(if you have not read the part ii a, please, click the previous page)


.

of Butterflies, Umbrellas and Shim Changmin

part ii b

.


Disclaimer: All publicly recognizable characters, settings, etc. are the property of their respective owners. The original characters and plot are the property of the author of this story. The author is in no way associated with the owners, creators, or producers of any preciously copyright material. No copyright infringement is intended.

.


.

.

.

Saat itu Yunho dan Yoochun sedang mempersiapkan pesta kecil-kecilan untuk peringatan keempat tahun pasangan Jung, dan tentu saja dengan bantuan si kecil Jung, tanpa sepengetahuan Jaejoong. Ditengah-tengah menghias dinding dengan berbagai replika bunga, Yunho mendapat telpon dari salah seorang dokter yang mengatakan istrinya pingsan dan banyak mengeluarkan darah dari hidungnya saat berada di jalan. Tanpa pikir panjang lagi Yunho segera bergegas menuju mobilnya yang disusul oleh Yoochun dan Minho.

Beberapa kali Yunho melanggar rambu lalu lintas dan hampir menabrak atau ditabrak pengendara lainnya kalau saja Yoochun yang berada disampingnya tidak berteriak histeris ia masih ingin hidup panjang dan membentak Yunho tidak memikirkan nasib penumpangnya terutama Minho kecil yang sudah menangis histeris di pangkuan Yoochun dengan segera menyuruh sahabatnya untuk menepi sebentar.

"I'm sorry baby, Papa is just dead worried about your Mom. I'm sorry baby, kiss it better?" (Maafkan aku, sayang, Papa hanya sangat khawatir tetang ibumu. Maafkan aku sayang, kiss it better?) Yunho berbisik tengan nada yang ia bisa gunakan saat berbicara dengan si kecil dan menciumi kepala Minho untuk beberapa kali hingga tangisan si kecil mereda.

"Chun, I'm sorry. I can't think straight now. My mind is full of how Jaejoong is right now. Will he be okay?" (Chun, maafkan aku. Aku tidak bisa berpikir lurus saat ini. Pikiranku penuh tetang bagaimana Jaejoong sekarang ini. Apa dia akan baik-baik saja?) Yunho dapat merasakan badannya bergetar dan sekujur tubuhnya terasa dingin membayangkan keadaan istrinya yang penuh darah. Ia tidak sanggup membayangkannya.

"Kiss it better."

Yunho memandang sahabatnya tersebut setelah mendapatkan sebuah kecupan singkat di pelipisnya. Sudah menjadi kebiasaan Yoochun untuk mencium kedua sahabatnya saat sedang dalam keadaan terpuruk seperti ini. Dan Yunho tidak mempermasalahkannya, ia sudah terbiasa.

"He will be okay, Jung. I know it because he is my soulmate. I can feel it." (Dia akan baik-baik saja, Jung. Aku tahu itu karena dia adalah soulmate-ku. Aku dapat merasakannya.)

Yunho segera menghidupkan mobilnya dan menuju rumah sakit dimana Jaejoong dirawat saat ini. Dan terus berdoa selama perjalanan berharap Jaejoong baik-baik saja. Ia yakin bahwa istrinya akan baik-baik saja.

.

.

Memang sepertinya apa yang diinginkan seorang Jung Yunho tidak pernah sejalan dengan apa yang terjadi dikenyataan. Setelah menemui sang istri yang masih tertidur lelap dan memastikan bahwa ia baik-baik saja, sekali lagi Jung Yunho dipermainkan oleh takdinya saat sang dokter memanggilnya untuk menemuinya diruang kerjanya.

Dokter paruh baya tersebut mengabarkan bahwa istrinya mengidap kanker otak stadium akhir.

"Are you fucking kidding me, Sir? Don't play fool with me. My wife's life isn't a joke you can play with easily right now." (Apa kau bercanda, Pak? Jangan mengolok-olokku. Hidup istriku bukanlah lelucon yang sedang kau permainkan sekarang.) Suara Yunho begitu dalam dan bergetar menahan segala emosi yang mengalir pada dirinya. Ia ingin menangis, ingin tertawa lantang, ingin berteriak, tapi ia lebih memilih untuk terdiam.

"I'm afraid not, young man. I have checked it twice and the answer is still the same, your husband—" (Aku takut tidak, anak muda. Saya sudah mengeceknya dua kali dan jawabannya tetap sama, suami anda—)

"Wife." (Istri.) Tekan Yunho.

"Okay, your wife is suffering from brain cancer." (Baiklah, istri ada sedang mengidap kanker otak.)

Yunho menutup kedua matanya erat dan mengatur nafasnya perlahan, beberapa detik kemudian kembali ia buka kedua matanya saat dirasa ia akan menitikkan air mata. "How long he will be able to survive?" (Berapa lama ia akan bisa bertahan hidup?)

Mata sipit Yunho memperhatikan bagaimana air muka dokter paruh baya itu berubah menjadi sedikit kelam, sepertinya sudah tidak ada harapan lagi, pikir Yunho takut.

"If he were strong enough through this all, he would be able survive about six months along." (Jika cukup kuat melalui ini semua, dia bisa bertahan selama 6 bulan lamanya.)

Enam bulan itu waktu yang sangat singkat.

.

.

Yunho hanya bisa menangis dalam diam melihat istri tercinta menangisi seluruh hatinya saat ia memberitahu tentang kondisinya yang sekarang ini. Ia semakin mengeratkan dekapannya setiap isakan Jaejoong semakin mengeras, mendekap tubuh Jaejoong yang terlihat sangat rapuh dimatanya sekarang.

Beberapa saat istrinya akan terdiam, tertawa pelan dan kemudian kembali terisak menanyakan mengapa ia yang harus mengalami ini semua, karena selama ini ia meresa sehat-sehat saja. Ini sungguh sangat tidak adil, itulah yang dikatanya Jaejoong terus menerus selama beberapa jam hingga ia kelelahan menangis dan tertidur bersama Minho di dalam pelukanya.

Yunho selama ia bersama Jaejoong belum pernah sekali ia melihat istrinya menangis sesedih ini—begitu memilukan—di dalam hidupnya, karena istrinya memiliki prinsip yang aneh; seorang pria hanya menangis tiga kali dalam hidupnya; saat dia dilahirkan, saat ia diputuskan oleh sang kekasih, dan saat manejer perusahaan tempatnya bekerja tidak memberikan uang makan.

Senyuman kecil muncul dibibirnya menyadari Jaejoong saat bersama dirinya sudah puluhan kali ia menangis walaupun tidak sehebat malam ini.

Ia tahu istrinya itu adalah orang yang tegar.

Yunho menatap langit-langit kamar rawat Jaejoong, semestinya hari ini adalah hari yang paling membahagiakan untuk mereka berdua, merayakan hari jadi pernikahan mereka yang ke-4, namun semuanya terbalik 180 derajat. Sepertinya takdir memang suka mempermainkan seorang Jung Yunho.

.

.

Dua hari setelah Jaejoong diijinkan untuk pulang, Yunho dan Jaejoong sudah sepakat akan memberitahu seluruh anggota keluarga dan kerabat mereka tentang keadaan Jaejoong sekarang ini.

Yunho memutuskan bahwa ia yang akan menyampaikanya semua itu karena istrinya kini sudah menangis di balik punggungnya yang mendapat tatapan penasaran dari anggota keluarga mereka.

Sedetik setelah ia mengatakan semuanya, seluruh keluarganya segera berlari mendekati dirinya dengan mata yang penuh linangan air mata dan memeluk Jaejoong yang semakin terisak hebat.

Mata Yunho untuk beberapa saat tertuju pada sahabat baiknya Yoochun yang menangis dalam diam, sendirian, tanpa mencoba untuk mendekati istrinya. Ia masih bisa melihat mata sahabatnya itu masih telihat sembab dari menangis saat di rumah sakit lusa lalu. Sahabatnya itu sangat terpukul akan semua ini.

Perhatian Yunho kembali kepada sang istri yang menangis di dalam dekapan keluarga mereka. Tanpa dikomando air matanya kembali tumpah melihat betapa rapuhnya istrinya sekarang ini, terisak seperti seorang bayi.

Boo, if I could I would willingly replace you through this all. I would take your pain in with me as long as you could smile and be happy. (Boo, jika aku bisa aku dengan senang hati akan menggantikanmu melewati ini semua. Aku akan mengambil semua rasa sakitmu selama bisa tersenyum dan bahagia.)

.

.

.

-00-

.

.

.

5 months and 21 days left.

Jaejoong sudah memutuskan bahwa ia tidak akan mengambil kometerapi yang menurutnya percuma karena kemoterapi tidak bisa membantunya untuk memperpanjang usianya lagipula bagaimanapun ia pasti akan tetap akan dipanggil Tuhan jika saatnya tiba, ia sudah bisa menerima semua ini dan ia siap.

(Selain itu Jaejoong memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan—yang membuat semua rekan kerjanya menangis tidak rela akan kepergiaanya, bahkan ia kaget mengetahui sang menejer perusahaan tidak ingin menemuinya karena ia tidak rela karyawan kesayangannya itu pergi, apalagi mengetahui dalam beberapa bulan lagi Jaejoong sudah tidak akan ada di dunia ini untuk ia omeli setiap saat—dan memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga dan menjadi ibu 24/7 bagi Minho dan Yunho.)

Dan Yunho sebagai suami hanya menyetujui kebijakan yang diambil sang istri dan ia juga berpikir hal yang sama; kemoterapi tidak akan membantu apapun untuk membuat istri tercintanya hidup lebih lama.

"And I heard Chemotherapy is freaking hurt as hell," (Aku dengar Kometerapi itu terasa sangat sakit sekali.) tutur Jaejoong sambil tertawa kecil, dengan lembutnya ia memainkan rambut putra kecilnya yang sudah tertidur pulas. "I hate getting hurt." (Aku benci sakit.)

.

And I hate seeing you in pain and getting hurt like this, Boo. (Dan aku benci melihatmu kesakitan seperti ini, Boo.)

.

.

4 months and 27 days left.

Yoochun mengundang kedua sahabatnya dan si kecil Jung Minho untuk berlibur selama 3 hari 2 malam di villa keluarga miliknya dengan alasan soulmate-nya itu butuh relaksasi dan udara bersih yang baik bagi kondisi tubuhnya. Dan si kecil Minho tentunya sangat senang saat dijanjikan oleh Uncle Chunnya akan diajari memancing di danau nanti.

Membuang kedua tangannya ke udara, Jaejoong mendesah pelan, "This is so calming, I feel like my body fit again. Thank you, Chun." (Ini sangat menenangkan, aku merasa tubuhku segar kembali. Terima kasih, Chun.)

Yoochun yang berada disebelah sahabatnya itu hanya dapat tersenyum karena Minho kecil sedang memainkan bibirnya hingga ia kesulitan untuk membuka mulutnya.

"Oh Bear, I wish I could come to this kind of place all over the world before I die." (Oh Bear, aku berharap aku bisa mengunjungi tempat seperti ini di seluruh dunia sebelum aku meninggal nanti.) Jaejoong berlari kecil dan membuang dirinya ke dalam pelukan suaminya, meringkuk manja seperti anak kucing untuk mencari kehangatan.

Yoochun yang mendengar penuturan soulmate-nya itu segera memunggungi kedua sahabatnya agar mereka tidak bisa melihat air matanya yang sudah tidak bisa ia tahan. Ia menangis dalam diam.

Dan Jaejoong tahu soulmate-nya yang sangat emosional tersebut, sedang menangis.

.

.

4 months left.

Awal musim gugur di Bulan September di Kanada terasa mulai mendingin di udara. Langit tidak telihat membiru terang di angkasa. Yunho dan Jaejoong sudah bersiap untuk acara kencan mereka hari ini, yang tentunya sudah lama mereka tidak lakukan semenjak memutuskan untuk menikah.

Ini terasa sangat menyenangkan dapat melakukan hal ini lagi, merasakan kembali bagaimana saat-saat mereka masih berpacaran.

Mereka bersarapan di tempat yang mereka sering kunjungi saat masih berkencan dulu, memesan berbagai kudapan hingga kekenyangan. Tapi sebenarnya Yunholah yang mengabiskan hampir semua pesanan Jaejoong, mau tidak mau.

Setelah kenyang mereka menonton film bergenre komedi yang hampir membuat mereka kehabisan nafas karena terlalu banyak tertawa pada setiap adegan lucu yang tidak ada habisnya. Yunho untuk beberapa saat memperhatikan istrinya yang tertawa lepas hingga menitikkan air matanya, ia berpikir kapan terakhir kalinya ia akan mendengar suara tawa khas Kim Jaejoong itu? Ia berharap hari ini bukanlah yang terakhir baginya mendengar suara yang mampu membuat hatinya bergetar setiap kali mendengarnya.

Mereka berdua memutuskan untuk berjalan di sekitar taman yang banyak dikunjungi para pasangan, Yunho berjalan perlahan dengan 2 cup susu hangat untuk mereka, menghampiri istrinya yang dengan seksama memandang hamparan dedaunan yang beterbangan di taman tersebut.

Jaejoong menerima susu hangat yang diajukan untuknya dengan senang hati dan menyiupnya dengan perlahan. Matanya bening masih memperhatikan dedaunan kering tersebut, kadang kala ia akan tertawa kecil mengatakan betapa mesranya pasangan muda yang menarik di matanya itu.

"We can be more romantic than those couples, Boo." (Kita bisa lebih romantis dari pasangan itu, Boo.) Tutur Yunho tak mau kalah mendengar sang istri malah memuji pasangan lain.

Jaejoong sebernarnya ingin tertawa tapi mengingat perutnya sudah kesakitan setelah menonton film komedi tersebut hanya bisa mencubit pipi Yunho. Kadang-kadang suaminya itu begitu kekanakan.

"Ah! A butterfly!" (Ah! Kupu-kupu!)

Teriak Jaejoong yang sukses membuat susu hangat di tangan suaminya tumpah mengenai pergelangan tangannya.

"Boo." Panggil Yunho menyadari istrinya sudah mengejar seekor kupu-kupu.

"Bear, come here!" (Bear, kemari!) teriak Jaejoong yang berjongkok di hadapan kumpulan bunga musim gugur di taman itu.

"You shouldn't be running like that, Boo." (Kau semestinya jangan berlarian seperti itu, Boo.)

Jaejoong hanya mencibir bibirnya, suaminya ini terlalu khawatiran. Ia menarik Yunho agar ikut berjongkok di sampingnya. "Bear, look at that butterfly, isn't it pretty? It's blue," (Bear, lihatlah kupu-kupu itu, bukankan dia sangat cantik. Berwarna biru.) ucap Jaejoong dengan tatapan berbinar pada kupu-kupu tersebut.

"It is." (Benar.) Jawab Yunho seadanya, ia tidak tertarik pada benda bersayap berwarna biru itu karena Jaejoonglah yang lebih menarik baginya.

"I wish I could become a butterfly when I die." (Aku harap aku menjadi seekor kupu-kupu jika aku meninggal nanti.)

"But I wish you become an angel when you die." (Aku berharap kau menjadi seorang malaikat jika kau meninggal nanti.) Timpal Yunho, tapi memang itulah yang ia harapkan. Lidahnya terasa kelu mengucapkan tiga kata terakhir.

"No, Yunho. If I were an angel I only could see you and Min from above but if I were a butterfly I could fly all over the world and live in the world beside you two forever. I just don't want to be separated from you two." (Tidak, Yunho. Kalau aku seorang malaikat aku hanya bisa memperhatikanmu dan Min dari atas sana tapi kalau aku seekor kupu-kupu maka aku bisa terbang ke seluruh dunia dan hidup di dunia bersama kalian berdua. Aku hanya tidak ingin berpisah dari kalian.)

Yunho langsung memeluk istrinya ke dalam dekapannya. Mereka berdua diam pada posisi masing-masing tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

.

Boo, if you were a butterfly, I would be your flower. (Boo, kalau kau seekor kupu-kupu, maka aku akan menjadi bunganya.)

.

.

3 months and 9 days left.

Yunho sudah tidak dapat menolak lagi melihat istrinya mulai menitikkan air matanya dan terisak kecil dihadapnnya. Ia berjalan mendekati sang istri dan mencoba untuk membawanya ke dalam pelukannya namun dengan segera Jaejoong menepis tangannya.

Yunho menghela nafas berat, permintaan Jaejoong memang tidak berat tapi mengingat kondisi sang istri yang seperti ini, ia tidak sanggup melakukannya jika terjadi sesuatu yang buruk nantinya.

Kim-Jung Jaejoong, istrinya, saat ini ingin bercinta dengannya.

Tidak sanggup mendengar isakan tersebut dengan cepat namun penuh kelembutan Yunho mencium bibir Jaejoong dan memberi gigitan kecil yang membuat Jaejoong mengerang kecil.

"Boo, are you serious you want me to continue this?" (Boo, apa kau serius ingin aku melanjutkan ini?) Tanya Yunho disela-sela ciumannya pada leher jenjang sang istri.

Jaejoong hanya mampu mengangguk lemah. Mereka sudah lama tidak melakukan hal ini.

Pada malam itu Yunho dan Jaejoong bercinta hingga larut malam.

.

Dengan sisa tenaga terakhir, Yunho membawa istrinya dekat pada tubuhnya dan memeluk tubuh itu.

"Boo, I love you." Lalu ia memejamkan matanya, mengikuti sang istri yang sudah terlelap terlebih dahulu.

Yunho bersumpah malam itu mendengar istrinya bergumam dalam tidurnya, "I love you so much Yunho that I can't leave you, I don't want to leave." (Aku sangat mencintaimu Yunho, aku tak ingin meninggalkanmu, aku tak ingin pergi.)

Yunho memutuskan untuk tidak tertidur malam itu, memilih memandang istrinya yang sedang tertidur penuh kedamaian.

.

.

2 months and 13 days left.

Tubuh kurus Jaejoong semakin mengurus, tulang-tulang rusuk di dadanya kini semakin tampak di balik kulit pucatnya. Pipinya yang dulu terlihat sedikit gemukan sekarang hanya tersisa danging dibawah kulit pipinya. Kulit putih pucatnya kini semakin memucat seperti kehilangan rona. Dan rambut keemasan Jaejoong yang selalu membingkai wajah cantinya kini sudah hampir habis tak bersisa dan digantikan oleh topi beanie yang dirajut khusus oleh soulmate-nya Yoochun untuk menutupi kepalanya yang mulai botak.

Tapi tetap saja seorang Kim-Jung Jaejoong terlihat cantik dan menawan dimata Jung Yunho.

Kecantikan Kim-Jung Jaejoong itu adalah abadi bahkan para malaikat cemburu akan kecantikannya.

Terlalu fokus memikirkan kecantikan sang istri Yunho sempat berlonjak kaget saat melihat Jaejoong sudah terduduk di lantai dengan tangan yang menahan aliran darah yang muncul dari hidung dan mulutnya.

Dengan panik Yunho segera membopong Jaejoong ke dalam mobil untuk membawanya ke rumah sakit.

"Boo, please be okay, my love." (Boo, kumohon kau harus baik-baik saja, sayang.)

Bisik Yunho yang terus melirik kearah Jaejoong sudah jatuh pingsan, namun rintihan kesakitan terus keluar dari bibir pucatnya.

.

Dokter mengabari bahwa Jaejoong harus diarawat di rumah sakit mulai hari itu juga, mengingat kondisi tubuhnya semakin melemah menahan rasa sakit di dalam tubuhnya, sel-sel kankernya semakin mengerogoti otaknya.

Dan Yunho menyetujui saran dokter tersebut.

Malam itu Jaejoong kembali menangis karena rasa sakit yang teramat sangat di kepalanya dan Yunho yang menyaksikan bagaimana istrinya menahan rasa sakit teramat sangat ingin sekali ia menggantikan posisi istrinya tersebut dan ingin rasanya ia membentak dan berteriak keras saat beberapa dokter dan para suster memasukkan berbagai jarum suntikan dan selang ke dalam tubuh lemah istrinya. Jaejoong terus merintih bahwa ia merasakan sakit.

Sebenarnya ia ingin keluar dari ruangan tersebut karena tidak sanggup melihat betapa menyakitkan itu semua, namun keberadaanya saat inilah yang dibutuhkan istrinya disaat-saat seperti ini. Ia terus menggenggam tangan istrinya yang sedari tadi terasa dingin dan terus mengucapkan kata-kata manis yang dirasanya mampu membuat Jaejoong tenang.

Beberapa saat kemudian, Jaejoong tertidur pulas dan nafasnya mulai teratur. Obat biusnya sudah mulai bekerja didalam tubuhnya.

.

Boo, if it's hurting you so much like this, please share it with me. It is hurting me seeing you like this. (Boo, kalau ini sangat membuatmu kesakitan, kumohon berbagilah rasa sakit itu padaku. Ini membuatku terluka melihatmu seperti ini.)

.

.

1 month and 4 days left.

Jaejoong sudah tidak bisa menggerakkan tubuhnya dengan bebas seperti dulu lagi. Ia cepat terasa lelah dan selalu merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Apalagi banyak selang yang tertancap ke dalam tubuhnya yang membuatnya tak leluasa menggerakkan tubuhnya.

Hari ini setelah mendapatkan ijin dari sang suami dan dokter rawatnya, Minho kecil menginap di ruang ICU Jaejoong untuk satu malam. Ia sangat merindukan putra kecilnya yang jarang ia temui semenjak dirawat di rumah sakit ini. Dan tentunya ia tidak menyia-yiakan kesempatan ini.

Seharian, dari pagi hari Jaejoong mengajak keliling Minho di sekitar rumah sakit dan menemui beberapa pasien yang Jaejoong akui sudah menjadi teman baiknya selama berada di rumah sakit. (Walaupun ia sudah tidak bisa mengendong malaikat kecilnya lagi seditaknya ia masih bisa memangku si kecil bersamanya di atas kursi roda.)

Tak jarang Minho mendapat cubitan gemas pada pipi tembabnya karena ia begitu menggemaskan untuk tidak dicubit. Jaejoong hanya bisa tertawa saat anaknya mengeluh kesakitan karena pipinya terus dicubit.

Siang harinya Jaejoong menemani Minho mewarnai di buku mewarnai yang ia pinta Yoochun untuk bawakan. Jaejoong tersenyum bangga saat Minho bisa menyebutkan satu per satu benda yang ia gambar, dan menyebutkan warna yang ia gunakan.

Tanpa ia sadari putra kecilnya sudah tumbuh sebesar ini. Ingin sekali rasanya ia melihat putra kecilnya ini tumbuh berkembang hingga menjadi seorang pria dewasa. Tapi itu memang hanya pengharapan, karena ia tahu batasnya di dunia ini. Menghabiskan waktu bersama Minho saat ini sudah membuatnya senang, itu cukup baginya.

"Mama, why chu cwy?" (Mama, why you cry?—Mama, kenapa manangis?)

Jaejoong sedikit terkejut mendengar suara cadel Minho. Menangis, Minho bilang ia menangis? Dengan segera ia menyentuh pipinya dan benar, air matanya sudah berlinangan di sana. Dengan segera ia hapus dan tersenyum pada putranya.

"No, baby, Mama is not crying." (Tidak, sayang. Mama tidak menangis.)

"No cwy?" (tidak menangis?)

Jaejoong menggeleng kepalanya perlahan dan menempelkan keningnya pada Minho, berkata, "My Minho, Mama loves you so much, sweetie." (Minho-ku, Mama sangat menyayangimu, sayang.)

Minho tersenyum yang memperlihatkan deretan gigi susunya, "Min wuv Mama too!" (Min loves Mama too!—Min sayang sama Mama juga!)

Jaejoong mendengar suara ceria dan senyuman manis anaknya tersebut, Jaejoong berharap ia bisa hidup sedikit lebih lama.

.

.

19 days left.

Jaejoong sudah lama mempersiapkan ini jauh-jauh hari, sebuah sweater rajutan yang ia khusus buatkan untuk putra kecilnya saat ia berulang tahun nanti yang ke-4 yang jatuh pada tangga 9 Desember.

Dengan semangat dan penuh kasih sayang disetiap rajutan pada sweater berwarna hijau itu, Jaejoong berharap putra kecilnya akan menyukai hadiahnya ini.

Dan tentu saja ia tidak melupakan suami tercintanya, ia sudah menyelesaikan sebuah syal berwana merah khusus untuk Yunho, karena ia tahu suaminya itu kerap kali lupa untuk mengenakan syal saat musim dingin tiba.

.

.

13 days left.

Atas inisiatif soulmate-nya, Jaejoong, Yunho, dan dirinya mulai hari ini akan membuat foto kenang-kenangan sebanyak-banyaknya dengan cara mengambil di setiap moment dengan menggunakan kamera paraloid yang sudah ia persiapkan.

Dari pagi hingga malam mereka tidak henti-hentinya membidik setiap moment tanpa terkecuali; Yunho yang tertidur di atas sofa dengan mulut terbuka, Yoochun yang menguap, Jaejoong yang merona karena dicium Yunho; Minho kecil yang menangis karena sang ayah memaksanya untuk memakan buah stroberi dan berbagai macam moment yang terjadi pada hari itu.

Jaejoong tak dapat membendung air matanya lagi begitu melihat sebuah foto mereka berempat; Yunho dan Yoochun berada di kedua sisinya dan menciumi pipinya dan Minho kecil tersenyum pada kamera.

Bagaimana bisa ia meninggalkan hal yang begitu berharga seperti ini nanti? Ia tidak sanggup, Tuhan.

.

.

11 days left.

Jaejoong akhirnya menyelesaikan sweater untuk kado ulang tahun Minho nanti. Ia tersenyum puas melihat hasil karyanya ini. Terima kasih pada soulmate-nya yang sudah mau bersabar mengajarinya cara merajut.

.

.

7 days left.

Jaejoong sudah melupakan berapa lama lagi ia berada di dunia ini semenjak ia berhenti menghitung lamanya hari ia akan tertidur untuk selamanya. Tidak ada gunanya lagi menghitung, kerena pada hari itu tiba, ia akan tetap pergi dari dunia ini.

Ia hanya ingin menghabiskan sisa waktunya untuk bersama orang terkasihnya.

.

.

6 days left.

Hari ulang tahun putra kecil mereka, Jung Minho akhirnya tiba juga. Mereka semua merayakannya di ruang rawat Jaejoong secara sederhana. Hanya orang tua mereka dan Yoochun yang hadir untuk merayakannya, tapi nampaknya si kecil Jung sudah terlihat bahagia.

Jaejoong menjadi orang terakhir yang menyerahkan hadiahnya kepada putranya. Minho tampak sangat senang mendapat hadiah dari Mamanya yang khusus dibuatkan untuk dirinya.

Dan mata bulat anak laki-laki itu semakin berbinar-binar saat ia melihat sebuah sweater rajutan di hadapannya, dengan segera ia memeluk tubuh Mamanya dan mengecupi kening, pipi, hidung, bibir dan dagu sang ibu dengan penuh kasih sayang dan mengucapkan betapa ia mencintai Mamanya.

Jaejoong menangis sambil mendekap putra kecilnya dalam, tanpa mempedulikan suami, sahabat dan keluarganya yang turut menangis menyaksikan momen mengharukan dari ibu dan anak tersebut.

Ia merasa sangat bahagia.

.

.

4 days left.

Jaejoong menghabiskan seharian bersama soulmate-nya dengan menceritakan semua kejadian dan momen sedih maupun senang yang terjadi dari mulai mereka bertemu 20 tahun yang lalu saat mereka baru belajar menaiki sepeda roda tiga hingga menjadi mereka saat ini.

Dan Yoochun sepanjang ia mengenang kenangan tersebut tak henti-hentinya matanya mengeluarkan air mata yang entah sudah berapa liter air mata ia keluarkan; 3 kotak tissue ia sudah habiskan untuk menghapus air matanya.

Jaejoong hanya bisa tersenyum melihat soulmate-nya ini tidak berubah sama sekali dari mereka kecil, cengeng itulah orang-orang katakan tapi bagi Jaejoong, Yoochun adalah orang yang sensitive dan memiliki hati yang lembut.

"Yoochun, I love you." (Yoochun, aku mencintaimu.)

Yoochun mengangkat kepalanya menatap Jaejoong dengan mata yang masih berlinangan air mata dan ingus yang masih keluar dari hidungnya.

Jaejoong tertawa kecil dan segera menghapus itu semua dengan tissue.

"Wuv you too, Jae." (Love you too, Jae—Cinta padamu juga, Jae.) Suara serak Yoochun semakin terdengar serak.

Jaejoong memeluk Yoochun hingga ia tertidur lelap.

.

.

3 days left.

Hari ini giliran Jaejoong menghabiskan waktunya bersama suami tercinta, Jung Yunho. Ia terus menatap sang suami yang terus dengan setia menemaninya walaupun ia dapat melihat raut kesedihan yang terpancar di wajah mungil itu.

Suaminya terus tersenyum saat ia menatap lekat padanya namun saat ia memalingkan pandangannya ia tahu Yunho memiliki tatapan kesediahan dan kesepian yang terpancar jelas di matanya sipitnya.

"Bear," panggil Jaejoong lembut dan menakup wajah mungil itu, memberikan kecupan pada bibir suaminya. "You know that I love you, right?" (Kau tahu aku mencintaimu, 'kan?)

"With no doubt," (Tanpa ragu sedikitpun.) jawab Yunho tanpa ragu dan ia kembali mencium bibir istrinya yang sudah lama menjadi candunya.

"Then let me go, Bear." (Kalau begitu relakanlah aku pergi, Bear.)

Yunho dia sejenak sebelum berkata dengan lemah, "What do you mean, Boo?" (Apa maksudmu, Boo?)

"Your eyes can't lie, Bear. It tells me how lonely you are and still can't let me go. Bear, you have to let me go so you can be happy in your life. Hmm?" (Matamu tidak bisa berbohong, Bear. Mata itu memberitahu bahwa kau kesepian dan masih belum bisa merelakanku pergi. Bear, kau harus mampu jadi kau bisa hidup dengan bahagia. Hmm?)

Yunho menggelengkan kepalanya perlahan tidak setuju dengan ucapan istrinya, tanpa menyadari tatapan kesedihan yang ada di mata Jaejoong. "How can I, Boo? How can I let you go if my heart still loves you this deep? How can I live without you here? How can you leave me like this, Boo? You are so selfish, Boo. If you die then let me die with you, Boo…" (Bagaimana aku sanggup, Boo? Bagaimana aku harus sanggup melepaskanmu pergi kalau hatiku ini masih sangat mencintaimu? Bagaimana aku sanggup hidup tanpamu disini? Bagaimana kau bisa meniggalkan aku seperti ini, Boo? Kau sangat egois, Boo. Kalau kau mati, aku akan mati bersamamu, Boo…)

Jaejoong segera membawa suaminya yang kini terlihat sangat rapuh ke dalam dekapannya dengan seluruh tenang yang ia miliki. Ia mengusap dengan penuh kasih sayang punggung Yunho dan membisikkan, 'I love you, I love you' hingga isakan Yunho mereda.

Jaejoong membisikkan dengan lembut pada Yunho, "Life isn't a drama which mostly has a sad ending. Life is like a fairy tale which always has a happy ending. And my life is like those fairy tales, it ends in such a perfect happy end, because I have all happiness called Jung Yunho and Jung Minho. Yunho, I'm happy, I really am. I don't need anything anymore, all I want is You and Min be happy for me, and it means the happiness for me. You and Min are the treasures I only ask for once in my life." (Hidup bukanlah sebuah drama yang kebanyakan berakhir dengan akhir yang menyedihkan. Hidup itu seperti sebuah cerita dongeng yang selalu berakhiran dengan akhirnya bahagia. Dan hidupku seperti cerita dongeng, berakhir dengan akhir yang sangat bahagia karena aku memiliki kebahagiaan yang kusebut Jung Yunho dan Jung Minho. Yunho, aku bahagia, aku bersungguh-sunggu. Aku tidak menginginkan apapun lagi, semua yang aku inginkan hanya kau dan Min untuk berbahagia, dan itu adalah kebahagiaan bagiku. Kau dan Min adalah harta berharga yang aku pinta di hidupku ini.)

Dengan itu Jaejoong untuk pertama kalinya, selama suaminya mengetahui penyakitnya tersebut, ia dapat melihat kembali melihat senyuman tulus yang berasal dari hati Yunho.

.

.

One day left.

Jaejoong mencoba untuk tidak menangis sekuat tenaga yang ia miliki, namun tidak berhasil sama sekali, air mata terus menggenang ke pipi tirusnya.

Hanya menghitung mundur, ia akan tertidur untuk semala-lamanya dan meninggalkan dunia ini dan orang-orang terkasihnya.

Mata sayu Jaejoong melihat satu persatu anggota keluarganya menghilang dari balik pintu dengan air mata yang terus mengalir di pipi mereka setelah mereka berpamitan dan menciumnya.

"Jae, my beautiful soulmate, sleep well, my love. Remember that I love you so much 'til the end. Okay?" (Jae, soulmate-ku yang cantik, tidurlah, sayangku. Ingatlah bahwa aku mencintaimu hampai akhir hanyat. Oke?) Yoochun mengecup kening soulmate-nya cukup lama sebelum berlalu dibalik pintu itu juga.

Jaejoong tahu senyuman yang terukir dibibir soulmate-nya itu terkesan begitu memaksa, jika ia sanggup ia ingin berteriak pada Yoochun lebih baik ia menangis dari pada harus tersenyum namun hatinya menangis.

Yang tersisa diruangan itu hanyalah suami dan putra kecilnya. Jaejoong dengan lemah mengisyaratkan Yunho agar mendekatinya. Yunho segera membaringkan putra mereka yang sudah terlelap di samping Jaejoong.

"Bear, please take that blue box for me." (Bear, tolong ambilkan kotak biru itu untukku.) Perintah Jaejoong dengan suara lemah. Sepertinya ia sudah tahu kapan ia akan dipanggil oleh Tuhan.

Yunho hanya mengangguk dan menyerahkan kotak berwarna biru itu pada istrinya namun Jaejoong malah menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"That's for you, Bear. Open it." (Itu untukmu, Bear. Bukalah.)

Dengan rasa penasaran Yunho dengan hati-hati membuka kotak tersebut dan mendapati sebuah syal berwarna merah disana.

"Boo?"

Jaejoong tersenyum melihat ekspresi kaget dan bahagia yang terpancar pada wajah suaminya, "That's your Christmas gift, Bear. I know this is too early but I know I can't make it until Christmas come. Wear it, Bear. I want to know does it suit on you." (Itu adalah hadiah natalmu, Bear. Aku tahu aku tidak sanggup bertahan sampai perayaan natal nanti. Pakailah, Bear. Aku ingin tahu apa itu cocok denganmu.)

Yunho segera melilitkan syal tersebut pada lehernya.

"You look so handsome, Bear." (Kau terlihat sangat tampan, Bear.)

Yunho menitikan air mata dan Jaejoong dengan segera menghapusnya. Yunho menumpuk tangannya diatas tangan yang kini terasa dingin tersebut, ia mengusapnya perlahan, menyalurkan kehangatan pada istrinya.

"Yunho, this is my last wish, can you grant it for me?" (Yunho, ini adalah permintaan terakhirku, bisakah kau mengabulkannya?)

"Anything for you my Boo," (Apapun untukmu, sayangku.) Yunho mengigit bibir bawahnya, berusaha untuk menahan isakannya.

"Yunho, please take care of our Minho for me. Make him smile everyday when I'm not here for him, sing him a lullaby every night when he can't sleep. Please, always by his side, Yunho. You are the only one whom Minho has now, so have you." (Yunho, aku mohon jaga Minho kita untukku. Buatlah ia tersenyum setiap hari saat aku tidak ada untuknya, nyanyikan lagu penghatar tidur untuknya saat ia tidak bisa tertidur. Aku mohon, kau harus selalu berada disisi Minho. Kaulah satu-satunya yang ia miliki sekarang, begitu pula denganmu.)

Yunho hanya mengangguk lemah sambil terisak mendengar suara istrinya yang semakin serak dan melemah.

"I think this is my time to go, Bear. Good Night." (Aku rasa ini sudah waktuku untuk pergi, Bear. Selamat malam.) Jaejoong memejamkan matanya perlahan seusah memberikan kecupan pada kening Minho.

Yunho menggelengkan kepalanya, isakannya semakin keras. Dengan bibir yang bergetar ia berbisik dalam isakan, "Good night, my Boo. Sleep tight, sweet dream." (Selamat malam, sayangku. Tidurlah yang nyenyak, mimpi yang indah.) Ia mencium bibir Jaejoong yang terasa dingin untuk terakhir kalinya.

.

.

One.

Bear, listen to me; I'm going to miss you, Baby…

Two.

Promise me one thing; be happy and always smile…

Three.

Don't worry, don't be afraid. I'm always by your side…

Four.

I'm so sorry I have to leave you like this…

Five.

Remember that; I love you from the bottom of my heart, Jung Yunho…

(Satu.

Bear, dengarkan aku; aku akan merindukanmu, sayangku…

Dua.

Berjanjilah satu hal padaku; berbahagialah dan selalu tersenyum…

Tiga.

Jangan khawatir, jangan takut. Aku akan selalu berada disisimu…

Empat.

Maafkan aku harus pergi meninggalkanmu seperti ini…

Lima.

Ingatlah; aku mencintaimu dari lubuk hatiku yang paling dalam, Jung Yunho…)

.

.

December 15, 20xx

Kim-Jung Jaejoong menghembuskan nafas terakhirnya dan tertidur untuk selama-lamanya, dengan sebuah senyuman terukir di bibirnya.

.

.

December 15th, 20xx

Boo, rest in peace my love. Please be happy and take care above there, promise me this one thing. I and our little angel will always miss you. We love you, Kim Jaejoong. (Boo, beristirahatlah yang damai sayangku. Kumohon berbahagialah dan jaga dirimu baik-baik disana, berjanjilah padaku. Aku dan malaikat kecil kita akan selalu merindukanmu. Kami mencintaimu, Kim Jaejoong.)

.

.

December 17th, 20xx

Boo, I saw a butterfly flying around your grave. Its color is bright white and it perched on your gravestone for a moment before it flight to high sky. Boo, you ever said you wanted to be a butterfly once you die, remember? I know that white butterfly is you, my Boo Jaejoong. (Boo, aku melihat seekor kupu-kupu di sekitar makammu. Kupu-kupu itu berwarna putih terang dan ia sempat hinggap di atas nisanmu sebelum kembali terbang ke angkasa. Boo, kau pernah sekali mengatakan kau ingin menjadi seekor kupu-kupu jika kau meninggal nanti, ingat? Aku tahu kupu-kupu itu adalah dirimu, Boo Jaejoong-ku.)

.

.

.

-00-

.

.

.

'Papa, why Mama sleep dwel?' –Papa, why Mama sleep there?

'Mama is tired, my love.'

'But Min wanna play wiff Mama, Papa.' –But Min wanna play with Mama, Papa.

'You can play with him when Mama woke up, Min.'

'When Mama up?'

Pause.

'Soon, Baby, soon.'

('Papa, kenapa yang Mama tidur disana?'

'Mama sedang lelah, sayangku.'

'Tapi Min mau main sama Mama, Papa.'

'Kau bisa bermain saat Mama sudah terbangun, Min.'

'Kapan Mama akan bangun?'

Hening.

'Nanti, sayang, nanti.')

.

.

.

.

To be continued.

.

.

.

.


a/n: I know this is a very longass one that I have to part it into two parts, is like 11k+.

Sorry if this time is lack of MinHo/Homin because I need to clear what had happened in the past of Yunho, Jaejoong and Minho. I have to make this in one go because I didn't want to take too long for Yunjae's past, beside the main pairing in this story is MinHo/HoMin.

Pardon me for all MinHo/HoMin shipper who may be dislike Yunjae, but I have to write this just for the sake of this story. I hope you like this one too. It took me about 4 days to finish it, capability in Bahasa is still lacking.

The last one hopefully not so much give you emo-feeling and angst-y feeling when reading it, I just don't like and not so good writing angst, believe me. That's why it probably won't shed you any tears.

(For Yunke; who had mentioned about xxfergiexx, yes I know her and she is one of my favorite MinHo authors I adore the most. I love all her fics. She is reason why I love MinHo now. 3

For iloyalty1; about how/why out of nothing Changmin did know Minho is his son, the answer is on next chapter. I'll explain it through words.)

One thing I promise you; MinHo/HoMin is on the way on next chapter, ladies.

.

Big thanks for:

vivi minnie; Cho Sangmi; UKEYUNHO; diya1013; Madamme Jung; Yunke; iloyalty1; Hana no Shim.

.

.

-thank you; hissinfullips.