Sungmin melenguh murka. Habis sudah kesabarannya. "ADA ORANG YANG MAU MELAHIRKAN DISINI, CEPAT KIRIM BANTUAN BODOOOOH!"
Nguuuung—
Siwon tertegun dan suara petugas di sebrang tiba-tiba menghilang.
"CEPAT KIRIM BANTUAN ATAU KUBUNUH KALIAAAAAAN!"
"K-kami mengerti. kami kesana sekarang, tunggu sebentar." –TUT
Usai menjerit, Sungmin kembali meringis dan mengeluh, merutuki nasibnya. Kali ini Sungmin sudah tidak sanggup bersandar ke dinding lift. Ia memiringkan tubuhnya perlahan-lahan, lalu berbaring miring di lantai lift yang dingin, masih sambil meringis dan mencengkeram perut.
Siwon melengos, ia memandang Sungmin dengan wajah pasrah. Barusan ia mendengar kalimat 'Kubunuh kalian'… Apa ia termasuk ke dalamnya? O_O
Oh Tuhan, dosa apa dia sampai harus terjebak dalam situasi seperti ini?
oOoOoOo
.
.
.
LIFT BIRTH PART 2
.
.
.
oOoOoOo
"Ouuuh—" Sungmin meremas perutnya. Otot-otot di bawah perut dan sekitar selangkangannya kian mengencang, mengendur sesaat, lalu mengencang lagi. Nyeri itu terus terasa dan tiba-tiba menghilang –sejenak, lalu kembali muncul seolah mempermainkan Sungmin yang bahkan kesulitan untuk bernapas.
Sungmin bisa merasakannya. 5 menit, jarak kontraksinya semakin pendek dan ia yakin sekali kalau petugas bodoh itu tidak bisa mengeluarkannya dari lift sialan ini dalam 20 menit... Sungmin terpaksa harus mengedandisini.
"Hiks..." Dua airmatanya terjatuh, dan Sungmin menghapusnya dengan kasar. Sungguh, mana pernah ia menyangka akan terjebak di dalam lift sekaligus mengalami kontraksi seperti ini. Semua ini salah Kyuhyun! Kalau saja si Bodoh itu tidak ngotot dan menuruti perintah Sungmin... Ia tidak akan mengalami kesialan ini! Kyuhyun bodoh! Kyuhyun bodoh!
Dug.
"Akh—" Sungmin meringis, lalu meringkuk menahan perutnya. Baru saja bayinya menendang dengan sangat keras, tepat mengenai tulang rusuknya. Sakit sekali rasanya sampai-sampai Sungmin bernafsu untuk menjambak rambut Kyuhyun hingga botak. Saking bernafsunya, Sungmin sampai bernafas tersengal-sengal dan terus merutuk dalam hati.
Namun beberapa saat kemudian, merasakan bayinya yang terus berputar seolah mencari jalan keluar dan sesekali menendang kasar, Sungmin menyadari sesuatu...
Sungmin menunduk memandangi perut buncitnya. Lalu menyeringai sinis, "Ohh... Kau marah padaku karena sudah memaki Appamu, hah?" tantang Sungmin ditengah ringisan. Dan bayi di dalam perutnya seolah balik menantang, dengan menendang makin kuat dan bertubi-tubi.
Dug!
Dug!
Sungmin mencengkeram perutnya, lalu meringis-ringis kesakitan. Ia sudah mengangkat tangan dan berpura-pura akan memukul perutnya sendiri, namun tentu saja Sungmin tidak sungguh-sungguh melakukannya karena ia sendiri yang akan merasakan sakitnya. "Yah! Kenapa kau ini bandel sekali, hiks!" bentak Sungmin lagi. Matanya sudah sayup-sayup terasa, Sungmin nyaris jatuh tidak sadarkan diri kalau saja bayinya tidak kembali memberontak. Menendang-nendang makin menantang.
Dug! Dug! Dug!
"Aaah! Appo! Hentikan, baby. Appo! Appo!" tangis Sungmin pecah. Tak sanggup menahan sakitnya kontraksi ditambah dengan tendangan bertubi-tubi yang tepat mengenai rusuknya, pemuda belia itu tersungkur di lantai lift. Basahnya ketuban yang menggenangi lantai, merembesi seluruh pakaian, dan kini ikut mengotori kulit wajahnya, sudah benar-benar tidak ia pedulikan. "Hentikan, baby. Hentikan..." bisiknya lirih, memohon ditengah isak dan sedu sedan.
Sedangkan satu lagi eksistensi yang bernafas di dalam kotak besi itu, masih tercengang. Siwon berdiri tepat di depan pintu lift yang terkunci. Bingung barus berbuat apa saat ia menyaksikan interaksi seorang ibu dengan bayinya –yang belum lahir pun sudah tampak durhaka.
Mendengar tangis kesakitan Sungmin, Siwon ikut meringis. Suara pemuda cantik ini makin lama terdengar makin memilukan dan Siwon semakin tidak tahan. Bulu kuduknya meremang. Apa sesakit itu? Sepertinya benar pepatah yang mengatakan 'Hidup mati seorang ibu adalah saat ia mempertaruhkan nyawa demi melahirkan bayinya.' Kalimat yang sungguh suci dan indah, dalam waktu bersamaan memilukan dan menyesakkan dada. Ahh, rasanya ia ingin mengupdatenya ke dalam twitter. Pasti banyak orang yang akan me-retweet...
Aaah! Paboya, Choi Siwon!
Sontak Siwon menggeleng-geleng sembari menampar-nampar kepalanya. Berusaha mengembalikan kewarasannya yang tadi nyaris melayang kemana-mana. Bagaimana bisa ia berpikiran untuk mengupdate twitter saat di hadapannya –seseorang sungguh-sungguh tengah bertarung nyawa?
"Su-Sungmin-sshi? Anda baik-baik saja?"
Siwon berjongkok di hadapan Sungmin, menunggu jawaban. Namun pemuda itu tidak menjawab, Sungmin masih memejamkan matanya rapat-rapat dan bernafas tersengal-sengal. Cicit tangisnya terdengar, semakin lama semakin samar dan hal itu semakin menakuti Siwon.
"S-Sungmin-sshi?" Siwon menoel pipi Sungmin, dan dibalas dengan lenguhan panjang. Siwon nyaris menjambak rambutnya sendiri, frustasi setengah mati. Wajah cantik itu kian pias dan bibirnya mulai membiru, dan itu benar-benar menguji nyali seorang Choi Siwon.
Sial, pasti pemuda ini kedinginan... Siwon melirik lantai di bawah sepatunya, kecipak air terdengar. Ketuban yang menggenang itu tak lagi hangat. Pemuda ini pasti kedinginan karena kuyup oleh air ketubannya sendiri.
Siwon baru saja akan mengangkat tubuh Sungmin ke posisi duduk, saat sebuah suara dari radio menginterupsi.
"Siwon-sshi, Sungmin-ah? Kalian bisa mendengar kami?"
"Y-ya!" sahut Siwon buru-buru. Kontan pria itu berdiri, memandang tepat di depan kamera sembari menghela nafas lega. Namun tidak secepat itu. Ckck, cerita akan tamat begitu saja jika lift terbuka saat itu juga.
"Kami khawatir lift tidak bisa terbuka untuk beberapa saat. Karena itu kami butuh bantuanmu, Siwon-sshi."
"Y-ya?" Siwon mulai ragu, senyum leganya menghilang. Keningnya kembali mengerut oleh prasangka-prasangka yang bahkan tidak bisa menjangkau kenyataan yang ternyata lebih buruk daripada prasangkanya. Siwon menelan ludah getir, menunggu respon dari seberang. Suara rusuh seorang lelaki yang memanggil-manggil Sungmin dan juga suara lain yang mengatakan 'Tenang, Kyuhyun. Tenang!' terdengar bagaikan backsound. Dan itu menyebalkan.
"Saya Dokter pribadi Sungmin. Bisa beritahu kami bagaimana keadaan Sungmin-sshi sekarang?"
Siwon berpaling, lalu meringis melihat pemandangan Sungmin yang masih terpekur di lantai lift. Wajahnya pucat dan tubuh mungil itu menggigil, antara kesakitan dan kedinginan.
"Keadaannya—" mata Siwon berpendar kemana-mana, bingung bagaimana harus mengatakannya. Ia benar-benar frustasi sampai akhirnya Siwon merasa sewot sendiri. "Akkh! Disini ada kamera, kalian pasti bisa melihat kami, kan?"
"Ya, kalau Anda bersedia untuk menyingkir sebentar. Anda menghalangi kameranya, Siwon-sshi."
Siwon mendelik. Baru saja menyadari kalau tubuhnya yang tinggi besar itu menutupi kamera CCTV. Lamat-lamat pemuda itu bergeser ke samping, memberikan akses bagi orang-orang di luar sana untuk melihat keadaan Sungmin.
Sesaat hening—
Lalu terdengar suara helaan nafas, dan sentakan "S-Sungminnie!"
"Apa Sungmin-sshi pingsan, Siwon-sshi?"
"Sepertinya tidak," jawab Siwon kontan, meskipun sedikit ragu tapi ia merasa kalau pemuda ini tidak pingsan. Deru nafasnya masih berhembus liar. Tangannya gemetar, mencengkeram perut.
"Air ketubannya pecah?"
"Ya, menggenangi lantai."
Lalu terdengar suara helaan nafas lagi. Rasanya Siwon ingin sekali memecahkan radio itu, suara dokter ini menyebalkan. Apa ia benar-benar seorang dokter? Bisanya hanya menghela nafas!
Aih, Siwon sendiri tidak mengerti kenapa malah ia yang jadi emosi seperti ini.
"Kalau begitu tolong angkat tubuh Sungmin-sshi ke posisi duduk, dan tolong lepas seluruh pakaian bawahnya."
"H-huh?" Siwon melotot. "L-lepas celana?"
"Ya. Dan tolong cepat Siwon-sshi. Kami khawatir Sungmin-sshi tidak bisa menunggu sampai lift berhasil diperbaiki, karena itu Sungmin-sshi harus melahirkan di dalam sana."
"W-WHAT?!" Siwon mendelik, nyaris menelan kamera CCTV di atas kepalanya.
"Anda mendengar apa yang saya katakan, tolong cepat Siwon-sshi. Nyawa Sungmin-sshi dan bayinya terancam. Keselamatan mereka bergantung pada Anda."
Siwon menelan ludah, nafasnya jadi ikut memburu. Ingin rasanya ia mengelak, namun begitu Siwon berpaling dan melihat kondisi pemuda di belakangnya. Betapa wajah itu terus mengerut dan meringis, memucat, seolah dekat dengan ambang kematian... Rasanya hati Siwon semakin luluh saja.
"B-baiklah. Saya akan lakukan apa yang saya mampu. Mohon bimbingannya." suara Siwon terdengar menenang. Pemuda itu kembali berjongkok, lalu dengan hati-hati diangkatnya tubuh limbung Sungmin ke posisi duduk dan disandarkannya ke sudut lift. Siwon tetap berjongkok dekat di sisi Sungmin, menjaga tubuh lemah itu agar tidak terjatuh.
"Sekarang apa?"
"Celananya, Siwon-sshi."
Siwon menepuk keningnya. Ia memandangi tubuh Sungmin dari ujung rambut ke ujung kakinya. Tubuh mungil dengan perut buncit itu tidak terlalu buruk juga, manis malahan. Tapi tetap saja, Siwon malu setengah mati bahkan hanya untuk mendengar perintah dokter itu barusan. Wajahnya bersemu merah. Siwon berkali-kali harus menepuk pipinya. Saat ini ia benar-benar dibutuhkan, tentu dalam keadaan waras.
"A-aku rasa, tidak perlu sejauh itu, hyung. Kita bisa memaksa petugas untuk segera memperbaiki lift. Lagi pula hyung sendiri yang bilang kalau jalur normal Sungmin terlalu rapuh..." suara di sebrang menyela tangan Siwon yang baru saja membuka pengait jeans Sungmin.
"Mereka sedang berusaha memperbaikinya, Kyu. Tapi kalau sampai terlalu lama, nyawa Sungmin terancam. Kita terpaksa melakukannya. Ia sudah overdue dan tubuhnya terlalu lemah dan akan lebih beresiko lagi jika harus menunggu."
"T-tapi— Ah. Baiklah, hyung."
Siwon masih membeku, dan entah kenapa tangannya masih siaga untuk melepas celana Sungmin.
"A-apa yang harus kulakukan?" tanya Siwon saat tak terdengar lagi suara dari sebrang.
"Lepaskan celananya Siwon-sshi."
Siwon menurutinya. Dengan hati-hati, Siwon menarik jeans longgar abu-abu itu sembari sebelah tangannya menjaga tubuh Sungmin agar tidak ikut tertarik.
There.
Pemuda hamil itu kini hanya mengenakan pakaian atasnya beserta underware. Siwon tidak sanggup untuk melanjutkannya, sampai sang dokter harus kembali mengingatkan.
"Lepaskan seluruh celana Sungmin-sshi, Siwon-sshi. Tolong cepat."
Siwon melenguh, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan memejamkan mata, ia menarik pakaian berpotongan kecil itu, dengan penuh hati-hati. Sungmin sudah dalam keadaan telanjang dan Siwon masih belum berani membuka matanya.
"Lipat kedua kakinya, beri jarak sedikit agak lebar. Dan bisa tolong menyingkir sejenak, Siwon-sshi? Aku ingin melihat seberapa besar bukaannya,"
Siwon melakukannya, ia menyingkir meski dalam posisi siaga. Siap menangkap tubuh Sungmin kalau pemuda itu limbung sedikit saja. Siwon tidak berani melihat ke bawah. Ia hanya menatap wajah pucat Sungmin, menatap mata yang terpejam dan bibir berbisik lirih itu. Entah apa yang diucapkan bibir pucat Sungmin.
"Sekarang tolong lipat kakinya,"
Oh Tuhan. Siwon melenguh. Ia melipat kaki Sungmin, gerakannya sempat terhenti saat pemuda itu meringis kesakitan.
"Maaf Siwon-sshi, bisa kau angkat penis dan testis Sungmin-sshi, sebentar saja?"
Done! Perintah itu benar-benar nyaris mencabut nyawa Siwon. Ia melotot seolah malaikat pencabut nyawa datang menjemputnya.
"U-UAPA?!" sentak Siwon bersamaan dengan seseorang di sebrang. Tidak hanya Siwon, Kyuhyun pun terkejut mendengar perintah Dokter Kim.
"T-tapi, dokter/hyung..." Kali ini mereka masih mengucapkannya beriringan.
"Sekarang, Siwon-sshi."
Siwon menelan ludah dengan susah payah. Hanya dengan melihat penis kecil di tengah selangkangan Sungmin, Choi Siwon –Choi Siwon sang anak Tuhan merasa seolah dunianya akan berakhir seketika itu juga.
Tuhan, aku berdosa. Lirihnya meski alih-alih dengan tangan gemetar, Siwon tetap meraih penis Sungmin. Bukan hanya dirinya yang menghela nafas, di sebrang sana, seseorang juga menghela nafas berkali-kali.
Kyuhyun juga merasakan ketegangan itu, meski untuk kasusnya, ia merasa cemburu sekaligus kesal. Namun apa daya, sikap posesifnya hanya akan menyulitkan Sungmin saat ini. Karena itu Kyuhyun mati-matian menahan dirinya, Demi Sungmin, Demi Sungmin. Hiburnya dalam hati.
Sesuai dengan perintah dokter Kim, Siwon menarik penis dan testis Sungmin dengan jemarinya. Menahan posisi benda itu untuk beberapa saat sambil memejamkan mata dan berdoa terus-menerus. Kenyalnya penis dan testis Sungmin yang terasa di kulit jemarinya, membuat Siwon semakin merinding saja.
"Tsk!" Suara Dokter Kim berdecak, tampak kecewa. Dari layar kamera CCTV yang gelap, Ia tidak bisa melihat dengan jelas lubang kedua yang tersembunyi di bawah penis Sungmin, namun samar-samar ia melihat tetesan darah. "Sungmin-sshi sudah mengalami bukaan sempurna. Ia harus melahirkan bayi itu sekarang. Aku yang akan membimbingnya, dan kau siaga untuk menangkap bayinya, arraseo Siwon-sshi?"
"Nd-nde." Siwon menjawab gugup.
"Sungmin-sshi? Sungmin-sshi?"
Mendengar namanya dipanggil-panggil, mata Sungmin sayup-sayup terbuka. Diantara bertarung untuk mempertahankan kesadaran dan menahan rasa sakit, Sungmin berbisik lirih, "Hiks. Appo! Appo!"
Pemuda itu bahkan sudah terlalu mati rasa untuk menyadari bahwa bagian bawah tubuhnya tidak mengenakan apapun.
"Minnie— Minnie." Kyuhyun menyahut dari sebrang. Suaranya serak.
"Kyuhyunnie, appo..." adu Sungmin saat ia kembali tersadar sepenuhnya. Pemuda itu bernafas tersengal-sengal sembari mencengkeram perutnya. Sakit itu terasa semakin intens saja. Sungmin hanya bisa menangis dan mengaduh-aduh, suara Kyuhyun yang memanggil-manggil namanya juga terdengar makin menyesakkan saja.
"Sungminnie. Dengarkan aku, ne? Kau harus berjuang, baby membutuhkanmu sekarang."
"Yesungie-hyung... Aku tidak tahan lagi— Tidak tahan lagi." lirih Sungmin dengan airmata yang terus berlinang, semakin membasahi wajahnya yang sudah kuyup.
"Kau pasti bisa, dongsaengie. Kau harus bisa demi baby."
"Hiks..."
"Kau ingin baby selamat, ne?"
"Ne..."
"Kau ingin berjuang, ne?"
Sungmin tidak menjawab. Terlalu lemas untuk menjawab.
"Siapa yang begitu kuat membawa baby selama 10 bulan?"
"Aku..."
"Siapa yang paling menyayanginya?"
"Aku."
"Siapa ibunya?"
"Aku!"
Sungmin mulai beranjak. Susah payah menopang tubuhnya sendiri untuk bisa duduk tegap. Meski masih bernapas tersengal-sengal, Sungmin menarik kedua lututnya. Siwon yang menyaksikan kejadian barusan nyaris saja tersedak, matanya berkaca-kaca.
"Bagus, sekarang tarik nafas perlahan –dan dorong Sungminnie! Dorong!"
Sungmin mengedan. Wajahnya memerah dan airmatanya terus mengalir. Siwon yang melihat itu refleks mendekat dan siaga duduk di depan Sungmin, ia bahkan sudah tidak peduli lagi pada lantai basah yang membuat kuyup celana kerjanya. Yang ia pikirkan hanya –fokus. Fokus pada lubang lahir yang untuk pertama kalinya ia lihat secara langsung. Memerah dan melebar, dengan tetes-tetes darah, bersiap untuk mengeluarkan seorang bayi dari celah sekecil dan serapuh itu.
"A-aku bisa melihat kepalanya!" Siwon bersorak haru, jelas sekali ia melihat ujung kepala mungil yang dipenuhi bulu-bulu rambut menyembul di lubang mungil Sungmin yang kini melebar paksa.
Sungmin tersenyum, semakin merasa bersemangat dan mengedan mati-matian, meski lama sekali tidak ada kemajuan kecuali tetes-tetes darah yang semakin menderas saja keluar dari lubang lahirnya.
"Haah— Haah!" Sungmin berhenti karena kelelahan. Dan refleks kepala baby-nya kembali masuk ke dalam rahimnya saat ia berhenti mengedan... Ia bersandar ke belakang dan menghirup udara sebanyak-banyaknya, dadanya terasa sesak, dan rasa sakit kontraksi sama sekali tidak menolong. Justru semakin terasa jelas dan mendorong Sungmin nyaris ke batas kesanggupannya. Mati-matian Sungmin bertahan untuk tetap sadar.
"Lubangnya terlalu kecil, baby tidak bisa keluar. Hiks—" Sungmin tersedu lagi, sembari memeluk perut buncitnya yang berpeluh.
"Sungminnie, coba lagi ne?"
Sungmin mengangguk lemah. Ia mencobanya lagi. Mengedan dengan segenap nafas. Satu menit, dua menit, lima belas menit berlalu. Setiap kali kepala bayinya mulai menyembul, Sungmin akan kehabisan nafas dan terpaksa berhenti mengedan. Dan setiap kali Sungmin merasakan lembut kepala bayinya kembali masuk ke dalam rahimnya melalui pinggul, rasanya Sungmin ingin mati saja. Sungmin merasa dipermainkan, tapi ia sendiri tidak tahu harus marah pada siapa. Jelas sekali ia bisa merasakan kepala bayinya naik dan turun di ujung tulang pinggulnya. Seolah siap untuk terlahir ke dunia namun selalu kembali tertarik ke dalam.
Sungmin nyaris putus asa— tidak. Ia benar-benar sudah putus asa. Entah harus bagaimana lagi. Ia sudah tidak sanggup melakukannya.
Sungmin menggeleng, dan menggeleng lagi. Setiap gelengan akan terasa semakin berat dan melemah.
"Tidak bisa— Aku tidak bisa"
"Sunggminnie—"
"Tidak— tidak." Sungmin menggeleng lemah. Menolak semua perintah Yesung dan panggilan Siwon.
"Sungminnie kau harus bertahan! Ayo coba lagi, chagi—"
"Andwae! Andwae!" Sungmin menangis histeris. Benar-benar merasa frustasi dan ia tidak ingin melakukannya lagi. Tubuhnya serasa tercabik-cabik dan bahkan baby sama sekali tidak bisa keluar.
Biar saja seperti ini... Biar saja...
Tubuh Sungmin perlahan limbung, beruntung Siwon siaga dan segera menangkap tubuh lemah itu.
"Sadarkan Sungmin-sshi, jangan biarkan ia terjatuh pingsan."
"N-nde!" Siwon dengan gugup merengkuh tubuh Sungmin.
"Ah, begini saja Siwon-sshi. Tolong duduk dibelakang Sungmin, biarkan ia menggunakan tubuhmu sebagai sandaran."
Siwon tidak memiliki sanggahan, ia tidak punya waktu untuk menyanggah. Ia melepaskan jas hitam Armani yang baru dibelinya minggu ini, melipatnya sedemikian rupa dan diletakannya tepat di bawah Sungmin. Lalu dengan gesit, pemuda kekar itu mengambil posisi di belakang Sungmin. Ia melebarkan kedua kakinya, membiarkan Sungmin duduk di depannya dan bersandar di dadanya.
"Sungminnie kau dengar hyungmu? Ayo bangun, dongsaengie—"
Sungmin menggeleng lemah. Benar-benar sudah menyerah.
Yesung menghela nafas. Miris melihat keadaan adik iparnya dari layar CCTV. "Kyu, kau saja yang bicara."
"Sungminnie, kau dengar aku?"
"Kyunie—" Sungmin menangis lagi mendengar suara itu. Matanya sayup-sayup tertutup.
"Minnie, maafkan aku—Aku janji kau boleh melakukan apapun, aku akan menuruti apapun kemauanmu. Maaf, Sungminnie—"
Sungmin tersenyum getir. Matanya tertutup tapi separuh kesadarannya masih tersisa.
"—Tapi kau harus bertahan, demi aku, demi baby. Demi keluarga kita."
Mendengar itu, Sungmin menangis tersedak-sedak.
"Jangan menyerah, ne? Aku mencintaimu, aku mencintai baby. Jangan menyerah untuk kami."
Sungmin terbatuk-batuk, meski perlahan-lahan semangatnya kembali muncul.
"Aku mencintaimu," lirih Kyuhyun lagi.
Sungmin mengerjap. Ditariknya kembali kedua lututnya, ia menghirup nafas panjang. "Aku juga mencintaimu, aku juga mencintai baby," bisik Sungmin sebelum kembali mengedan hebat. Sesekali pemuda itu tersengal-sengal, namun sandaran di belakang tubuhnya sedikit membantunya merasa nyaman.
Sambil menyemangati pemuda di hadapannya, Siwon membiarkan tangan kanannya diremas oleh Sungmin, ia bahkan rela mengabaikan rasa pedih itu. Toh pedih yang dialami Sungmin masih ratusan kali lipat lebih pedih daripada pedih di telapak tangannya. Sedangkan tangan kirinya yang panjang menyelusup melalui bawah kaki Sungmin, tepat di atas jas Armaninya, siap menangkap baby keluar dari lubang lahir Sungmin.
"NNGGGHHH!" Sungmin mengedan sekuat tenaga.
"Kepalanya keluar!" Sorak Siwon penuh haru. Spontan ia menarik tangan kanannya, untuk membantu tangan kirinya yang tadi menahan kepala bayi Sungmin yang masih menggantung di lubang lahir pemuda cantik itu.
"Oh Tuhan!" Suara di sebrang ikut bersorak haru.
"Terus Sungminnie. Kau hebat, nae dongsaengie! hebat!" Seru Yesung ikut menyemangati.
Sungmin kembali mempersiapkan nafasnya. Kehilangan tempat berpegang, kedua tangan Sungmin merayap ke lengan Siwon, menjadikan lengan kekar itu sebagai tempat pelampiasan saat ia kembali mengedan.
"NGGGHH!"
"YAAAH!" ketiga nama yang terus menyemangati Sungmin, –Kyuhyun, Yesung, dan Siwon, sama-sama bersorak. Hanya butuh tiga kali dorongan, dan kedua bahu mungil itu menyusul keluar. Setelah itu, semuanya terasa semakin mudah. Sungmin mengedan dan seluruh bagian baby merosot keluar dari lubang lahirnya. Dengan gesit kedua tangan Siwon menangkap tubuh mungil baby, yang masih tersambung tali ari dan plasenta ke tubuh Sungmin.
Siwon tersenyum penuh haru, disusul dengan tawa puas Kyuhyun dan hela lega Yesung.
Tidak lupa mengangkat jas Armaninya yang masih cukup kering, Siwon menyelimuti sekujur tubuh baby dengan jas mahalnya itu. Lalu dibawanya tubuh baby dengan hati-hati ke arah dada Sungmin. Tidak peduli pada tali ari yang masih tersambung antara ibu dan anak itu, tidak peduli juga pada plasenta yang belum keluar dari tubuh Sungmin, membuat perut pemuda itu masih membuncit meski tampak kenyal dan rapuh.
Dan Sungmin menerimanya. Sungmin –diantara tawa dan tangis, dengan mata berkaca-kaca dan senyum yang terkembang, menerima bayi itu dengan hati-hati, seolah baby adalah sesuatu yang paling rapuh di dunia, Sungmin ingin melindunginya. Didekapnya baby dengan hati-hati, dekat ke dadanya agar baby mendengar suara pertama –suara detak jantung ibunya setelah ia terlahir ke dunia.
Begitu kepala baby menyentuh dada Sungmin dengan lembut, suara tangis bayi itu pun pecah. Wajahnya yang semula biru pucat karena lendir dan air, kini perlahan-lahan berubah merah. Wajah mungil itu mengerut merah, menangis dengan susah payah saat ia menghirup nafas untuk pertama kalinya.
Sungmin tertawa melihat ekspresi lucu baby, wajah merah yang jelek. Sungmin tertawa, bibirnya gemetar dan akhirnya pemuda itu malah menangis. Lalu tergagap memanggil nama Kyuhyun, "Uri Aegya..." lirihnya lagi. "Minki-yah—"
"Nde, Minki." sambung Kyuhyun lagi. Meski suaranya tenang, ayah baru itu menghapus dua bulir airmatanya. Airmata haru. Minki-nya, telah lahir ke dunia. Melengkapi kebahagiaan rumah tanggannya bersama Sungmin. Putri mereka. Cho Minki.
TING!
Suara lift terbuka menginterupsi kebahagiaan keempat orang itu. Pada akhirnya, lift terbuka juga. Meski sudah sangat terlambat dan Sungmin sudah malas untuk marah-marah ke petugas apartmen.
"YAH!" seru Kyuhyun kaget begitu pintu lift terbuka, buru-buru ia melepaskan jasnya untuk menutupi bagian private Sungmin yang terekspos.
"Siwon-sshi, bisa tolong gendong putriku sebentar?" siap dengan gunting di tangannya, Kyuhyun memutus tali ari yang menghubungkan tubuh istrinya dengan tubuh Minki. Meski Sungmin tampak enggan, Kyuhyun tetap ngotot mengoper Minki ke dalam gendongan Siwon. "Tolong berikan putriku pada dokter Kim..." Kyuhyun menunjuk sosok tampan yang berdiri mengenakan jas dokter di depan lift. Siwon baru sadar ternyata bukan hanya mereka berdua yang berdiri menanti di depan lift. Ada sekerumunan orang; petugas apartmen, kerabat, dan tim medis.
Kyuhyun menutupi tubuh bawah Sungmin dengan jasnya, lalu dengan hati-hati diangkatnya tubuh itu. "Kau harus ke rumah sakit sekarang, ne?" Kyuhyun melirik perut Sungmin yang masih membuncit dan kenyal itu dengan cemas. Sungmin hanya bisa mengangguk lelah, lalu bersandar di bahu Kyuhyun. Sayup-sayup matanya mulai tertutup.
Sebelum Sungmin tertidur pulas, Siwon bisa mendengar jelas pemuda itu berbisik lelah,"Kau harus jadi ayah baptisnya, ne?"
Siwon tersenyum. Dan mengangguk tanpa berpikir panjang.
"Dan Siwon-sshi..." panggil Sungmin lagi dengan suara lirih.
"Ya?"
"Terima kasih banyak."
.
.
.
END!
.
.
.