We Are Family

Chapter 1

Bunga camellia putih itu aku letakkan dengan perlahan. Setelah berdoa dan berdiam selama beberapa saat, aku pun mulai beranjak dari batu nisan itu. Nisan yang sudah satu bulan berdiri di pemakaman umum ini. Nisan yang bertuliskan Haruno Kizashi.

Ayahku.

Banyak hal yang ingin aku bicarakan dengan ayah. Bukan, bukan ingin kubicarakan, lebih tepatnya adalah hal yang ingin aku pertanyakan, namun tidak akan pernah bisa aku katakan karena ternyata penyakit jantung ayah lebih dahulu merenggut hidupnya. Aku tidak pernah tahu kalau ternyata ayah diam-diam menjalin hubungan dengan wanita lain ketika ibu masih hidup. Aku bahkan tidak percaya ayah berbuat demikian di belakang ibu dan merahasiakannya pada kami selama ini.

Aku tidak pernah menyangka.

Aku marah? Tentu saja.

Ayah menghancurkan kepercayaanku begitu saja. Ayah mengkhianati cinta ibu. Bagaimana aku tidak kesal!

Di depan kami beliau selalu bersikap baik, seolah tidak terjadi apa-apa. Tapi ternyata ayah menikam dari belakang. Ketika sekarang aku mengetahui hal ini, ayah justru meninggalkan dunia. Kalau sudah begini, kepada siapa aku harus mempertanyakan?

Semua sudah tidak berguna.

"Sakura-chan, ayo pulang…"

Aku menoleh perlahan ke arah bocah laki-laki berambut kuning yang kini memegang tanganku. Ia terlihat merengut sambil menatapku. Kurasa ia tidak suka berlama-lama di tempat seperti ini. Mungkin saja ia merasakan sesuatu yang aneh di tempat ini. Bagaimanapun, penginderaan anak kecil lebih peka terhadap hal-hal yang berada di luar nalar, bukan?

"Sakura-chan… Naru mau pulang," rengeknya lagi, kali ini ia sedikit menarik tanganku. Mungkin ia mulai kehabisan kesabaran melihatku yang hanya berdiri diam menatap seonggok batu.

Aku pun mulai meraih keranjang bunga yang kuletakkan di atas rumput dan untuk terakhir kalinya aku menatap nisan ayah sebelum kemudian berlalu meninggalkannya.

"Ayo."

Bocah laki-laki berusia empat tahun itu tampak senang ketika aku mulai melangkahkan kakiku menjauh dari tempat itu. Ia mulai menyunggingkan senyum merekahnya. Rambut kuningnya, warna mata biru langitnya… benar-benar mirip dengan wanita itu. Wanita yang kubenci diam-diam. Wanita yang telah bersekongkol dengan ayah untuk menyakiti ibuku. Wanita tanpa hati yang kini meninggalkan anak hasil perselingkuhannya dengan ayah entah kemana. Anak laki-laki yang kini menggenggam tanganku.

Aku tersenyum hambar.

Ironis sekali…

Uzumaki Naruto, anak dari wanita yang kubenci itu kini justru hidup bersama denganku.

End of chapter 1