Membiarkanmu pergi untuk sejenak.

Sejenak saja sangat sulit hingga air mata berurai.

Kenapa cinta kita tidak diizinkan?

Cintalah yang menyakiti hatiku.

Cinta sudah memporak-porandakanku.

Saat aku merasa sekarat, kau tersenyum di hadapanku.

Harus berapa lama aku harus mendambakanmu?

Apakah akhirnya kau tahu perasaanku?

Cinta ini… tumbuh dengan subur.

Hingga tak bisa diungkapkan hanya dengan kata "aku mencintaimu".

Bukan sekedar kebetulan, tapi cinta yang ditakdirkan.

.

.

.

REALLY?

KyuMin Fanfiction.

Implisit Mature Contents. #peace

Romance, Hurt/Comforts.

Boys Love, MPREG, AU? Kemungkinan OOC.

Kyuhyun dan Sungmin adalah milik SparKyu dan Pumpkins.

Just enJOY.

.

.

.

.

.

.

^Normal POV^

.

.

.

"Ukh… kumohon hentikan semua ini Kyu." Sungmin merintih kesakitan dan terus saja mengelak dari cumbuan Kyuhyun, cumbuan panas namun kasar itu.

"Kenapa aku harus menghentikan semua ini? Kau milikku secara sah, jadi aku bebas saja melakukan hal ini." Mata Kyuhyun menatap Sungmin dengan segala macam emosi yang terpancar di dalamnya. Kesal, marah, benci dan muak. Pandangan yang membuat Sungmin menangis di dalam hatinya.

"Aku memang milikmu secara sah, tapi aku bukan barang Kyu! Akh!" hardikan Sungmin berhenti begitu saja saat Kyuhyun dengan kasarnya meremas kesejatiannya diikuti dengan menghantamkan lututnya di kesejatiannya itu.

Sungmin, tidak akan terbaring pasrah seperti sekarang ini. Tidak akan jika saja Kyuhyun tidak membius saraf-sarafnya. Jika saja tak seperti itu, Sungmin akan dengan mudah meronta dari kungkungan Kyuhyun, ingat… dia masih laki-laki yang kuat serta ahli dalam martial arts.

"Sudah tahu kau adalah milikku yang sah, kenapa masih seperti wanita jalang di luaran sana yang seenaknya saja bergaul dengan sembarang orang. Kau kira aku tak tahu kelakuanmu selama ini? Jangan main-main dengan ku Lee Sungmin. Bahkan dianggap barang saja terlalu bagus untukmu." Setelah mengucapkan itu semua Kyuhyun melanjutkan invansinya ke dalam bagian terdalam mulut Sungmin. Menciumnya penuh hasrat. Ya penuh hasrat. Tanpa sedikitpun cinta.

Lenguhan selalu lolos dari bibir Sungmin. Ini adalah yang pertama bagi mereka. Benar-benar yang pertama, meskipun mereka sudah setengah tahun lamanya menikah.

Setelah puas dengan bibir Sungmin, Kyuhyun tak basa-basi lagi. Persetan dengan foreplay, yang dia butuhkan saat ini hanyalah melepaskan hasratnya. Tak peduli jika ini yang pertama bagi Sungmin. Tak peduli jika ia melakukan ini, Sungmin akan semakin hancur.

Semakin dalam, maka akan semakin kasar. Rintihan kesakitan bersambutan dengan lenguhan penuh hasrat. Bahkan hingga akhir hanya ada satu orang saja yang menikmati. Menikmati sementara yang di bawahnya sudah pingsan sejak sejam yang lalu.

"Cih… pingsan." Kyuhyun hanya mendecih kesal dan segera bangkit dari atas tubuh Sungmin setelah kesejatiannya terlepas dari lubang hangat Sungmin.

Mengalihkan perhatiannya, Kyuhyun menatap ke arah meja nakas. Gadget miliknya berbunyi nyaring barusan, bunyi yang cukup panjang menandakan adanya panggilan masuk. Segera saja ia mengambil gadget itu dan mengangkat panggilan itu setelah melihat siapa yang memanggilnya.

"Ada apa?" jawabnya tanpa perlu berbasa-basi terlebih dahulu.

Tak lama, Kyuhyun memutuskan panggilan itu dan beranjak ke kamar mandi yang berada di kamarnya. Meninggalkan Sungmin sendirian di kamar miliknya untuk berlalu dan pergi ke rumah sakit setelahnya. Pekerjaan menunggu Kyuhyun saat ini juga.

.

.

.

"Kyu…" seorang wanita mencoba memanggil Kyuhyun yang malam itu sedang duduk termenung di kursi taman rumah sakit.

"Ada apa?" tanpa perlu mengalihkan perhatiannya dari indahnya hamparan langit malam kala itu, Kyuhyun menjawab panggilan itu.

"Dengarkan aku dahulu, dan jangan membantahku. Oke? Baiklah… bagaimana keadaan Sungmin oppa?" tanya wanita itu ragu.

"Bagaimana apanya? Kenapa kau tiba-tiba membahas tentang dia, Vic?" wajah sendu Kyuhyun tiba-tiba saja mengeras saat mendengar pertanyaan Victoria, rekannya di rumah sakit itu. Sekaligus teman masa kecilnya. Teman dia dan teman Sungmin juga.

"Entahlah… aku juga masih ragu. Tapi, seminggu yang lalu aku seperti melihat Sungmin oppa keluar dari ruangan Yunho ssi. Dan setelahnya ia pergi ke apotik rumah sakit. Menebus resep sepertinya. Jadi… apa Sungmin oppa sedang sakit Kyu?"

Kyuhyun, biarpun dia malas memikirkan ini semua. Namun dia tetap memikirkannya. Dia bingung, tentu saja. Untuk apa Sungmin keluar dari ruangan dokter Jung? Dokter spesialis penyakit dalam? Untuk apa Sungmin kesana?

"Tak tahu, kehidupannya bukan urusanku." Setelah mengucapkan itu, Kyuhyun berlalu dari hadapan Victoria. Membuat gadis keturunan China itu tercengang akan sikap Kyuhyun belakangan ini.

Jelas saja, sejak Sungmin menjadi murid baru di sekolah mereka, dia sudah mengetahui. Kyuhyun mencintai Sungmin. Kyuhyun hanya akan menatap Sungmin. Dan Sungmin adalah segalanya bagi Kyuhyun.

Tapi beberapa tahun setelah kelulusan, sikap Kyuhyun berubah. Victoria menyadari itu, namun ia tak bisa mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi karena dia harus kembali ke negaranya untuk melanjuti pendidikannya sebagai dokter di sana. Dan begitu kembali lima bulan yang lalu, dia mendapatkan kabar Kyuhyun sudah menikah dengan Sungmin. Senang, gadis ini sangat senang. Karena pada akhirnya , sahabat sekaligus pria yang disukainya ini bisa bersanding dengan orang yang dicintainya.

Akan tetapi, setiap membahas tentang Sungmin, Kyuhyun hanya akan berlalu seperti tadi. Perubahan ekspresi wajah, sikap dan tatapan kebencian Kyuhyun bukannya tak dilihat gadis itu. Sebenarnya… untuk apa semua itu?

.

.

.

Dua hari setelah hari 'pemerkosaan' itu, Sungmin terlihat hendak pergi. Meskipun di luaran sana masih penuh dengan kabut. Meskipun orang-orang masih terlelap di alam mimpinya. Dan meskipun angin pagi yang menghebus dapat membuat tulang menggigil karenanya. Sungmin tetap pergi, mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Melaju tanpa hambatan keluar dari Seoul. Menuju Ilsan, kota yang baru seminggu yang lalu ia ketahui sebagai kota kelahirannya yang sesungguhnya.

Saat sudah di Ilsan, Sungmin melajukan mobilnya dengan perlahan. Sesekali berhenti untuk bertanya pada warga sekitar. Hingga tak sampai dua puluh menit, Sungmin sudah sampai di hadapan sebuah rumah. Rumah lama tanpa penghuni, rumah yang hanya tersisa sebagian bangunannya saja, itupun tampak tak kokoh.

Sungmin memasuki rumah itu, seperti merasakan de javu. Ingatan kanak-kanak Sungmin keluar semuanya. Ingatan saat ia berlari dengan kaki kecilnya dari lantai atas menuju pintu utama untuk menyambut sang ayah yang baru saja pulang bekerja. Tentang ibunya yang memarahinya karena ia terlambat pulang, ia terlalu asik bermain di taman kala itu. Tentang bagaimana indahnya senyuman ibunya. Tentang bagaimana gagahnya sang ayah meskipun menggunakan pakaian rumah ala kadarnya. Dan tentang, kebakaran yang terjadi saat ia berusia enam tahun. Kebakaran yang membuatnya terpisah dengan kedua orang tuanya.

"Anak muda… apa yang kau lakukan di dalam rumah ini?" dari arah belakang Sungmin, seorang nenek tua renta menghampirinya.

"Ah.. maafkan aku halmeoni… bagaimana menceritakannya ya.. aku Lee Sungmin. Anak dari pemilik rumah ini, rumah yang terbakar dua puluh tahun yang lalu. Dan aku ke sini untuk mencari kabar tentang kedua orang tuaku."

"Dua puluh tahun yang lalu…" halmeoni itu tampak berfikir, memori yang sudah lama itu kembali digalinya. "Sungmin… Min… Minnie yah? Aigoo, bagaimana aku bisa tidak mengenali wajahmu Minnie yah, kajja ke rumah halmeoni. Kau ingin tahu tentang kedua orang tuamu 'kan? Kita bicara di rumah halmeoni." Sungmin hanya menurut saja saat tangannya ditarik sang nenek menuju rumah yang berada tepat di seberang rumahnya dahulu.

Sungmin hanya tersenyum canggung saat keluarga besar halmeoni Kang menyambutnya dengan senyuman hangat. Semuanya mengingat Sungmin, dan sangat menyayangkan kejadian yang menimpa Sungmin dan keluarganya.

Sungmin kembali menangis dalam hati saat mengetahui ibu kandungnya telah meninggal akibat kebakaran itu. Dan sang ayah yang menghilang tanpa kabar.

Keluarga halmeoni Kang menyerahkan beberapa benda yang bisa mereka selamatkan dari kejadian dua puluh tahun yang lalu itu. Sebuah album keluarga yang sudah lusuh serta sebuah boneka kelinci milik Sungmin dulu. Dan juga akta tanah yang tersimpan di bagian rumah yang tak sempat terlalap api.

Setelah mengucapkan terima kasihnya yang terdalam, Sungmin melajukan mobilnya menuju sebuah pemakaman. Tempat terakhir ibunya berbaring. Tentu saja setelah diberitahukan letaknya oleh halmeoni Kang.

Hari mulai gerimis saat Sungmin sampai di makam sang ibu. Setelah meletakkan bunga lili putih yang sempat dibeli sebelumnya, Sungmin mulai berdoa dan bercakap-cakap dengan sang ibu.

"Umma, maafkan aku yang baru sempat mengunjungimu sekarang. Umma tidak marah padaku 'kan? Maafkan aku yang baru mengingat jika aku memiliki orang tua sebaik umma. Maafkan aku yang mengecewakan umma. Maafkan anakmu yang bodoh ini umma." Saat menyebut panggilannya untuk sang ibu tercinta, air mata mengalir begitu saja di pelupuk mata foxy itu. Sudah lama, sudah lama rasanya panggilan itu tak keluar dari bibirnya.

"Umma, apa di atas sana umma memperhatikan aku? Maafkan aku umma…" isakan makin terasa kuat di setiap helaan nafasnya.

"Umma… ada seseorang yang sangat kucintai. Ya, aku mencintainya dan aku sudah menikah dengannya. Dia namja yang sempurna umma. Ya dia namja dan dia sangat sempurna. Tapi umma… dia sudah tak mencintaiku lagi. Benar-benar tak mencintaiku dan memperlakukanku seperti barang. Biarpun begitu… aku tetap saja mencintainya. Sejak pertama kami bertemu, aku sudah menyukainya umma, dia yang pertama masuk dalam duniaku yang suram, dan dia juga yang pertama kali membuatku tersenyum lagi. Mana bisa aku membencinya jika dia sebaik itu. Aku tidak salah 'kan umma? Tapi… dia juga tidak salah, membenciku saat ini adalah langkahnya yang paling tepat umma."

Tak ada lagi kata yang mengalir dari bibir itu, tangisan yang sedari tadi ia coba untuk menahannya kini tumpah begitu saja di hadapan eommanya. Hujan yang mengalir dengan derasnya menyamarkan tangisan Sungmin yang tak kalah pilunya dengan nyanyian si penyejuk dunia.

.

.

.

"Darimana saja kau? Pergi dari kemarin pagi dan baru pulang sekarang, kembali bertingkah layaknya yeoja murahan di luar sana?" begitu Sungmin memasuki apartment mereka siang itu, makian dari Kyuhyun yang ia dapati.

"Kau tenang saja, aku tidak bertemu dengan sembarang orang dan aku tidak pergi ke sembarang tempat." Nada lelah jelas terdengar dari perkataan Sungmin. Dia hanya menatap sambil lalu Kyuhyun yang tengah mengintimidasinya dan segera beranjak ke dalam kamarnya. Membuat Kyuhyun menggeram murka.

"Kau berani mengacuhkanku?"

"Bukan begitu Kyu, aku hanya lelah."

"Bukan urusanku jika kau lelah. Kau fikir kau siapa? Seenaknya saja pergi tanpa mengatakan apa-apa, tidak pulang dan menganggapku bagai angin lalu saja? Kau itu…"

"Iya, aku ini barang milikmu yang bisa kau perlakukan dengan sesuka hatimu. Aku ingat posisiku, Kyu. Tenang saja." Sungmin memotong perkataan Kyuhyun dan melangkah lebar untuk kemudian masuk ke kamarnya dan mengistirahatkan sejenak tubuhnya yang lelah.

"Kau… kau milikku Sungmin ah. Kau milikku. Bukan barang. Kau manusia yang sangat berharga bagiku. Apa yang kau lakukan di Ilsan kemarin, rumah siapa yang kau singgahi, makam siapa yang kau tangisi? Kenapa kau tertidur di depan makam itu? Kau bukan barang… kau milikku. Hanya milikku. Apa kau mau pergi lagi dari kehidupanku? Apa kau benar-benar ingin membuatku sendiri yang menghabisi nyawamu? Agar… hingga akhir nafasmu, orang yang terakhir bersamamu adalah aku. Sialan! Brengsek! Arrrrgh!" gumaman kacau seorang Cho Kyuhyun diakhiri dengan patahnya meja hias di ruangan tersebut.

.

.

.

Sudah sebulan semenjak Sungmin pertama kali kembali ke Ilsan, kini setiap ia ada waktu ataupun setiap Kyuhyun memilih menginap di rumah sakit, Sungmin akan kembali ke Ilsan. Melepas rindunya terhadap kota di mana ia dilahirkan. Mengunjungi makam wanita yang paling dicintainya. Serta melepas lelah dengan bermain bersama cucu-cucu halmeoni Kang yang masih kecil.

"Min hyung mau pulang ke Seoul lagi?" Maru, salah satu cucu halmeoni Kang yang kini berusia lima tahun itu menatap Sungmin yang sedang bersiap-siap untuk pulang.

"Nde Maru yah, Min hyung memang harus pulang. Min hyung 'kan masih harus bekerja di Seoul. Min hyung akan kesini lagi jika kerjaan Min hyung sudah selesai." Sungmin hanya bisa tersenyum menanggapi tingkah Maru yang sangat lucu itu.

"Maru yah, jangan marah seperti itu. Min hyung 'kan harus bekerja juga, kalau tidak bagaimana Min hyung bisa kesini. Coba bayangkan, Min hyung tidak bekerja lalu tak ada uang untuk membeli bensin dan Min hyung tak bisa main lagi kesini. Bagaimana Maru yah?" Jihyo yang melihat sang anak mulai merajuk setiap kali Sungmin akan kembali ke Seoul mencoba untuk memberi pengertian terhadap anaknya itu.

"Andwae! Nanti Min hyung tak bisa membelikan es krim lagi untukku… andwae… Min hyung boleh pergi kalau begitu." Ucapan polos Maru membuat yang ada di sana tertawa, sementara Sungmin tersenyum pucat…

"YA! Sungmin ah! Sudah berapa kali nuna katakan, jangan belikan Maru es krim lagi. Kau minta dipukul hm?" Jihyo mulai mengejar Sungmin yang berlari ke arah mobilnya.

"Ampun nuna! Semuanya, aku pulang!" pamit Sungmin segera sebelum ia sempat dipukul oleh Jihyo.

"Aish, anak itu…" dan Maru yang melihat eommanya seperti itu segera mencari perlindungan dari ayahnya.

"Ya! Kang Gary, jangan kau lindungi bocah nakal itu."

"Jihyo yah, tahan emosimu. Ingat, ini anak kita. Tenang Jihyo yah." Gary mencoba untuk menenangkan sang istri sementara anak mereka kini berlari ke pelukan halmeoni Kang.

.

.

.

"Akh… appo…" malam itu, Sungmin kembali merintih sakit sembari memegang perutnya. Rasa sakitnya benar-benar tak tertahankan lagi.

Ia coba gapai gadget nya dan menghubungi dokter pribadinya.

"Yunho yah… sakit… sepertinya kumat lagi…" tak lama setelah itu mobil Yunho telah terlihat sampai di apartment Sungmin, memang… jarak rumah sakit tersebut tak begitu jauh dari tempat tinggal Sungmin dan Kyuhyun. Yunho yang sudah tahu password apartment itu segera saja masuk dan menuju kamar Sungmin untuk segera membawanya ke rumah sakit.

Malam itu, adalah malam kesekian Kyuhyun tak ada di rumahnya.

.

.

.

"Sudah kubilang hyung, hyung harus melakukan operasi segera. Sebelum tumor itu semakin mengganas dan tak bisa diobati. Tapi sekarang apa yang harus kulakukan, hyung sedang hamil. Kalau aku melakukan operasi sekarang bisa-bisa…" gerutuan Yunho terpotong saat Sungmin menyelanya.

"Aku tahu, aku akan bertahan sedikit lagi, sampai bayi ini lahir. Aku akan tetap mempertahankannya Yunho yah. Lakukan saja sesuai kesepakatan kita. Saat kandungan ini sudah berusia lima bulan. Lakukan sesuai kesepakatan kita." Balasan yang lirih dilontarkan Sungmin yang kini berbaring di ranjang rumah sakit.

"Aku tahu hyung…"

BRAKK

Pintu kamar Sungmin dibuka secara kasar oleh seseorang.

"Ah, Dokter Cho." Sapa Yunho sesaat. "Baiklah hyung, aku tinggal dulu. Nanti jika sakit lagi kau bisa memanggilku." Setelahnya Yunho pergi, sementara Kyuhyun hanya menatap marah salah satu sunbaenya itu.

"Apa yang kau lakukan? Kenapa bisa sampai sakit? Dan kenapa harus Jung itu yang membawamu ke rumah sakit?" desisan kesal menjadi pengiring pertanyaan Kyuhyun.

"Tak usah bersikap seperti itu Kyu, aku sakit memang kesalahanku. Tak usah melibatkan dokterku. Aku akan segera sembuh. Dan tenang saja, aku takkan menghabiskan uangmu untuk biaya berobatku. Seperti yang sudah-sudah, aku takkan memakai uangmu sepeserpun. Sekarang, tolong tinggalkan aku, kau tau pasti jika pasien membutuhkan waktu istirahat. Sekalipun aku hanyalah barang bagimu."

Kyuhyun hanya menatap tak percaya Sungmin yang kini tidur memunggunginya.

"Kau benar-benar sialan Sungmin. Benar-benar sialan."

Langkah kaki itu menjejak keluar dari ruang rawat Sungmin. Membanting pintu rawat itu kasar.

"Sialan? Memang aku seperti itu Kyu. Tenanglah, kau takkan lama lagi melihat si sialan ini." Sungmin tersenyum miris dan menangis di saat yang bersamaan. Malam itu dia tertidur dengan air mata yang mengering perlahan, menjadi pengantar tidurnya seperti malam yang sudah-sudah.

.

.

.

"Sungmin oppa…" pagi harinya Victoria langsung saja mengunjungi kamar Sungmin sesaat setelah ia tahu jika Sungmin sedang dirawat.

"Qiannie? Kau…" Sungmin yang saat itu baru saja terbangun, tentu saja terkejut ketika mengetahui siapa yang mengunjunginya pagi-pagi sekali.

"Ne, ini aku. Oppa, apa yang terjadi padamu? Oppa sakit apa? Mau bercerita padaku?"

Pagi itu dihabiskan Sungmin dan Victoria untuk melepas rindu. Mereka sahabat lama yang baru saja bertemu. Sungmin menceritakan segalanya, semuanya yang membahagiakannya, tentu saja. Dia selalu menutupi kesedihannya untuk dirinya sendiri.

"Qiannie, mau berjanji sesuatu padaku?"

"Ung?"

"Suatu saat, jika saat itu datang. Tolong jaga Kyuhyun. Aku tahu, selain aku yang mencintai Kyuhyun, ada kau juga di sisinya. Aku tahu, kau juga mencintainya. Jadi, jika saat itu datang tolong jaga Kyuhyun, untukku dan juga untuk dirimu sendiri."

"Oppa, bicara apa?" mendadak, hati Victoria berdenyut sakit saat mendengar permintaan Sungmin. Namun iapun tak kuasa untuk menolaknya. Dia masih menghormati Sungmin.

.

.

.

"Hyung, apa kau sibuk setelah ini?" Siang itu, sesaat sesudah Sungmin memeriksakan kesehatannya begitu juga bayinya yang sudah memasuki minggu kesepuluh, Sungmin dan Yunho duduk santai sembari menikmati makan siangnya di kafetaria rumah sakit.

"Sepertinya tidak, kerjaanku untuk seminggu kedepan juga sudah selesai. Ada apa Yunho yah?" tanya Sungmin sembari memainkan sumpitnya.

"Bantu aku hyung, kau tahu 'kan lima bulan lagi aku akan menikahi Jaejoong?" Sungmin mengangguk mendengarnya. "Bantu aku memilih cincin pernikahan kami. Jaejoong akhir-akhir terlalu sibuk, jadi kurasa tak ada salahnya aku mencari cincinnya terlebih dahulu. Jika Jaejoong suka, itu bagus. Jika tidak, kami akan mencarinya bersama-sama. Tapi… aku bingung hyung."

"Kau ini… baiklah. Akan kubantu." Sungmin hanya menggelengkan kepalanya saja mendengar Yunho yang mengeluh padanya.

"Ah iya hyung, satu lagi… pakaian pernikahan kami…"

"Arraseoarraseo. Biarkan designer Lee ini yang membuatkannya. Tapi untuk yang satu ini kalian harus datang berdua. Aku sangat tahu sifat Jaejoong jika sudah bersangkutan dengan fashion."

Setelah menghabiskan makanannya, mereka berdua pergi. Tentu saja untuk mencari cincin pernikahan Yunho. Pergi begitu saja tanpa mengetahui mata Kyuhyun sedari tadi sibuk memperhatikan gerak-gerik mereka berdua.

.

.

.

"Darimana saja kau? Berkencan dengan si Jung itu?" setiap Sungmin pulang telat, Kyuhyun yang ada di hadapannya pasti akan berubah seperti Kyuhyun yang tak dikenalinya. Kyuhyun yang bagaikan sosok monster baginya.

"Hanya menemani Yunho. Bukan berkencan seperti yang kau tuduhkan." Dan, akhir-akhir ini Sungmin semakin sering menyahuti Kyuhyun seperti itu.

"Kau memang jalang. Tak berubah dari dulu hingga sekarang. Kenapa kau menikahiku jika kau bersikap seperti ini hah?" Kyuhyun yang kalap kini menjambak rambut Sungmin kasar dan menyeret tubuh Sungmin menuju kamarnya.

"Kenapa aku menikahimu? Bukannya kenapa kau menikahiku? Jika kau membenciku, kenapa kau menikahiku? Kenapa kau mempertahankan pernikahan yang tak kau inginkan? Apa karena ahjumma Cho? Karena permintaan terakhirnya? Harusnya kau berkaca terlebih dahulu!" erang Sungmin.

"Ahjumma Cho, ahjumma Cho! Kau masih tak bisa menganggap dia ibumu? Bahkan setelah kau menikahiku?" bentak Kyuhyun berang.

"Kita tidak pernah menikah Kyu. Tak pernah. Status kita sekarang ini, bukanlah pernikahan Kyu." Gumaman lirih Sungmin itu semakin membuat Kyuhyun gelap mata.

"Bukan katamu? Lalu apa yang kita lakukan di hadapan pendeta dulu? Ada apa dengan janji-janji itu dulu? Ku kira kau benar-benar mau menikahiku, jalang."

'Karena tak ada pernikahan tanpa cinta seperti ini Kyu, tak ada pernikahan yang seperti ini. Aku hanya barang bagimu. Aku bukanlah suamimu. Aku bukanlah pengisi hatimu. Dan aku bukanlah yang kau inginkan sebagai pendamping hidupmu. Kau hanya terpaksa Kyu.' Batin Sungmin benar-benar tersayat saat ia mengucapkan kata-kata itu di dalam pemikirannya.

"Akan kubuat kau mengerti jika kita memang telah menikah!"

Kyuhyun menghempaskan tubuh Sungmin ke ranjangnya. Sungmin hanya menjaga agar perutnya tak menghantam apapun. Ia tak mau anaknya terluka. Hanya itu yang ada di pikirannya.

Dan Sungmin hanya terdiam saja saat Kyuhyun kembali melucuti pakaiannya, memberikan impuls-impuls rangsangan ke seluruh sarafnya. Menandai leher jenjangnya tanpa meninggalkan sedikit celahpun. Menggelitiki dada Sungmin dengan lidahnya. Semakin turun kebawah dan memulai aksinya kembali. Tanpa peregangan, tanpa peduli apa Sungmin menikmatinya, tanpa melihat tatapan Sungmin yang entah fokus kemana. Tatapan kosong seakan tak bernyawa itu. Bahkan Kyuhyun tak sadar, jika Sungmin tak mendesah sedikitpun.

'Ini bukanlah bukti sebuah pernikahan Kyu. Kau benar-benar tak menginginkan pernikahan ini Kyu.' Kalimat yang tak bisa keluar itu hanya menjadi kata-kata penutup Sungmin sebelum ia kembali memejamkan matanya, ia tak sanggup lagi melihat wajah Kyuhyun seperti sekarang ini.

.

.

.

Sore itu, Sungmin hanya terduduk diam di balkon kamarnya. Sembari sesekali mengelus perutnya, kehamilannya sudah menginjak minggu ke lima belas dan sebentar lagi akan memasuki minggu ke enam belas. Sudah terlihat sedikit perubahan di perut Sungmin. Perubahan yang membuatnya memakai pakaian yang lumayan longgar.

"Aku harus melanjutkan gambarku lagi…" gumamnya sembari menatap buku sketsanya yang terbuka dan memperlihatkan gambaran pakaian pernikahan mempelai pria.

Sejam kemudian, Sungmin tanpa sadar sudah terlelap di sofa tempatnya duduk. Terlelap dengan damai, sehingga tak menyadari kepulangan Kyuhyun.

Kyuhyun yang penasaran dengan kesunyian rumahnya memeriksa keadaan rumahnya.

"Pulang terlambat lagi?" amarah Kyuhyun rasanya benar-benar akan meluap mengetahui itu. Namun, entah kenapa kakinya melangkah ke kamar Sungmin yang pintu kamarnya terbuka.

Dan dapat Kyuhyun lihat juga tirai balkon Sungmin bergerak dihempas angin. Semakin Kyuhyun melangkahkan kakinya ke balkon, semakin Kyuhyun dapat melihat sosok Sungmin yang tertidur dengan damainya. Sebuah senyum tipispun Kyuhyun ulas saat ia melihat Sungmin yang tersenyum dalam tidurnya.

"Apa di dalam mimpimu itu kau bahagia? Apa aku ada di dalamnya?" Kyuhyun menyentuh pelan rambut Sungmin yang tertiup angin.

"Aegi yah… aku akan melindungimu… tetaplah bersamaku…" Sungminpun mengigau di dalam tidurnya. Membuat Kyuhyun bingung, namun itu hanya sebentar saja sebelum ia memutuskan untuk memindahkan Sungmin ke atas ranjangnya.

"Ungh… jangan… pergi… kau menyakitiku…" igauan selanjutnya membuat Kyuhyun tertegun.

"Siapa yang menyakitimu Sungmin ah? Katakan padaku…" Kyuhyun mengelus pelan pipi Sungmin yang rasanya makin bertambah volumenya.

"Pergi… sakit… kumohon pergi… pergilah Kyu… jangan menyakitiku lagi…" dan bagaikan ombak yang menghantam karang, hati Kyuhyun berdetak benci saat mendengar igauan terakhir Sungmin.

Saat ia hendak melangkah keluar dari kamar Sungmin, angin yang berhembus kencang dari arah balkon membuat Kyuhyun memutar langkahnya untuk menutup pintu balkon itu.

Dan buku sketsa Sungmin yang tergeletak di atas meja itu menarik perhatian Kyuhyun.

"Bukan sketsa pakaian?" pikirnya bingung saat melihat hamparan luas taman, lengkap dengan meja dan kursi yang tertata rapi. "Seperti tempat pernikahan…" ujarnya lagi.

Mata Kyuhyunpun kini menelusuri beberapa kalimat di bawahnya.

Pernikahan itu dipenuhi dengan kebahagiaan.

Pernikahan itu layaknya bunga yang indah.

Pernikahan itu menimbulkan senyum tulus.

Pernikahan itu takkan ada yang bersedih.

Pernikahan itu direstui tuhan beserta umatnya.

Dan aku sangat menyukai pernikahan itu.

Tempat yang kugambar ini… menggambarkan kebahagiaan 'kan?

Andaikan aku bisa melakukannya sekali lagi.

Aku ingin pernikahan yang penuh dengan warna indah seperti gambar ini.

Kyuhyun tertegun membacanya, "Melakukannya sekali lagi? Jadi… ia ingin menikah sekali lagi. Dan, menyuruhku pergi? Bercerai maksudnya? Itu yang sangat kau inginkan?"

Kyuhyun kembali mengambil sketsa lainnya. Sebuah jas pernikahan, dengan sebuah catatan di bawahnya.

Jas yang indah harus digunakan oleh orang yang pantas.

Yunho yah, mari bahagia bersama.

"Yunho? Si Jung itu? Bahagia bersama? Dia dengan Yunho? Sudah kuduga… kau tak pernah mencintaiku. Semenjak saat itu, cintamu telah menghilang. Sekarang apa yang harus kulakukan?" Kyuhyun benar-benar lelah, baik fisiknya maupun psikisnya.

.

.

.

"Sketsa ku… kemana perginya…" siang itu Sungmin bergegas kembali ke apartment mereka untuk mencari sketsanya. Dia tidak ingat, bagaimana caranya ia bisa terbangun di ranjangnya tadi pagi. Dan ia juga tidak ingat bagaimana balkonnya tertutup.

"Apa mungkin Kyuhyun?" monolog Sungmin setelah gusar mencari sketsanya.

Ia mantapkan hatinya untuk bertanya pada Kyuhyun. Ia akan mencoba untuk bertanya pada Kyuhyun. Karena hari ini bukanlah hari tugas Kyuhyun, jadi Sungmin yakin Kyuhyun ada di kamarnya.

"Kyu… kau di dalam? Boleh aku masuk? Ada yang ingin kutanyakan padamu." Setelah mengetuk dan tak menerima jawaban apapun, Sungmin berinisiatif untuk masuk. Niatnya hanya ingin melihat apakah sketsanya ada di dalam kamar Kyuhyun atau tidak. "Aku masuk Kyu."

Mulut Sungmin ternganga ketika melihat pemandangan yang disuguhkan oleh Kyuhyun di dalam sana.

Kyuhyun sedang menciumi seorang gadis, Kyuhyun sedang menghacurkan hatinya hingga tak bersisa.

"Qiannie?" dan lebih terkejut lagi saat mengetahui itu adalah gadis yang ia kenal.

"Tak tahu yang namanya privasi? Seenaknya saja masuk ke kamar orang." Desis Kyuhyun seakan kesal kesenangannya terganggu.

"Sungmin oppa… ini… ini bukan…"

"Gwaenchanna. Maaf kalau aku seenaknya saja. Kyu… apa kau melihat sketsaku?" tanya Sungmin ragu.

"Oh, sketsa untuk calon suamimu yang baru? Ambil saja, ada di atas sana." Tunjuk Kyuhyun ke arah sebuah meja.

"Terima kasih kau tidak merusaknya." Ujar Sungmin setelah sketsa itu ada di tangannya.

"Sama-sama, dan mulai saat ini juga kita bercerai Lee Sungmin ssi, aku akan menikahi kekasihku ini." Lanjut Kyuhyun sembari mengamit tangan Victoria yang makin tercengang.

"Baiklah. Aku permisi." Dan begitu Sungmin keluar dari kamarnya, Kyuhyun menghempaskan badannya. Menutup kedua matanya dan menangis pilu di dalam hatinya.

"Ya! Pabboya! Apa maksudmu ini? Kau bilang Sungmin oppa tak ada di rumah sehingga kau butuh bantuanku, kau bilang kau sakit. Apa-apaan ini semua hah? Kau membuat Sungmin oppa membenciku, kau tahu itu? Ya!" maki Victoria kesal dan keluar dari kamar itu segera, hanya untuk mendapati Sungmin yang sedang mengemas barang-barangnya ketika ia coba melangkah ke kamar Sungmin.

"Oppa… apa yang kau lakukan? Kalian tak mungkin bercerai 'kan oppa? Oppa maafkan aku, aku tak tahu kalau si bodoh itu akan seperti itu. Oppa…" Victoria mulai menangis karena Sungmin mengacuhkannya.

"Qiannie, ingat janjimu dulu 'kan? Sekarang tugasmu untuk menjaga Kyuhyun. Bahagia bersamanya ya…" senyuman manis yang dipaksakan oleh Sungmin membuat hati siapapun yang melihatnya hanya akan semakin yakin, jika pemuda itu menutupi perasaannya yang sebenarnya.

.

.

.

"Yunho yah, percepat perawatanku. Sekarang aku sudah di jalan menuju rumah yang sudah kita sepakati. Nde, Kyuhyun sudah tau aku pergi. Dan… kami sudah berpisah. Nde, aku sedang menyetir… gwaenchanna. Aku akan tiba dengan selamat. Tenang saja." Setelah mematikan panggilan tersebut, Sungmin kembali melanjutkan perjalanannya. Menuju rumahnya, rumah barunya yang akan ditempati olehnya dan juga calon anaknya.

.

.

.

Kau menginginkan perpisahan ini Kyuhyun ah? Sesuai dengan permintaanmu. Aku pergi, dan maaf aku tak berpamitan padamu. Aku tahu, kau takkan ingin melihat wajahku lagi. Berbahagialah, Qiannie gadis yang baik. Jangan menyakitinya. Dan bersikaplah seperti lelaki dewasa terhadap gadis yang kau cintai. Sehatlah selalu, dan jangan pernah mencoba untuk mengingatku. Karena aku hanya akan membuatmu bersedih. Aku pergi.

Memo itu baru saja ditemukan Kyuhyun setelah beberapa bulan kepergian Sungmin. Kini Kyuhyun yakin, ia sangat menyesal telah membuang Sungmin. Di tangannya kini, selain ada catatan Sungmin, juga terdapat surat undangan pernikahan.

Jung Yunho-Kim Jaejoong

"Dan mereka sudah berpacaran selama enam tahun? Yang benar saja! Jadi Sungminku? Apa-apaan ini…"

Kyuhyun benar-benar frustasi mendapati kenyataan itu. Ia benar-benar menyesali semua keputusan bodohnya itu.

Dan sekarang bagaimana kehidupan mereka berdua?

.

.

.

Cinta itu penuh kejujuran, cinta itu bukan hanya dipenuhi dengan prasangka. Mencintai bukan berarti harus terus mencekiknya di dalam pelukan kita. Mencintai itu, juga mengetahui ruang gerak. Karena itulah cinta, bukan hanya sekadar hal konyol yang mudah disepelekan. Cinta itu rumit. Benar-benar…

.

.

.

TBC / END?

.

.

.

Annyeong~~

Di sini jangan ada yang ngamuk sama Song Qian ya.

Ehehe, masukin Monday Couplenya Running Man juga.

Sama OC nya Song Joong Ki di Nice Guy. Lagian di drama itu marganya Kang. Jadi kepikiran gimana ya kalau Kang Maru jadi anaknya Kang Gary? Lolol~

Happy reading nde~