggil aku Junho tidak usah membawa embel-embel Tuan Muda" Ucap Junho berbicara tanpa mengalihkan pandangannya yang sedang menatap gedung-gedung pencakar langit. Seoul ibukota Negara Korea, ah betapa rindunya dia dengan Negara ini. Negara Jepang juga indah, tapi lebih indah Negara sendiri bukan?.

"Ne arraseo Tuan Mu…. Ah maaf maksud saya Junho" 'anak yang baik dan juga sopan' tambah lelaki itu dalam hati lagi-lagi.

.

.

.

"Yack! Kau dimana Nichkhun!" Taecyeon mengacak-acak rambutnya dengan frustasi, orang yang dia tunggu-tunggu belum datang juga. Akhirnya dia mengambil ponselnya, tak kuat bila harus berlama-lama menunggu tanpa kejelasan.

"yeob…" ucap suara diujung sana.

"Yack! Kemana kau! Aku sudah menunggu setengah jam!"

"hehehe, mianhae Taecyeon-ah. Kau ingat Wooyoung? Namja berpipi chubby yang 4 tahun lalu kuliah di Jepang, dia sudah kembali. Jadi, aku pergi berjalan-jalan bersamanya sekarang." Suara disana mulai tertawa renyah tanpa dosa. Tak tau kah kau, Taecyeon hampir saja berniat merusak restaurant ini bila 1 jam lagi kau tidak datang.

"Mwo? Wooyoung? Aish! Tentu aku ingat dia sudah kuanggap dongsaengku sendiri, sekarang kau dimana? Aku akan kesana, aku juga merindukan nya"

"aku sedang di taman dekat cafe ice cream tempat bi... Hei! Yack! jangan kesini!"

"aku tidak perduli, aku akan kesana!"

*cklik* telefon ditutup begitu saja secara sepihak oleh Taecyeon.

Taecyeon keluar dari restaurant itu tanpa menghabiskan pesanannya. Dia keluar dengan tergesa-gesa. Menuju kedai ice cream yang tak terletak jauh dari tempatnnya saat ini. Dia menutupi kepalanya dengan topi yang dia bawa. Berjaga-jaga siapa tau Appanya menyuruh orang untuk membuntuttinya.

*bruukk*

"akkhh…." Berbeda dengan Taecyeon yang masih berdiri tegak, namja yang bertabrakan dengannya sudah terjungkal kebelakang.

"ahh, mianhae….." Namja didepan taecyeon berusaha berdiri, tapi sepertinya terlalu sulit untuk berdiri. Kakinya sedikit sakit karena jatuh.

"ah, ayo bangun…" Taecyeon mengulurkan tangannya, berusaha membantu namja yang bertabrakan dengannya.

"Gamsahamnida" namja itu mengulurkan tangannya juga, menerima bantuan Taecyeon.

*deg*

'kenapa Jantungku seperti mau lompat? Aku baru memegang tangannya' Taecyeon melempar pandangannya kearah lain, mengurangi sedikit kegugupannya.

"sekali lagi terima kasih" namja yang ditabrak Taecyeon sudah berdiri tegak, melangkahkan kakinya kembali.

"Tu-tunggu, siapa namamu?"

"Aku berjanji kalau kita takdir mengizinkan kita untuk bertemu lagi, aku akan memberitahu namaku padamu" ucap namja itu kembali membenarkan letak topinya yang tadi sempat terjatuh sambil tersenyum tulus kearah Taecyeon, kemudian kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda.

Hati Taecyeon seakan berdesir melihat senyum namja itu. Tanpa sadar, dia juga tengah tersenyum. 'menarik….' Ujar Taecyeon dalam hati.

"ah iya, aku harus ke cafe ice cream" Taecyeon tersadar, dia mempercepat laju jalannya.

.

.

.

"Khunnie hyung, aku mau ice cream Vanilla. Belikan aku ne?"

"kekeke~ tentu saja. Apapun untukmu" Nichkhun tersenyum melihat tingkah wooyoung. Namja yang sudah berhasil merebut hatinya, membuatnya melupakan ratusan bahkan ribuan yeoja diluar sana yang mengantri untuk menjadi pacarnya.

"tapi kita tunggu Taecyeon dulu ne? lagipula Jinwoon takkan marah kalau kita belum memesan. Taecyeon bilang dia mau kesini, ah padahal aku kan ingin berdua denganmu. Tak tau kah dia? Dia mengganggu kencan kita" ucap Nichkhun berpura-pura kesal.

"T-taecyeon hyung? Dia mau kesini? Ah, aku merindukan hyungku yang satu itu. Apakah badannya bertambah besar?" Ucap wooyoung antusias

"iya, dia bertambah besar…. dan pabbo" Cibir Nichkhun ketika melihat Wooyoung begitu antusias, sementara Wooyoung hanya terkekeh dia mengerti kalau Nichkhun sedang cemburu.

"Yeoboseo?" Wooyoung tiba-tiba mengangkat sebuah panggilan di ponselnya.

"….."

"ah, hyung! Bogoshipo Hyung!"

"….."

"ne, arraseo. Bisakah kau kemari? Aku sedang bersamanya, kau tau? Khunnie Hyung"

"….."

"ah, baiklah aku tunggu disini hyung. Di cafe ice cream tempat yang sering aku kunjungi dulu. Kau pasti tau kan?"

"….."

"baiklah, aku tunggu"

*cklik* sambungan telepon itu terputus begitu saja.

"siapa?" Tanya Nichkhun penasaran

"minjun hyung.. aku menyuruhnya kesini" ucap wooyoung, sementara Nichkhun sudah memajukan bibirnya dengan kesal. Berfikir kalau kencannya lagi-lagi terganggu. Wooyoung yang mengerti perubahan raut wajah Nichkhun, mencoba memberi pengertian. Mengelus pipinya dengan lembut…

5 centi…. Wajah mereka berdekatan.

4 centi…

3 centi…

2 centi…..

"yack, yack! Kalian ini malah bermesraan disini. Setidaknya lihatlah tempatnya dulu."

"Taecyeon/hyung…" ucap Nichkhun dan Wooyoung bersamaan.

*blush*

Pipi wooyoung merona, dia malu. Taecyeon melihat kalau dia akan berciuman dengan Nichkhun. 'OH MY GOD! Mau ditaruh mana mukaku' batin wooyoung berteriak-teriak. Sedangkan Nichkhun memandang tidak suka kearah Taecyeon, mengumpat-umpat Taecyeon yang telah mengganggu 'kesenangan'nya.

"dasar bocah Amerika pengganggu…" desis Nichkhun sambil memberikan deathglare kearah Taecyeon. Sementara Taecyeon sendiri? Cih, dia mengacuhkan death glare yang tidak ada seram-seramnya itu.

"du-duduklah dahulu Hyung" wooyoung berbicara dengan gugup, OH NO! kenapa jadi begini.

"Ah terima kasih Wooyoung. Kau memang dongsaeng yang baik, aku merindukanmu uyong"Taecyeon merentangkan tangannya lebar, siap menerima pelukan dari wooyoung.

"ah aku juga rindu padamu Hyung" ucap Wooyoung sambil memeluk Taecyeon. Sementara Nichkhun? Dia masih sibuk memberi Death Glare kearah Taecyeon.

"sudahlah, kita sudahi peluk-peluk kan ini. Aku belum mau dibunuh oleh kekasihmu yang possessive itu" Taecyeon segera melepas pelukkannya, dia cukup berfikir panjang untuk belum mau mati muda ditangan Nichkhun. Wooyoung terkekeh melihat Nichkhun yang sudah memandangnnya dengan pandangan kesal.

"mau pesan a….."

"Wooyoungie!" pelayan ah ani, Bos pemilik kedai yang sedang merangkap menjadi pegawai itu langsung merengkuh Wooyoung, dia semakin mempererat pelukannya.

"l-lepas, a-aku ti-dak bi-sa ber-naf-fas…" ucap Wooyoung sesak, Jinwoon memeluknya terlalu erat.

"ah, mianhae" jinwoon buru-buru melepas pelukannya

"Jinwoon, kau mau membunuhku eoh? Memelukku erat sekali" dengus wooyoung kesal.

"hehhee, Mian. Aku sudah lama tak melihat sahabatku ini, jadi wajarkan aku terkejut" Jinwoon terkekeh pelan, betapa senangnya dia melihat sahabatnya sekaligus pelanggan istimewanya ini.

"Tumben kau melayani pelanggan? Biasanya kau hanya duduk santai saja seperti Bos-bos lainnya" ucap Taecyeon

"Hehhee, setengah pegawaiku sedang keluar untuk istirahat Hyung, jadi aku harus membantu melayani pelanggan. Jadi, kalian mau pesan apa uhm?"

"hmm, t-tapi aku masih menunggu temanku" ucap Wooyoung dengan nada menyesal, lebih menyesal karena tidak dapat mencicipi ice creamnya lebih cepat.

"baiklah kalau begitu, aku harus melayani pengunjung yang lain dulu. Hari ini lebih ramai dari biasanya. Aku permisi dulu Hyungdeul, uyongie. Annyeong" ucap Jinwoon sambil melambaikan tangannya dan berpindah ke meja lain.

"ne…" ucap Taecyeon singkat. Sedangkan kedua temannya –lirikNichkhundanWooyoung- mereka sedang asik saling tatap-menatap.

"huh, aku dijadikan obat nyamuk, eoh?" Ujar Taecyeon sedikit menyindir pasangan di depannya ini. Wooyoung yang mendengar sindiran Taecyeon hanya tertawa canggung.

"tenang saja Taecyeon, sebentar lagi kau akan mempunyai teman" Nichkhun tersenyum jahil melihat sahabatnya ini kesal. 'siapa suruh mengganggu kencanku, eoh? Sekarang kau menjadi obat nyamuk kan? Rasakan itu' Nichkhun terkekeh kecil dengan pemikirannya barusan.

Lonceng diatas pintu café itu berbunyi, menandakan ada pengunjung yang baru masuk.

Seorang Namja, dengan syal dilehernya. Menggunakan baju, celana, dan sepatu yang hampir senada. Mode terkini, meskipun menggunakan topi yang sedikit menutupi wajahnya, dia tetap terlihat tampan bukan? Lihat saja, pegawai wanita disitu saja sampai tidak bisa menutup mulutnya. Shock kah? Melihat seorang pangeran. Kekeke~

Namja itu menatap sekelilingnya, mencari seseorang. Hingga dia menemukannya, bersama 2 orang lainnya yang salah satunya dia ketahui sebagai Nichkhun, sementara satunya lagi? Karena duduk membelakanginya tentu saja dia tak tau siapa itu. Letak meja itu di dekat sebuah jendela yang berhadapan langsung dengan taman. 'letak yang strategis' menurutnya. Akhirnya dia memantapkan langkahnya menuju meja itu.

"annyeong Uyongie" sapa Namja itu dengan lancarnya. Dia belum sadar sebentar lagi nada bicaranya akan berbanding dengan sekarang.

Semua orang dimeja itu menoleh, termaksud Taecyeon yang mendengar sapaan itu.

Dan….. GOCTHAAAA!

"Kau!..." ucap Namja itu dan Taecyeon bersamaan sambil menunjuk satu-sama lain. Menimbulkan tanda Tanya di benak Wooyoung dan Nichkhun.

.

.

.

"Tu... Junho, kita sudah sampai" ucap lelaki paruh baya itu di depan kemudinya, "Maaf aku tidak bisa mengantar mu kedalam, aku masih ada urusan" tambahnya lagi.

"a-ah, n-ne.. Gamsahamnida ahjussi" Junho keluar dari mobil itu, memasuki sebuah rumah megah yang lebih cocok disebut 'Mansion'.

"Tuan muda..." sapa sepuluh maid yang kini tengah berjejer rapi menunggu kedatangan tuan muda mereka, Junho. Dia bak seorang pangeran yang dihormati.

"Appaaaa!..." Junho berteriak memanggil Appanya tanpa memperdulikan para maid yang sedang berbaris rapi dihadapannya.

"Tuan muda, Tuan Lee sedang di ruang kerja pribadinya" seorang maid berusia sekitar 40 tahun menghampirinya, memberitahu letak keberadaan sang Tuan rumah.

"Gamsahamnida Ahjumma..." ucap Junho sopan, Junho meninggalkan para maid yang kini sedang berbisik-biisk mengenai ketampanan dan kemanisan sang tuan Muda mereka yang sepertinya bertambah saja.

"Appa..." ucap Junho girang tanpa memberi salam terlebih dahulu pada Appanya, sementara Tuan Lee hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah anaknya yang tak berubah juga.

"Appa, kemana Umma?" tanya Junho

"Umma mu? Masih di London" ucap Tuan Lee

"Padahal aku merindukannya, huwaaa Umma... Bogoshipo..." ucap Junho berpura-pura menangis *DramaLuAh* *plaak*

"yack! Dasar bayi besar, lihat sudah berapa umurmu? Masih saja berkelakuan seperti anak kecil"

"yack Appa!" Junho menghentak-hentakan kakinya ke lantai, sedikit mempoutkan bibirnya. Membuat sang Appa terkekeh melihatnya.

"jangan terlalu sering mempoutkan bibirmu seperti itu Junho, bisa-bisa kau diterkam oleh orang-orang yang gemas melihat mu" ucap Tuan Lee bercanda, masih sambil terkekeh melihat betapa imut nya anaknya ini.

"Appa! Apa maksudmu hah? itu tidak lucu!" Junho mendengus kesal, dia segera berbalik dan meninggalkan Appanya yang kini makin terkekeh melihat kelakukan nya.

*Blaam!* Kalau saja pintu ruang kerja sang Appa bukan terbuat dari kayu terbaik, mungkin sudah roboh dengan tenaga Junho yang sedang kesal saat ini.

"Lihatlah, bahkan dia menghentak-hentakan kakinya ketika kesal. Apakah seorang pria dewasa begitu? dia lebih terlihat seperti anak perempuan" ucap Tuan Lee pada dirinya sendiri, tanpa perduli kalau Junho sudah keluar dari ruangannya. Tuan Lee makin tertawa, 'dia memang tidak berbuah eoh, masih seperti dulu' ucap batin Tuan Lee, menyunggingkan seutas senyum.

"Yeoboseyo..." ucap Tuan Lee seraya mengangkat ponselnya.

"..."

"ah ne, dia memang tumbuh menjadi anak yang lucu"

"..."

"sopan? cih, dia tidak sopan Ji..." ucap Tuan Lee sambil tertawa.

"..."

"jadi kau benar-benar yakin?"

"..."

"Arraseo, aku juga setuju. tapi untuk hal seperti ini aku tidak mau dia melakukannya secara terpaksa"

"..."

"Hahahhaa, Junho tipe yang sulit. Lagi pula dia keras kepala"

"..."

"hahaha. Ne, terserah kau saja. Yang jelas aku sudah berjanji untuk menyetujuinya"

*Cklik* Panggilan itu terputus, bersamaan dengan ditutupnya ponsel itu. Menyisakan Tuan Lee yang sedang tersenyum dengan pembicaraan dengan sahabat lamanya.

.

.

.

.

"Kalian saling mengenal?" Tanya Wooyoung dan Nichkhun bersamaan. Memberikan tatapan penasaran pada dua orang dihadapan mereka.

"a-ani, hanya saja tadi kami sempat bertabrakan" Taecyeon mengelus tengkuknya, merasakan hawa kegugupan ketika melihat namja yang sempat mencuri sedikit perhatiannya.

"N-ne, kita tidak saling mengenal" ucap Minjun sambil menunduk, entah kenapa dia merasa sedikit terkejut dan gugup juga.

"Ta-tapi dia berjanji akan memberitahu namanya kalau kita bertemu lagi. Dan ternyata kita bertemu lagi, suatu kebetulan..." ucap Taecyeon

"ah ternyata kau masih ingat, baiklah.. Annyeong haseyo, Kim Minjun imnida"

"Ne, Ok Taecyeon imnida"

"H-hyung, duduklah dahulu" ucap Wooyoung ketika melihat Minjun masih saja berdiri dengan canggungnya.

"A-ah, N-ne..." ucap Minjun, dengan ragu dia duduk disebelah Taecyeon. 'kenapa jadi gugup begini!' teriak Minjun dalam hati begitu dia duduk disamping Taecyeon.

Setelah orang yang mereka tunggu datang, akhirnya mereka memesan ice cream. Yah meskipun sebenarnya hanya Wooyoung dan Minjun saja yang memesan.

"ah iya aku ingat. Jadi Taecyeon... kenapa kau ingin kabur?" Tanya Nichkhun serius, sesuai tujuan awal mereka.

"Ck, kenapa kau bicarakan itu sekarang? kau mau merusak rencanaku?" ucap Taecyeon sinis

"Mwo?! K-kau mau kabur hyung? wae?" Tanya Wooyoung penasaran

"Apa aku bilang, kau sudah merusak rencana kaburku Khun. sekarang Wooyoung tau dan dia pasti akan bilang pada orang tuaku"

"Ah- aku takkan bilang hyung, asalkan... Kau mentraktirku ice cream 1 bulan penuh" ucap Wooyoung

"Cih dasar dongsaeng nakal! 4 tahun di Jepang dan kau sudah pintar memeras ku eoh?"

"heheheh ani, aku hanya bercanda hyung. Memangnya kenapa kau ingin kabur hyung? Apa kedua orang tua mu memintamu kembali ke Boston?" ucap Wooyoung disela-sela memakan ice cream nya.

"ini lebih parah, aku dijodohkan" ucap Taecyeon dengan nada datar sekaligus keputus-asaan.

"MWO?!" kali ini justru Minjun yang kaget mendengar penuturan Taecyeon. Sementara Wooyoung? dia tersedak ice creamnya sendiri ketika mendengar alasan Taecyeon.

"Kau kenapa Minjun?" ucap Taecyeon heran

"A-ani, aku hanya kaget saja.. cerita kita sama, aku juga dijodohkan" ucap Minjun dengan nada putus asa juga.

"Mwoo?!" ucap ketiganya dengan kaget, minus Minjun yang sedang menundukkan kepalanya dengan lesu.

"Kau bercanda kan Hyung?" ujar Wooyoung tak percaya

"ani, aku serius Wooyoungie" jawab Minjun lesu dan semakin putus asa.

"Ah, ternyata kita sama..." ucap Taecyeon dengan nada putus asa juga seperti Minjun, tapi entah kenapa ada yang menjanggal dihati Taecyeon dan Minjun saat mendengar kalau masing-masing dari mereka berdua sudah dijodohkan. sayang kejanggalan itu terlalu sulit dimengerti keduanya. Yah sepertinya mereka sudah terkena Love at first sight terlebih dahulu.

Only you...

niga anim nal gochil su eobseo

Nandasi useul su ga eobseo

It's only you my baby it's only you~

Suara dering ponsel Minjun sedikit memecah aura keputus-asaan diantara dia dan Taecyeon.

"Ah mianhae, aku harus mengangkat telepon dulu" ucap Minjun seraya beranjak menjauh dari meja nya.

"..."

"Ah- ta-tapi aku tidak melarikan diri Umma. Aku hanya berjalan-jalan sebentar dan bertemu dengan Wooyoung"

"..."

"Dia baru kembali dari Jepang tadi"

"..."

"Ne, aku akan segera pulang"

*cklik* cukup terdengar sambungan telepon yang diputus dari ujung sana. Minjun kembali menuju tempat Wooyoung dan yang lainnya.

"Wooyoungie, maaf aku harus segera pulang. Ouh iya, Ummaku berpesan dia rindu padamu. Cepatlah kunjungi Umma, annyeong semua" ucap Minjun undur diri (?) meninggalkan mereka bersama ice creamnya yang masih tersisa.

"aku akan kerumah mu nanti Hyung.." teriak Wooyoung karena Minjun sudah berjalan cukup jauh

.

.

.

"hahh... hahh..." seorang namja berbadan besar mencoba menetralkan pernafasannya, yah meskipun dia menghirup sebanyak apapun juga percuma.

"aigoo, kau tak apa?.." ucap seorang lelaki paruh baya pada namja itu, "sebaiknya kita sudahi latihan ini" ucapnya lagi.

"Gwenchana, Gamsahamnida Saenim" ucap Namja berbadan besar itu sambil membungkukkan badannya kearah seorang lelaki paruh baya berusia 40 tahun. Bila dilihat dari pakaian yang dikenakan, sepertinya mereka baru saja menyelesaikan latihan Taekwondo.

"Cheonma, sekarang cepatlah pulang. Appa mu pasti sudah menunggu, ah iya sampaikan salamku untuknya. jangan terlalu memaksakan fisikmu juga.."

"ne, saenim" ucap Namja itu dengan patuh, kemudian beranjak dari tempatnya.

"Appa... aku pulang" ucap seorang namja yang baru saja pulang itu, dia memasuki sebuah ruangan kerja yang Dommie yakini adalah ruang kerja pribadi Appanya.

"Ah... masuklah. kau baru pulang? apa tidak lelah?" ucap Appanya, bila melihat wajah Appanya dan dirinya mungkin kalian takkan percaya tapi intinya mereka tidak terlalu mirip. Bila sang Appa tak terlalu dikategorikan tampan, maka anaknya ini sangat tampan. Dengan hidung yang mancung, wajah yang seperti campuran korea-italia, matanya yang besar, badan yang berotot, ah sangat berkharisma.

Ya, Hwang Chansung. Anak dari seorang presdir bernama Hwang Ji.

"Ne aku baru pulang, aku belum merasa lelah Appa. kalau begitu, aku mau mandi dulu Appa" pamit Chansung

"hmm..." guman Tuan Hwang, "Chan..." Tuan hwang kembali memanggil nama anak kesayangannya itu. Chansung menghentikan langkahnya

"Wae Appa?" tanyanya

"Selesai mandi, bersiaplah yang rapi kenakan pakaian formal.. kita akan menemui seseorang" ucap Tuan Hwang serius

"Ne Appa" Chansung berbalik melanjutkan langkahnya.

- 1 jam kemudian -

"Appa, aku sudah siap" ucap Chansung menghampiri Appanya yang sama rapinya dengannya, hanya tingkat ketampanannya saja yang berbeda. (kekekek~)

"ah ne, ayo kita berangkat"

"Kita mau kemana Appa?"tanya Chansung di dalam mobil ketika melihat jalan yang dilaluinya terasa begitu asing.

"kita akan mengunjungi sahabat lama Appa, anaknya juga sahabat lama mu"

Chansung mengeryitkan dahinya dengan heran 'sahabat lama ku? nugu?' Chansung mengerjap-ngerjapkan matanya yang besar itu dengan bingung mencoba meminta penjelasan lebih rinci dari Appanya, tapi Appanya hanya tersenyum melihatnya.

.

.

.

.

"Yack Appa! apa-apaan ini! kenapa memaksaku memakai pakaian formal seperti ini!" ucap seorang namja berteriak sambil berlari-lari menghindari para maid yang kini sudah tampak kelelahan karena diajak 'mengelilingi' rumah yang besar ini oleh Tuan mudanya.

Appanya yang melihat tingkah anaknya hanya tertawa kecil

"pakai saja..." jawab Appanya dengan tenang

"Yack! Appa! aku tidak mau!" kini sang namja sudah berdiri dihadapan Appanya, berusaha menormalkan detak jantungnya yang kini bergemuruh karena habis berlari-larian.

"Lee Junho!" Appanya menatapnya dengan tatapan tajam kali ini.

"N-ne A-appa, aku akan memakainya" Junho, namja itu kini tercekat melihat tatapan membunuh dari sang Appa. mau tak mau dia mengambil baju itu dari seorang maid yang hampir pingsan karena lelah mengejarnya.

"Bagus..." Ucap Appanya senang. Sementara Junho berjalan kekamarnya untuk berganti baju sambil terus mendengus kesal melihat kelakuan Appanya yang suka memaksa ini.

..

..

"Ah lihat, kalau begini kan kau jadi manis" ucap Tuan Lee tersenyum melihat anaknya yang kini sudah berganti pakaian.

"Yack! Aku tidak manis! Aku tampan! T-A-M-P-A-N!" Ucap Junho menghentak-hentakan kakinya lagi, semakin kesal dengan kelakuan appanya.

"Kau manis" ucap appanya lagi.

"Tidak! Aku tampan!" Ujar Junho kekeh

"Manis!"

"Tampan!"

"Manis!"

"Tampan!"

"Tampan!"

"Manis!" Eh! Junho menutup mulutnya, sial kenapa malah manis? Junho merutuki kebodohannya yang begitu mudah dipermainkan oleh Appanya sendiri.

"Cih, dasar Appa curang!" Ucap Junho,

"Yack dasar! Anak keras kepala" ucap Appanya yang kini sudah menjewer telinganya dengan gemas (?)

"Ah, sudahlah... Cepat duduk!"

"Sebenarnya ada apa ini? Kenapa kita serapih ini" tanya Junho ketika dia sudah mendaratkan buttnya yang sexy itu disebuah Sofa.

"Hanya bertemu sahabat lama" ucap appanya tenang

"sahabat lama?" tanya Junho bingung.

sebelum pertanyaannya terjawab, seorang maid sudah berjalan dengan cepat menghampiri sang Appa. Membisikkan sesuatu yang hanya dibalas anggukan oleh Appanya. Maid itu kembali lagi, belum 5 menit maid itu sudah muncul lagi dengan 2 orang laki-laki. Bedanya laki-laki yang satunya sudah tua sedangkan yang satunya lagi menurut perkiraan Junho mungkin dia lebih tua dari Junho.

"A-ahj.. Ahjussi..." Tunjuk Junho pada lelaki paruh baya di hadapannya, lelaki yang menjemputnya di bandara tadi siang.

"Ah- Hallo Junho-yah..." Ucap laki-laki yang dipanggil ahjussi itu sambil melambaikan tangannya kearah Junho.

"Tuan Lee..." Ucap lelaki paruh baya itu kearah appanya.

"Ah tak usah seformal itu Hwang Ji," ucap Tuan Lee sambil tertawa, jadilah ruang tamu ini seperti sebuah acara reoni, hanya saja masih ada 2 orang namja yang saling membatu dalam diam.

"Ah aku melupakan keberadaan anakku" ucap Tuan hwang.

"Chan, kemarilah"

"Ndeh, Appa"

"Chansung. Sudah lama tidak bertemu lihat kau sangat tampan sekarang" ucap Tuan Lee

"Eh?" Chansung mengerutkan dahinya, 'ahjussi ini mengenalkan?' Tanya batinnya. Tak memperdulikan namja dibelakang Tuan Lee yang kini menatap Chansung dengan tatapan dingin.

"Jun..." Ucap appanya memberi isyarat untuk segera mendekatkan dirinya.

"Lee Junho imnida" ucap Junho dengan dingin, berbeda sekali dengan dirinya yang barusan.

"Lihatlah, bahkan anakmu mengenalkan namanya lagi. Ini menggelikan" Ucap Tuan Lee yang hanya dibalas sebuah kekehan oleh Tuan Park.

"Apa maksudmu Appa?"

"Ah ani..",

"Ajak Chansung berkeliling eoh? Appa ada urusan dengan ahjussi Ji"

"Ta-ta..."

"Tak ada tapi-tapian atau kau mau menggantikan tugas Maid disini?"

"Andwaee! Shiro! aku akan mengajaknya! Ikut aku!" Ucap Junho dingin kearah Chansung, berlalu begitu saja meninggalkan Appanya yang masih tersenyum menang.

"Appa, aku pergi dulu" ucap Chansung sopan.

"Ah, iya. Jangan menyusahkan Junho arra?"

"Arraso appa" Chansung membuntuti kemana Junho pergi.

"Anakmu sopan sekali Ji" ucap Tuan Lee setelah Chansung dan Junho pergi.

"Ah, anakmu juga lucu Lee"

"Anakmu tampan sekali, tubuhnya... Apakah dia atlet yang seperti dikabarkan diTV itu?" Tanya Tuan Lee

"Tentu saja dia tampan, aku yang membesarkannya" bangga Tuan Hwang, "bukan, dia bukan atlet. Karena aku tidak mengizinkannya, tapi dia pintar dalam taekwondo (inibeneranloh), dan juga pintar memainkan katana (yang ini ngaco)." Ucap Tuan Park lagi membanggakan anaknya meski sedikit terselip nada khawatir yang tak terbaca oleh Tuan Lee.

"Benarkah? Hebat sekali.." Ucap Tuan Lee dengan mata kagum.

"Anakmu itu, kenapa bisa manis? Chansung saja tidak bisa semanis itu"

"Iya manis... keras kepala dan gampang marah ah jangan lupakan hal lain, dia sangat nakal dan jahil."

"Benarkah? Tapi dia lucu, lihat ekspresinya tadi ketika kau mengancamnya. Lucu sekali" ucap Tuan Park sambil terkekeh.

"Ahahaha dia memang harus diancam terlebih dahulu. Jadi, bagaimana?" Tanya Tuan Lee serius

"Ah itu..."

-skip- kita biarkan para Orangtua ini berbicara terlebih dahulu, ayo kita lihat apa yang terjadi dengan Chansung dan Junho.

"Yack kenapa kau mengikutiku?" Tanya Junho

"Eh? Aku?" Tanya Chansung sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Tentu saja kau! Siapa lagi yang mengikutiku daritadi" ucap Junho kesal

"Hehehe, Mian. Aku hanya mengikuti apa yang Appaku katakan"

"Cih dasar anak penurut eoh" ucap Junho meledek.

'Bagaimana kalau aku ajak dia kelabirin saja? Lalu aku tinggalkan dia disana. Dia pasti tidak bisa keluar dari labirin itu' ucap Junho dalam hati, terlihat kejam memang rencananya tapi namanya juga jahil jadi yah, apapun caranya menurut junho itu akan lucu dan menyenangkan.

"Ah Chansung-ssi, bagaimana kalau kita kesana saja?" Tunjuk Junho pada sebuah taman yang berbentuk Labirin dihalaman belakang rumahnya.

"Tidak usah menggunakan embel-embel ssi junho, terlalu formal. Baiklah ayo kesana" ucap Chansung menurut.

"Baiklah. Nah, bagaimana kalau kita masuk saja? Kau lewat kiri dan aku lewat kanan? Lalu kau harus mencariku didalam Bagaimana?" Tawaran Junho lebih terlihat seperti tantangan memang.

"ah i-itu..."

"Kau takut?"

"Bu-bukan begitu... Hanya saja, kalau aku tidak bisa menemukanmu didalam bagaimana?"

"Cari saja terus, pokoknya kau harus menemukanku.."

"Ta-tap..."

"Ah kau ini, mau atau tidak!?" Ucap Junho mendesak.

"Ah, baiklah"

"Hana, dul,..."

Ya, dan masuklah mereka kedalam labirin itu. Sesuai perjanjian, Chansung lewat kiri dan Junho lewat kanan.

"Apakah dia sudah masuk?" Diam-diam ternyata Junho belum masuk kedalam labirin itu, dia baru memasuki pintu awal.

Setelah Junho yakin kalau Chansung sudah masuk, dia segera keluar.

"Cih! Ternyata mudah membodohinya.." Ucap Junho seraya meninggalkan labirin di halaman belakangnya itu.

.

.

.

"Kim..." Sapa seorang lelaki paruh baya yang baru saja memasuki sebuah Restaurant mewah yang sudah dibooking khusus untuk malam ini.

"Ah, Sangjanim..."

"Tak usah seformal itu Kim. Kau kan sahabatku kenapa begitu"

"Ah kau ini Park Jinyoung, selalu terlalu baik"

"Hahaaa kau saja yang terlalu sopan Kim.." Ucap lelaki yang Author ketahui sebagai seorang Presdir.

"Ouh iya, ini Minjun? Benarkah?" Tanya Presdir, pada Tuan Kim sambil melihat kearah Minjun

"Ah iya.."

"Dia semakin manis" ujar sang Nyonya Presdir

"Junnie jangan menundukkan kepalamu terus" Ny. Kim menoleh kearah anaknya yang sedikit menundukkan kepalanya.

"Aku malu Umma.." Ucap Minjun dengan nada lirih.

"Ah iya Jinyoung, kemana anak mu?"

"Aish, anak itu..." Ucap sang presdir mendesis, dia baru sadar kalau anaknya tak ikut masuk.

"Sebentar.." Ucapnya lagi.

"Suruh dia masuk, kalau dia tidak mau seret sekarang Juga!" Ucap sang Presdir ditelfon, sepertinya dia menyuruh bodyguardnya untuk menjemput sang anak yang keras kepala.

*cklik* tak lama kemudian,

"Ah! Shiro! Ahjussi jangan seret aku begini! Ini memalukan!" Ucap seorang namja tampan, berbadan besar dan tegap. Meskipun berbadan besar, sepertinya dia juga cukup kewalahan untuk melarikan diri dari kedua Bodyguard Appanya ini.

"Maaf Tuan Muda, ini perintah Tuan besar"

"Tuan besar, kami sudah membawa Tuan muda kesini. Kami permisi dulu"

"Hhmmm, pergilah" ucap presdir itu.

"Duduk!" Ucapnya sekali lagi memberi perintah pada anaknya.

"Ndeh Appa" ucap namja itu pasrah, Appanya takkan bisa dilawan.

*deg* suara itu, seperti Minjun kenal. Ah tapi masabodoh, dia lebih memilih menundukan kepalanya terus-menerus tanpa mau melihat siapa yang datang.

"Maafkan dia, dia memang semakin nakal" ucap sang Nyonya besar.

"Ok Taecyeon, senang bertemu dengan ahjussi dan ahjumma..."

*deg* kali ini Minjun secara reflek mengangkat kepalanya, pandangan matanya bertemu dengan Taecyeon dan lagi-lagi...

"KAAUU!"

SAYA BENCI MENULIS INI.. TAPI SEPERTINYA MEMANG HARUS DITULIS 'BERSAMBUNG'~~

SAYONARA~ JAAA~

Padahal FF yang satu belum kelar, huuufftt abis ngeselin... Udah nulis Endingnya eh kehapus-_-

Badmood deh buat ngelanjuttin...

kalo kaya POV atau sudut pandang, jujur saya masih kurang ngerti... jadi mohon dengan sangat review...

ah iya buat yang Review saya menerima bash, dan semacamnya..~

TERIMA KASIH^^