AU di dalam AU, why not? Jadi kan saya masih bingung nentuin arc selanjutnya dan hasil poll yang seret sama sekali gak membantu, jadi saya bikin oneshot ini dulu. Gakuen Hetalia jika dirombak 100% menurut kebiasaan sekolah Indonesia. Lengkap dengan joke cabe-cabean, salon gratis guru-guru OR, celana ngatung, sama disetrap gara-gara gak bawa topi. Berhubung ini AU, pake human name aja yah ._. Kalau suka, bilang aja di review! Btw, saya ngambil banyak joke dari MCI di facebook, becandaan brutal temen-temen sekelas saya, dan chat saya dengan mixim-san. Terima kasih banyak, mixim-san! Anyway, happy reading!
Hetalia: Axis Powers © Himaruya Hidekaz
Academy for Dummies © anakeren
Rated T for some fanservice, dirty thoughts, and a little violence.. onhonhonhon…
Character: THE WORLD! XD
Genre: Humor/Friendship
Warning(s): Fic ini teramat gaje, garing, dan jayus. Penuh dengan OC, karakter OOC, typo, dan pembunuhan terhadap EYD dan tata bahasa Indonesia. Penulis mohon maaf atas kesalahan dan apabila ada yang tersinggung dengan fic ini. Fic ini dibuat untuk tujuan menghibur semata.
XXX
Hari Senin gak bawa topi sama aja kayak mau perang tapi gak bawa senjata. Siap-siap aja dibakar sama satu isi ruang guru. Dijamin mampus dah.
Alkisah, ada seorang pemuda coretgakterlalucoret ganteng bernama Gilbert Beilschmidt yang terkenal se-seantoro SMA Hetalia Jaya sebagai anak paling gak niat sekolah. Liat aja ekspresi wajahnya yang melukiskan sebuah kalimat sederhana 'gue mending tidur' itu. Buku paket? Meh, jarang dibawa. Buku tulis? Cuma satu, gak disampul lagi. Alat tulis? Pinjem sama temen semua, mending dibalikin. Dan seragamnya.. dua kata, gak niat. Sekian.
Tapi bahkan siswa seperti itu takut pada hari Senin. Ya, hari Senin adalah hari dimana kesadisan guru-guru meningkat ke level baru. Hari dimana semua murid tumben-tumbennya berpakaian dengan baik dan benar. Hari dimana UKS sarat akan pasien yang menderita 'pusing', 'lemes', dan 'sakit perut'. Dan juga hari dimana drama terjadi.
Gak percaya? Mau contoh? Oke!
Contoh #1
Tersangka: Gilbert Beilschmidt
Kasus: Lupa bawa topi; celana ngatung
"Ngepet," rutuk pemuda albino itu pelan, "gue 100% yakin itu topi setan udah gue masukin dalam tas tadi malem!"
"Gil, kalau itu topi setan, itu artinya lo setannya dong," kata Antonio Fernandez Carriedo, sahabat dan terduga seke-nya Gilbert berkata dengan riang.
"Yaelah, lo kan tau gue lagi kesel. Gak apa-apa kale. Lagian muka seksi gini masa dijadiin setan, ya aneh amat,"
"Kata gue pribadi, lebih aneh nyebut muka lo itu seksi," nimbrung Francis, "coret, bukan kata gue pribadi, tapi kata semua orang di seluruh dunia,"
"Haha, terima kasih Francis. Lo begitu menyokong. Seperti kloset," kata Gilbert sarkastis.
"Sama-sama. Jujur, gue bingung kenapa monyet Ragunan bisa menghina orang," Francis tersenyum sambil mengeluarkan aura minta ditonjok. Gilbert siap-siap lemparin mukanya pake piring.
"Gue bukannya mau sok ngelerai atau apa, tapi dua puluh menit lagi kita bakal upacara. Jadi gimana selanjutnya, Gil? Mau cabut aja sekalian?" usul Antonio.
"Pinjem aja ke anak PMR atau petugas upacara," Francis menyarankan, "gue aja pinjem topi ini dari Roddy, munpung dia yang jadi dirigen nanti," katanya sambil menepuk topi yang ia kenakan.
"Pantes bagus, punya lo kan biasanya buluk," Antonio meneliti topi tersebut seolah-olah itu adalah apel amas atau apa.
"Bagus ndasmu. Punyanya bocchan mah jelas buluk, orang itu udah dia pake dari kelas 1, bahkan waktu ujungnya dimakan tikus pun dijait lagi. Biasa, orang medit," Gilbert mencibir.
"Btw bro, gue baru nyadar, kok celana lo sempit amat yah?" tanya Francis sambil menunjuk-nunjuk celana Gilbert, "orang yang matanya minus aja pasti bakal sadar kalo lo udah sunat,"
Gilbert memasang tampang geer terbaiknya, "iya lah! Kan gue sempitin! Biar gaul gitu!"
"Dih, najis lo! Dirobek Pak Surya (aka Majapahit) tau rasa dah lo!" Antonio memasang tampang jijay level huek sebagai balasan.
"Ya keles," kata Gilbert, "gue cabut aja dah sekalian. Pengen maen dotB."
Antonio dan Francis saling memandang sambil geleng-geleng kepala.
"Kita orang tua yang buruk," isak Francis. Anto mengusap kepalanya. Sosok Gilbert berjalan menjauh dari adegan yaoi di belakangnya.
Gilbert berjalan terus, berusaha untuk tak terdeteksi guru-guru. Apalagi yang killer macem Pak Surya. Bayanginnya aja udah serem. Bisa-bisa dia diinterogasi habis-habisan, abis itu disuruh lari keliling lapangan, push-up, sit-up, back-up… macem di militer. Gilbert bergidik seraya mempercepat langkah kakinya.
BRUK!
Untung tak dapat diraih, Malang baksonya mangstab. Gilbert bertabrakan dengan Pak Surya.
"M-met pagi, pak," sapa Gilbert gugup. Pak Surya menganggukkan kepala.
"Mana topi kamu?" tanyanya.
Gilbert menelan ludah, "di laci meja pak."
"Kok gak dipake?"
"Saya kan mau ke kantin dulu pak," keringat dingin mengucur di dahi Gilbert.
"Oh," mata Pak Surya menginspeksi kelengkapan seragam Gilbert. Kemeja, ok, memenuhi standar. Dasi dan gesper, cek. Celana, ngatung. Sepatu hitam dan kaus kaki putih diatas mata kaki, cek. Tunggu, apa?
"Kenapa celana kamu begini?!" nada suara Pak Surya meninggi. Gilbert menelan ludah.
"Dari saya beli emang udah begini, pak.."
"Bohong! Toko gak pernah menjual celana sekolah skinny begini! Pasti ini kamu kecilin di penjahit, buat, eh, jadi gaul gitu?!" Pak Surya memasuki level Krakatau 1883.
Perut Gilbert melilit, ngebayangin apa yang akan dilakukan Pak Surya selanjutnya udah cukup bikin ore-sama kita mandi keringet.
"Untungnya bapak punya solusinya." kata Pak Surya sambil mengeluarkan gunting. Mata Gilbert melotot.
"G-gak deh pak, saya bakal ganti celana minggu depan. Malahan besok pun saya ganti!" Gilbert menolak dengan terbata-bata, tapi Pak Surya tak gentar.
"Saya gak butuh janji palsu kamu, nak. Udah kenyang," katanya kalem, "Sri, tahan tangannya."
'Sri' atau Pak Wikraman (aka Sriwijaya), yang entah sejak kapan berada di TKP, cemberut, "Lo panggil gue Sri, pala lo gue pites."
"Iye sebodo."
Ckres! Ckres!
Dan jadilah dua guntingan sampai ke lutut di celana Gilbert. Merana dah lo.
"Sekarang kamu hormat depan bendera sampe upacara." titah Pak Surya.
"Iya pak.." kata Gilbert lesu.
5 menit kemudian..
"Gue bilang juga apa." kata Antonio sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia dan Francis sedang duduk di meja di belakang tiang bendera, menatap miris kearah Gilbert dan celana seksi barunya, yang sekarang ia gulung hingga ke atas lutut, layaknya anak SD.
"Lihat sisi positifnya, sekarang lo gak perlu khawatir lagi tentang-"
"GILBERT! KATANYA TOPI KAMU DI LACI MEJA!" suara teriakan Pak Surya menggema di seluruh sekolah.
"-topi. Ups." Francis menutup mulutnya, matanya memandang gelisah kearah Gilbert yang bete.
"Ya keles."
Contoh #2
Tersangka: Muhammad Hassanal Rizki (aka Brunei)
Kasus: Salah seragam
"APA?!" jerit Rizki. Teriakannya menggema di mobil hitamnya yang sedang melewati sebuah persimpangan.
Supirnya melongok melalui kaca spion, "Ada apa, tuan?"
"Ah, gak kok," kata Rizki sambil tersenyum ramah. Supirnya mengangguk dan kembali fokus kearah jalan. Sekali lagi Rizki mengamati layar teleponnya dengan geregetan, 'bisa-bisanya!'
Moh. Hassanal Rizki: Hari ini pakai baju olahraga kan?
Putra ketjeh: Dih, ngigo ya lo? Hari ini Senin juga. (aka Indonesia)
Razak: Kelas kita kan OR Selasa. Ngapain make baju olahraga? Mau macul? (aka Malaysia)
Zeya-zeyaan: Ya keles. (aka Myanmar)
Wang Aidan: Berenti ngomong 'ya keles' kek! Alay tau! (aka Singapore)
Zeya-zeyaan: Bodo. Ya Keles.
Wang Aidan: Gue bakar dasi lo nanti di kelas.
Zeya-zeyaan: Ya keles. Emang lo bisa? Kan peraturan menyebutkan dilarang menyalakan api kecuali dalam kegiatan belajar mengajar. Ya kelessssss.
Wang Aidan: Awas lo, setan.
Zeya-zeyaan: YA KELES.
Rizki menghela nafas. Ia melirik kearah tubuhnya yang terbungkus baju olahraga biru-putih kebanggaan sekolahnya. Bukannya sekarang hari tes atletik? Dia tambah bingung. Dia gak bawa baju putih dan sudah terlalu jauh dari rumah untuk putar balik. Dia beralih ke hapenya.
Moh. Hassanal Rizki: Bukannya hari ini atletik?
Zeya-zeyaan: Ya keles.
Wang Aidan: Lo!
Razak: Itu minggu depan, pinter.
Putra ketjeh: Ya keles sekarang.
Wang Aidan: Kok lo ikut-ikutan?!
Sekarang Rizki udah masuk tingkat panik level 100. Keringetan. Mual. Pernapasan gak teratur. Supirnya udah mulai waswas, takut tuannya ayan secara tiba-tiba.
"Tuan mau pulang? Kelihatannya tuan lagi gak sehat," katanya hati-hati.
Rizki menggeleng kuat-kuat, "ah, gak usah."
Sang supir kembali meneruskan perhatiannya ke jalan raya, sambil sesekali menengok ke Rizki yang cemasnya pakai banget itu. Rizki sendiri udah mulai tenang dikit. 'Cuma salah seragam doang,' katanya pilu, 'kalau udah masuk sekolah bisa telepon rumah, suruh anterin baju ke sekolah. Lagian ini udah mepet banget, dikit lagi masuk. Aduh, coba tadi bangun lebih pagi. Nggak! Coba gue inget jadwal dengan bener..'
'Tapi boleh gak ya hari Senin salah baju begini..' pikiran Brunei melayang.
Moh. Hassanal Rizki: Kalau salah seragam boleh masuk gak sih?
Razak: Gak boleh, Riz.
Putra ketjeh: Siap-siap di DO, Riz :).
Kepala Rizki tertunduk lemas. Hapenya berbunyi, pertanda ada chat baru. Bunyi lagi. Harapan membumbung di hatinya.
Zeya-zeyaan: Ya keles boleh.
Wang Aidan: ZEYA, DASI LO GUE BAKAR DALAM 3.. 2.. SEKARANG!
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAH!" jerit Rizki frustasi.
"T-tuan?!" sang sopir panik tingkat kabupaten melihat tuannya jadi gila begini.
"Kita puter balik aja, pulang. Aku rasa aku gak bakal kuat menghabiskan 8 jam ke depan dengan mereka.." gumamnya pelan.
Contoh #3
Tersangka: Francis Bonnefoy
Kasus: Rambut panjang
"Tonio~ Rambut gue makin bagus kan~!" desah Francis mesra pada seke-nya.
Antonio tersenyum, "wah, pake air comberan mana, Cis?"
"Sembarangan!" Francis melempar batangan paralon nganggur pada Antonio yang segera menghindar.
"Ha! Dengan kekuatanmu yang sekarang, tidak mungkin kau bisa kalahkan aku!" seru Antonio sambil melempar tomat-tomat busuk pada Francis. Francis buru-buru menunduk, sementara tomat-tomat gagal panen itu meluncur lulus melewatinya, mengenai muka Prussia yang sedang hormat dengan muka babak belur plus bete, lengkap dengan noda kemerahan busuk di mukanya. Apes-apes dah lo, Gil.
"…" Gilbert diam, karena Pak Surya dengan tegas memintanya untuk menjalankan hukumannya dengan tenang. Tanpa suara. Kalau ada suara, siap-siap marathon, baby~
Tapi dasar calon penghuni neraka, kedua temennya justru sibuk godain Gilbert. Mulai dari ngatain dia jones, toel-toel dengan nafsu, goyang gotik depan muka Gilbert, makan basreng dengan gaya dibuat-buat (lengkap dengan desahan Francis) sampai goyang C*sar dengan sapu dan pengki. Jangan lupa ketawai villain setiap lima detik sekali. Gilbert harus sabar, ekstra sabar menghadapi titisan Lucifer ini.
TENGTONG!
Dewi Fortuna pasti sedang tersenyum kearah Gilbert sekarang, bel berbunyi! Itu artinya kedua anak dogol tersebut akan beranjak dari pangkalan mereka dengan mau gak mau dan mulai berbaris bersama dogol-dogol yang lain. Atau bisa pula Dewi Fortuna sedang cengengesan kearahnya, mempertimbangkan banyaknya dogol-dogol yang cekikikan menunjuk kearah muka coretgantengcoretnya yang belepotan tomat.
'Goddamn.' rutuknya dalam hati seraya mengikuti perintah Pak Surya untuk bergeser ke kiri podium, bersama anak-anak lawbreaker lainnya.
Di lain tempat, Antonio dan Francis seperti biasa sedang berbaris di belakang barisan kelas mereka, cekakak-cekikik depan lab IPA seperti biasa. Ketika Pak Wikraman mendekat, mereka langsung pura-pura alim. Diem, anteng gak banyak narik perhatian. Tapi Pak Wikraman udah melihat akal bulus mereka.
Ia berhenti dan menginspeksi kedua sejolib tersebut. Tidak ada yang salah bagi si pemuda Spanyol. Sedangkan si bocah Prancis.. "nak, rambut kamu bagus,"
"Wehehehe, makasih pak!" Francis cekikikan.
"Saking bagusnya bapak mau tunjukkin ke satu sekolah. Ayo ikut ke depan!" katanya sambil menarik telinga Francis dan menyeretnya ke depan lapangan, "Sur, gue nemu maenan nih!"
"Wih, jenis apa nih?" kata Pak Surya semangat. Pak Wikraman menyeringai.
"Artis sunsilk,"
Seringai keduanya tambah lebar.
Francis keringet dingin.
"Duduk," perintah pak Surya. Francis segera duduk tanpa banyak bacot. Segera sebuah banner caleg tahun lalu dipasang melingkari bahu dan lehernya.
"Mau model apa?" tanya Pak Wikraman, di tangannya ada sebuah gunting hitam besar.
"AMPUN PAK!" jerit Francis histeris. Pak Wikraman masang tampang cengo beberapa detik sebelum Pak Surya mengambil alih kendaraan- maksud author keadaan.
"Botakkin aja!" usul Pak Surya kejam. Francis menengok kearahnya dengan muka setengah pengen nagis setengah pengen boker.
"Gak..! Gak! GAK!" jeritnya, "setan! Antonio!" serunya sambil mengulurkan tangan kearah Spain yang hanya tertawa polos.
"Oh, Juliet!" serunya dengan suara dilengking-lengkingkan.
"Pitakkin aja deh," kata Pak Surya dengan bengis.
Pak Wikraman memutar matanya, "gitu terus tiap tahun."
"Kalau lo punya saran lebih bagus, coba aja," katanya menantang.
Pak Wikraman membuka mulut hendak menyanggah, tapi ditutup kembali. Pak Surya tersenyum penuh kemenangan, "mulai, Sri." katanya tanpa memedulikan pelototan Pak Wikraman.
"Nggak! Nggak!" jerit Francis histeris. Tangan Pak Wikraman mengguntingi rambutnya tanpa belas kasihan, tak repot-repot menyamakan panjang-pendek rambutnya. Pak Surya memegangi tangannya dengan cengkraman besi. Seluruh siswa yang masih menunggu jalannya upacara menatap kearahnya. Sebagian prihatin, sebagian yang berhati berlumpur tertawa sampai bengek, termasuk Antonio dan Gilbert. Terutama Gilbert, saking senengnya menyaksikan penderitaan Cis-cis, ia jadi tidak mengindahkan amanat (atau ancaman?) Pak Surya.
"Tidak! Rambutku! Treatmentnya jadi gak berefek!" isak Francis ketika melihat rambut pirang keemasannya terjatuh tanpa daya ke tanah, "huwaaaa!"
"Dia ngapa nangis?" tanya Pak Wikraman jijay, "emang gue sekasar itu apa?!"
Pak Surya mengangkat bahu, "Gue juga gak ngerti. Tapi lanjut terus!"
Ckres! Ckres!
Bukan cuma aksi salon itu beranjut, tapi tangisan seorang Francis Bonnefoy pun juga berlanjut.
Ckres!
Ketika upacara selesai, rambut Francis sukses menjadi SANGAT pendek dan ada dua pitak segede gaban di kepalanya. Matanya juga merah sembab. Gilbert? Meskipun kakinya pegel, sakit, dan seksi dengan celana pendek serta mukanya berbau tomat busuk, ia bahagia dengan siksaan yang diterima Francis. Hanya saja..
"Gue gak kenapa-napa kannn! Makanya jadi murid teladan dong, kayak gue!" Antonio membanggakan dirinya.
Dia belum puas karena Antonio belum mendapat hukuman yang mengguncang jiwa raga.
Nah, ngerti kan sekarang? Memang, hari Senin itu menakutkan. Tetapi, bahkan hari Senin pun harus tunduk pada kekuasaan istirahat.
Contohnya suasana acakadul di kelas XI-2, dimana ketiga sexual offender bersemayam..
"WAKAKAKAKAK!" Antonio dan Gilbert masih ketawa dengan bengal diatas kepitakan Francis yang cemberut.
"Diem lo, monyet ngepot!" serunya jengkel.
Sekarang Francis, Gilbert dan Antonio sedang bersantai di satu sudur kelas mereka. Antonio terlihat sedang memakan bekalnya dengan semangat. Kedua temannya memandanginya dengan penasaran.
"Lo makan apa?" tanya Gilbert.
"Paella," katanya acuh tak acuh.
Francis melongok untuk melihat apa isi kotak bekalnya, "itu kan nasi goreng!"
"Paella, pitak,"
"Jangan panggil gue pitak!" katanya dongkol, tapi kedua temennya tetap tertawa bengis, "gue harap lo keselek, Ton!"
"Cis, sekarang lo gak bisa dapet cewek dah," kata Gilbert geli, "mana mau, pitak gitu!"
"Diem lo, jones. Emang lo sendiri pernah dapet cewek?" tanya Francis penuh kemenangan. Gilbert diem dan berbalik untuk memunggungi mereka berdua.
"Hei, sesama kuproy jangan berantem!" seru Antonio menengahi.
Francis memandanginya dengan sebal, "gue gak tau lo makan apa tadi pagi, Ton, tapi yang jelas hari ini lo annoying abis."
Antonio menangkat bahu, "gak tau. Gini aja deh, daripada kita marah-marahan mending kita taruhan. Kan kita semua lagi bete, jadi yang kalah harus rela digebukkin, dicubit, dijadiin babu, apa kek. Setuju?"
Gilbert berbalik untuk menghadapi Antonio, "oh? Dan kita harus ngapain untuk menang?"
"Flirting," Antonio menyeringai. Francis menyeringai lebih lebar. Gilbert menyeringai begitu lebar sampai melebihi pantatnya.
"Setuju," kata kedua sekenya berbarengan.
"Francis, lo duluan," kata Antonio jumawa.
"Lah, kenapa gue?"
"Lo yang paling kasian hari ini. Maju!"
Francis menangguk dongkol dan berjalan mendekati… Natalia.
"Dia ngapain deketin Natalia?! Mau bunuh diri ya?!" Gilbert bergidik ngeri sementara Antonio memasang muka prihatin.
"Sepertinya kewarasan Francis pergi bersama dengan rambutnya," katanya bijak.
"Neng, tau gak bedanya matahari, bulan, sama kamu?" Francis berkata dengan suara dan muka ikemen terbaiknya.
Natalia memandangnya dengan muka jijay, "jauh-jauh dari gue, pitak."
Gilbert ngakak sementara Spain berkata, "100 damage!" sambil mengacungkan jempolnya, yang dibalas lemparan penghapus papan tulis oleh Francis.
"Heh, terong putih! Giliran lo sekarang!"
Gilbert memasang muka ganteng dan berjalan kearah Feliciano.
"Kakak yang jahat.. gebetan adeknya diambil," kata Francis ngeri. Spain memasang muka prihatin (lagi).
"Feli~ bapak kamu dokter yah?" tanya Gilbert dengan suara diunyu-unyuin. Untung Ludwig lagi ada di kantin, kalau nggak abis dikepret dah si albino itu.
"Kok tau?" tanya Feliciano balik dengan polos.
"Abisnya kamu mengobati hatiku yang terluka!" kata Gilbert semangat sambil tersenyum sok ganteng. Gilbert melihat ekspresi Feliciano dan trnyata..
Feliciano diem.
Gilbert khawatir.
"Uh, Feli?"
"Gombalannya basi, vee!" Feli berkata, "bahkan Luddy kalau ngegombal lebih bagus lagi! Yang bener itu begini.."
… dan Gilbert diajari cara menggombal yang baik dan benar oleh orang yang harusnya dia gombalin.
"500 damage!" seru Antonio.
Ketika Gilbert si kaki seksi kembali, habis dia diketawain temen-temennya. Terutama Antonio. Oh, terutama Antonio. Gilbert menggertakkan giginya.
"Coba lo sekarang, Ton!" katanya dengan rahang setengah tertutup.
Antonio mengangkat bahu, "fine."
Ia berjalan mendekati Lovino, oke normal.
"Lovi~ tau gak kenapa dari sekian juta bintang, cuma ada satu bulan?" tanya Antonio pada Lovino yang lagi berbicara pada Bella dan Govert.
"Gak tau, emang gue dempet," jawab Lovino tandas.
"Karena dari yang lainnya, hanya kamulah penerang hatiku yang sejati~" Antonio mengedipkan matanya.
"Idih. Najis amat." kata Lovino jijik.
"500 damage!" teriak Francis dari ujung kelas sambil menahan tawa. Gilbert udah nyaris mati cengengesan disampingnya.
"Cukup martabak aja yang dikacangin, Lovi, perasaan aku jangan!" desah Antonio pilu.
"Kalau gitu, lo mau gak jadi matahari gue?" tanya Lovino kalem.
Senyum Antonio merekah, "Mau! Mau banget! Akhirnya!"
"Kalau gitu, jauhi gue 149.597.870,7 km!" lanjutnya gahar.
Senyum Spain melorot.
"1000 damage!" seru Francis di tengah tawanya.
"Selamat, anda kena PHP," kata Govert sambil bertepuk tangan.
"SEKARANG!" raung Lovino.
Antonio melangkah gontai kearah kedua temannya dengan muka kusut. Bella yang merasa kasihan pada si terong Spanyol menaruh tangannya di pundak Antonio, "kamu gak apa-apa?"
Spain tersenyum lesu, "aku rapopo."
"Over 9000 damage!"
Antonio mendekati kedua temannya yang sedang gulung-gulung di lantai, "terus aku kudu piye?" tanyanya sedih. Tawa kedua temannya meledak lebih keras.
Antonio mendapat penghuni neraka sebagai temannya.
Di lain tempat, lain dimensi (keles), yaitu di kelas XI-5..
"ROJAK RUJAK!" Putra menonjok pintu kelas, "LO YA YANG BORONG PANCAKE DURIAN?!"
Razak berdiri, "Kalau iya, kenapa? Masalah gitu buat lo?!"
"MASALAH LAH! SINI LO, DASAR TERONG!"
"KULI PROYEK!"
"MASTENG!"
"JONES!"
"Ada yang manggil gue?" tanya Alfred F. Jones yang sedang berlalu melewati pintu kelas XI-5. Death glare dari Putrazak sudah cukup untuk membungkam mulutnya, "kayaknya gak ada."
Dan kedua TTM (alias Teman Tapi Morotin) itu melanjutkan pertarungan mereka. Pukul-pukulan lah, jambak-jambakan lah, tendang-tendangan lah, cubot-cubitan lah, gigit-gigitan lah, cium-ciuman lah (loh?), sampai akhirnya An (aka Vietnam) yang kesel melerai mereka dengan bantuan seorang pemuda India acha-acha, Mohandas.
"Kalian harusnya malu!" An menasihati mereka dengan kesal, "Kalian sudah besar, sudah dewasa. Aku gak mau tau lagi, kalau kalian berantem lagi, ke-lu-ar."
"Iya, mama," kata keduanya dongkol. An terlihat ingin protes dengan panggilan mereka, tetapi diurungkan. Ia mengamati mereka sebentar sebelum beranjak meninggalkan mereka.
Sekarang giliran Mohandas menasihati mereka. Dengan senyuman maut ia berkata, "mungkin An gak ngasih hukuman, tapi gue pasti ngasih,"
Kedua pemuda Melayu itu merinding melihat senyum Mohandas.
"Tolong duduk disini," Mohandas menunjuk dua kursi kosong di pojok. Putra dan Razak duduk dengan waswas, "tolong pegang tangan masing-masing."
1 detik gak ada reaksi..
2 detik gak ada reaksi..
3 detik gak ada reaksi..
"Apaaaaa?!" jerit keduanya bersamaan. Mohandas menutup kedua telinganya, "mulai dah, lebay."
"Dih! Gue gak setuju! Masa gue harus pegangan tangan sama di-dia!" Razak menunjuk Putra dengan telunjuknya.
"Kalau gue pegangan ama dia, entar gue jadi panuan lagi!" balas Putra tidak mau kalah.
An melotot dari seberang kelas. Putra dan Razak diam ketakutan, "o-oke.."
Mohandas hanya tersenyum bahagia.
... Dan jadilah Putra dan Razak pegangan tangan di pojok, dikelilingi siulan anak-anak.
Dan entah sejak kapan, segerombolan dogol yang awalnya mengitari mereka dengan tujuan utama untuk menyiksa mereka secara verbal, sekarang menjadi tukar-menukar cerita hantu. Salahkan si Kiet, pemuda asal Thailand itu, penginisiatif gerakan sharing cerita.
Karena para dogol yang lain sudah kehabisan cerita, Putra dengan kecenya (saya dipaksa menulis kata 'kecenya'. Mohon maaf jika anda terlanjur muntah) mengambil alih suasana dengan cara menceritakan pengalaman horor yang ia alami. Para dogol-dogol yang lain sangat bersemangat, karena Putra jago cerita, meskipun kadang absurd.
"Lo semua tau kan, warnet yang sering gue tongkrongin itu belakangan ini tutup," Putra memulai ceritanya. Teman-temannya mendekat dengan semangat, bahkan genggaman Razak pun jadi mengeras sedikit. Putra berusaha keras buat gak menanyakan apa motif Razak tersebut.
"Kata kabar burung, entah burung siapa, warnet itu tutup karena.." dia berhenti sebentar, "skripsi pemiliknya gak kelar-kelar!"
"Njir, serem cuk!" jerit Aidan, "amit-amit gue skripsi gak kelar-kelar!"
"Konon, pemilik warnet itu tiap hari maen game online terus.. gak pernah masuk, titip absen terus, tugas gak kelar dan kerja kelompok numpang nama.." Putra meneguk ludah, "dan tiap kali dia ajuin skripsi ke dosen pembimbing, selalu gak disetujui. Si pemilik warnet stres."
Di sekelilingnya, para pendengar mendengarkan dengan setia dan tenang. Aneh.
"Saking stresnya, dia mencoba membeli skripsi! Tapi tidak ada yang mau menjual kepadanya. Ia makin stres, apalagi bonyoknya di Bojongkenyot tiap hari telepon, nanyain kapan dia wisuda," Putra memakai tangannya yang bebas untuk mencomot sekeping basreng, "hmm.. enak.. Dan ketika ortunya sadar anak mereka kuliah gak niat, mereka langsung nyuruh dia pulang."
"Terus?" tanya Maria, seorang gadis asal Filipina.
"Sekarang dia jadi petani cabe," Putra menghela nafas, "Oh, bang Teguh."
Semuanya diam, dan sebelum ada yang protes, Putra melanjutkan.
"Tapi bukan itu cerita utama kita. Jadi, karena warnet unggulan RT gue tutup, gue jadi harus maen PB di warnet lain, di RT sebelah," Putra menghela nafas, "warnetnya bagus, rapi. WCnya gak bau dan koneksinya cepet. Harganya pun cuma 2 rebu per jam, tapi kalo ngeprint mahal, dua ribu per lembar. Itupun item-putih. Najis gue. Katanya sih tinta mahal, pret!"
"Putra, durasi," hardik Razak tajam.
"Iye, jelek. Jadi, warnet itu jauh. Gak jauh banget sih, cuma ada tanjakan tinggi dan gue harus lewat kebon pisang dulu. Berhubung motor gue diservis, belakangan ini gue jalan kaki terus kesana. Nah, malem minggu kemarin, gue berangkat kesana jam 9 pagi. Abis makan, mandi sama nonton kartun bentar, gue langsung cabut kesana. Cuaca cerah dan gue langsung dapet tempat. Langsung gue main game. Jam 12 sampai jam 3an gue break bentar, main bola di lapangan dulu."
Putra mengamati wajah para pendengar setianya dan melanjutkan ceritanya, "jam 6, warnet dipenuhi jones. Setengah enam, gue dan penghuni warnet lain doa minta ujan bareng-bareng. Sayang, doa kita gak terbalas. Tapi suatu saat nanti, pasti.." Putra mengepalkan tangannya yang tidak berpegangan dengan Razak, "jam 11 gue berenti main berhubung duit gue gak cukup. Cuma cukup beli fr*tang doang."
"Tunggu," Aidan menginterupsi, "lo menghabiskan empat belas jam di warnet?"
"Cuma 11 jam kok di depan monitor, tenang," kata Putra dengan tak terlalu meyakinkan.
"Pak Surya gak bilang apa-apa?" tanya Maria heran.
"Dia gak bilang apa-apa, gue langsung dihukum. Bebe gue diambil," kata Putra sendu. Yah, Putra memang tinggal bersama kakak-kakaknya yang banyak. Ada Pak Surya, ada Pak Wikraman, dan guru-guru yang lain. Meskipun dia adek kebanyakan guru-guru, semuanya gak pandang bulu sama dia. Malahan mengeksploitasi fakta bahwa mereka tinggal sama Putra. Seperti Pak Wikraman yang menampilkan video Putra breakdancing pake boxer hati dan bando pink dengan alunan lagu CJR yang di iklan minuman penyegar di udara atau Pak Sanjaya yang menceritakan tentang isi folder-folder 'pelajaran sekolah' (tenang saja, isinya bukan pelajaran sekolah kok, tapi yang lain.. IYKWIM. Tunggu, itu sih gak boleh 'tenang saja'!) di laptop Putra dengan detil kedepan seluruh kelas.
"Jadi gue jalan melewati tanjakan itu dulu. Gue mendaki, angin dingin berhembus melewati gue dan kerikil terasa jelas di balik sendal swellew gue. Bulu kuduk gue berdiri. Saat itulah gue mendengar cekikikan tinggi membelah udara. Tengkuk gue dingin, seolah ada yang meniupnya dengan lembut. Gue kaku. Sebentuk tangan tak berwujud membelai pipi gue. Gue mau teriak, tapi suara gue tercekat. Tubuh gue bergerak tanpa komando, berbalik untuk menghadap pemilik tawaan itu," Putra menahan nafas.
Cengkeraman Razak menjadi sangat keras, sampai-sampai tangan mereka berdua memutih. Tangan Razak basah oleh keringat, membuat tangan Putra menjadi ikut-ikutan basah dan lengket. Putra menyeringai melihat wajah Razak yang sok-sok kalem dan tak peduli.
"Cie, Razak, tangannya keringetan tuh!" Putra bersiul.
"G-gak!" wajah Razak memerah.
"Kalau nggak kok basah?" tanya Putra gencar.
"Kan tadi airnya Zeya jatoh!" Razak membela dirinya.
"Kok gue nggak ngerasa?" Putra bertanya dengan nada meledek.
"Kan lo nggak peka!" balas Razak setengah berteriak.
Putra terdiam. Semuanya terdiam. Beberapa berdehem dengan canggung. Wajah Razak memerah dengan lebih ekstrem.
"Bisa lanjut, ana..?" tanya Kiet, berusaha mencairkan kecanggungan.
Putra melanjutkan, "waktu gue berbalik. Terlihat sesosok wanita berambut hitam panjang sepinggang, dan memakai gaun putih dengan noda merah disana-sini. Wajahnya putih dan retak-retak, matanya merah sedangkan koreng besar yang berdarah dan bernanah ada di pipi kirinya. Di pipi kanannya ada sebuah lubang menganga, dengan belatung merayap keluar dari sana. Kuku tangannya panjang dan berwarna kecokelatan. Kakinya tak beralas dan penuh noda tanah. Ia membuka mulutnya, membentuknya menjadi sebuah seringai lebar dan tertawa dengan suara yang menusuk tulang."
Putra bergidik, mengingat kejadian itu, begitu juga yang lain. Sekarang, Razak membenamkan kuku-kukunya ke jari Putra saking ketakutannya. Putra mengaduh dalam hati. Razak jago nyakar gitu-gitu.
"Tanpa banyak babibu lagi, gue segera kabur dari sana. Gue lari gak tanggung-tanggung, sampai sendal gue jatoh sebelah. Lengkap dengan teriakan 'setaaaaaan!' yang membahana. Gue lari terus sampai ke kebon pisang. Karena udah cukup jauh, gue bersandar pada salah satu pohon, mencoba mengejar nafas gue. Dua-tiga menitan disana, gue mulai ngerasa gak enak,"
"Kenapa?" tanya Zeya.
"Coba gue tebak- kaki lo kena tai ayam ya?" tebak Sovann. (aka Cambodia)
"Kuntilanak itu ngejar lo?" Aidan menunjuk Putra dengan ekspresi ngeri.
"Salah semua, dan Aidan, asal lo tau, apa yang ada di kebon pisang itu lebih mengerikan daripada kuntilanak tadi," kata Putra.
"Apaan?"
"Genderuwo?"
"Nenek gayung?"
"Hantu goyang karawang?"
"Pocong breakdance?"
"Pak Surya?"
"Ivan?"
"Jones?"
"Woi- gue sebagai Jones terlecehkan nih!"
"Banci?"
"Orang pacaran?"
"Salah semua," Putra berkata, "jauh lebih serem. Jadi, ketika gue udah merasakan hawa-hawa gak jelas disana, gue langsung berdiri tegak. Gue udah siap-siap lari kalau-kalau muncul sesuatu yang tidak diinginkan. Saat itu, ada sebuah suara mendesah, seolah ingin merayu gue, 'bang.. Bang..'"
"-satenya seratus tusuk.." kata Zeya asal, disambut oleh bogem teman-temannya.
Putra berdehem, "ada tangan datang dari belakang pohon yang gue sandari, memeluk gue dari belakang. Jujur, gue merinding disko. Belom lagi pake belai-belai dan grepe-grepe gue. Gue berjuang untuk membebaskan diri. Si pemilik suara tertawa nyaring. Akhirnya, gue berhasil membebaskan diri. Setelah mengambil jarak aman, gue berbalik untuk melihat si pelaku pelecehan seksual itu. Dan ternyata, dia adalah.."
"Siapa?"
"Hantu keramas?"
"Tuyul?"
"Razak?"
"Pret, dia mah uke!"
"Gue tabok lo!"
"Francis?"
"Basreng berjalan?"
"Farhat Abb*s?"
"Iq*aal C*R?"
"EMON YA?!"
"Salah," jawab Putra tegas, "waktu gue menengok. Gue tambah takut, bulu kuduk gue berdiri semua. Cuma tuhan yang bisa lindungi gue saat itu. Di belakang pohon yang tadi gue sandari itu.. ada cabe!"
... antiklimaks.
Semuanya diam. Jangkrik berdendang.
"Cabe itu poninya panjang-pendek dan kuncir kudanya tinggiiiii banget, dengan highlight pirang dan merah marun disana-sini. Eyeshadownya ungu, eyelinernya banyak banget kayak anak emo, pipi diberi pemerah bubuk warna merah, bedak tebel 1,2 cm, dan bibirnya diberi lipstik merah menyala. Singkatnya, make-upnya menor banget. Dia pakai tanktop pink dengan belahan yang anget-anget, serta hotpants hitam yang pendek banget. High heelsnya merah, tingginya 5 cm. Dia bawa tas Guc*ci putih-emas KW dan gelang-gelang emas palsu melingkari pergelangan tangannya. Singkatnya, cabe tulen."
"Inget amat," sindir Razak.
Putra melanjutkan narasinya, "dia cekikikan, 'bang, sejam 20 rebu boleh kaliii,' tangannya menggapai-gapai kearah gue. Gue pucat pasi. Gue langsung kabur, lebih cepat daripada tadi. Sendal gue yang satu lagi jatoh, tapi gue gak peduli. Kali ini teriakan gue beda, gue teriak, 'cabeeeee!' sampai suara gue serak. Gue gak berenti sampai gue di depan rumah. Gue langsung gedor-gedor pintu, dan Kak Sur bukain pintu dengan bete. Tapi gue gak peduli, gue takut, gue langsung nubruk dan meluk dia,"
Putra menghela nafas, "abis itu, tanpa banyak bacot, dia langsung ambil bebe gue. Dia nyuruh gue tidur abis itu, gak mau dengerin penjelasan gue. Gue kapok pulang warnet malem-malem, bukan gara-gara bebe gue disita. Tapi gara-gara cabe itu. Sekian."
Putra meminum mi*o kepunyaan Aidan, sambil mengamati reaksi teman-temannya yang diam dengan ekspresi tak terbaca, "nah?"
"Najis lo, Put," kata mereka berbarengan, sebelum berbalik pergi.
"Razak, mereka kenapa?" tanya Putra bingung.
"Tai lo, gak peka amat," jawabnya bete.
Putra hanya bisa mengangkat bahu.
XXX
Ya, itu dia. Panjang pake banget. Saya minta maaf udah setengah tahunan gak apdet! Saya tunda-tunda mulu! Maaf! Lagipula hasil poll seret sekali. Saya terpaksa bikin oneshot ini dulu, untuk menghidupkan kembali fic mati ini. Kalau suka dan minta lagi, atau ada saran/usul/request/kritik/surat penggemar bilang aja di review. Saya menanti!
Headcanon saya Indo itu gak peka tentang perasaan cewek meskipun suka gombal. Kenapa? KARENA SEMUA COWOK ITU GAK PEKA! *nangis galau*
Btw, ya, Indo seme disini. Alasannya? Saya bosen ngeliat Indo jadi uke sama siapa aja. Lagian Indo kan lebih superior (nasionalisme berlebihan nih), terutama sama Malay. Oke, Malay lebih pinter dan maju dari Indo, tapi Indo pernah menyerang Malaysia tahun 1962-1966. Indo yang inisiatif menyerang Malay, bikin Dwikora (ada 'menghancurkan Malaysia'-nya, lhoo), dan tentu saja, pidato 'Ganyang Malaysia' itu. Jangan lupa, Indo itu badass. Majapahit kan luaaaas sekali, melingkupi lebih dari Indo dan jangan lupa prajuritnya yang wedew, terus Indo dapet kemerdekaan itu bukan karena diberi Jepang, tapi usaha sendiri (Rengasdengklok emang ide Jepang?), dan berani keluar PBB yang isinya kebanyakan planet Bumi. Sendirian melawan dunia. Indo emang sekece itu, tsahhh..
Btw, saya dapet nama 'Surya' dari lambang Majapahit, alias Surya Majapahit. 'Wikraman' dari raja ketiga Sriwijaya, nama Brunei dari nama sultan sekarang, Hassanal Bolkiah dan 'Rizki' yang artinya.. rejeki. Putra yah, anak lelaki. Nama Malay dari nama PM Malay kedua. Zeya artinya jaya. Aidan artinya api. An artinya kedamaian. Mohandas artinya pembantu Mohan/nama asli Mahatma Gandhi. Kiet artinya terhormat. Maria dari Maria Clara, heroine Noli me Tangere. Sanjaya dari.. dinasti Sanjaya di Mataram. Sovann artinya seperti emas. Oke, bales review!
kurohippopotamus-san: Terima kasih! Sama-sama. Iya, setuju! Wakakaakakk.. eh, mana? *tsiing woohoo! Tentang arc.. tidak ada yang tahu, kawan.. tidak ada.. Iyak!
mixim-san: Iya dongs! Terima kasih~
No. Looking-san: Halo! Terima kasih atas reviewnyo! Maaf, alasannya bukan karena itu, tapi karena saya kehilangan semangat saya untuk makan duren #eh. Hore! Bersorak! Terima kasih~ Jelas Brunei lah, ya kali abang-abang batagor. Yang dimaksud Mindanao, salah satu pulau di Philippines. Jelas! Dia kan FA King. Karena minum baygon lebih cuco' untuk seorang heavy drinker macam Gil. Maling Kutang.. agak-agak kriminal dan penuh skandal, tetapi cocok juga ._. oh, itu hanya suatu tahap dalam proses menuju kedewasaan. Lengkapnya ada di AN bawah chap sebelumnya, sudah saya tambahkan infonya berkat dirimu~ Wakakakak.. Mau, bang :* #eh. Iya, brutal sekali temen-temen saya itu. Untung sudah lulus, fyuh.. Euh, terima kasih..? #canggung. Ngek, cerita yang mengharukan dan menyedihkan disaat yang sama… Meskipun saya apdet siput, terma kasih dan bahbai!
Afternoon-Sunset-san: Terima kasih! Silahkan~
LalaNur Aprilia-san: Hehe, terima kasih! Untung gak keliatan, dikira gila kan repot.. #pengalamanpribadi. Ufufufu! Sudah saya apdet~
aster-bunny-bee-san: Haha, saya akui saya emang plinplan. Giliran bilang gak mau hiatus, malah hiatus. Sumprit. Hahaha, tinggal cari saja kata '1cak' di google dan ia akan muncul dengan sendirinya (lo kata jin botol). Belum lah, mereka masih buka ini.. Saya bangga pada kalian, anak-anak #menangis terhura #eh. Tak apa-apa. No, saya yang berterima kasih pada anda #wink
BLAST-san: Hai, Blast-san! Terima kasih banyak! Berdoalah untuk keselamatan mereka berdua, anak muda.. Jangan tanya saya, tanya si tersangka utama aja. Mungkin dia lupa minum obat.. Iya. Iya~ IYA! IYA SI MINDA! HAHAHAHAHA! Sip, meski lambat, setidaknya saya sudah apdets!
Wortel Hitam-san: Fufu, biasa, sekumpulan jones jebolan RSJ. Hohohohho, memang suatu pikiran yang menggelikan :3 Sayangnya saya terlanjur.. huwaaaa.. mama, aku berdosa! Huhu, terima kasih.. memang mencetarkan! Oke, sudah saya apdet dengan lamanya! Terima kasih atas review kecenya~
Ringo Kouichi-san: Terima kasih.. hmm, boleh juga, meskipun gak romance (kan ini fic humor kakakk..), tapi antri yah! Tidak apa-apa jangan berkecil hati, karena sesuai kata dikau, yang paham gak terlalu banyak ._. Thanks! Oke, salam kenal juga!
Ren Luca-san: Terima kasih reviewnya! Hohoho, kalau gak ngakak, barbel melayang!
roti ikan-san: Saya sudah bukan anakeren lagi, saya adalah Meijin! Hwahwahwahwa! Silahkan panggil saya Mei, Ijin, atau Ijin sekalian (lah, sama aja bo'). Pakai atau nggak pakai honorifik itu terserah. Asal jangan panggil saya Sutiyem.. grrr.. Aih, terima kasih! Hoho, anda orang lama yaaa~ Senangnya hati~ Tak apa-apa, dan jangan hiraukan teman-teman anda. Semua orang itu punya saat-saat sinting dalam hidupnya, tak ada pengecualian. Iyaaaaa! Hohoho, bersiaplah untuk MOAR BruPhil karena saya shippernya! IYAH! Threesome aja. Threesome, menyelesaikan masalah shipping tanpa masalah. #eaaa Terima kasih atas pujian dan reviewnya! Siap!
Fly 21-san: Selamat datang, wahai reader baru! Terima kasih atas reviewmu~ Iya, akan saya usahakan. Huhu, sankyuu! Hehe, bagi yang sudah pernah merasakan sih gak bakal ngakak ._. Mengerikan tau! Fufufu~
herpyderps-san: Aih, terima kasih! Anda terlalu memuji nih. (Hehe, untung anda suka) Yay, terima kasih sudah baca semua fic saya dan pujiannya.. Saya terharu..
Panci-san: Tanyalah kepada rumput yang berjoget karena saya tidak tau~ Hohoho, kalau begitu donor saja dari Mr. Pongebob, otak tertawanya banyak! Boleh! Hii.. Serem.. Request yang sesamar orientasi seksual Iggy.. Hmm.. Maksudnya? Pairing favorit? Punyanya Panci-san? Saya tak tahu TAT Kalau yang favorit saya sih.. IndoMalay? BTT threesome? Saya harus apakan request iniiii? Mohon maaf, karena otak saya meledak, saya akan taruh request ini dalam antrian! Dan saya tidak mau ada Ivan di kasur sayaaaaaa! Hosh, tidak, anda tidak abstrak kok. Sayalah yang abstrak. Aaaaaaaaa- (oke cukup, Mei)
Ya, itu dia. Bagi yang mau saya cepet apdet, ikut polling dulu. Cukup cucian yang digantung, harapan aku jangan! Babai!