Warning: AU/OOC/gak niat bashing chara manapun/typo mungkin bertebaran dimana-mana(sudah saya cek, tapi maafkan kalau masih ada)/Sakura POV/bahasa inggris awut-awutan

Disclaimer : all characters belong to Mr. Masashi K. Gak ngambil profit apapun.

.

.

.

.

One.

.

.

"Sakura! Kau mau kemana? Ibu belum selesai bicara!"

"Maaf bu! Aku harus kerja atau aku akan dipecat kalau terlambat." tak butuh waktu lama untuk mengepak barang-barang penting untuk kubawa pergi bekerja. Setelah memasukkan semua dalam bag, aku mencium pipi ibu, tak lama karena ibu akan mengoceh bila tau aku masih punya waktu mendengarkan ocehannya.

"Jangan lupa telepon ibu malam ini! Kau harus membicarakan masalah perjodohanmu ini dengan ibu."

Lagi lagi masalah perjodohan. Aku memutar kedua emeraldku malas, ibu bisa jadi sangat menyebalkan baik atau tanpa diminta sekalipun. Sebenarnya ini belum jam kerja, ada setengah jam lagi tersisa sebelum waktunya, dan ingin sekali kugunakan menikmati pagi hari di apartemen sewaanku kalau saja ibu tidak ngotot menyuruhku menginap kerumah—apalagi kalau bukan demi membahas masalah jodoh. Padahal ibu tahu aku baru saja putus dengan Sasuke seminggu yang lalu, dan sekarang aku—Sakura Haruno putri dari Mebuki dan Kizashi Haruno dipaksa segera menikah!

Yah, umurku memang sudah tidak muda lagi—bila dilihat dari keriput-keriput hina ini. Tapi aku bukan nenek-nenek!—, juga aku bukan remaja labil yang masih mengenakan seragam sekolah, aku sudah memiliki penghasilan sendiri, singkat kata aku sudah bekerja. Terlebih, beban sebagai anak tunggal ternyata lebih berat dari yang ku bayangkan, makanya ibu mati-matian ingin supaya anaknya ini cepat menikah, gara-gara beliaupun ingin cepat menggendong cucu. Siapa lagi yang bisa memberikannya cucu kalau bukan aku? Anak satu-satunya keluarga Haruno. Lalu ketika ibu tahu kisah cintaku kandas, beliau sangat kecewa, habisnya ibu sudah sangat berharap aku dan mantan kekasihku bisa sampai pada jenjang pernikahan. Yah, apa mau dikata kalau ternyata kami bukan jodoh?

Aku juga menentang permintaan ibu itu, alasannya karena aku masih ingin menikmati serta menghabiskan masa muda yang kemudian dibalas ibu dengan amarah, katanya aku berminat menjadi perawan tua—mengingat umurku yang memang sudah tidak muda lagi. Ini belum masuk bagian terburuk, bagian paling buruknya adalah ibu mengancam akan menjodohkanku bila aku tidak segera mencari calon suami. Aku yang memilih atau ibu yang memilih katanya.

Tenggat waktunya tiga hari. Lebih dari itu aku akan dipaksa menikah dengan orang yang sama sekali tidak kucintai. Aku sih tidak keberatan kalau calon pilihan ibu tampan seperti kisah-kisah novel kebanyakan, tentang perjodohan paksa dengan pria tampan dimana awalnya tidak saling menyukai namun berakhir bahagia. Masalahnya ibu memilih calon tanpa memandang bibit bebet bobot secara rinci! Okelah, calon pilihan ibuku itu konglomerat tapi pantaskah aku bersanding dengan seseorang yang sepantasnya menjadi teman ayahku? Bukan menantunya!

Makanya sekarang aku berpikir keras mencari jalan keluar permasalahan ini. Sayang, mencari calon suami itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mencari pacar saja sudah susah, apalagi mencari pasangan hidup. Seperti mencari jarum di dalam tumpukkan jerami, tidak boleh sembarangan memilih kucing dalam karung. Hhh...

Baru saja bokongku menyapa bantal sofa saat lantunan nada dering khas telepon genggam berbunyi. Handphoneku.

sebuah nama tertera di layarnya,

Okaa-san

Ada apa lagi ini?

"Halo?"

"Kau dimana? Apa kau sudah di kantor?"

"Eh..." kulirik keadaan sekitar, dentingan sendok garpu mengudara, aku sedang tidak di kantor—belum. Masih ada banyak waktu dan aku memutuskan sarapan lagi di restoran siap saji terdekat, sarapanku tidak habis gara-gara ibu lebih banyak mengajakku berinteraksi—ujung-ujungnya aku dimarahi karena menyisakan makanan. Bukan maksud hati menyalahkan semuanya pada ibu, aku sayang kok padanya, jangan anggap aku anak durhaka.

"Ini sedang dalam perjalanan," aku membekap bibir ponsel supaya suara-suara bising sekitar tidak terdengar, waspada kalau-kalau ibu tahu modusku. "Ada apa bu?"

"Kau tidak lupa pesan ibu kan?"

"Hhh, iya iya. Aku pasti menelepon ibu."

"Bagus. Oh ya, kalau kau ada waktu, sediakan jadwal kosongmu untuk menemani Danzo-san jalan-jalan."

What? Hell no!

"Bu, sudah ku katakan berulang kali, aku tak mau menikah dengannya bu." ini serius, bukan sandiwara, aku benar-benar memelas. Semoga ibu luluh,"bayangkan ibu ada di posisiku. Ibu mencintai ayah kan? Bayangkan ibu dijodohkan paksa, hingga akhirnya ibu tidak jadi bertemu ayah." kurasa yang ini baru akting.

Hening di seberang, mungkin ibu sedang berpikir? Tersentuh? Entahlah.

"Memangnya kau sudah punya calon?" sahut ibu dingin. Ouch. Tega, kata-kata ibu begitu menusuk kalbu. "Apapun alasannya kau harus mau menemani Danzo-san, kecuali kau sudah mendapat calon suami pilihanmu sendiri."

TUT...TUT...

Ibu memutuskan sambungan secara sepihak! Aku menatap ponsel tidak bersalah sebelum membantingnya agak keras ke atas meja. Menyebalkan.

"Beef burger extra tomato?" Suara merdu pelayan wanita menyadarkanku. Sekali anggukan, ia meletakkan piring berisikan beef burger ukuran besar dengan limpahan tomat di dalamnya. Aku suka tomat, aku suka Sasuke, tapi segalanya telah berlalu. Dia mengajarkanku manfaat baik dari tomat, buah merah itu mengingatkanku padanya. Awalnya, kupikir cowok cool dan pendiam hanya setia pada satu wanita, soalnya sifat mereka yang adem bak es balok—mana tahan? But, I'm wrong. Asumsiku salah, dan Sasuke sendiri yang membuktikannya, dia membuktikan bahwa laki-laki dingin juga brengsek. That's a clue, kenapa Sakura Haruno dan Sasuke Uchiha berpisah. Bohong jika aku katakan aku tidak kesal, sekarang aku menggigit makananku bringas. Ck, aku tidak bisa memanfaatkannya kembali dan memaksanya menikahiku, sudah kukeluarkan dia dari daftar 'calon yang bisa dimintai tolong'. Sebetulnya masih ada cadangan lain, mantan pertamaku, Aburame Shino—sang maniak serangga adalah julukannya semasa SMA (sedikit freak sih memang). Ya, aku tidak keberatan sih dia mendekorasi kamarnya laksana laboratorium pengawetan serangga—tidak, aku sangat keberatan melihat spesies tarantula berkeliaran dalam kamarnya—menurutku lumayan fine-fine saja. Hanya saja, semua jadi tidak fine waktu dia memutuskan pindah haluan, menjadi pemuja ku, Sakura Haruno kekasihnya sendiri. Setelah mencetuskan dirinya sebagai Sakura Lovers Forever, ia mengganti seluruh tabung-tabung berisikan cacing dengan miniaturku, foto-fotoku ada di seluruh pelosok kamarnya. Bangga? Aku bahkan tidak bisa tidur dua hari lamanya, dia menerorku. Aburame Shino adalah mimpi buruk, dia juga dicoret dari daftar.

Hhh, no way out. Kepala ini tertunduk lesu, rahangku mengunyah malas, mungkin sebaiknya kupasrahkan saja nasib masa mudaku ini ke tangan ibu dan pilihannya. Sedang bergelut dengan pikiranku ketika seorang asing menegur—padaku, ya, dia berbicara padaku. Ku rasa... Tidak-tidak, dia memang berbicara padaku, safirnya menatapku kok.

"Permisi, apakah kursi ini kosong?"

Ku anggukan kepala, kursinya memang kosong dan kursi lain juga kosong. Kenapa dia mau duduk di situ? Kan aku sudah menempati satu meja ini, otomatis kursi-kursi kosongnya menjadi milikku. Aku mengamati pergerakannya, ia duduk didepanku, wajahnya gelisah, bahasa tubuhnya juga. Ada apa? Keningku berkerut, kedua tanganku masih setia menggenggam si burger. Ia membungkukan setengah badan, jidatnya nyaris menyentuh dataran meja, setelah itu ia membuka suara.

"Menikahlah denganku!"

Aku melongo, sepotong tomat bersauskan mayonnaise jatuh dengan tidak elit di atas piring, menambah kesan bloon di wajahku.

.

.

.

.

.

.

Tbc

.

.

.

Notes:

Selalu datang dengan fiksi baru dan yang lama dibengkalaikan. Saya banget kayaknya. Cukup banyak faktor pendukung kenapa sy belum lanjut fic-fic lain. Kali ini idenya mmg abstrak banget, tata bahasa, typo, dll. Sy rasa sy gak akan ngetik byk, jari-jari saya malas sekali.

Review, dkk?