Title : All About Us
Main cast : Tao,Kris,Kai
Pair : Taoris
Genre : Angst, Tragedy
All about us
Chapter I
Yifan bangun lebih pagi dari biasanya. Alarm yang telah ia atur semalam membangunkannya tepat pukul enam pagi. Ia bangun dengan wajah sumringah. Tak pernah sekalipun ia berhenti tersenyum mengingat betapa pentingnya hari ini. Baginya dan bagi seseorang.
Ya. Hari ini adalah hari dimana ia menginjak kelas baru. Kelas tiga. Hari ini, rencananya, ia akan menerima penghargaan sebagai murid yang meraih nilai tertinggi di angkatannya. Naik ke kelas tiga dengan predikat murid teladan. Itulah mengapa ia sangat menunggu hari ini. Tetapi bohong, sebenarnya ada yang lebih penting.
Setelah Yifan selesai mandi dan mengenakan seragam kebanggan SM academy, yang sama sekali bukan sekolah biasa mengingat banyak sekali calon siswa yang menangis gara-gara tak berhasil masuk ke sekolah prestisius tersebut, Ibunya memanggil dirinya dari lantai bawah untuk sarapan. Setelah memastikan rambut pirangnya tersisir rapi dan dasinya tidak miring, ia menyambar tasnya dan beranjak ke bawah.
Saat keluar dari kamarnya, ia melirik pintu yang masih tertutup rapat , yang terletak tepat di depan kamarnya.
"Pasti masih tidur" gumam Yifan.
"Selamat pagi, Ibu" sapa Yifan ketika ia masuk ke dapur.
Ia melihat Ibunya sedang sibuk menyiapkan berbagai makanan. Ibunya menyadari betapa pentingnya hari ini bagi putranya, karena itu Yifan tidak heran melihat berbagai macam makanan yang jarang ia temui pada sarapan sebelumnya.
"Selamat pagi, Yifan" Ibunya dengan riang membalas."Ah kau sudah siap?"
"Yeah. Mana Ayah?" tanya Yifan sambil mencomot sepotong roti bakar dari toaster dan mengolesinya dengan selai kacang.
"Mungkin sedang mandi. Yang penting, mana Adikmu?"
Mendengar ini Yifan terkekeh. Adiknya itu. mana mungkin dia sudah bangun sepagi ini. biarpun ia sudah mengatakan beberapa kali bahwa hari ini ia harus bangun pagi.
"Biar aku bangunkan" Yifan tersenyum menuju kamar adiknya, kembali ke lantai atas. ia mengetuk pintu kamar Adiknya yang ternyata tidak terkunci. Ia melongokkan kepalanya ke dalam kamar itu dan melihat bahwa ranjang besar dimana ia mengira Adiknya masih tidur ternyata sudah kosong. Yifan berkedip dan masuk ke kamar itu.
"Zitao?" panggil Yifan. Dimana dia?
Ia mendengar suara dari kamar mandi. Berpikir bahwa Adiknya masih mandi, ia memeriksa lemari Adiknya untuk menyiapkan seragam yang akan ia kenakan untuk pertama kalinya.
Hari ini memang bukan hanya hari spesial buat Yifan, tetapi hari ini Adiknya yang tersayang, Zitao, akan bergabung ke SM academy sebagai siswa baru. Betapa keras perjuangan Yifan untuk mengajari Adiknya yang sama sekali tak punya minat belajar. Karena itu ia sangat bahagia ketika Zitao berhasil masuk ke sekolah yang sama dengannya. Kembali ke SMP, ia memang satu sekolah dengan adiknya,tetapi hanya setahun adiknya masuk, ia sudah harus keluar. Setelah itu, ia harus melanjutkan ke SMA. Dan hari ini ia akan satu sekolah lagi dengan Zitao. Berangkat dan pulang sekolah bersama, bisa menemani ia makan siang saat istirahat, bisa membantu apabila ia menemui kesulitan dalam pelajaran sekolah, dan yang paling penting bisa memantau dan memastikan Adiknya itu tidak membuat onar.
Yifan mengeluarkan seragam yang sudah tergantung rapi di lemari dan membelainya. Tak hanya itu, ia juga menyiapkan pakaian dalam untuk adiknya. Tak lupa ia memeriksa tas barunya, tas merk Gucci yang adiknya dapatkan setelah mengancam orangtuanya. Tak punya pilihan lain, kalau tidak Zitao tidak mau masuk sekolah. Dasar Adiknya itu.
"Gege? seragamku sudah siap?" suara adiknya mengagetkan Yifan. Ia berpaling dan mendapati Zitao, hanya berbalut handuk yang ia lilitkan di pinggangya. Sehelai lagi ia gantungkan di lehernya untuk mengeringkan rambutnya yang basah.
Yifan tersenyum dan langsung menyambar handuk di leher itu dan kemudian mengeringkan rambut hitam adiknya. Zitao hanya menunduk membiarkan kakaknya melayani dirinya. Ia menikmati pijatan yang sesekali kakaknya berikan pada kulit kepalanya, membuatnya merasa nyaman dan hangat. Tanpa sadar, Ia memejamkan mata.
"Jangan tidur" suara kakaknya memperingatkan sebelum ia sempat terlelap. Zitao terkikik.
"Kau pandai sekali memijat, Gege" bela Zitao.
"Aku tahu. Tapi hari ini kita harus berangkat pagi"
"Hmm"
Zitao hanya membalas dengan gumaman, masih menikmati pijatan demi pijatan yang kakaknya berikan.
"Ayo pakai seragammu"
Yifan selesai mengeringkan rambut Zitao dan kini menuntun adiknya itu ke tepi ranjang untuk dipakaikan seragam. Tetapi sebelum itu, ia menyodorkan celana dalam dan boxer untuk Zitao pakai terlebih dahulu. Tepat sebelum Zitao melepas handuk yang menyelimuti pinggang rampingnya, Yifan memalingkan wajah. Zitao memang tak pernah mempermasalahkan kakaknya yang selalu 'melayaninya' setiap pagi. Tak jarang Yifan sendiri yang memakaikan celana dalam Zitao. Ini sudah ia lakukan sejak mereka masih kecil. Tapi kali ini, entah kenapa, Yifan tak seperti biasanya. Ini membuat Zitao merasa ada yang aneh.
"Gege" panggil Zitao. Yang dipanggil pun menoleh dan melihat adiknya hanya berbalut boxer.
"Y-ya?" sial, kenapa aku harus tergagap,pikir Yifan.
"Mana celanaku?"
"Ah, di-diatas kasur,di belakangmu" sial, berhenti tergagap!
Zitao hanya menatap potongan kain itu dengan bosan dan menatap kakaknya lagi.
"Well, apa kau tak mau memakaikannya?"
"Ah? Iya. Baiklah"
Dan Yifan pun menyambar celana itu,kemudian berjongkok di depan Zitao. Adiknya mengangkat kakinya yang panjang dan memasukkannya ke lubang celana. Setelah itu, Yifan mengangkat celana itu melewati betis dan paha Zitao. Tangannya sedikit menyentuh paha adiknya yang entah kenapa membuat jantungnya berdebar. Sedikit. Heck, apa-apaan itu kalau dia sampai terangsang hanya karena adiknya?
Zitao menyeringai. Ia merentangkan kedua tangannya ke samping dan menerima kemeja yang kakaknya pakaikan. Tangan Yifan gemetar saat ia mengancingkan satu persatu kemeja Zitao. Berkali-kali ia gagal memasukkan kancing ke lubang yang tepat, hingga membuatnya harus memulai dari awal-yang membuat jantungnya makin tak karuan.
"Gege, kau kelihatan pucat" ujar Zitao.
"Benarkah? Mungkin aku hanya sedikit ce-cemas"
"Oh ya? Apa karena penghargaan itu?"
Tebakan yang kurang tepat tapi, sudahlah.
"Uh-huh" Yifan tersenyum. "Apa kau juga gugup, Zitao?"
"Tidak. Kenapa aku harus gugup?"
"Karena ini hari pertamamu masuk sekolah?"
"Gege, ini buka pertama kalinya aku sekolah. Ini hanya hari pertama aku masuk ke sekolah baru. Aku sudah bisa menebak isi sekolahmu seperti apa"
"Oh ya? Katakan padaku"
"Siswa yang mayoritas berkacamata, kemejanya dikancing rapi, sering main ke perpustakaan dan selalu ada buku dibawah hidungnya" Zitao mendengus.
Yifan terkikik. Ia selesai memasangkan dasi hanya untuk dibuat berantakan lagi oleh adiknya.
"jadi menurutmu aku tipe anak yang seperti itu?" tanya Yifan. Zitao tersenyum. Ia memasukkan buku-buku yang perlu dibawa oleh adiknya hari ini ke dalam tas Gucci baru itu. Zitao meraihnya dan menyampirkannya di bahunya yang lebar.
"Kakakku tak perlu berdandan seperti itu untuk diakui sebagai orang yang cerdas" jawab Zitao, pernyataan itu membuat Yifan tersenyum puas. Ia merangkul pundak adiknya dan menuntunnya ke bawah. Setelah melahap sarapan pagi seadanya , mengabaikan protes dari Sang Ibu, karena mereka tak mau terlambat di hari spesial ini.
Tak lama kemudian, mereka telah tiba di SM Academy. Zitao memang sudah sering melewati sekolah ini tapi mau tak mau ia mengakui bahwa setelah ia menyaksikan langsung, memang sekolah ini luar biasa. Baik bangunannya maupun suasanannya.
Yifan menggiring adiknya ke papan pengumuman super besar di tengah lapangan yang menuliskan dimana kelas Zitao. Dengan semangat ia menyeret adiknya yang masih terkesima menatap bagian dalam sekolah itu. Ia menunjukkan dimana kelas X-1 yang akan ia tempati, ternyata kelas itu berseberangan dengan kelas baru Yifan. Sempurna.
"Dengar, Zitao" kata Yifan setelah berhasil menjejalkan barang-barang Zitao ke dalam loker. Selama perjalanan mengelilingi sekolah tadi, tak sedikit siswa yang menyapa kakaknya dengan sopan. Kakaknya pun selalu membalas dengan senyuman ramah. Ternyata benar, kakaknya memang populer. Sebagai peraih peringkat pertama tiga tahun berturut-turut di angkatannya juga sebagai ketua komite siswa sekolah, memang tak mengherankan bagi Yifan untuk menuai popularitas. Apalagi ditambah dengan tinggi badannya yang diatas rata-rata, kakaknya juga seorang kapten tim basket, dan jangan pernah menyepelekan wajah tampannya. Berkali-kali Zitao melihat tatapan para siswi yang ditujukan untuk kakaknya.
"Selamat pagi, Yifan-Ge" sapa beberapa gerombolan siswi dengan riang. Yifan hanya membalas dengan senyuman seperti biasa dan ini cukup membuat Zitao geram.
"-Tao? Zitao? Kau mendengarku?" panggilan dari kakaknya membuyarkan lamunan Zitao. Ia menatap kakaknya dengan wajah cemberut.
"Ada apa denganmu?" tanya sang kakak, bingung dengan perubahan tingkah laku adiknya.
"Lupakan. Apa tadi kau bilang?" Zitao berusaha cuek. Kakaknya kenal betul kebiasaan adiknya ini. kalau bibirnya yang mirip-kucing itu sudah cemberut artinya ia sedang tidak menyukai sesuatu. Yifan menghela nafas panjang.
"Sebentar lagi aku harus menyiapkan upacara untuk penerimaan siswa baru, jadi kau langsung saja ke aula dan cari tempat duduk. Oke?"
"Yifan?" sapa seseorang. Kedua kakak beradik itu menoleh dan mendapati seorang laki-laki berseragam rapi ada di hadapan mereka.
"Yixing ! maaf, aku baru saja mau kesana" ucap Yifan. "Aku baru saja menunjukkan kelas untuk adikku"
"Tidak apa-apa. Persiapan sudah beres. Sebaiknya kau siapkan pidatomu saja" ujar Yixing. Ia tersenyum, menunjukkan lesung pipinya. "Hei, apa kau barusan mengatakan 'adikmu'?"
"Oh, Aku lupa! Perkenalkan, ini adikku yang pernah kuceritakan. Namanya Zitao" Yifan dengan bangga memperkenalkan adiknya pada teman sekelasnya itu.
"Yeah, aku yakin dia adikmu, dia nyaris sama tingginya denganmu, Yifan! Ya Tuhan, kalian berdua raksasa! Aku jadi kelihatan pendek" canda Yixing. Mereka berdua tertawa.
"dan Zitao! Perkenalkan, dia Zhang Yixing, teman sekelasku" Yifan memperkenalkan temannya itu pada adiknya, tetapi Zitao hanya diam dan menatap Yixing dengan tatapan bosan. Kemudian tanpa sepatah katapun, ia meninggalkan kedua sahabat itu. membuat Yifan dan Yixing ternganga.
Suasana menjadi tidak enak.
"Erm…Maafkan soal adikku" Yifan menggaruk rambutnya, bingung dengan tingkah adiknya yang aneh.
"Tak apa" Yixing memaksakan senyum. "Mungkin dia hanya…gugup? Ini hari pertama sekolah baginya"
"Yeah...mungkin"
Tapi adiknya tidak akan gugup hanya karena hal itu.
"Ayo, Kau ditunggu Kepala Sekolah" ajak Yixing.
Yifan memandang adiknya yang sudah menghilang dari pandangan. Dia menghela napas kemudian berlari menyusul Yixing menuju aula.
.
Zitao berjalan tak tentu arah mengitari gedung sekolah. Ia tahu dimana letak aula tapi bukan adatnya untuk mematuhi peraturan. Ia berjalan santai sementara siswa-siswi di sekitarnya berlarian kecil menuju aula dimana upacara penerimaan murid baru diadakan, takut terlambat.
Ketika ia melihat pintu masuk aula yang sudah ditutup, ia langsung membukanya tanpa ragu, mengundang perhatian dari nyaris seluruh mata yang sedang konsentrasi ke pidato Kepala Sekolah. Salah seorang guru geleng-geleng kepala. Bagaimanapun, Zitao sudah nyaris telat 15 menit. Zitao terus melaju mencari tempat duduk dan tampaknya ia tak memperhatikan dimana seharusnya siswa baru harus duduk.
Dengan acuhnya ia menduduki bangku kosong yang nampak di matanya. Tak memperdulikan pandangan aneh yang ditujukan padanya. Ia tidak tahu bahwa deretan itu adalah bangku untuk siswa kelas tiga. Ia duduk dan menyilangkan kakinya dengan acuh. Membuat seniornya mengernyitkan dahi.
"Hei, Bung" salah seorang siswa menyikut siku Zitao yang membuatnya melotot. "Tempatmu disana, bukan disini"
Zitao menatap deretan bangku dimana teman-teman barunya duduk. Dan memang ia melihat perbedaan. Siswa disana masih kelihatan canggung dan kecil sementara siswa di sekelilingnya sudah bongsor semua. Tapi bukannya pindah, ia memilih tetap duduk disitu.
"Aku juga membayar disini. Aku berhak mendapatkan kursi manapun" ujar Zitao. Ia kembali memperhatikan pidato Kepala Sekolah. Mendengar itu, seniornya berdeham. Siswa yang tadi menegurnya, mulai marah.
"Kau…! Dasar kurang ajar!" suaranya rendah. Ia tak mau mengundang perhatian guru-guru. Zitao hendak membalas tetapi perhatiannya teralihkan oleh Kepala Sekolah yang menyebutkan nama kakaknya. Ia langsung duduk tegap. Ia melihat sang kakak berjalan menuju podium. Tinggi, gagah, dan tampan. ia mengenakan kacamata yang jarang sekali ia gunakan di rumah. Suara dengungan langsung terdengar yang mayoritas berasal dari siswi.
"Pertama-tama, terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepala sekolah yang terhormat untuk menyediakan waktu pada upacara penerimaan murid baru ini untuk saya" kakaknya memulai. Diam-diam, Zitao sangat bangga menyaksikan ini. kakaknya sebagai pemegang juara satu berturut-turut di sekolah sedang memberikan pidato. Sebentar lagi ia akan menerima penghargaan. Kakaknya sudah berjanji akan memberika piala itu untuknya. Tetapi konsentrasinya buyar seketika ia mendengar suara dari sebelahnya.
"Lihat dia. Apa kau tak merasa bosan melihat wajahnya lagi di podium yang sama tiga tahun ini?"
"Sussh diam! Si siswa teladan, Wu Yi Fan sedang memberikan pidato"
"Mau kupesankan kopi agar tidak mengantuk?"
"Aku lebih tertarik penutup telinga, terima kasih"
"Ingin sekali aku tendang wajahnya!"
"Jangan, kau tak mau seluruh gadis di sekolah ini menghajarmu,kan?"
"Yifan-ge, Yifan-ge, selamat pagi. Yifan-ge, mau ke perpustakaan? Boleh ku bawakan bukumu? Yifan-ge, mau pulang? Hati-hati di jalan,ya"
"Hentikan! Menjijikkan,tahu"
"Hafal sekali kau. Jangan-jangan kau salah satu dari mereka?"
" .Ha Lucu sekali"
"Mengaku saja. Sebentar lagi kita lulus, aku tidak mau kau menyesal"
"Hati-hati kalau bicara. Jangan sampai orang mendengar bualanmu! Aku gay? Gay untuk seorang Wu Yi Fan?"
"Memangnya kenapa? Dia pantas untuk itu. aku heran kenapa ia tak pernah berkencan dengan gadis-gadis disini"
"Dasar bodoh. Tentu saja karena dia gay"
"Aku tidak mau sekelas dengan Gay!"
"Jangan khawatir. Kita akan membuatnya 'betah' di kelas"
"Kedengarannya menarik"
"Mau tahu rencanaku? Pertama-"
Tetapi sebelum ia sempat menjelaskan rencana yang sudah ia pikirkan untuk mengerjai Yifan kepada teman-temannya, seseorang meraih kerah kemejanya.
"Apa-apaan-"
Kemudian sebuah tinju melayang dan menyentuh pipinya dengan keras. Tubuhnya terhempas ke deretan kursi di sampingnya. Gadis-gadis berteriak ketakutan. Siswa itu bangkit dari lantai dan menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya. Ia bertanya-tanya siapa orang brengsek yang berani menghajarnya. Ia mendengar suara langkah mendekatinya. Ia mendongak dan mendapati wajah yang ia kenal. Junior yang kurang ajar tadi.
"Brengsek! Junior sialan!"
Tapi sebelum ia bangkit, Junior sialan tadi sudah menginjak perutnya. Ia mendorong kaki yang menginjak kuat-kuat perutnya sampai rasanya ia mau muntah. Ia bangkit membalas Junior tadi dengan pukulan.
Zitao menyeka hidungnya yang berdarah dengan lengan kemejanya. Ia balas melempar seniornya dengan kursi yang sudah ditinggal para penghuninya yang melongo melihat perkelahian mereka.
"Hentikan!" seru seorang Guru, berusaha mengentikan perkelahian itu. Semua gadis menyingkir dan berteriak ketakutan. Tak sedikit siswa yang menyoraki. Berada di dua kubu. Antara membela Junior atau Senior.
Di seberang sana, di atas podium, Yifan, yang pidatonya terbengkalai, terbelalak melihat adiknya mendaratkan tinjunya untuk kesekian kali ke perut Jungwon, teman sekelasnya, yang akhirnya roboh. Dengan konyolnya, siswa-siswa menghitung mundur kekalahan Senior malang itu.
"3-2-1. Knock Out! Yeaaaaaaah!"
Salah seorang siswa mengangkat tangan Zitao tinggi-tinggi layaknya seorang wasit. Zitao hanya menyeringai. Berani lagi ia bicara tentang kakaknya, orang ini akan mati. Semua siswa bersorak, tapi tak sedikit yang miris melihat Jungwon yang babak belur.
"Yi-Yifan?" Yixing berbisik di samping Yifan yang menutupi wajahnya. "Bukankah itu adikmu?"
Yifan tak bersuara.
Segera, upacara penerimaan murid baru berakhir berantakan.
.
Yifan berlari-lari menuju ruang UKS dimana Zitao berada, tak menghiraukan sapaan yang gadis-gadis daratkan padanya. Begitu sampai, Ia segera membuka pintu UKS dengan tidak sabar. Dan yang ia lihat adalah pemandangan Zitao mengompres hidungnya. Ia menghela nafas. Sang Adik tidak menyadari kakaknya datang. Ia terkejut saat kakaknya merebut kompres itu dari tangannya dan ganti mengompres hidungnya yang masih berdarah.
Ia mengangkat wajah adiknya agar darah itu tak megalir. Kemudian dengan cekatan ia mengambil kapas yang dibalut kasa dan menyumpalnya ke hidung adiknya. Ia menyeka bekas darah yang menodai bagian atas bibirnya. Ia menarik wajah adiknya ke bawah lagi sehingga mata mereka saling bertatapan. Yifan menatap adiknya itu lama sekali. ia rasa, tanpa bicara, Zitao sudah mengerti apa yang coba ia katakan.
Tetapi adiknya tak kunjung merespon. Ia balik menatap Yifan dengan bosan. Seolah menunggu kakaknya bicara. Yifan menyerah kalah. Ia menghela nafas dan mengalihkan pandangannya.
"Salah besar kalau aku mengharapkan kau akan berubah, Zitao" ujar Yifan, akhirnya.
"Salah besar kalau kau mengharapkan aku akan minta maaf, Yifan" balas Zitao.
Yifan memandang adiknya lagi. Wajahnya bosan, seperti biasa. Tanpa ekspresi. Ia ingin sekali memarahi adiknya tapi dengan kasa menyumbat hidungnya seperti itu, mau tak mau ia berpikir bahwa adiknya terlihat lucu. Akhirnya, ia malah tertawa.
"Jungwon tidak mau mengatakan apa-apa pada Kepala Sekolah. Apa kau juga akan diam?" tanya Yifan.
"Tentu saja dia tidak tahu apa-apa. Aku hanya ingin menonjok orang dan kebetulan wajahnya jelek sekali, jadi kutonjok dia" jawab Zitao seenaknya.
"Kau harus bersyukur kepala Sekolah memutuskan mengampunimu, kau tidak jadi diskors" Yifan menghela nafas untuk kesekian kalinya hari ini. "Bayangkan bila di hari pertamamu sekolah, kau langsung diskors"
"Yeah, aku bisa membayangkan itu. Lucu sekali"
"Zitao! Ibu dan Ayah akan marah besar!"
"Aku heran kenapa mereka masih belum lelah memarahiku"
Yifan tertawa pelan. Ia menghampiri adiknya yang duduk di tepi ranjang UKS sambil melipat tangan di depan dadanya. Ia membelai-belai rambut Zitao yang hitam kelam. Zitao beralih memandangi lantai.
"Ayo masuk kelas. Pelajaran sudah dimulai" perintah Sang Kakak. Ia menggandeng tangan adiknya keluar dari ruangan itu. Zitao menurut. Ia tahu, kakaknya telah ikut campur dalam pembebasan hukuman untuknya. Siapa yang tidak iba mendengar juara sekolah memohon-mohon agar adiknya tidak diskors?
"Terima kasih, Gege" ucap Zitao lirih
Dalam diam, Yifan mendengar adiknya menggumamkan itu. Ia hanya tersenyum dan menggenggam tangan adiknya lebih erat.
Mereka sudah sampai di depan kelas Yifan , bertepatan dengan Yixing yang membawa tumpukan kertas di dadanya. Ia sampai kesulitan berjalan. Yifan melepas tautan antara jari dengan adiknya dan membantu teman sekelasnya itu membawa sebagian kertas.
"Fuh, Terima kasih, Kawan" ujar Yixing.
"Apa ini?" Yifan meneliti lembaran kertas itu dan matanya membelalak. "Di hari pertama masuk sudah ada tes?"
"Yeah, karena itu cepatlah masuk, Yifan. Aku belum belajar" Yixing tertawa. Yifan memutar bola matanya. Sebelum ia masuk, ia ingin mengatakan sesuatu pada adiknya. Tetapi adiknya tak terlihat dimanapun.
Zitao memasuki kelas dengan cuek. Tanpa salam atau sapaan. Seketika kelas langsung terdiam. begitu juga Guru yang pembicaraannya terhenti karena kedatangannya. Ia langsung menuju bangkunya di pojok kelas. Ia mengeluarkan bukunya dengan sembarangan dan melemparnya ke atas meja. Ketika ia menghadap ke depan lagi, semua mata cepat-cepat mengalihkan pandangan darinya.
Guru itu hanya menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan pelajarannya. Zitao tak mau ambil pusing untuk mendengarkan semua itu. Ia mengalihkan pandangannya keluar jendela dan menyibukkan diri dengan melihat bentuk-bentuk awan. Sampai seseorang mencolek pinggangnya. Ia memutuskan untuk mengacuhkan itu. Tetapi ketika colekan itu berubah jadi gelitikan, ia berbalik dan melotot kepada siapapun yang berani mengusiknya.
Di belakangnya duduk seorang laki-laki. Duduk di deretan paling akhir. Rambutnya berwarna hitam kecokelatan. Bibirnya yang tebal membentuk seringai. Ia mengulurkan tangan kanannya seolah ingin diraih olehnya.
Zitao menatap tangan itu untuk beberapa saat kemudian menatap mata laki-laki yang berbinar-binar itu. Wajah Zitao bertanya-tanya. Apa anak ini mau minta uangnya?
"Kenalkan, aku Kim Jongin"
Zitao menatapnya aneh. Anak bernama Kim Jongin itu tetap menyodorkan tangannya meskipun tak ada tanda-tanda dari Zitao akan menyambutnya.
"Dan kau?" Jongin bersikeras. Dan Zitao mendengus.
"Jangan bilang kau tidak tahu namaku"
Jongin terdiam tetapi kemudian senyuman kembali merekah di bibirnya yang tebal.
"Menarik sekali" bisik Jongin. "Mari berteman, Huang Zi Tao"
-to be continued-
Are you Taoris shipper? Do review please ^^ -author-