Kala sore, seorang gadis terus bernyanyi di atas perbukitan. Mendendangkan nada demi nada, bait demi bait lirik. Suaranya yang merdu mengalun lembut, memanggil para roh untuk terbang mengelilinginya. Tak hanya itu, tatkala kemerduan suaranya teruap dan menyatu dengan hembusan angin, banyak keajaiban yang terjadi. Bunga-bunga di sekitar yang sebelumnya layu tiba-tiba kembali bersemi dengan indah, tubuh kelinci yang separuhnya telah dimangsa oleh seekor predator pun secara mengejutkan kembali utuh dan hidup. Ada lingkaran cukup besar yang bersinar terang yang kemudian mengungkungi sekelilingnya.

Gadis itu pasti bukan sembarang gadis.

Ya, ia berbeda. Sangat berbeda.

Naruto © Masashi Kishimoto

NaruHina/AU/Little bit OoC

.

.

Derinamosios

(The Legend of Soul Singer)

Prologue

Ia Hyuuga Hinata, seorang gadis cantik dengan surai panjang berkepang satu berona indigo, kulit seputih kapas, iris mata sewarna lavender pucat, dan gaun khas desa Mioruilt. Ia adalah satu-satunya gadis yang disegani penduduk karena posisinya sebagai seorang derinamosios. Salah satu dari sedikit manusia yang memiliki kekuatan magis dalam diri mereka. Oleh karena itu, ia dianggap sebagai mutiara berharga di desanya. Bagaikan dewi ia diperlakukan. Setiap pagi, siang, dan sore banyak penduduk yang berduyun-duyun mendatangi gubuk tempatnya tinggal. Mereka meminta bantuan sang derinamosios untuk menyembuhkan penyakit mereka. Tentu, dengan senang hati sang Hyuuga melaksanakannya. Ini takdirnya sebagai derinamosios untuk membantu siapa pun yang memerlukan. Akan tetapi, di sisi lain ia juga manusia biasa. Ia dapat merasakan lelah dan penat. Itulah alasan mengapa setiap sore ia pergi sendirian menuju perbukitan di sudut desa. Dilarangnya para pengawal yang hendak mengiringi karena ia ingin sendiri.

Tak jauh dari sana, seorang pemuda mengintip dari bebatuan besar. Wajah sang pemuda, yang tampak seperti pengembara, itu lebam sana-sini seakan ia usai bertarung. Ia lantas memandang intens ke arah perbukitan, tempat Hinata berdiri menghadap mentari terbenam sembari melantunkan sebuah lagu.

An spiorad, a thagann
A ligean archanadhle chéile
Tá médíreach cosúilleat
Go bhfuil siaddíreach cosúilleat
Ní mór dúinn freisinle spioradtaobh istigh dúinn
Teacht ...!
Teacht ...!
A ligean arrince*

Kelopak sang pemuda seakan lupa menjalankan fungsinya untuk berkedip, ketika sepasang safir tak teralih sedikit pun untuk menangkap sosok di depannya itu.

'Suara ini ... luar biasa.' Sang pemuda terkagum-kagum. Hingga tak sengaja ia keluar dari persembunyiannya dan berdiri tepat di belakang sang gadis. Begitu ia memasuki area yang terang benderang, sekujur tubuhnya yang dipenuhi luka jadi pulih seketika.

Ia terbelalak, dilihat tangannya sendiri yang kini tak lagi berhiaskan luka.

Tak sadar, ia memekik kaget. "EEEH! BAGAIMANA BISA LUKAKU SEMBUH SEPERTI INI?"

Suara sang pemuda menginterupsi nyanyian yang melantun lembut. Membuat sang biduan sontak berbalik.

"Mo Dhia. Siapa kau? Apa yang sedang kau lakukan di sini?" Gadis itu terlihat gusar dengan keberadaan sang pemuda yang kini kembali menegakkan wajahnya untuk menatap sirat cemas di wajah sang gadis.

Pemuda dengan ikat kepala berwarna oranye itu ikut gusar. Ia baru sadar jika ia sudah berdiri begitu dekat dengan sang gadis dan tertangkap basah tengah mengamatinya.

"A-aku! Aku hanyalah pengembara yang kebetulan tersesat hingga ke desa ini, nona! Tenanglah!"

Hinata terdiam cukup lama. Ia kembali bersenandung. Telapak kakinya perlahan terangkat dan tak lagi menapak tanah seiring dengan melodi yang bergaung. Ia terbang menuju sang pengembara sembari mengulurkan sebelah tangan. Di sentuh olehnya surai pirang sang pemuda sedang yang bersangkutan sama sekali tidak bisa bergerak. Lavender ditirai kelopak yang terpejam sejenak.

Sang derinamosios membuka mata dan tersenyum lembut. "Benar. Kau sama sekali tidak memiliki niat jahat di dalam hatimu."

Seiring dengan sang Hyuuga yang kembali memijak tanah, tubuh sang pengembara terhuyung dan jatuh terduduk ke belakang. Bulir-bulir keringat memenuhi dahinya.

"Apa yang barusan kau lakukan padaku?" Ia masih keheranan. "Jangan-jangan kau penyihir?"

Sang pemuda pengembara menarik sebuah pedang besar dari punggungnya dan mengarahkan pedang tersebut tepat di depan hidung sang gadis. Tiada upaya pelarian atau menghindar. Sebaliknya, Hinata tetap diam di posisinya semula. Berdiri di depan sosok sang pemuda yang masih terduduk.

"Aku bukan penyihir, tuan pengembara."

Hinata membungkuk dan mengulurkan tangan. Namun, ditepis sang pemuda yang masih tak percaya bahwa Hinata bukan seorang penyihir.

"Bohong! Kau pasti penyihir yang tinggal di bukit ini dan hendak memakan jiwaku!"

Tidak tersinggung, Hinata justru tertawa kecil. Ia merasa bahwa reaksi dari sang pemuda adalah wajar mengingat tak setiap orang tahu perihal derinamosios. Hinata kembali bernyanyi lagu yang sama dan seketika roh-roh berbentuk akar membantu sang pemuda untuk kembali berdiri.

"Penyihir!" Pengembara masih kukuh dengan tuduhannya. "Hiii! Jiwaku tidak enak! Jadi, jangan makan aku!"

KRUCUUUK~

Suara perut sang pemuda yang keroncongan terdengar nyaring. Menyisakan rasa malu yang menjalar hingga menampakkan warna merah di wajah sang pemuda, sementara sang gadis kembali tertawa kecil.

"Ikutlah ke gubukku. Ada panganan yang bisa kau makan di sana," ajak Hinata.

Awalnya, sang pemuda tetap bersikukuh enggan pergi dari sana. Ia sesumbar dengan berkata bahwa ia bisa makan dengan memburu hewan-hewan yang ada di sana. Namun, pernyataan Hinata membuat ia berubah pikiran.

"Tidak akan ada hewan yang muncul di bukit ini ketika menjelang malam hari. Yang ada hanyalah sekumpulan monster dan arwah penasaran, tuan. Silahkan Anda tetap di sini jika memang ingin berjumpa dengan mereka."

Gulp!

Sang pengembara menelan saliva. Tubuhnya gemetaran begitu dahsyat dan ia pun berlari menyusul sosok sang gadis yang telah meninggalkannya.

"TUNGGU AKUUU!"


Trak!

Pemuda pirang yang merupakan sang pengembara meletakkan mangkuk supnya yang kini habis tak bersisa. Ia bersendawa karena kekenyangan. Ditelengkan kepalanya untuk memandang sang gadis di sisi kiri.

"Jadi, kau adalah seorang derinamosios? Aku pikir mereka hanya delusi manusia yang kelebihan imajinasi saja. Ternyata memang benar-benar ada, ya."

Hinata meletakkan sepiring pai apel di meja sebagai hidangan penutup dan kembali duduk.

"Itu benar, Naruto-kun. Memang banyak sekali orang yang berpikir bahwa kami tidak nyata. Tidak heran mengingat keberadaan kami tidak dipublikasikan."

Hinata menyebut nama sang pengembara yang ketika dalam perjalanan mengenalkan diri. Sepanjang perjalanan tadi, keduanya saling memberitahukan identitas satu sama lain agar kesalahpahaman yang ada dapat teratasi.

"Ada empat derinamosios selain aku di muka bumi. Keempat derinamosios tersebut dipergunakan sebagai alat oleh desa mereka masing-masing. Berbeda dengan jinchuuriki yang dirasuki monster di dalam tubuh mereka dan mempergunakan kekuatan monster tersebut sekehendak hati, derinamosios justru bertanggung jawab menjaga eksistensi para monster agar mereka dan manusia dapat hidup berintegrasi secara damai."

Naruto terdiam, seketika ia menyentuh perutnya sendiri dan pikirannya melambung jauh entah ke mana usai mendengar perkataan sang derinamosios.

"Di muka bumi ini ada lima macam pemilik kekuatan magis sesuai tingkatannya. Tingkatan terbawah atau tingkat keempat adalah laochra, mereka adalah sekumpulan pendekar yang berbekal pedang atau senjata lain yang telah didiami oleh roh monster. Mereka tersebar sangat banyak di muka bumi. Pengendali magis tingkatan keempat adalah jinchuuriki yang tubuhnya dirasuki roh monster. Mereka berjumlah sembilan orang dan dapat menyerupai bentuk monster seutuhnya. Aku pernah berkenalan dengan salah seorang jinchuuriki bernama Utakata ketika ia dan desanya berkunjung ke mari. Derinamosios berada di tingkatan ketiga. Kami, para derinamosios, adalah pemanggil roh monster dan penjinak monster yang melupakan keseimbangan hidup. Hanya tersebar empat orang di muka bumi. Di tingkatan kedua ada laidre. Mereka memiliki kekuatan jinchuuriki, derinamosios, dan laochra sekaligus. Hanya berjumlah dua orang saja di muka bumi dan kabarnya mereka tidak bisa mati. Tubuh mereka bisa hancur. Namun, jiwa mereka tidak dapat pergi ke nirwana dan bergentayang untuk mencari tubuh yang sesuai. Tapi, kudengar desas-desus bahwa ada beberapa orang yang tengah mengupayakan kebangkitan mereka. Tingkatan pertama adalah foirfe. Tidak ada keterangan mengenainya. Hanya disebutkan dalam buku bahwa ia adalah seorang manusia yang sanggup mengubah dunia."

Naruto bersandar pada penyangga bangku. Alisnya bertautan. "Haaah~! Kepalaku jadi pusing mendengar penjelasanmu, Hinata."

"Ada banyak hal metafisik yang sulit dicerna akal sehat. Untuk itulah tidak hanya sekadar akal sehat yang dibutuhkan, melainkan sebuah keyakinan."

"Iya, aku tahu. Termasuk keyakinan bahwa gubuk seperti ini saja sampai dijaga puluhan laochra. Harusnya kau bisa tinggal di tempat yang lebih baik."

Hinata menyentuh dadanya dan memejamkan mata. "Kerajaan bukan berarti rakuen, rumah yang indah bukan berarti senang, dan gubuk bukan berarti tidak nyaman."

Naruto mencibir. Ia tidak mengerti jalan pikiran derinamosios yang jadi lawan bicaranya ini. Terlalu polos dan baik hingga cenderung dimanfaatkan desa. Lihat saja! Kepala desa saja bisa hidup mewah! Tapi, Hinata yang seorang derinamosios dan merupakan manusia magis tingkatan ketiga justru harus hidup di gubuk seadanya. Ia bahkan tidak memungut uang sepeser pun atas jasanya menyembuhkan banyak orang! Hei, ini gila!

Sang pemuda bersurai pirang itu menghela napas dan hendak menyuapkan sepotong pai jika saja sebuah suara keras tidak mengagetkan dan membuat ia menjatuhkan painya ke atas tanah yang jadi lantai gubuk ini.

"WOAAA! APA-APAAN INI!" Naruto menjaga keseimbangan tubuhnya. Tanah yang ia dan Hinata pijak bergetar cukup hebat. Gempa yang bahkan membuat beberapa perabotan di almari Hinata pecah karena terbentur tanah.

Naruto dan Hinata bersusah payah bergegas ke luar. Mereka amat terkejut mendapati bahwa nyaris seluruh pengawal telah bergelimangan sebagai mayat. Tak habis rasa terkejut mereka, sebuah tangan raksasa hendak menghempaskan tubuh keduanya.

Sang pemuda lekas menarik tangan Hinata dan membawanya melompat ke atas pepohonan.

Belum lega terhindar dari serangan, sekumpulan pasir yang membentuk tombak mengarah pada keduanya yang membuat Hinata harus lari ke arah yang lain dari Naruto.

"Hinata! Cepat lari! Aku yang akan menangani mosnter pasir ini!"

Sang monster pasir yang mendengar teriakan Naruto menggeram. Ia mengayunkan tangannya ke arah Hinata. "Tak akan kubiarkan kau kabur, derinamosios!"

'Sial!' Naruto mengumpat dan melompat ke arah Hinata. Ia mendorong tubuh sang gadis dan membiarkan tubuhnya sendiri terkena kuku-kuku tajam sang monster yang kontan mencabik punggungnya.

"ARGH!"

"N-Naruto-kun!" Hinata menumpu kakinya pada sebuah pohon dan menangkap tubuh Naruto yang hendak menabrak pohon.

Kepala sang Hyuuga meneleng ke kiri dan ke kanan. Dalam sekejap, desanya luluh-lantak. Dalam sekejap, penduduk desanya telah menjadi mayat. Lavender Hinata dapat melihat roh-roh penduduk yang mulai keluar dari jasad mereka. Air mata pun mengalir dari sudut matanya. Pandangan mata Hinata tertumbu pada sosok dalam pangkuannya kini. Sosok seorang pemuda yang pingsan dengan darah deras dari punggungnya.

"Kejam. Kejam! Kenapa kau lakukan ini?" Hinata berseru pada monster yang berdiri tak jauh darinya.

Monster pasir itu lantas tertawa terbahak-bahak. Merasa puas melihat sang derinamosios menangis dan kehilangan banyak penduduk yang dikenalnya.

"Kenapa? Tentu saja karena aku muak dengan persepsi kalian, para derinamosios, yang berharap manusia dan monster dapat hidup secara damai bersama! Cih! Utopia! Bagaimanapun manusia dan monster tidak dapat bersatu!" Ia mengayunkan tangannya kembali ke arah Hinata.

Bola mata lavender Hinata membulat. Tubuhnya menjadi kaku. Kuku-kuku tajam sang monster telah terarah secara pesat menuju dirinya.

KRAS!

Kuku-kuku sang monster merobek leher Hinata. Membuat ia terbatuk dan mengeluarkan banyak darah dari mulutnya.

"Kau tak akan bisa mengeluarkan kekuatanmu lagi, derinamosios! Aku tahu bahwa kekuatanmu ada pada nyanyianmu!" Tawa sang monster membahana. Tubuh Hinata oleng. Ia telah kehabisan banyak darah.

Belum puas dengan merobek leher Hyuuga, monster tersebut kembali membentuk tombak dengan pasirnya yang kembali ia arahkan pada siluet Hinata. Siluet gadis yang kini mulai terhuyung ke depan menyapa tanah.

Namun, kali ini serangan monster pasir itu tak lagi berjalan mulus karena sebuah pedang telah memotong terlebih dahulu tangannya. Monster pasir itu berteriak kesakitan dan tubuhnya oleng membentur pohon-pohon besar di belakang.

"ARGH!"

"Jangan sentuh Hinata lebih dari ini, brengsek!"

Rupanya Naruto yang telah menghadang serangan sang monster pasir Shukaku. Tapi, Naruto yang sekarang bukan Naruto yang biasa. Tubuhnya bersinar keemasan dengan pedang yang juga berwarna serupa. Perlahan tapi pasti, tubuh keemasan Naruto mulai berubah menjadi seekor monster rubah. Rubah ekor sembilan yang besarnya melebihi Shukaku.

"KAU? JADI, KAU ADALAH JINCHUURIKI?"

Naruto yang kini telah menjadi Kurama seutuhnya memberikan seringai mengerikan. Ia menyerap energi roh dari penduduk dan membentuk sebuah bola hitam di hadapan moncongnya.

"Bola ini adalah kumpulan kebencian dari para roh yang kau binasakan!" Bola hitam tersebut kian besar. Hingga besarnya melebihi bukit, bola tersebut dilesatkan Naruto ke arah Shukaku.

"RASAKAN ITU!"

BLAAAR!

"AAARGH!"


Hinata mengerjapkan mata. Ia merasa wajahnya hangat diterpa sinar mentari pagi hari. Teringat kejadian semalam, Hinata lantas bangun dari posisi terbaringnya dan menangkap siluet Naruto yang tertidur dengan bersandarkan pada batang pohon. Hyuuga manis itu merasa heran. Keadaan Naruto jauh dari kata kritis, berbeda dari yang semalam ia lihat. Ia memandang sekelilingnya. Jauh lebih porak-poranda.

Bahkan, bukit kesayangannya pun kini telah rata menjadi tanah. Tak ada roh yang bergentayangan di sana yang membuat keheranan Hinata semakin menjadi-jadi. Tak jauh dari ia dan Naruto, seseorang terbaring. Pemuda bersurai merah marun yang Hinata yakini adalah jinchuuriki dari bijuu semalam. Hyuuga Hinata memandang iba pada sosok yang kini tak lagi bernyawa itu. Sayup, Hinata dapat melihat roh sang pemuda mulai terlepas dari tubuhnya. Ia tak bisa berbuat apa pun. Pita suaranya telah rusak. Ia tak lagi bisa bernyanyi untuk menghidupkan banyak jasad di sana. Termasuk jasad sang jinchuuriki Shukaku. Hinata menyentuh lehernya yang masih menganga dengan darah yang telah kering.

Wajah gadis itu mendongak ke langit. Ia sadar satu hal setelah ini. Bahwa ia tidak mati, atau tepatnya tidak bisa mati. Padahal dikatakan dalam buku bahwa derinamosios serapuh manusia sehingga bagi musuh yang ingin mengenyahkannya, tiada kesulitan bagi mereka.

"Aku bukan derinamosios dan Naruto bukan pendekar biasa maupun laochra." Itulah sebuah konklusi yang dapat Hinata ambil dari kejadian ini. Kejadian yang mengubah hidupnya.

Kejadian yang akan menjadi gerbang awal ia berkelana pada kehidupan baru yang telah menanti. Menuntunnya pada sebuah takdir lain yang lebih berat bebannya untuk ia pikul.

Titian air mata mengalir di pipi sang gadis. Segalanya terlalu serba tiba-tiba. Kedatangan seorang pengembara yang tak ia ketahui dengan jelas identitasnya, penyerangan jinchuuriki yang pertama kali, binasanya para penduduk, desa yang hancur, dan siapa ia sesungguhnya.

'Ayah, ibu ... aku ini apa sesungguhnya?'


Jauh di tengah sebuah hutan belantara, sebuah pohon raksasa berdiri menjulang. Pohon tersebut dibelit oleh seekor ular besar berwarna ungu. Di dalam pohon yang rupanya adalah markas rahasia, laboratorium dibangun di sana. Beberapa manusia berpakaian serba tertutup berseliweran. Notepad di tangan tampak tak lepas dari mereka. Sementara itu, di tengah laboratorium tersebut terdapat sebuah gelembung besar yang di dalamnya berisikan seorang manusia yang menelungkup. Agaknya, aktivitas di dalam sana tak lepas dari sebuah program yang berkenaan dengan manusia yang mendiami gelembung hijau tersebut. Manusia yang matanya masih tertutup rapat seolah menanti saat ia harus terbangun ... untuk menghancurkan dunia dan membangun dunia baru yang diiba oleh segelintir manusia lain di muka bumi.

Seseorang bersurai hitam panjang yang berdiri di dekat gelembung tersebut menjulurkan lidahnya dan menyeringai. "Sebentar lagi. Sebentar lagi kau akan terbangun. Sebentar lagi ambisiku akan tercapai. Laidre ..."

Go Leanfar


*Faoi Deara (Note) :

Derinamosios : Merdu

(Terjemahan lirik di dalam fanfik) : Para roh, kemarilah! Ayo bernyanyi bersama-sama. Aku sama seperti kalian. Mereka sama seperti kalian. Kami juga memiliki roh dalam diri kami. Kemarilah! Kemarilah! Ayo menari! (karena ini lagu buatan saya sendiri, jika tertarik ingin tahu bagaimana lagunya, silahkan hubungi saya)

Mo Dhia : Ya, Tuhan

Laochra : Pendekar

Jinchuuriki : Manusia yang memiliki bijuu/monster

Laidre : Yang terkuat

Foirfe : Yang sempurna

Go Leanfar : Bersambung

(Saya sudah membuat gambaran Hinata dan Naruto. Jadi, bagi yang ingin tahu sosok NaruHina di sini, silahkan cek cover image fanfik ini)