.
.
Disclaimer: EXO punya SM...
Main cast:
Oh Sehun
Kim Jongin
Do Kyungsoo
Pair: SeKaiDo
Warning: Shounen-ai, OOC sangat sangat sangat sangat, alur kecepetan, miss typo(s), AU, dll.
DON'T LIKE? DON'T READ!
.
"Jeongmal?" mulutnya menganga tidak percaya. Apa ia sedang bermimpi sekarang? Kalau iya, tolong jangan bangunkan dia dari tidurnya. Ia ingin terus bermimpi ini terus berlanjut.
"Tentu saja, Sehunnie. Besok kau akan bertemu dengannya."
Sehun menggigit bibirnya berusaha menahan senyum kebahagiaan, walaupun itu sia-sia karena cengiran itu masih muncul diwajah cantiknya. Ayahnya hanya tertawa melihat ekspresi Sehun.
"Baiklah. Sekarang tidurlah! Kau perlu bangun pagi besok, arra?"
Tanpa disuruh dua kali, Sehun langsung bangkit dan pergi ke lantai atas dimana kamarnya berada, tapi sebelumnya ia menyempatkan diri untuk mencium pipi namja yang sudah membesarkannya seorang diri. Besok dia harus bangun pagi, besok dia akan bertemu pangerannya. Besok dia akan kembali bertemu dengan orang yang sudah merebut hatinya sejak pertemuan pertama mereka.
Memikirkan hal itu membuat Sehun terus tersenyum tanpa henti.
.
.
.
"Pelan-pelan makannya, chagi~" Jongin mengusap sisa saus yang menempel diujung bibir Kyungsoo dengan ibu jarinya. Ia hanya terkekeh pelan dengan pandangan menggoda melihat namja bermata bulat itu memerah malu. "Apa terlalu pedas sampai membuat wajahmu merah?" tanyanya dengan tatapan jahil.
"Diamlah, Kim Jongin!" ucap Kyungsoo seraya memukul kepalanya. Ouch! Sebenarnya itu sakit juga.
"Ya! Apa pantas seseorang memukul kekasih tercintanya sendiri?" Jongin merengut melihat namjachingunya tertawa puas melihatnya mengelus kepala sendiri. "Ya! Berhenti tertawa!"
Kyungsoo belum bisa menghentikan tawanya. Lucu sekali Jongin memasang wajah sakit ditambah memelas seperti itu. Mungkin lain kali ia bisa melakukannya lagi. Kekeke~
Melihat Kyungsoo yang tertawa gembira seperti itu membuat Jongin tersenyum, sebelum ikut tertawa bersamanya. Moment yang menyenangkan, semoga saja ia bisa terus melihat senyum dan tawa Kyungsoo yang manis itu.
.
.
.
"KENAPA TIDAK MEMBICARAKANNYA DENGANKU TERLEBIH DAHULU?!" mungkin ini pertama kalinya ia berani berteriak seperti itu pada ayahnya. Tapi sekarang ia tidak peduli lagi. Selama ini hidupnya sudah diatur oleh orang tuanya (atau lebih tepatnya ayahnya), dari sekolah hingga pekerjaannya nanti. Sekarang ia tidak bisa menerima lagi.
Demi apa pun sekarang sudah bukan zaman klasik dimana perjodohan menjamur dimana-mana. Ini hidupnya! Ia selama ini sudah menurut, berpikir bahwa mungkin orang tuanya akan senang selama ia menurut. Tapi ia sudah berada dibatas kesabarannya. Orang tuanya sudah melarangnya untuk menari, ia menurutinya. DAN SEKARANG MEREKA AKAN MENGATUR MASA DEPANNYA? HELL NO.
"Kau tahu bahwa kau tidak bisa menolak," ucap ayahnya dingin, masih menatap koran yang ada ditangannya. Mengabaikan tatapan marah Jongin yang ditujukan padanya.
"Aku bisa." Dengan itu, Jongin pergi keluar dari ruang keluarga, melewati ibunya begitu saja yang memandangnya dengan sendu di ambang pintu. Sebelum Jongin benar benar melewatinya, yeoja cantik itu meraih pergelangan tangan anaknya.
"Jongin-ah, siang ini keluarga Oh akan datang. Mengertilah?"
Jongin melepaskan pegangan ibunya pada tangannya, "Maafkan aku, umma!" dan Jongin pergi dari sana. Ia hanya harus pergi. Pergi menemui Kyungsoo, satu-satunya orang yang dicintainya dan akan selalu dicintainya.
Dengan tergesa ia memasuki mobil dan menjalankannya. Ia tidak akan mau berlama-lama disini. Tempat yang membuatnya terkekang. Laju mobil Jongin terhenti begitu didepan gerbang. Ia menurunkan kaca mobilnya dan menekan klakson.
"Ya! Cepat buka gerbangnya!" teriaknya lantang pada sang penjaga yang hanya menatapnya takut-takut. Begitu juga dengan beberapa penjaga yang berdiri menghadang di gerbang. Melarangnya untuk keluar dari sangkar ini.
"M-maafkan aku, tuan muda!" namja paruh baya itu membungkuk dalam tanda menyesal tidak bisa memenuhi keinginan tuan mudanya.
"GRRAHH!" Jongin berteriak frustasi memukul kemudi mobilnya.
Seberapa kuat dirimu, kau tetap tidak akan menang dengan ayahmu, Kim Jongin. Kau sendiri sadar akan hal itu.
.
.
.
Sehun menunduk canggung. Ini bukan pertemuan yang ia harapkan. Selama perjalanan menuju mansion keluarga Kim, ia terus membayangkan bagaimana nanti saat kembali bertemu dengan Jongin lagi.
Sudah delapan tahun sejak pertemuan terakhir mereka. Dulu ia pertama kali bertemu Jongin saat berumur lima belas tahun, dan ia langsung jatuh pada pesona seorang Kim Jongin. Saat pertemuan pertama mereka, Jongin tersenyum menawan kearahnya.
Mengobrol banyak, ternyata mereka memiliki hobi yang sama yaitu menari. Ia semakin menyukai Jongin. Jongin seperti seorang pangeran yang keluar dari negeri dongeng yang sering diceritakan ayahnya dulu saat ia masih kecil. Pangeran tampan yang baik hati.
Tapi sekarang Jongin tidak tersenyum menawan lagi kearahnya, Jongin tidak menampilkan kesan baik lagi padanya. Ia tidak tahu kenapa. Jongin hanya terus memasang tatapan dingin padanya. Apa Jongin tidak menyukainya?
Kini ia benar-benar dalam keadaan canggung. Kim ahjumma tadi menyuruh ia dan Jongin untuk sedikit berjalan-jalan agar tidak bosan mendengar perbincangan orang-orang yang sudah lanjut usia itu.
Sekarang ia sedang berada di sebuah gazebo yang ada di taman keluarga Kim. Ia meremas ujung kemeja yang ia kenakan, membuatnya kusut. Padahal Park ahjumma sudah menyetrika kemeja hingga licin tadi pagi, tapi ia tidak peduli sekarang.
Ia melirik dengan ekor matanya, Jongin tengah asyik dengan handphonennya. Entah sedang apa, tapi namja tampan itu sesekali tersenyum kecil membuatnya semakin ingin tahu apa yang ada didalam sana sehingga membuat Jongin tersenyum menawan seperti yang dulu ia lihat.
"Eum... Jonginnie, apa kau—"
"Sejak kapan kita seakrab itu?!" kalimatnya terpotong oleh Jongin yang masih asyik memandang layar handphonennya. Sehun semakin intens menjilat bibirnya gugup. Ia berpikir, sebentar lagi mereka akan menikah dan menjadi keluarga. Jadi ia pikir tidak ada salahnya membiasakan paggilan sayang atau manja seperti itu.
Ternyata ia salah. Jongin memang tidak menyukainya, atau mungkin lebih tepatnya tidak menyukai perjodohan dengannya. Sekarang apa? Mungkin Jongin berpikir dirinya terlalu rendah untuk menerima perjodohan ini dizaman modern seperti sekarang.
"Mianhae, Jongin-ssi..." Sehun kembali terdiam, sudah tidak berminat untuk memecah keheningan lagi. Ia tahu jika ia berbicara lagi, mungkin itu akan membuat Jongin semakin tidak menyukainya. Jadi ia hanya diam, sesekali melirik melalui ekor matanya ekpresi Jongin yang mengabaikannya. Sehun berusaha agar tetap membisu meski sebenarnya ia ingin sekali mengoceh dan berusaha menjadi dekat dengan calon suaminya ini.
.
.
.
"Kenapa sekarang kau malah murung, eum? Tadi pagi kau semangat sekali ingin bertemu Jongin." ayahnya yang kini duduk disampingnya didalam mobil mengelus rambut cokelatnya yang halus dengan lembut.
"Tidak apa-apa. Hanya lelah." Sehun bergumam lirih, masih menyandarkan keningnya di kaca jendela mobil, memandang jalanan yang kabur.
"Bagaimana kalau kau ceritakan sudah seberapa dekat kalian?" sang Appa sepertinya tidak mau menyerah untuk mengembalikan raut ceria di wajah anaknya.
Tapi pertanyaan ini justru membuat Sehun semakin memalingkan wajahnya, takut binar kecewa dimatanya terbaca oleh ayahnya. Ia hanya bingung bagaimana harus menjawab, dia dan Jongin tidak semakin dekat, justru semakin menjauh.
"Tidak begitu dekat. Hanya mengobrol biasa."
.
.
.
"A-apa maksudmu Jongin-ah? Perjodohan?" bibir Kyungsoo bergetar mengatakan hal itu. Jongin menarik napas dalam, ia tidak suka melihat Kyungsoonya seperti ini. Apalagi ia yang membuat namjanya seperti ini.
"Ya. Tapi itu bukan masalah. Kita masih akan tetap—"
"Tidak masalah apanya?" Kyungsoo sedikit menaikkan nada bicaranya. "Jadi hubungan kita hanya sampai disini?"
"Tidak. Tidak. Dan Tidak!"
"Tidak? Kau ingin menjadikanku selingkuhanmu?" mata bulat Kyungsoo kini sudah mulai berair. Jongin menarik namja yang lebih pendek darinya itu kedalam pelukannya. Tidak tega melihat raut terluka diwajah imut itu.
"Tentu saja tidak. Dia pihak ketiga disini. Kami diberi waktu satu bulan sebelum pernikahan untuk saling mengenal. Dan dalam satu bulan itu aku akan membuat rencana bagaimana menggagalkannya. Kalau perlu aku akan bersujud dikaki ayahku agar membatalkannya."
"Hiks... A-aku tidak mau kehilanganmu... Jongin." Kyungsoo memeluk balik Jongin dan membenamkan wajahnya dibahu namjachingunya itu.
"Aku juga. Aku tidak akan rela meninggalkanmu."
.
.
.
"Annyeong... Jongin!" Sehun tersenyum kecil dan menghampiri namja tan yang akan memasuki mobilnya itu. Ia memang sengaja pergi ke kantor keluarga Kim, tempat Jongin bekerja. Semalam sudah ia putuskan bahwa jika Jongin tidak menyukainya, ia akan membuat Jongin menyukainya. Dan ini adalah langkah pertamanya berusaha dekat dengan Jongin.
"Kenapa kau ada disini?" Jongin mengerutkan alisnya tanda tidak suka.
"Eum... menemuimu?" Sehun menggaruk belakang kepalanya bingung.
"Aish~" tanpa mempedulikan Sehun, Jongin masuk ke dalam mobilnya. Dan melihat hal itu, cepat-cepat Sehun juga ikut masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Jongin yang siap mengemudi. "Ya! Apa yang kau lakukan, hah?!"
"Aku bilang aku ingin menemuimu, jadi kau tidak boleh meninggalkanku begitu saja." Sehun memasang wajah seriusnya. Mulai sekarang sepertinya ia akan lebih sering menerima bentakan dari Jongin, dan ia harus bisa menghadapinya dengan sabar.
"Aku ada urusan! Sekarang cepat turun!"
"Sebenarnya, tuan Kim Jongin... aku tahu sekarang jam makan siang. Jadi kau mau makan dimana? Aku bisa menemanimu." Sehun berusaha menjadi keras kepala dan melipat kedua tangan di dadanya.
"Aku bilang aku ada urusan dan tidak akan pergi makan siang! Jadi pergilah!"
"Tidak mau!"
"Turun!"
"Tidak akan!"
"Tur—"
"Aku akan bilang pada Kim ahjussi kalau kau menolakku makan siang bersama." Potong Sehun cepat membuat Jongin ingin sekali menyumpal mulut itu dengan sepatunya. Ingin mengadu katanya? Cih, dasar anak kecil! Satu poin lagi ia tidak menyukai Sehun.
Kekanakan.
Tidak seperti Kyungsoo yang bisa berpikir dewasa meski kadang namja imut itu sering manja padanya. Tapi itu tidak masalah selama ia menyukainya melihat wajah imut itu beraegyo padanya.
Dengan mendengus keras, ia melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Mengabaikan Sehun yang berteriak untuk memelankan kecepatan.
.
.
"Bukankah tadi kau bilang tidak ingin makan siang, Jonginnie?" Sehun memandang sebuah cafe kecil yang ada dihadapannya kini. "Eh, tunggu dulu!" Sehun mengejar Jongin yang sudah masuk ke dalam dan mengekor dibelakangnya.
Sehun mengernyit bingung saat Jongin berjalan bukan kearah meja tapi kearah ruang staff mungkin?
"Jonginnie, kau mau kemana? Kenapa tidak duduk disana?" Sehun menunjuk sebuah meja kosong di dekat pintu masuk tadi.
"Kau cari kursimu dan pesan apa pun yang kau inginkan."
"Tapi kau mau kemana?"
"Cari saja kursimu! Aku ada urusan." Jongin memandangnya dengan marah. Sepertinya kali ini Sehun harus menurut, jadi dia pergi meninggalkan Jongin yang berdiri di depan pintu ruang yang hanya khusus untuk para pekerja tadi.
Sehun duduk diam menunggu pesanan bubble tea nya. Matanya tidak lepas menatap Jongin yang kini tengah dipeluk seorang namja mungil. Membuat Sehun mengepalkan kedua tangan dan menggigit bibirnya saat melihat Jongin mencium dahi namja mungil tadi dan tersenyum lebar.
Dua hari sejak perjodohan ini bahkan Jongin tidak tersenyum padanya. Apa itu pacarnya? Jadi itukah yang membuat Jongin tidak menyukainya? Karena dia sudah punya pacar.
Sehun berdiri dari kursinya saat melihat Jongin masuk bersama namja tadi. Tapi ia ingat pesan Jongin untuk tetep disini, jadi ia kembali duduk dan menatap kosong pintu ruang staff yang tertutup.
.
.
Sehun menyangga pipinya dengan telapak tangannya yang ditumpukan dimeja. Ia sudah menghabiskan lima gelas bubble tea dan Jongin masih belum kembali. Hari sudah semakin sore dan ia belum makan. Dari awal ia memang sengaja tidak memesan makanan agar ia nanti bisa makan bersama Jongin.
Sehun melirik pintu ruang staff lagi, tapi yang keluar dari sana bukanlah seseorang yang ia harapkan. Membuatnya menghela napas panjang. Jongin kenapa lama sekali disana? Apa ia perlu menyusul?
"Maaf... apa kau bisa memanggilkan seorang namja berjas yang masuk ke ruang staff tadi?" ia berbicara pada seorang pelayan yang melewatinya.
"Namja? Berjas? Apa maksudmu Kim Jongin?"
"Ah, iya. Kau tahu dia? Bisa tolong panggilkan dia?"
"Eum... setahuku Jongin sudah pergi bersama Kyungsoo dari tadi!" penyataan pelayan itu membuat Sehun mengerjap bingung.
"Tapi aku tidak melihatnya keluar." Sehun mengutarakan kebingungannya dengan hati was-was. Kenapa ia merasa tidak akan menyukai jawaban yang akan keluar dari pelayan ini.
"Oh mereka lewat pintu belakang tadi."
Dan Sehun hanya bisa kembali menatap kosong ke arah pintu yang sedari tadi ditatapnya. Jongin meninggalkannya? Ini bahkan lebih parah daripada didiamkan oleh Jongin kemarin.
"T-terima kasih..." Sehun berujar lirih seraya menunduk. Tapi ia kembali berjengit saat pelayan tadi justru duduk dihadapannya dan menatapnya penasaran.
"Kalau boleh tahu, kau siapanya Jongin? Setahuku Jongin tidak pernah membawa siapa pun kemari untuk bertemu Kyungsoo."
"Aku... a-aku..." lidah Sehun seolah kelu. Ia tidak tahu apakah Jongin akan senang jika ia membeberkan status mereka?
"Ah, apa kau tunangannya? Kemarin aku mendengar percakapan mereka saat hendak menutup cafe ini."
Sehun menunduk dan meremas ujung kemejanya kuat-kuat. Entah kenapa ia justru merasa tidak pantas berada di sini. Ia ingin pergi.
"Aku... memang tunangannya." Sehun berkata lirih, meski begitu sang pelayan masih bisa mendengarnya.
"Entah kenapa aku sepertinya harus mengatakan ini. Kenapa kau tidak menolak perjodohannya? Kasihan Jongin dan Kyungsoo, mereka sudah menjalin hubungan lebih dari empat tahun. Dan apa kau setega itu untuk mengakhiri mereka?"
Sehun terdiam...
Tidak tahu harus menjawab apa. Jadi benar itu namjachingu Jongin? Jadi itulah kenapa Jongin memandangnya dengan tidak suka. Jadi ia menjadi orang yang merusak hubungan orang lain?
Ia bahkan tidak pernah memikirkan hal ini sebelumnya. Ia pikir Jongin masih sendiri, sama seperti dirinya. Tapi ia salah. Jongin bukan tipe orang yang akan tahan berdiam diri di rumah. Jongin tipe yang suka bersosialisasi dan bergaul seperti anak yang lainnya. Bukan seperti dirinya.
Kenapa ia bahkan tidak memikirkan hal ini?
"Ya Byun Baekhyun! Kembali ke pekerjaanmu!" sebuah teriakan membuatnya kembali mengangkat kepalanya dan menatap pelayan yang kini sudah berdiri dan hendak pergi.
"Kuharap kau tahu dimana posisimu!" itulah kalimat terakhir yang ia dengar sebelum ia berdiri dan berlari keluar dari cafe. Tidak peduli pada penjaga kasir yang memanggilnya karena bahkan ia belum membayar. Mungkin besok ia akan menyuruh orang untuk datang kemari.
Ia sudah tidak mempedulikan apa pun lagi. Ia hanya ingin pulang. Ingin berguling di kasurnya yang empuk.
Ia mengeluarkan handphone dari saku celananya dan menekan dial 1 dan menunggu seseorang disana menjawab panggilannya. Dan saat tersambung, ia tidak repot-repot mengucapkan salam seperti biasa.
"Appa..."
.
To Be Continue
.
A/N: plis jangan gebukin gue ya pleaasee~ sebelum kalian beneran gebukin gue, gue mau minta maaf dulu. Pertama, karena spring devil sama JONSOM belum dilanjutin sampe lumutan tuh ff. Kedua, karna gw justru buat ff baru yang malah gak jelas apa ceritanya ini. Ketiga... PLEASE MAAFIN GW YANG UDAH BUAT SEHUN NELANGSA GITU~ but... seriously, gak ngerti juga kenapa gue bahagia banget Sehun menderita gitu! Kekeke~
lanjutannya terserah deh, yang mau dilanjut ceritanya banyak ya oke gw lanjut, tapi kalo mau sampe sini aja juga gak apa-apa. n terakhir, ada yang bisa bahasa korea disini? plis bantu ya plis banget~
Nah, yang mau ngeroyok gue, plis review dulu ya baru boleh nabok or gampar sesukanya! -_-'