EPILOGUE

One year after The First Impression (Ch 1)

"Tiup lilinnya dan cepatlah buat permintaan!" teriak Junsu melalui kedua telapak yang dilingkarkan di depan mulutnya bak pengeras suara. Kemudian ia celingukan pura-pura mencari asal suara. "Woow, suara siapa itu, Minnie? Sebaiknya kau dengarkan, dia terdengar sangat serius."

"Jung Junsu, jangan ganggu anak kucingku! Biarkan dia meniup lilinnya dengan tenang."

Changmin dan Kyuhyun terkikik mendengar kelanjutan adu mulut antara Jaejoong dan Junsu.

"Aku hanya sedang memikirkan permintaan yang terbaik!" teriak Changmin membela diri.

"Apapun itu aku yakin Yunho akan mengabulkannya," kata Junsu.

"Changmin bisa meniup lilinnya kapanpun ia mau, Jun-chan," Yunho berkata sambil menyela jalan menjajari Changmin. Ia membawa setumpuk piring dan beberapa pasang sendok garpu. "Lagi pula aku tidak terlalu suka kue dari es krim. Jika lilin itu dibiarkan cukup lama, maka kuenya akan meleleh dan kita bisa membeli kue ulang tahun yang sebenarnya. Jadi, gunakan waktumu baik-baik, Changmin."

"Tidak bisa!" sela Siwon. "Aku dan Kyu akan berangkat ke Eropa sepulang dari sini. Kumohon, Changmin."

"Benarkah, Kyu?" tanya Changmin pada Kyuhyun yang dijawab dengan anggukan kepala. "Tapi kalian bisa berangkat kapanpun kalian mau. Kalian naik pesawat pribadi, bukan?"

Kyuhyun tersenyum dan Changmin tahu itu cukup sebagai jawaban. Ternyata sifat jail Kyuhyun turun dari ayahnya.

"Bebek-bebek Kakek sudah menunggu, Changmin," Kangin menambahi sambil tersenyum.

"Tapi Kakek sudah janji untuk di Seoul selama tiga hari," rajuk Changmin dengan pipi menggembung. "Kita baru menyanyikan lagu 'Selamat Ulang Tahun' tiga menit yang lalu dengan bahagia, kenapa semua malah bertengkar sekarang?"

"Karena kita semua sudah lapar!" jawab Junsu sekenanya. Lalu semua mendengar teriakan AWWW-nya begitu kakinya dihinggapi kaki Jaejoong.

"Ya… mungkin jika semua bisa tenang aku akan mendapatkan inspirasi untuk harapanku," kata Changmin mendelik pada Junsu. Kemudian ia menutup mata dan sungguh-sungguh memikirkan harapan untuk ulang tahunnya kali ini.

Changmin ingat, ia tak sempat membuat harapan dan tak memiliki kue dengan lilin di atasnya tahun lalu. Ia tersenyum mengingat ulang tahun keempatbelasnya ia habiskan di rumah sakit saat kakeknya mengalami kecelakaan di tempat kerjanya. Akan tetapi hal itulah yang membuatnya mengalami tahun yang luar biasa kemarin. Ia bertemu dengan Jung Yunho dan itu mengubah hidupnya. Ia tak bisa memikirkan harapan yang lebih baik tahun ini, karena semua yang ia harapkan sudah ada di hadapannya. Ia bisa merayakan ulang tahunnya yang kelima belas dikelilingi orang-orang terkasih; kakeknya, Yunho, Jaejoong, Junsu, dan Kyuhyun beserta ayahnya.

Kangin tiba di Seoul sehari sebelumnya. Jaejoong dan Changmin yang menjemputnya dari bandara. Changmin sangat senang bisa bertemu kakeknya lagi setelah liburan musim panas lalu ia ke Sancheong sepulang dari Ulleung. Changmin senang memiliki dua rumah yang akan selalu menerimanya kapanpun.

Sore tadi Jaejoong datang membawa bungkusan besar berlapis kertas kado warna kuning. Changmin bertanya-tanya apa isinya. Seperti biasa, lelaki yang sangat menyayanginya itu selalu penuh kejutan.

Kyuhyun dan ayahnya tiba tak lama kemudian. Kyuhyun adalah salah satu alasan Changmin ingin menetap di Seoul. Ia sudah Changmin anggap saudara sendiri. Kyuhyun sekarang juga sering ke kantor menemani Changmin mengerjakan file-file dari Yunho. Changmin sedikit merasa bersalah karena mereka kurang bisa menghabiskan waktu bersama sejak ia mengikuti kelas khusus yang dibuka oleh SNU untuk anak-anak dengan kelebihan tertentu sepertinya.

Dan Junsu, lelaki itu tiba-tiba saja muncul di apartemen, menarik tubuhnya dari kursi, dan membungkusnya dalam pelukan super selesai semua makan malam. Junsu mengacak rambutnya hingga berantakan tapi Changmin tak bisa berhenti tertawa senang dengan kehadiran sosok seorang paman merangkap kakak baginya itu. Terakhir mereka bersama adalah acara kemah di pingiran kota Seoul bersama Yunho dan Jaejoong. Kehadirannya adalah kejutan untuk Changmin karena ia tak menyangka Junsu mau meluangkan waktunya untuk terbang ke Seoul hanya demi ulang tahunnya. Sayang ia melewatkan makan malam karena mendapat tiket untuk penerbangan petang tadi. Karena itulah ia begitu ingin segera melahap kue ulang tahunnya. Bicara tentang kue, Changmin membuka matanya. Sadar kue di hadapannya hampir dilahap api yang nyaris mendarat di atasnya, ia menatap sekeliling. Ia tak bisa memikirkan apapun. Semua yang diinginkannya sudah ada; makanan, rumah, orang orang yang ia sayangi dan menyayanginya…. Apa lagi yang ia harapkan?

"Minnie, aku bersumpah, jika kau tak segera tiup lilinnya, aku akan ceritakan pada Yunho tentang kejadian di Jepang waktu kau—"

Semoga tahun ini sebaik tahun kemarin.

Batin Changmin secepat mungkin dan ia meniup lilin dengan satu hembusan nafas. "Tak perlu mengatakan apapun pada Yunho, Jun-chan."

"Apa yang tak perlu kau katakan padaku?" tanya Yunho tajam pada Junsu. "Apa yang kalian lakukan di Jepang?" lanjutnya.

"Tak ada. Kami tak melakukan apapun," jawab Changmin cepat. "Sebaiknya kita segera memberi makan Junsu, dia pasti sudah sangat lapar."

Changmin segera memberikan satu potongan besar kue pada Junsu. Junsu menerimanya dengan senyum lebar. Sepertinya ia punya kartu as yang bisa ia keluarkan kapan saja untuk membuat Changmin mau melakukan apapun yang ia inginkan.

Setelah kue telah habis dan semua kado selesai dibuka—ia mendapatkan sebuah boneka gajah ukuran jumbo dari Jaejoong, entah apa maksudnya—Kyuhyun dan Siwon berpamitan. Kyuhyun tak bisa menyembunyikan kegembiraannya dari Changmin karena ia yang akan mengemudikan mobil mereka ke bandara. Ya, beberapa waktu yang lalu Siwon mengajari Kyuhyun mengemudi. Dan anak itu sedang senang-senangnya berada di balik kemudi mobil. Changmin yakin, ulang tahun nanti Kyuhyun akan mendapatkan mobil baru sebagai hadiah dari Siwon.

"Apa kau pikir sudah waktunya anak ini belajar menyetir, Yunho?" tanya Junsu mengacak kepala Changmin.

"Ohh, tidak bisa. Ia tak boleh berada dekat-dekat setir mobil sampai ia mencapai usia yang diperbolehkan untuk mengemudi," jawab Yunho yang dibalas Changmin dengan menggembungkan pipinya.

"Tinggallah bersama pamanmu yang keren ini di Jepang, aku akan mengajarimu," kata Junsu sambil menyambar jaketnya di sofa. "Jae, ayo," ajaknya pada Jaejoong yang ternyata sudah berkemas. Junsu akan menginap di rumah Jaejoong malam ini.

"Kitty, aku pulang dulu ya, jaga Yunho, oke?" pesannya sambil menepuk-nepuk pipi Changmin. Changmin hanya mengangguk patuh. "Oke, sampai besok semuanya," pamit Jaejoong.

Kangin yang sudah tampak kelelahan segera berpamitan untuk beristirahat di ruang kerja Yunho yang kini sudah resmi menjadi kamar Changmin karena Yunho sudah memindahkan meja kerjanya ke kamarnya sendiri. Tinggallah Changmin dan Yunho di titik di mana mereka paling sering menghabiskan waktu bersama, di sofa, di depan tv.

"Apa ulang tahunmu menyenangkan, Changmin?" tanya Yunho sambil meregangkan dasinya. Ia memang masih mengenakan pakaian kerjanya tadi.

"Ya! Aku senang sekali, Yunho," jawab Changmin semangat. "Terima kasih telah mengundang mereka semua. Apa kau juga yang mengundang Junsu? Apakah itu kejutan yang kau dan Jae rencanakan seminggu ini?"

"Ya, itu salah satunya. Ada hal lain yang ingin kuberikan padamu. Tunggu sebentar," kata Yunho lalu beranjak dan menghilang ke kamarnya. Changmin menarik selimutnya dan kembali menatap layar kaca.

Yunho kembali sesaat kemudian memegang sebuah amplop dan tampak ragu.

"Mungkin seharusnya aku membicarakan hal ini terlebih dahulu denganmu sebelum aku melakukannya," katanya menyerahkan amplop itu pada Changmin. "Aku bahkan tak tahu apa kau mengingikannya atau tidak—bukalah, dan kita lihat apa pendapatmu."

Changmin mengerutkan dahnya gugup. Ia buka dan mengeluarkan secarik kertas di dalamnya. Changmin memindai apa yang tertera di selembar kertas itu, terima kasih untuk kecepatan membacanya yang tidak umum, ia bisa menyelesaikan dengan cepat. Seperti saat Yunho mengakuinya sebagai anak di rumah sakit setahun yang lalu, mulut Changmin kali ini terbuka lebar. Matanya membulat dan terpaku di kalimat 'Jung Yunho meminta persetujuan kepada Pemerintah Kota Seoul untuk mengadopsi dan memiliki hak asuh permanen atas Shim Changmin.'

"Kau… kau mau mengadopsiku?" tanya Changmin dengan tangan bergetar.

"Um, hanya jika kau bersedia. Aku dan kakekmu sudah menandatangani surat-surat pentingnya dan sekarang terserah pada keputusanmu. Lagi pula kau sudah menetap di sini, jadi—"

Apapun yang ingin Yunho katakan terpotong karena Changmin tengah memeluknya erat kini. "Kau tak perlu melakukannya," kata Changmin pada bahu Yunho. "Kau sudah melakukan banyak untukku."

"Tapi aku menginginkannya, Changmin," kata Yunho. Ia lepaskan pelukan Changmin dan menahan bahu anak itu dengan kedua tangannya. "Aku ingin, karena aku tahu kau masih ragu padaku dan kemungkinan aku akan menyesal dengan keputusanku," kata Yunho. Changmin harus memalingkan wajah, menyembunyikan wajahnya yang merona karena malu. Anak itu pikir ia sudah cukup baik dalam menutupi ketakutannya bila saja Yunho menyesal telah menampungnya. Tapi Yunho sudah belajar banyak untuk bisa membaca pikiran Changmin.

Yunho meraih kembali wajah Changmin dengan tangannya. "Ini adalah kondisi permanen, Changmin," lanjut Yunho serius, tapi tetap penuh kelembutan. "Tak peduli kau akan melakukan kesalahan atau kau terlibat masalah, aku tak punya maksud untuk merubah keputusanku dan mengusirmu dari sini. Dan jika ini yang harus aku lakukan untuk membuktikan padamu bahwa aku menginginkanmu di sini, di rumah ini bersamaku, maka ya, aku ingin mengadopsimu. Kenapa tidak membuatnya resmi, ya 'kan?"

Changmin menatap mata Yunho, tak percaya akan keberuntungannya. Ia tatap sekeliling apartemen yang selama setahun ini telah memberikannya banyak arti. Ia tersenyum kecil melihat sebuah foto di sebelah trofi juara pidatonya. Fotonya bersama Yunho di tepian jalan pinggir laut Ulleung. Yunho melingkarkan tangannya di bahu Changmin. Mereka tampak seperti ayah dan anak tengah menikmati liburan musim panas berdua saja. Changmin benar-benar menikmatinya saat itu. Tak ada orang yang mengenal mereka, jadi ia bisa berpura-pura menjadi putra Yunho. Dan jika Yunho mengadopsinya, ia menyadari bahwa ia akan benar-benar menjadi putra seorang Jung Yunho!

Ia telah menemukan seorang ayah dan sebuah rumah, dan masa depan tampak begitu cerah untuknya. Jadi ia lemparkan kembali tubuhnya memeluk sang ayah, dan memberi satu-satunya jawaban yang ia miliki untuk menjawab tanya Yunho.

"Ya."

.

END

.

^_^ TERIMA KASIH ^_^