Beautiful Stranger

Sehun mengedarkan pandangannya, dan ia menemukan seseorang yang sudah lazim dilihatnya akhir-akhir ini. Seseorang yang menarik perhatiannya akhir-akhir ini. Seseorang yang terlihat seperti malaikat di matanya. Terlebih senyum malaikatnya yang memburu detak jantung Sehun.

Laki-laki itu lagi, batin Sehun.

.

.

Beautiful Stranger

Chapter 1

Author : Xiaolulan

Rated : T

Genre : Angst, Drama, etc

Cast(s) : Oh Sehun, Xi Luhan

Pair : HunHan/ SeLu

Warning : Typo(s)

Disclaimer : I'm not own anything except this story and the plot. They're belong to God and Themselves.

Summary : Ketika sebuah ingatan tentang orang yang dicintainya lenyap, ketika otaknya tak mampu mengingat Luhan. Namun hati Sehun masih mengenali Luhan. Melindungi dan Mencintai sosok itu- EXO - Sehun/Luhan - HunHan.

.

.

"Kau" Ujar Sehun mendekati laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut menoleh, merasa dirinya dipanggil seseorang. Sehun menatapnya cukup lama, seolah terhanyut oleh tatapan laki-laki yang kini berdiri di hadapannya.

"Siapa namamu?" tanya Sehun kemudian

"Luhan. Xi Luhan," Jawabnya sembari menampilkan deretan rapi giginya dalam senyum indahnya.

.

Lagi. Mereka bertemu di taman itu lagi. Sebenarnya Sehun tidak punya urusan di taman itu. Namun entah kenapa laki-laki bernama Luhan itu yang membuatnya punya urusan di taman itu.

"Kulihat kau selalu ke taman ini tiap hari, kau ada urusan disini?" tanya Sehun sembari menatap langit.

Luhan menoleh, menatap Sehun cukup lama. Sebelum akhirnya ia terkikik.

"Ya! Kenapa tertawa?" Sehun menatap Luhan tajam, merasa tidak ada yang lucu dengan pertanyaannya.

"Kau memperhatikanku?" Tanya Luhan balik.

Diam. Tidak ada jawaban dari Sehun. Membuat Luhan lagi-lagi terkikik.

.

Hujan. Rentetan air yang turun dari langit itu mulai membasahi bumi. Bau tanah mulai menguar dan mengganggu indra penciuman Sehun. Entah kenapa kakinya membawanya ke taman ini di cuaca hujan seperti ini. Jangan salahkan Sehun. Salahkan kakinya yang membawanya ke taman ini. Tidak. Bukan kakinya. Namun hatinya.

Diedarkannya padangan ke sekeliling taman. Mencoba mencari sosok yang sudah sering dilihatnya di taman ini. Namun ia tak kunjung menemukan sosok yang dicarinya tersebut

"Sehun babo. Mana mungkin ia datang kesini di cuaca hujan seperti ini"

Ia baru saja akan melangkahkan kakinya meninggalkan taman itu, ketika suara aneh ditangkap indra pendengarnya.

"Hatchii—"

Sehun menajamkan penglihatannya, dan ia melihat bayangan seseorang yang tengah berdiri di bawah pohon yang cukup jauh darinya. Luhan.

Refleks. Ia berlari menuju pohon tersebut. Tidak diperdulikannya payung yang terlepas dari genggamannya sehingga ia mulai basah kehujanan.

Ditariknya sosok itu ke dalam pelukannya ketika Sehun telah berdiri di hadapannya.

"S-sehun?" ujar Luhan kaget. Namun perkataannya tak digubris oleh Sehun. Ia terus memeluk tubuh menggigil Luhan. Cukup lama, membuat Luhan merasa sedikit hangat.

"Hatchi—" Saat Luhan bersinlah, Sehun melepaskan pelukannya. Dengan cepat ia melepaskan jaket yang ia pakai, dan menyampirkannya di tubuh Luhan. Beruntung, jaket itu tidak terlalu basah.

"Kau! Sedang apa disini di tengah cuaca seperti ini?" Teriak Sehun tajam. Bibirnya terus saja melantunkan perkataan tajam pada Luhan. Namun berbanding tebalik dengan tubuhnya. Kedua tangannya menggenggam erat jemari-jemari Luhan.

"Apa jadinya kalau aku tidak datang kemari? Kau bisa mati kedinginan Lu," ujar Sehun

"Lagipula apa yang kau lakukan disini hah? Tidakkah kau menonton berita bahwa hari ini akan hujan seharian?" lanjutnya

Luhan hanya tersenyum mendengar ocehan Sehun. Ia tahu bahwa lelaki yang kini menggenggam tangannya itu tengah khawatir akan dirinya. Luhan tahu itu.

"Entahlah. Aku merasa kau akan datang ke taman ini, makanya aku kesini. Lagipula aku percaya kalau kan akan kesini menjemputku. Dan lihatlah, kau ada dihadapanku sekarang, bukan?" jawabnya sembari menampilkan senyum terbaiknya pada Sehun.

.

Kosong. Taman itu kosong. Sehun tidak menemukan sosok yang dicarinya itu di taman. Seberapa keraspun ia mencari, sosok itu tidak kujung juga ia temukan. Seberapa lamapun ia menunggu, sosok itu tidak kunjung juga datang.

Helaan nafas panjang terlantun dari bibir Sehun. Bingung. Itu yang ia rasakan sekarang ini. Kemana perginya namja yang masih dilihatnya kemarin itu? Sakit? Mungkinkah? Hanya itu yang bisa ia terka, mengingat kemarin ia dan Luhan kebasahan menunggu hujan reda hingga malam tiba.

Gelisah. Khawatir. Rindu. Ketiga rasa itu bercampur jadi satu. Aneh. Padahal baru hari ini ia tidak melihat sosoknya. Namun itu berdampak besar bagi dirinya. Aneh. Padahal belum genap seminggu ia mengenal sosoknya. Namun sosok itu, Luhan, mampu mengacaukan pikirannya.

"Aish.. dimana kau sekarang sebenarnya?" ringis Sehun pelan

.

"Lu, kemarikan ponselmu," ujar Sehun langsung ketika dilihatnya Luhan duduk de sebuah ayunan.

Luhan diam menatap Sehun. Bingung akan perkataan namja itu. Apa yang akan dilakukan Sehun dengan ponselnya, batin Luhan.

"Kemarikan-ponselmu-Lulu," ulang Sehun penuh penekanan.

Luhan tersentak mendengar panggilan itu.

"Kau memanggilku apa barusan?" tanya Luhan sembari berdiri dari ayunannya.

"Eh oh.. Lulu?" jawab Sehun salah tingkah. Ia juga tidak tahu mengapa dirinya memanggil Luhan seperti itu. Bibirnya yang bergerak sendiri melantunkan panggilan itu. Tidak. Bukan bibirnya. Namun hatinyalah yang membuat bibirnya melantunkan nama panggilan tersebut.

"Kenapa?" Luhan menatapnya tajam. Membuat Sehun mengeretkun dahinya.

"Apanya yang kenapa?" Sehun menampilkan ekspresi bingung. Tidak mengerti dengan perubahan Luhan.

"Kenapa memanggilku seperti itu Sehunnie?"

Aneh. Sehun merasa aneh dengan panggilan Luhan terhadapnya. Sehunnie. Tidak terdengar asing. Ia merasa merindukan panggilan itu. Namun Sehun memilih mengacuhkannya.

"E-entahlah. Terlontar begitu saja" Tepat saat Sehun menyelesaikan kalimatnya, Luhan tersenyum. Bukan senyum manis yang biasa ia tampilkan pada Sehun. Namun kali ini justru terlihat seperti senyum menahan kepedihan. Senyum itu membuat Sehun merasa bersalah. Apakah ia melakukan suatu kesalahan, batin Sehun

"Lu, kemarikan ponselmu!" Sehun mencoba mengalihkan suasana suram barusan. Dan berhasil.

"Untuk?" Luhan memiringkan kepalanya, menunjukkan ekspresi bingung

"Aish.. kemarikan saja"

Tanpa pikir panjang Luhan mengeluarkan ponselnya dan memberikannya pada Sehun. Dilihatnya Sehun mengutak-atik ponselnya sebelum mengembalikannya pada sang empunya.

"Sekarang di ponselmu sudah tersimpan nomorku. Saat kau kesusahan atau terjadi sesuatu denganmu, Telpon saja aku," ujar Sehun

"Ke...kenapa?"

"Aish... kemana saja kau kemarin Lu? Tidak tahukah kau betapa khawatirnya aku saat tidak menemukan sosokmu di taman ini?"

"Kemarin? Kau khawatir?" tanpa disadarinya, kedua sudut bibir Luhan tertarik ke atas. Menampilkan senyum favorit Sehun.

"Tentu saja. Kemana saja kau kemarin?"

"Tubuhku tidak sekuat tubuhmu yang bisa sehat-sehat saja setelah kebasahan menunggu hujan seharian Sehunnie. Jadi tentu saja jawabannya karena aku sakit," jawabnya tanpa menghapus senyum dari bibirnya

"Kau sakit? Kenapa kau berada disini sekarang kalau kau sakit? Aish.. kau harus banyak-banyak beristirahat Xi Luhan"

Luhan masih saja tersenyum mendengar celotehan Sehun. Sama. Sehunnie-nya itu masih sama. Tidak peduli apakah ia masih ingat akan dirinya atau tidak. Yang pasti, Sehunnie-nya itu selalu peduli padanya.

Luhan memperpendek jarak antara mereka. Dipeluknya tubuh yang lebih tinggi beberapa senti darinya itu.

"Terima kasih. Mau bagaimanapun kau, kau tetaplah Oh Sehun yang selama ini kukenal," ucap Luhan. Yang dipeluk hanya bingung akan perkataan sang pemeluk.

.

Taman bermain. Hari ini Sehun mengajak Luhan ke taman bermain. Bukan tanpa maksud Sehun mengajak Luhan ke taman bermain. Namun itu dikarenakan wajar muram yang ditampilkan Luhan akhir-akhir ini. Setiap bertanya kenapa, Luhan tak pernah menjawabnya, ia malah menampilkan senyumnya, yah.. senyum yang dipaksakan. Dan Sehun benci itu. Maka dari itu Sehun mengajaknya kemari, berharap dapat mengembalikan senyum malaikat itu.

Beruntung. Rencana Sehun berhasil. Senyum indah itu terukir kembali pada bibir Luhan. Sehun menghembuskan nafasnya lega. Syukurlah ia bisa tersenyum seperti sedia kala, batinnya.

Kini mereka tengah duduk beristirahat. Suasana taman bermain yang sangat ramai membuat mereka kelelahan. Lelah tapi senang. Itulah yang mereka rasakan.

"Sehunnie, tunggu disini. Biar kubelikan es krim coklat kesukaanmu" Luhan beranjak dari kursi dan menghampiri kedai penjual es krim yang berada tidak jauh dari mereka.

"Darimana ia tahu kalau aku menyukai es krim rasa coklat?" ucap Sehun bingung.

.

Ponsel. Ponselnya bergetar menandakan ada pesan masuk. Dilihatnya ponselnya, dan ia menemukan sederet nomor yang tidak ia ketaui pada layar ponselnya. Ragu-ragu dibukanya pesan tersebut. Tidak butuh waktu lama hingga kedua sudut bibir Sehun terangkat ke atas.

Annyeong Sehunnie~
Ini nomor ponselku
Save it, okay? ^^

Memang tidak ada nama pengirimnya. Tapi memangnya siapa lagi yang akan memanggil Sehun dengan panggilan seperti itu?

Dengan lincah diketiknya sederet huruf pada ponselnya. Dan tanpa ragu di klik-nya tombol "send". Sehun kembali tersenyum sembari melemparkan ponselnya ke permukaan kasur.

Bagaimana aku bisa menyimpan nomormu kalau kau tidak mencantumkan namamu? Lulu Bo-doh *mehrong*

.

Langit. Kini mereka tengah berbaring menatap langit. Hanya keheningan yang ada di antara mereka. Tidak satupun yang berniat memulai percakapan. Tidak Sehun. Tidak pula Luhan. Masing-masing menikmati keheningan yang berada di antara mereka. Tidak perlu untaian kata untung menyampaikan rasa kasih sayang, bukan?

.

"Sehunnie.." Sehun menghentikan sejenak kegiatannya dan menatap namja yang duduk disebelahnya.

"Mulai sekarang panggil aku Lulu hyung," ujar Luhan. Sehun terdiam dan kemudian kembali melanjutkan akivitasnya, menggambar sketsa.

"Tidak mau. Aku akan tetap memanggilmu Lulu," jawab Sehun cuek. Luhan memanyunkan bibirnya mendengar jawaban cuek Sehun.

"Yak, aku ini lebih tua 4 tahun darimu, Sehunnie~," rengek Luhan

"Lebih tua? 4 tahun? Kau yakin, Lu?" Sehun meletakkan buku dan pensil sketsanya dan menatap bingung Luhan.

"Tentu saja," jawab Luhan mantap.

"Aku tidak percaya. Lihat saja, wajahmu lebih mirip bocah 12 tahun. Bahkan kau lebih pendek dariku, Lu," jelas Sehun dengan senyum mengejek terpampang di wajah tampannya.

"Yak!" Luhan semakin memanyunkan bibirnya, membuat Sehun terkekeh geli melihat ekspresinya. Tangan kanan Sehun terangkat dan mengelus lembut kepala Luhan.

"Sudahlah. Jangan memperdebatkan hal tidak penting," ujar Sehun akhirnya dan melanjutkan kembali aktivitasnya.

"Tapi aku rindu diapanggil 'Lulu hyung' olehmu, Sehunnie," ujar Luhan pelan, tapi jelas. Namun Sehun terlalu sibuk dengan kegiatannya sehingga kalimat itu tak terdengar olehnya.

.

Sehun menatap ponselnya ragu. Haruskah ia menelpon Luhan atau tidak? Sudah seminggu mereka tidak bertemu di taman biasanya. Luhan hanya mengatakan ia sedang sibuk dengan urusannya, dan Sehun tidak berniat bertanya lebih jauh. Bukan haknya untuk mencampuri kehidupan Luhan. Ingin sekali ia memaksa Luhan untuk datang ke taman itu lagi. Namun tidak bisa. Ia bukan siapa-siapanya...

Awalnya, ia tidak sengaja melihat Luhan di taman itu. Sosok manusia bak malaikat nan cantik itu berhasil mengalihkan pandangan Sehun dalam pertemuan pertama. Dan mulai saat itu ia mengawasi sosok asing tersebut. Mengamati sosok asing itu secara diam-diam justru membuat Sehun semakin penasaran. Hingga diberanikannya dirinya untuk menyapa sosok tersebut. Hal yang berawal dari ketidaksengajaan itu yang membuat mereka mengadakan pertemuan di taman itu hingga saat ini. Membuat kehadiran sosok itu menjadi biasa di sekitarnya. Membuat perasaannya kian menanjak pada sosok itu. Namun kini, sosok yang dicintainya itu hilang tanpa kabar. Bukan. Salahkan Sehun yang tidak mempunyai keberanian untuk menanyai kabarnya.

Ada sebuncah rasa rindu yang yang tergolak di hati Sehun. Rasa rindu yang begitu banyak hingga membuat dirinya sesak.

Menyerah.

Sehun menyerah pada ketidakberaniannya. Sehun menyerah pada rasa rindu yang justru menyakiti dirinya sendiri.

Sehun menggeram pelan sebelum mengambil kasar ponselnya. Ia menekan angka nomor satu yang berfungsi sebagai panggilan cepat, kemudian didekatkannya ponsel itu ketelinganya. Terdengar nada dering tunggu sebelum teleponnya diangkat.

"Yoboseoyo," sapa Luhan pelan di seberang telepon. Namun tidak ada jawaban dari Sehun.

"Sehunnie, kau disana?"

"N-ne, yoboseoyo Lu," jawab Sehun akhirnya.

"Ne. Ada apa menelponku? Tumben sekali" Sehun dapat menangkap nada suara Luhan yang kebingungan di seberang sana.

"A-ani, tidak ada apa-apa," jawab Sehun gugup. Entah kenapa suara Luhan dapat membuat dirinya gugup. Entah sihir apa yang Luhan gunakan.

"Tidak perlu gugup begitu, Sehunnie" Sehun dapat mendengar suara tawa Luhan di seberang sana. Kedua sudut bibir Sehun terangkat ke atas, menampakkan sebuah senyum indah. Ia rindu suara itu. Ia rindu tawa itu. Terlebih, ia amat sangat rindu pada pemilik suara tawa itu.

"Lu, aku...rindu padamu, sangat. Kapan kau akan ke taman itu lagi? Kapan kita bertemu lagi?"

Tidak ada jawaban dari Luhan.

Sehun menghembuskan nafasnya pelan.

"Lu..." panggil Sehun.

"N-ne? A-ah, a-aku juga rindu padamu Sehunnie," jawab Luhan gugup. Dan Sehun menangkap kegugupan Luhan itu dengan jelas, membuat dirinya mau tidak mau tertawa.

"Tidak perlu gugup begitu, Lu," ejek Sehun mengulang ucapan Luhan sebelumnya.

"A-aku tidak gugup!" bantah Luhan. Wajahnya sudah memerah sekarang, beruntung Sehun tidak dapat melihatnya.

Hanya suara tawa Sehun yang terdengar sebagai balasannya.

.

.

.

.

-To be continued-

.

.

Hallo! Aku newbie disini :D

Masih banyak yang kurang disini, Pilihan kata juga masih buruk :/

Jadi mohon sarannya untuk perbaikan di Chapter 2 nanti. Gomawo! :3

Dan makasih banget buat yang udah nyempetin waktunya untuk baca fic abal ini ;u;

ILU! 3