thanks to; deviyanti137; Cho Kyuri Mappanyukki; evilbunny (); jj (jadi tebakannya makin bener apa gimana nih?); reaRelf (silahkan temukan jawabannya di sini~); Zahra Amelia; minniehaekyu; lenyclouds (siapakah CS? Semoga chap ini bisa menjawab); abilhikmah; Nerz Cici; Safira Joyclouds329; GaemGyu92; pumpkinsparkyumin; Park Yong Hwa (ini chap terakhirnya yah~ semoga bisa menjelaskan semuanya._.); Choleerann; tada kyumin; SesiPujiasti.


.

.

.

Tell Me

This story belongs to

Cho Kyuhyun, Lee Sungmin, Super Junior

Are belongs to God and themselves

Genre :

A little bit of Romance, Hurt/Comfort, Angst, A little bit of Fluffy

Rating : Teen

Length : 5 of 5

Summary :

Aku tidak tahu ada apa. Aku tidak tahu mengapa.

Tapi satu hal yang aku ingin, beritahu aku apa salahku?

Mengapa kau sangat membenciku? Bisakah kau ceritakan kepadaku?

Bisakah?

Warning :

Yaoi, BL, BoyXBoys, Shonen-ai. OOC! AU!

Genderswitch for some uke(s)!

ALUR MAJU MUNDUR~ Perhatikan baik-baik._.

A/N :

If you don't like, just don't read.

Just click back if you don't wanna read it.

I've warn you before you take an action.

But, if you read this, leave the feedback, please?

Thank you and enJOY to reading^^

.

.

.

A KyuMin Fanfiction

Tell Me

Story by Fujimoto Yumi

.

.

.


Chapter sebelumnya—


"Jadi kau masih bertemu dengannya? Oh. Jadi Cho Kyuhyun itu ada di sini?"

'Deg'

Sungmin terpaku di tempatnya ketika mendengar suara itu. Suara sang ayah. Sungmin berbalik dan melihatnya ayahnya tengah menatapnya marah. Sungmin menunduk. Tidak berani menatap sang ayah.

"Lee Sungmin. Jawab appa!"

"A-appa …a-aku…"

"Jawab appa!"

"I-iya, M-minnie masih bertemu d-dengannya!"

"Kau! Besok kita akan pindah ke Jepang."

"Mwo?"

Dan terkadang, keterkejutan itu datang tiba-tiba yang tentu saja dihasilkan oleh orang terdekat kita. Apalagi ketika sang ayah bilang tidak, maka selamanya hanya ada kata tidak.


.

.

.

Chapter 5 – Last Chapter

.

.

.


'Besok kita pindah ya, Minnie? Halmoni mau tinggal sama Minnie. Jadi kita harus pindah ke Jepang…'

Alunan kalimat itu kental terdengar. Sungmin merasakan sakit di bagian kepalanya. Menyandarkan sejenak punggungnya pada jok mobil, sambil memandang ke arah luar jendela. Perjalanan ke Tokyo…mana tahu tiba-tiba ia sudah berada di sini? Dan lagi-lagi ia harus meninggalkan sosok itu –batinnya mendera.

'Tuhan…kenapa begini?'


.

.

.


Sungmin cemberut sepanjang perjalanan, walaupun ia berhasil meyakinkan Kyuhyun bahwa kelak ia akan kembali, namun tetap saja…rasa bersalah menghinggapi hatinya. Apalagi ketika sang ayah yang selalu merespon dingin segala hal yang berhubungan dengan Kyuhyun –kekasihnya.

"Memangnya kenapa sih? Kenapa tumben sekali halmoni minta tinggal sama Minnie, umma?" Sungmin bertanya sambil memainkan kakinya sedemikian rupa. Masa bodoh umurnya yang sudah dewasa, toh ia masih kelihatan imut.

Tubuh Leeteuk menegang, kemudian menyamankan diri sambil mengusap rambut anaknya. "Tidak apa-apa, dong. Lagipula selama ini Minnie sibuk di Seoul sampai lupa mengunjungi halmoni, kan?"

"Iya sih. Tapi kan Minnie janji akan mengunjungi halmoni bersama Kyuhyun," balas Sungmin pelan membuat Leeteuk –lagi-lagi menegang dengan Kangin yang sudah mencengkeram kemudinya erat.

"Appa rasa appa pernah bilang sama Minnie untuk tidak bergaul dengan Kyuhyun terus. Kenapa tidak nurut, sih?" Kangin berucap dingin, Sungmin hanya cemberut sambil melengoskan wajahnya.

"Appa tidak asik. Aku sama Kyuhyun itu saling suka. Wajar kalau kami mau sama-sama terus, kan? Seperti appa dan umma."

"Kamu namja, Minnie," tegas Kangin membuat Sungmin menutup matanya.

Lalu menghela napas berat seraya menggenggam ponselnya erat. "Cinta tidak pernah memandang genderappa. Appa harus tahu itu."

Dan untuk pertama kalinya…Sungmin merasa dunia berhenti ketika Kangin menatapnya tajam dari kaca dashboard di mobil mereka. Leeteuk hanya memperhatikan sambil menghela napas.

Sejak saat itu, Kangin selalu membatasi apa-apa yang Sungmin lakukan. Ia juga sering mengajak Sungmin untuk melakukan terapi. Alasannya agar tubuh Sungmin lebih sehat dan bugar untuk menjalani aktifitas.

Yang tanpa sadar, semakin hari, semakin sering terapi itu dilakukan, semakin habis ingatan Sungmin akan seseorang. Seperti sebuah settingan film yang sengaja dihapus. Dan Sungmin tidak menyadari…itulah mengapa akhirnya ia melupakan semua orang yang mengenalnya dan dikenalnya.

Kecuali kedua orang tuanya.

Terapi cuci otak…yang membuat ia melupakan Kyuhyunnya…


.

.

.


"Ugh…" Sungmin menggeram tertahan sambil menyipitkan matanya. Ia melirik ke arah sang umma yang terlihat berbincang dengan sang appa. Kemudian mengambil ponselnya, menatap layar handphone yang menampilkan sosok orang yang begitu dicintainya.

'Padahal baru kemarin bisa dekat dan ingat. Kenapa…appa tidak menyukai Kyuhyun, sih?'

"Minnie sayang? Kau sudah bangun?" suara sang umma membuat Sungmin menatap yeoja paruh baya itu. Sungmin mengangguk sekilas sebelum akhirnya kembali tenggelam dalam angan tak berujung.

Ketika akhirnya ia bisa melalui semuanya. Mengingat Kyuhyun, bisa dekat dengan namja itu. Menemukan segala hal yang menghubungkan mereka, tetapi semuanya hancur hanya karena sang appa yang tidak pernah menyetujuinya. Kenapa takdir sejahat ini?

"Minnie…?" panggil sang umma membuat Sungmin menatapnya.

Sendu. Leeteuk bisa merasakannya. Betapa sang anak semata wayangnya begitu menderita. Dengan segala keputusan sepihak suaminya yang tidak mengizinkan Sungmin memilih Kyuhyun. Seharusnya tidak seperti ini…seharusnya Leeteuk bisa meyakinkan Kangin bahwa semuanya akan baik-baik saja, kan?

"Nanti kalau sudah sampai mau makan apa?"

"Minnie tidak lapar," balas Sungmin membuat Leeteuk tergugu. Biasanya sang anak akan langsung tersenyum dan senang ketika Leeteuk menawarinya seperti itu. Namun kini…semuanya berbeda.

'Maaf, Minnie…maafkan umma…'


.

.

.


Sungmin memandang ruangan ini sejenak, meneliti tempat yang akan menjadi kamarnya. Memang tidak asing. Bahkan rasanya Sungmin sudah sangat mengenal tempat ini sebelumnya. Kakinya melangkah menyusuri kamar itu dengan pelan, menyentuhkan tangannya pada buffet kecil yang ada.

Di atasnya terdapat figura dirinya bersama kedua orangnya. Juga potret dirinya dengan halmoninya. Sungmin tersenyum kecil. Dulu…saat pertengahan SMA ia pernah tinggal di sini. Ia ingat itu. Kemudian kembali lagi ke Seoul setelah beberapa tahun dan memasuki universitas yang mempertemukannya dengan Kyuhyun.

Namun…lagi-lagi semua bayangan akan pertemuannya dengan Kyuhyun sebelum hari itu membayangi kala ia berusaha mengenal lebih dalam sosok seorang Cho Kyuhyun. Membuat kepalanya agak pusing. Tapi ia tidak ingin menyerah, membuat Kyuhyun untuk tidak membencinya. Dan ketika berhasil, sang appa kembali mematahkan segala usahanya.

Sungguh ironis.

"Minnie…?"

'DEG'

"Aa…h-halmoni?" Sungmin tertegun dan langsung berbalik memandang seseorang yang menyapanya. Ia tersenyum seceria yang ia bisa. "Kenapa, moni? Ada yang bisa Minnie lakukan?"

"Aa. Tidak juga. Kenapa? Kau tidak suka dengan kamarmu?" tanya sang nenek. Sungmin hanya tersenyum kecil, menghampiri neneknya kemudian memutar bahu wanita itu, mendorongnya pelan keluar kamarnya.

"Tidak-tidak. Kamar ini yang Minnie tempati dulu juga, kan?"

"Tentu saja, sayang."

"Kkkk~ kalau begitu tidak ada alasan tidak suka dong," balas Sungmin membuat halmoninya tertawa.

"Baguslah. Bagaimana kalau membuat kue bersama?" tawar sang halmoni membuat Sungmin tersenyum.

"Jaa, baiklah, moni. Ayo kita buat kue!" balas Sungmin seceria mungkin. menimbulkan senyum dibibir wanita yang sudah berusia lebih dari setengah abad itu. Yang tanpa Sungmin sadari, sang ibu tengah menatapnya dari tempatnya berdiri. Tersenyum sedih betapa ia tahu bahwa sang anak tengah berusaha tetap tegar.

Tegar akan semua larangan sang suami agar sang anak semata wayang jauh-jauh dari Kyuhyun. Leeteuk sadar, tidak ada yang salah dengan hubungan sesama jenis. Leeteuk bahkan tahu benar hubungan anaknya akan baik-baik saja. Kalau saja Kangin mau mengerti dan paham akan perasaan putra mereka. Itu saja.

"Teukie?"

"Ah," Leeteuk tersentak ketika sebuah tangan menghampiri bahunya. Ia menoleh dan mendapati suaminya tengah menatapnya bertanya. "Kangin-ah, ada apa?"

Alis Kangin bertaut. "Harusnya aku yang bertanya. Ada apa?"

Leeteuk menghela napas, kemudian membawa Kangin ke kamar mereka. "Bukan apa-apa. Kau lelah? Mau mandi dulu atau mau kumasakkan sesuatu?" Leeteuk membuka satu persatu kancing baju suaminya, lalu mengganti kemeja Kangin dengan baju rumah.

Kangin hanya memperhatikan istrinya dalam diam. Ia tahu pasti Leeteuk memikirkan tentang Sungmin. "Apa ini ada hubungannya dengan Sungmin?"

"Eh?" pekerjaan Leeteuk terhenti. Ia mendongak menatap suami tercintanya. "Apa maksudmu dengan 'ada hubungannya dengan Sungmin'?"

"Ayolah, Teukie. Kau tidak bisa membohongiku."

"Kangin-ah…"

"Aku tidak mau kenyataan itu jadi benar. Sudah cukup, Teukie-ya. Tidak lagi pada Sungmin."

Leeteuk mulai mengerti arah pembicaraan mereka. Ia mulai paham kenapa Kangin begitu takut Sungmin mulai terlena dalam perasaannya. Yang akhirnya mengharuskan keduanya melepas putra mereka itu.

"Kangin-ah…kau tahu…?"

"Tidak. Tolong jangan hancurkan semua yang sudah aku lakukan, Teukie. Ini semua demi Sungmin kita. Aku tidak mau kehilangan dia. Sudah cukup."

Leeteuk tertegun. Ia tidak tahu Kangin akan selemah ini. Ia tidak tahu suaminya akan setrauma ini. Ia hanya tidak menyangka. Kejadian limabelas tahun lalu yang selalu mereka sembunyikan berhasil membuat Kangin sekeras ini. Ia…hanya tidak bisa membayangkan…jika kejadian itu terjadi pada putra mereka satu-satunya.

"Aku tidak mau hal itu sampai terjadi lagi. Semuanya berawal dari hubungan menjijikkan ini. Kita kehilangan Jaejoong karena ini. Kau pasti masih mengingat itu, Leeteuk-ah. Aku tidak mau hal itu terjadi pada Sungminku…"

"Kangin-ah…" Leeteuk memeluk sayang suaminya. Berusaha menenangkan lelaki yang selalu nampak tegar nan keras itu. Walau sebenarnya ia yakin, Kangin tahu bahwa Kyuhyun bukanlah tipikal seseorang yang akan melakukan hal yang sama dengan apa yang seseorang pernah lakukan pada Jaejoong, anak angkat mereka.

"Ku mohon jangan hancurkan pertahananku. Seberapa banyakpun Sungmin memohon, aku tidak akan pernah merestui hubungan mereka. Tidak lagi. Memang siapa yang menjamin orang tua Kyuhyun akan setuju dengan hubungan sesama jenis? Tidak ada kan?" ucap Kangin lagi membuat Leeteuk semakin mengeratkan pelukannya.

Meredam tangisan lelaki yang selama bertahun-tahun ini menemani hari-harinya. Walau bagaimanapun, suamianya adalah arahnya hidup. Apapun yang Kangin putuskan, adalah apa yang harus Leeteuk turuti.

"Aku tahu…aku adalah ayah terbejat yang menghapus ingatan anaknya sendiri. Tapi ku mohon, Teukie…buang rasa kasihanmu. Coba pikirkan apa yang akan terjadi jika kita membiarkan Sungmin tetap larut pada perasaannya? Coba katakan padaku apa yang akan terjadi?"

"Aku mengerti, Kangin-ah. Aku mengerti. Kumohon jangan menangis lagi. Kumohon…" Leeteuk tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia hanya berusaha untuk menenangkan suaminya. "Minnie pasti akan mengerti. Dia anak yang baik…"

Ucapan lirih Leeteuk seakan perlahan menghilang seiring waktu terus berjalan. Sungmin yang saat itu akan memanggil kedua orang tuanya terpaku di depan pintu kamar, mendengarkan percakapan mereka. Jantungnya berdegup tak karuan, aliran darahnya mengalir tak beraturan.

Semua ini…untuknya?

Tetapi Sungmin masih tidak mengerti. Kenapa…? Kenapa jadi serumit ini?

"Minnie…?"

"Ah?" Sungmin langsung berbalik mendengar suara sang nenek. Ia tersenyum kemudian mendekati halmoninya. "H-halmoni…s-sepertinya appa dan umma tidak ingin diganggu. Jadi bagaimana kalau kuenya kita simpan saja?"

Nenek Sungmin mengernyit, namun kemudian mengangguk. "Baiklah. Bagaimana jika bercerita di ruang keluarga bersama halmoni?"

"Aish. Moni seperti anak muda saja," sahut Sungmin membuat kekehan kecil tercipta di bibir neneknya.

"Mau bagaimana lagi. Cucu moni saja masih sangat muda dan tampan. Walau sedikit manis sih."

"Hm, turunan umma mungkin, hohoho," balas Sungmin lagi seraya menggiring neneknya menuju ruang keluarga, menciptakan celotehan kecil dengan ditemani teh dan kue buatan mereka.

Mungkinkah…ia harus bertanya perihal kejadian…limabelas tahun yang lalu?

"Ne, halmoni. Boleh Minnie bertanya sesuatu?" ujar Sungmin pada neneknya. Sang nenek pun menoleh dan menatap penuh tanya pada cucunya.

"Apa itu, Minnie-ya?"

"Sebenarnya…apa yang terjadi pada Jaejoong hyung waktu itu?"

"…" tak ada respon cepat dari sang halmoni. Wanita lansia itu menatap Sungmin tidak berkedip. Sampai akhirnya, ia membalas pelan. "Kenapa tiba-tiba Minnie bertanya itu?"

Sungmin diam. Menjawab lirih kemudian. "Tadi aku dengar umma dan appa…"

"Moni mengerti."

"Moni…"

"Ne, sebelum itu Moni ingin tanya. Apa Minnie merasa ada hal yang hilang?"

"Hal yang…hilang?"

"Ya. Seperti ingatan akan sesuatu. Merasa déjà vu, tapi tidak bisa mengingatnya?" Sungmin mengangguk perlahan. "Sudah bisa mengingatnya dengan jelas?" tanya sang nenek lagi.

"Sedikit demi sedikit, moni. Itu…tentang Kyuhyun."

"Pacarmu itu, kan?"

"Eh? M-moni tahu?"

"Begitulah."

"L-lalu…?"

"Minnie, dengarkan moni. Apa yang appamu lakukan semata-mata karena ia tidak ingin kehilanganmu. Itu saja."

Sungmin tergagap. Saat itu, banyak bayangan yang menari-nari diotaknya. Tidak terlalu sakit, tapi berhasil membuatnya menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa.

"Perlahan sayang. Tapi bukan berarti ketika Minnie bisa mengingatnya dengan jelas, apa yang Minnie mau bisa didapat."

"K-kenapa…?"

"Minnie bertanya soal Jaejoong hyung, kan?" Sungmin mengangguk pelan. "Alasan appamu tidak suka akan hubunganmu dengan Kyuhyun adalah…ya…karena kalian sesama namja."

Sungmin tidak merespon. Ia hanya berusaha mendengarkan.

"Saat itu kau masih terlalu kecil untuk mengerti. Hyungmu saat itu memiliki teman lelaki yang begitu dekat dengannya. Sampai akhirnya mereka saling suka dan berpacaran. Awalnya semua baik-baik saja. Appa dan ummamu menerima kekurangan kakakmu. Tapi semua itu mulai kacau ketika kakakmu dikenalkan kehadapan kedua orang tua kekasihnya itu, mereka menolak. Menentang hubungan keduanya."

'DEG'

Sungmin berdebar. Ia menanti kelanjutannya.

"Apalagi…ketika akhirnya mereka dipaksa berpisah…hyungmu dinyatakan hamil…dia…satu dari sekian namja yang bisa mengandung. Dan Jaejoong hyungmu sangat terpukul. Semua benar-benar berbeda. Jaejoong hyung bukan seperti Jaejoongie yang kami kenal lagi. Sampai akhirnya…hyungmu memutuskan untuk bunuh diri."

'DEG DEG'

"Appamu sangat tertekan. Walau Jaejoong hyung bukanlah kakak kandungmu, tetapi kedua orang tuamu sudah mengasuh Jaejoong hyung saat mereka masih berpacaran. Wajar saja kan kalau mereka kehilangan? Appamu yang paling dekat dengan hyungmu. Dan saat menemukan hyungmu tewas bunuh diri…appamu sangat kacau. Selama beberapa hari mengurung diri dan terus mengumpat keluarga mantan kekasih Jaejoong hyung. Jadi, karena itulah appamu melarangmu berhubungan dengan Kyuhyun. Takut kejadian itu akan terulang lagi."

"T-tapi moni…K-kyuhyun…aku yakin Kyuhyun bukan orang yang seperti itu. Dan lagi keluarganya…" Sungmin menyahut setelah sekian lama terdiam.

"Minnie…trauma akan membuat seseorang menutup diri dan tetap kokoh pada pendiriannya. Appamu benar-benar menyayangi Jaejoong hyung dan sangat terpukul akan kepergiannya. Jadi…"

"Tapi…aku sangat mencintai Kyuhyun, moni. Aku…ingin bersama Kyuhyun…"

"Ada yang bisa menjamin bahwa keluarga Kyuhyun akan menerima hubungan sesama jenis, sayang? Tidak ada kan? Tolong jangan memaksakan diri."

"M-moni…"

Sungmin bergeming. Tidak bisa membalas apapun. Ada benarnya juga. Ia mengerti sekarang. Tapi tetap saja…kenapa appanya begitu takut hal tersebut akan terjadi lagi?


.

.

.


Sungmin memandang langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Ia memejamkan matanya. Berusaha menemukan ingat-ingatan jauh sebelum ia kembali ke Korea. Ketika sang ayah menyuruhnya untuk menjalani terapi yang katanya akan membuat ia lebih sehat. Yang mana tahu, akhirnya membuat ia melupakan hal terpenting dalam hidupnya.


"Nah, Sungmin-ah. Selama terapi, pikirkan saja orang yang paling ingin kau temui, okay?" Sungmin masih sangat ingat ketika dokter itu menyuruhnya demikian. Yang mau tak mau, membuat ia kala itu memikirkan seseorang bernama Kyuhyun…yang perlahan semakin samar. Siapa itu Kyuhyun? Kenapa selalu ada di dalam pikirannya tetapi tidak bisa ia ingat.

"Nah, Sungmin-ah. Bagaimana? Sudah merasa lebih baik?" pertanyaan dokter itu membuat Sungmin linglung. Entah sudah berapa kali ia melakukan terapi ini. Dan ingatan tentang seseorang bernama Kyuhyun semakin menipis.

Sampai akhirnya…ia benar-benar melupakan sosok itu.


"Hah…hah…" Sungmin membuka matanya. Menatap langit-langit lagi dengan pandangan kosong. "Kyu…Kyuhyun…"

Seiring tertutupnya kedua kelopak matanya lagi.


"Kau hanya perlu mengingat orang itu, Sungmin-ah. Kau pasti bisa. Ini akan membuatmu semakin sehat!" perkataan itu dengan jelas membuat Sungmin hanya bisa menuruti. Ia memejamkan mata dan menjalani terapinya.

Dan ketika membuka mata lagi…ia seolah baru ada di ruangan itu.


Sungmin membuka mata lagi. "Kenapa aku hanya mengingat terapi itu, sih? Ayolah. Jauh sebelum aku melakukannya…"


"Hei, kau benar-benar akan kembali, kan?" suara yang agak berat menyapa pendengaran Sungmin. Ia melirik sosok disampingnya.

"Memang kapan aku bohong, Kyu?"

"Entahlah. Aku hanya merasa kau tidak akan kembali."

"Ngaco! Aku akan kembali, kok. Janji!"

"Iya-iya, aku tahu."


"Minnie-ya?"

'DEG DEG'

Sungmin sontak membuka matanya dan nampaklah wajah sang umma. "Aa…umma? Ada apa?" Sungmin langsung bangun dari tidurnya. Menatap sang umma penuh tanda tanya.

"Maaf umma mengagetkanmu. Kau sudah mau tidur, hm?"

Sungmin menggeleng. "Ada apa, umma?"

"Minnie…ini tentang…"

"Kyuhyun? Umma…bolehkah aku bertemu Kyuhyun sekali lagi? Untuk memastikan. Aku…memang belum sepenuhnya ingat tapi…tidak ada salahnya mencoba kan?"

"Minnie, tolong jangan membantah ayahmu, sayang. Appa sangat takut kau…"

"Aku tahu…mencoba tidak ada salahnya, kan, umma?"

"M-minnie…"

"Boleh…Minnie menghubungi Kyuhyun?" tanya Sungmin pelan, memperhatikan wajah sang ibu yang perlahan menegang.

"M-minnie tidak…jangan coba-coba melawan, Minnie…" lirih Leeteuk hampir menangis, ia mencengkream tangan Sungmin. "Tolong, jangan kamu—"

"Bagaimana jika keluarga Kyuhyun menyetujui hubungan kami?" tanya Sungmin lagi membuat mata Leeteuk membulat. "Bagaimana jika—"

"Kau tahu, sayang. Sulit untuk seseorang yang pernah gagal satu kali melakukan sesuatu, akan membuatnya takut mengulang hal itu. Begitu juga…"

"Appa, kan? Apa umma tahu…? Rasa sakit yang appa miliki menyiksaku. Bukan hanya hatiku, tapi kepalaku, batinku…seluruh tubuhku umma. Aku tahu aku egois, tetapi apa tidak boleh seseorang mencoba?"

"S-sungminnie…"

"Aku merasa menjadi banci ketika harus menangis saat Kyuhyun membenciku. Rasanya…benar-benar menghancurkan segalanya yang ada di diriku. Semuanya umma."

Leeteuk terdiam mendengar ucapan anak semata wayangnya. Seberusaha apapun ia mencoba memisahkan sang anak dengan sosok itu, Tuhan selalu punya cara untuk menyatukan mereka kembali. Sejujurnya kalau boleh mengaku, Leeteuk merasa Kyuhyun anak yang baik dan…keluarganya akan mudah menerima hubungan seperti ini. Tapi…

"Sekali saja, umma…"

Leeteuk melihat ke arah anaknya sekali lagi…memastikan bagaimana tatapan itu meminta padanya. Menghela napas berat, akhirnya ia mengangguk.

"Ini yang terakhir, Minnie. Dan jika—"

"Minnie mengerti umma. Minnie tidak akan memaksa. Minnie janji…" ujar Sungmin tersenyum lembut berjanji pada ibundanya.


.

.

.


Sungmin menunggu sosok itu mengangkat teleponnya. Beberapa menit, sang ibu masih berada di samping Sungmin, memastikan juga bahwa Kangin tidak memergoki mereka. Tak lama, akhirnya sambungan pun terhubung.

"H-hallo, K-kyu?" sapa Sungmin takut-takut.

Hening di seberang sana, sampai akhirnya sosok itu menjawab. 'Hn? Sungmin?'

"I-iya. Ini aku. Maaf mengganggumu. Kau…sibukkah?"

Jeda sebentar. Sungmin menunggu dalam ragu. Sampai suara itu terdengar lagi. 'Tidak. Ada apa?'

Sungmin meyakinkan dirinya. Menoleh ke arah sang umma yang mengangguk. "S-sebelumnya boleh aku bertanya? Apakah kau…masih membenciku?"

'Huh? Kau ini bicara apa?'

"Kyu…semuanya memang sulit untukku. Aku juga sudah berusaha untuk mengingatnya. Sungguh. Memori itu perlahan datang, tapi tidak semuanya bisa kutemukan. Kalau kesempatan itu memang benar-benar tidak ada. Aku akan menyerah. Dan sekali lagi…aku akan menyakitimu –mungkin?"

'…' Sungmin tidak mendengar bahwa namja tampan itu akan menjawab.

"Sebelum atau sesudah mengenalmu saat aku memasuki universitas itu…mengenal atau tidaknya aku padamu…aku merasa terikat dengan sosok bernama Cho Kyuhyun. Bodoh memang. Tetapi…aku seolah pernah merasa ada ikatan bersamamu. Makanya itu…"

'Intinya saja,' suara Kyuhyun terdengar tidak sabaran.

"Aku tahu mungkin sejak dulu appa tidak pernah menyukai hubungan kita –sejauh yang kuingat. Aku kesal akan hal itu yang akhirnya aku menyakitimu. Tetapi…aku mengerti kenapa appa melakukannya. Kyu…apakah…? Apakah keluargamu akan menerima jika kau menjalin hubungan dengan sesama jenismu? Aku…maksudku…"

'Haaahh…' Sungmin mendengar sosok itu menghela napas berat. Seolah sudah lelah menyembunyikan segala sesuatu darinya. 'Baiklah jika itu maumu—'

"Bukan! Aku ingin tetap bersama—"

'Orang tuaku sudah mengenalmu, begitu juga sebaliknya. Tidak ada alasan bagi mereka membenci orientasi seksualku yang menyimpang, mereka memaklumi itu. Kau dekat dengan mereka, asal kau tahu saja. Tapi ya…sudahlah. Bukankah semua sudah berlalu? Aku tahu jika ayahmu—'

"K-kyu…s-sebentar aku—"

'Tidak pernah menyukaiku sejak pertama kali aku mengenalkan diriku padanya sebagai teman dekatmu. Aku bisa melihat kilatan matanya yang mengatakan suatu hari nanti entah kapan aku akan menyakitimu. Tapi coba lihat kenyataannya…kau yang menyakitiku,' suara Kyuhyun terdengar pilu. Sungmin bisa mendengar deru napasnya melalui sambungan itu.

Sungmin menunduk merasa kesal akan apa yang terjadi. Ia benar-benar marah pada ayahnya, ibunya, bahkan pada dirinya sendiri yang begitu lemah. Ia menyakiti seseorang yang benar-benar mencintainya.

"K-kyu…aku…"

'Aku frustasi…asal kau tahu saja…'

"…"

'…ketika orang tuaku menanyakanmu. Ke mana dirimu? Ada di mana? Sedang apa? Kenapa tidak pernah main ke rumah? Apakah kita sudah putus? Dan segalanya yang mereka tanyakan membuatku frustasi. Aku terus berbohong pada mereka kalau kita baik-baik saja walau nyatanya ketika aku melihatmu kembali—kau melupakanku.'

Sakit. Sungmin hampir menangis mendengar nada suara itu. Ia tidak bisa mengatakan apa-apa. Bahkan setelah hubungan mereka yang membaik kemarin, Sungmin malah lari. Pergi lagi dari sosok yang amat sangat dicintainya itu.

Leeteuk yang berada tepat di sebelah Sungmin bisa mendengar suara parau itu. Ia juga ikut merasa bersalah. Ia pun meminta Sungmin untuk me-loadspeaker percakapan mereka. Dan Leeteuk bisa mendengar suara Kyuhyun lagi.

'Aku tidak pandai berbohong, Sungmin. Sampai akhirnya aku mengaku pada mereka tentang keadaanmu. Mereka tidak marah dan justru memintaku untuk membuatmu sembuh. Tapi rasa kecewa dan sakitku membuatku membenci dirimu. Bukan mauku…tapi tolong cukup salahkan perasaanku.'

Cukup! Sungguh Sungmin tidak ingin mendengarkan lagi. Sudah cukup ia menyakiti sosok itu.

"Kyu…dengarkan aku…"

'Aku mencintaimu…selamanya akan terus seperti itu. Tidak peduli ayahmu bagaimanapun…aku tidak bisa berhenti. Aku sudah mencoba untuk benar-benar membencimu, tapi aku tidak bisa—aku…aku terlalu mencintaimu…Ming…'

'DEG'

Pertahanan Sungmin hancur. Setetes air mata tak diundang jatuh bebas di kedua pipinya. Leeteuk pun sama, ia sudah menangis ketika mendengar suara Kyuhyun yang begitu pilu saat mengatakan bahwa sosok itu mencintai putranya. Hanya putranya.

'Aku mencintaimu…sebagaimana Siwon dan Kibum hyung yang berusaha menyadarkanku untuk menerimamu lagi sebagai sosok baru. Aku benar-benar mencintaimu…Lee Sungmin…sangat…'

"Huks…" Sungmin menutup mulutnya mencegah tangisan. Ia sudah berjanji untuk tidak menangis lagi. Ia laki-laki dan sangat pantang untuk menangis. Dan suara orang lain sukses membuat tangisan Sungmin menjadi.

'Hei…Sungminnie? Itukah kau?'

Tidak…Sungmin tidak mengingatnya. Tetapi suara itu begitu memabukkan dan membuatnya haus akan kasih sayang. Suara yang sangat mendambanya. Ia tidak tahu siapa sosok itu. Namun Sungmin yakin sosok itu sangat merindukannya.

"S-si-siapa…?"

'Chullie ahjuma! Belum bisa ingat yaaa?' kenapa? Kenapa suara itu seolah tanpa beban? Seolah Sungmin tidak pernah menyakitinya?

"M-mianhe…ahjuma…"

'Gwenchana, chagiya~ Hei~ kudengar kau di London? Tapi kenapa saat aku tiba Kyu bilang kau sudah pindah?' pertanyaan itu membuat hatiku tercubit. Aku…harus menjawab apa?

"Maaf, Chullie-ssi."

Eh?, Sungmin terkaget mendengar suara di sampingnya. Ia bisa melihat sang umma tengah sibuk menghapus air matanya dan berusaha bicara pada lawan bicaranya yang Sungmin yakin adalah ibunda Kyuhyun.

"Aku minta maaf karena aku dan suamiku lah yang membawa Sungmin pindah karena tahu dia masih berhubungan denga putramu."

'Aaa…'

Hening menyergap. Sungmin menahan napas. Tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

"Kumohon maafkan aku…" mata Sungmin terbelalak ketika melihat tangis ibunya semakin menjadi. Kedua tangan wanita paruh baya itu mencengkeram kuat kain bagian paha. "…maafkan aku yang sudah menyakiti putramu. Membuatnya menderita. Membuatnya kehilangan—sosok yang sangat dicintainya. Aku benar-benar minta maaf…"

"Umma…" lirih Sungmin ketika tak ada jawaban sama sekali dari sambungan telepon itu.

'Teukie-ssi, aku mengerti. Mengerti kenapa kalian melakukannya. Bukan salah kalian, mungkin memang anakku bukan seseorang yang pantas untuk putramu. Tetapi…jujur…jujur saja aku sangat sakit ketika mendengar semua ceritanya. Saat putramu datang ke rumahku…aku menyambutnya dengan hangat dan penuh binar kehangatan. Namun ketika putraku—'

"…"

'—memasuki dunia putramu, kalian membencinya seolah-olah dia adalah penjahat kelas atas yang harus dihindari. Jujur…aku sangat sakit. Tapi mau bagaimana lagi? Terkadang dunia memang begitu kejam, kan?'

"…maaf…"

Sungmin menggigit bibir bawahnya mendengar suara lirih ummanya yang terus meminta maaf. Ia memeluk sang bunda berusaha menenangkan.

'Aku tidak peduli seberapa lama putraku harus menunggu putramu agar mendapat restu suamimu…bagaimanapun caranya…aku…sungguh sudah sangat jatuh cinta pada sosok Lee Sungminmu…sosok itu yang membuatku hidup lagi…' Sungmin bisa mendengar suara itu ikut menangis. Sungmin semakin bingung, ditambah rasa sakit di kepalanya tiba-tiba menyerang.

'…aku—jatuh cinta pada sosok Lee Sungminmu…Teukie-ssi…sungguh…'

"Aku tahu—huks—dan aku paham…kumohon maafkan aku…"

Sungmin tidak fokus, membiarkan percakapan itu larut begitu saja. Ia hanya berusaha menangani rasa sakit di kepalanya. Namun ia masih bisa sangat menangkap percakapan terakhir sebelum ia jatuh pingsan.

'Bolehkah…? Aku dan putraku datang untuk melamar putramu? Bolehkah…? Aku tahu alamatmu di Tokyo…Teukie-ssi? Boleh…kah?'

"Ya…tentu…"


.

.

.


Tidak ada yang menyadari jika sejak tadi sosok tegap nan keras sang ayah yang bersandar pada dinding di samping pintu kamar anaknya yang tengah menelpon sosok yang masih dicintainya hingga kini.

Tidak ada yang menyadari jika sosok itu begitu terluka atas apa yang telah ia perbuat setelah mendengar semua percakapan itu.

Tidak ada yang menyadari tetesan air mata yang tak diundang jatuh bebas di kedua pipinya.

Dan untuk kali ini…sosok seorang ayah bernama Kangin itu kembali merasa gagal…untuk yang kedua kalinya.

Namun sosok itu juga tidak menyadari jika sang ibu, tengah memperhatikan dirinya yang menangis, namun tak berpikir untuk mendekat, merasa jika anaknya bisa mengatasi perasaan itu sendiri.

Kangin merasa gagal. Lagi. Dan kali ini ia benar-benar merasa jatuh ke jurang terdalam yang ada. Ia sudah menyakiti putra satu-satunya yang sangat mencintainya…betapa ia…menjadi ayah yang begitu buruk.

Ia pikir apa yang dilakukannya akan membuat putranya tersenyum. Namun apa? Putra semata wayangnya justru merasakan sakit yang ia tidak tahu sebesar apa? Kenapa ia begitu bodoh?

Dan teriakan sang istri berhasil membuat Kangin langsung mendobrak kamar yang kini di tempati anaknya itu.


.

.

.


Sungmin merasa asing. Berdiri sendiri di ruangan yang ia tidak tahu apa dan di mana. Semua putih. Sangat putih sampai ia tidak tahu harus berpikir apa saat itu.

Takut. Ada rasa seperti itu. Dalam hati ia berpikir apakah ia sudah mati? Apakah ini…surga?

Namun tepukan di bahunya, membuat namja manis itu menoleh…dan seketika membulatkan matanya tak percaya.

"J-jae…hyung…kan?"

Sosok itu tersenyum, manis membuat Sungmin mengingat bagaimana dulu sosok itu selalu memanjakannya dan begitu menyayanginya. Bagaimana sosok itu selalu menjadi kakak yang selalu diidolakan siapapun.

"Kamu masih hidup, Minnie," ujar sosok itu membuat Sungmin mengerjap ketika tangan sang kakak mengait lengannya. "Lihat ke arah sana," dan tangannya yang bebas menunjuk ke arah di depan mereka.

Seketika layaknya sebuah film yang berputar pada layar yang besar, menampilkan sebuah…gambar…ingatan yang selama ini berusaha ia ingat kembali.


.

.

.


"Dia Lee Sungmin, umma, ahjuma. Dan dia—" sosok seorang Kyuhyun yang berdiri di sampingnya yang masih memakai seragam SMA, membuat Sungmin melihat dengan jelas kejadian itu. Dan suara lelaki yang masih dicintainya hingga kini terdengar lagi. "—adalah kekasihku."

Eh?

Sungmin bisa melihat bagaimana sosok yang dipanggil umma dan ahjuma itu mengerjap beberapa kali sebelum saling berpandangan lalu melihat ke arah sosok Kyuhyun dan Sungmin beberapa tahun yang lalu.

"Uhm…tadi Kyuhyun bilang kalau yang di sampingnya itu kekasihnya, kan, Henry?" sosok wanita yang sangat anggun, juga begitu cantik bertanya ragu pada wanita di sampingnya yang mengangguk-angguk tidak jelas.

"S-se-seingatku dan s-sependengaranku sih…iya, unnie…" balas lawan bicaranya masih menatap Kyuhyun dan Sungmin remaja.

Terlihat Kyuhyun dan Sungmin remaja saling menukar pandangan sebelum akhirnya suara yeoja anggun itu terdengar lagi.

"KYAAAA~ Henry~ Kyuhyunku sudah punya pacar sekarang. Ya Tuhaaaan~ aku mimpi apa semalam? Hannieeeee~" teriaknya heboh kemudian bangkit dan berlalu ke dalam –entah ke mana. Meninggalkan sang anak dan kekasihnya yang diam tak bergerak.

Sampai sosok bernama Henry itu berucap. "Err…Sungmin-ah~ ayo masuk dan duduk. Kyu, jangan biarkan kekasihmu berdiri terus dong! Kasihan kan?"

"Ah…ya, ahjuma…"


Dan tiba-tiba…kejadian itu mengabur membawa Sungmin melihat ke kejadian lain. Dengan Jaejoong masih di sampingnya.


"Hei, Evil bear, menurutmu apa Kibum menyukai Siwonnie?" Sungmin bisa melihat dirinya saat remaja dulu bertanya pada sosok Kyuhyun yang duduk di sampingnya di bawah pohon maple, yang Sungmin yakin ada di belakang sekolah SMAnya.

Sosok yang dipanggil Evil bear itu hanya mendengus dan mengangkat bahu membuat Sungmin memukul lengannya pelan. "Minnie serius, Kyuuu~"

"Kenapa kamu peduli?"

"Ish! Handsome bear bisa dapat namja yang baik seperti Kibum itu bagus, bukan? Dia jadi tidak terpaku padaku la—"

"Mereka cocok," Kyuhyun memotongnya sebelum pembicaraan Sungmin mengenai sahabat mereka dan seorang yang menyukainya semakin panjang.

Sungmin cemberut namun kemudian menumpukan kepalanya pada bahu tegap Kyuhyun. Tersenyum lembut memandang langit musim semi saaat itu. "Aku sayang kamu…" bisik Sungmin memejamkan matanya.

Sesaat, aktifitas Kyuhyun berhenti dan menoleh ke arah sahabat yang sekarang menjadi kekasihnya itu. "Aku juga…sayang kamu…"


Dan seketika, bayangan itu kembali mengabur, menyisakan Sungmin yang kembali mengerjap, merasakan pegangan tangan kakaknya pada lengan Sungmin mengerat.


Sungmin bisa melihat dirinya saat berusia sekitar 16 tahunan itu memasuki bangunan yang ia yakini rumah Kyuhyun. Seketika pintu terbuka lebar dan tampaklah, seorang yeoja yang Sungmin yakini adalah ibunda Kyuhyun.

"AAAA~ Sungminnieee~ kau datang? Ayo masuk, ayo masuk~" yeoja bernama Heechul atau dipanggil Chullie itu menarik pelan tangan sang calon menantu itu masuk ke rumahnya dengan senang. Ketika sampai di dalam, ia bisa melihat sosok yeoja yang waktu itu dan seorang lelaki yang bisa dipastikan sebagai ayah Kyuhyun. "HANNIEEEE~ Ini loh yang namanya Sungminnieee! Cantik dan manis kaaan? Walaupun dia namja, kkkk."

Sungmin remaja hanya tersenyum malu kemudian membungkukkan kepalanya menyapa sang kepala keluarga kekasihnya itu. "S-selamat siang, ahjushi."

"Siang, Sungmin. Senang bertemu denganmu. Ayo sini, duduk."

"I-iya."


Dan sebelum pandangan itu mengabur, dirinya bisa melihat sosok Kyuhyun ikut bergabung di ruang tamu itu.


Dan terus…semua yang pernah terjadi pada hidupnya –dulu- ditunjukkan oleh sang kakak yang masih menemaninya kini. Sungmin melihat ke arah kakaknya yang tersenyum.

"Selamat berbahagia, sayang. Kamu memiliki seseorang yang sangat mencintaimu dengan begitu tulus. Hyung sangat senang melihatnya."

"Hyung…"

"Jangan pernah sia-siakan kesempatan ini lagi, Minnie. Dia tidak akan berdiri kokoh seperti itu dua kali. Dia tidak akan kuat seperti itu lagi. Karena dia hanya manusia biasa yang memiliki batas. Kamu mengerti, kan?"

Sungmin hanya bisa mengangguk. Mengiyakan kalimat-kalimat sang kakak yang perlahan menghilang dan rasanya sulit untuk ia raih. Namun ia masuk bisa mendengar kakaknya bersuara sebelum akhirnya ia merasa dirinya ingin bangun untuk melihat dunia yang sesungguhnya.

"Hyung sama kamu…appaumma dan…halmoni. Selalu…"

Dan Sungmin hanya bisa tersenyum, berucap lirih. "Terima kasih, hyung…kami juga menyayangimu. Berbahagialah…"


.

.

.


"U-umma…?"

Seketika semua yang berada di dalam ruangan itu melirik ke arah namja yang terbaring lemah di atas kasur rumah sakit itu. Leeteuk –sang ibunda langsung mendekatinya dan mengusap kepala sang anak pelan.

"Umma di sini sayang…kamu sudah sadar? Bagaimana keadaanmu?" tanya Leeteuk pada sang anak yang kini berusaha melihat sekitar. Mata sedikit membulat ketika mendapati sosok yang sangat dirindukannya di sana. Senyuman sedikit hadir, namun tak memungkiri ia bertanya pada dirinya sendiri, berapa lama ia tertidur?

"M-minnie baik umma…berapa lama…Minnie di sini?" jawab serta tanya Sungmin. Ia melihat sekitar lagi namun tak menemukan ayahnya sama sekali. "Appa mana?"

Leeteuk tersenyum lembut dan mengecup pucuk kepala putranya. "Kamu jatuh pingsan sejak dua hari yang lalu. Appa sedang bicara dengan appanya Kyuhyun. Kamu mau sesuatu?"

Sungmin terdiam sebentar. Dia tertidur selama dua hari tanpa terbangun? Ia jadi mengingat ketika sang kakak menemaninya entah di mana itu.

"Hyung—"

"Hm?" Leeteuk bertanya sayang berusaha menangkap maksud putranya.

"—Jaejoong hyung. M-minnie bertemu dengannya," ujar Sungmin kemudian membuat mata Leeteuk dan halmoninya membulat.

Sang halmoni mendekati sisi ranjang Sungmin yang satu lagi, kemudian mengelus sayang kepala cucunya. "Melakukan apa? Kalian mengobrol?"

Sungmin terdiam lagi. Ia bisa mengingat siapa dirinya sekarang. Siapa Kyuhyun. Siapa Chullie. Siapa Siwon dan Kibum. Ia benar-benar bisa mengingat kehidupannya lagi.

"Minnie ingat semuanya, moni. Hyung…menunjukkan pada Minnie."

'DEG'

Semua orang di ruangan itu terkejut akan ucapan Sungmin, apalagi Kyuhyun. Ia benar-benar merasa terpake di tempatnya. Sungmin…sudah mengingat semuanya?

"Minnie ingat siapa Kyuhyun, Chullie ahjuma, Siwon dan Kibum…Henry ahjuma, Han ahjushi…s-semuanya…"

Dan untuk kali ini…sekali lagi…Kangin yang baru saja akan membuka pintu kamar rawat anaknya terpaku…menunduk sedih mengingat dialah penyebab semua ini.

Namun semua itu tiba-tiba mengabur ketika suara yang ia yakini milik Kyuhyun terdengar.

"Kalau begitu, Sungmin—"

Jeda sebentar. Semua yang ada di sana menunggu lanjutan kalimat Kyuhyun.

"—menikahlah denganku setelah lulus nanti—"

Yang setelahnya terkejut sampai hati mendengar pertanyaan lelaki tampan itu. Juga jawaban Sungmin yang terdengar begitu yakin.

"Hm. Tentu saja…"


.

.

.

THE END

.

.

.


Note : Saya tahu ini sangat salah karena baru apdet chapter terakhirnya sekarang.

Saya benar-benar minta maaf. Maaf juga jika endingnya kurang memuaskan. Saya sudah stuck harus menggambarkannya bagaimana.

Sebenarnya fic ini sudah saya lanjut berbulan-bulan ke belakang, tapi selalu stuck saat flashback kejadian pencucian otak Sungmin jadilah saya gatau harus ngetik apa yang jadinya fic ini terlantar gitu aja.

Gara-gara kehabisan ide, ya beginilah jadinya.

Maafkan ketidakbertanggungjawaban saya sebagai author. Saya benar-benar minta maaf *bow*

Semoga chapter ini menjawab semuanya ya *Aamiin*

Boleh minta kritik sarannya? Tentu saja jika kalian berkenan. Saya tunggu ya :)

Signed,

Fujimoto Yumi