Kai story.

flashback.

the last sequel


Kai baru pulang sekolah setelah mendapat beberapa hukuman karena ketahuan bermain saat jam pelajaran sejarah, berdua dengan sehun tentunya.

Dia pulang dengan keringat membasahi hampir seluruh wajahnya. Ransel dibahu sebelah kanan dan tangan kiri masuk kedalam celananya.

Dia baru melangkah sekali dan menemukan orangtuanya sedang duduk diruang tamu bersama orang tua sepupu terbaiknya—orang tua luhan.

"Jongin? Kau sudah pulang?" sapa ibunya lembut.

Jongin mengangguk kecil dan tersenyum melihat kedua orang tua luhan.

"aku kekamar dulu"

"Ah, Jongin" Sela ibu luhan pelan.

"Iya?"

"kau mau kerumah sakit hari ini?"

Jongin mengernyitkan dahi, "untuk apa?"

"menjenguk luhan?" jawab wanita paruh baya itu pelan.

"luhan sakit apa?"

.

.

.

.

.

"dan kenapa aku bisa tidak tau kalau paru parumu selama ini lemah. Luhan?" kai melipat kedua tangannya didepan dada dan menatap tajam kearah sepupunya yang terbaring diatas ranjang khas rumah sakit.

Luhan tersenyum lebar berusaha membuat kai tidak terlalu marah.

"maaf, aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir."

"Tidak membuatku khawatir? Luhan! Kau tau tadi dokter bilang padaku kalau—" kai reflex menutup mulutnya, menghentikan kata kata yang dari tadi meluncur begitu saja dari lidahnya.

Luhan tersenyum getir.

"Kau sudah tau?"

"Luhan, aku—" Kai berjalan mendekati luhan.

"Aku takkan hidup lebih lama"

"Lu, shh" kai langsung memeluk luhan dan mengusap lembut surai coklat milik sepupunya.

"at least, I still have you" ujar luhan pelan.

"…"

"Aku anak tunggal. Dan kau adalah satu satunya yang kuanggap sebagai adik sekaligus kakak"

"…"

"mungkin rasanya akan berbeda kalau aku punya pacar?"

.

.

.

.

.

.

"kai? Kai? Kai!"

"Ung? Ada apa Sehun?"

Sehun memutar bola matanya malas. "kau belum menyentuh makananmu sama sekali."

Kai melihat kebawah—kearah bulatan daging yang tak ingin dimakannya.

"Tak selera."

"kau kenapa?"

"sehun?"

"ya?"

"bisa kita bicara?"

.

.

.

.

Kai sebetulnya sudah mengulang itu selama berminggu minggu lamanya. Tapi tetap saja tidak member tahu sehun apa yang sebenarnya terjadi. Dalam hatinya, dia berniat menjodohkan luhan dengan sehun. Tapi dia seperti tidak yakin. Apa sehun akan membahagiakannya atau tidak?

Dan sampai pada akhirnya, dia melihat luhan sendirian menatap lemah keluar jendela dengan pandangan hampa dan kesepian.

Dan dia menetapkan keinginannya. Sehun dan luhan harus bisa bersama.

.

.

.

.

Dia sudah memberi tahu soal luhan pada sehun. Dan tentu saja sahabatnya itu merespon dengan sangat baik—sampai memberikan kesempatan pada kai sendiri untuk menggodanya.

Dia sedang menunggu lift terbuka untuk segera bertemu luhan dan bicara padanya kalau dia ingin mempertemukan sehun dengan luhan.

.

.

.

.

"tidak."

"Apa?"

"Aku tidak mau kai. Aku tidak mau bertemu dengan temanmu itu"

"Tapi, Lu…"

"aku. Tidak. Mau"

Kai menghela nafasnya dan hanya duduk sambil memandang luhan yang sedang membaca bukunya.

Aku akan berusaha.

.

.

.

.

.

Sudah berbulan bulan kai mencoba membujuk Luhan untuk menemui sehun, tapi sepupu cantiknya itu tak mau juga.

Kai juga sudah membujuk sehun untuk langsung bertemu, tapi sehun juga menolaknya dengan alasan—"kalau dia tak mau, aku takkan memaksa"—yang membuat kai makin sibuk mencari cara agar mereka mau bertemu.

.

.

.

.

"kau benar tidak mau langsung bertemu dengannya saja?"

Sehun menggeleng dengan senyum mirisnya. "kalau dia tak mau, aku takkan memaksa."

Alasan yang sama. Bahkan kai hampir bosan mendengarnya.

"Tapi dia bahkan belum melihatmu!"

Memangnya kenapa kalau dia lihat?"

"Yah, soalnya aku merasakannya. Kalian akan segera jatuh cinta. Kau tau? Semacam takdir?"

Sehun menggeleng, "tidak usah. Mungkin ini terakhir kalinya aku kesini. Toh dia tak mau bertemu denganku"

"Ini sudah minggu kedelapan belas. Aku bahkan dengar dari Hyung-mu kalau kau kemarin hamper telat ikut ujian masuk universitas gara gara ingin bertemu luhan kan?" Tanya kai lirih, "walau luhan menolak bertemu"

"Bagiku itu tak masalah"

Kai mendecak sebal dan menatap sehun lagi, "aku berani jamin. Luhan akan tergila gila padamu nanti"

"kenapa kau semangat sekali sih"

"entahlah" kai menggaruk lehernya yang sebenarnya tidak gatal.

"Eng, aku ingin ketoilet sebentar. Dimana?"

"kau bahkan tak pernah meninggalkan tempat ini sampai tidak tau dimana toilet?"

"Tunjukkan saja"

.

.

.

.

Kai sudah hampir 20 menit menunggu sehun yang tak kunjung kembali. Akhirnya dia berniat menyusul temannya itu. Mana tau dia tersesat?

Dia berjalan lemah, dalam hatinya dia menimbang. Haruskah dia menyerah dan membiarkan sepupu dan sahabatnya tidak pernah bertemu?

Dia mendongakkan kepalanya dan mendapatkan temannya itu ada tak jauh dari lift dan sedang berbicara dengan seseorang. Seseorang yang—LUHAN?

Kai merasa dia salah lihat dan berakhir dengan mendekati mereka.

"Sehun kau lama seka—luhan?" kali ini kai takkan salah. Itu luhan.

"Tak sengaja" Sahut sehun dan masih asik memandang luhan dengan senyuman.

Kai mengernyitkan dahi dan melihat kedua orang yang paling dekat dengannya.

"kau demam luhan? Wajahmu merah—" kai terdiam lalu tertawa renyah, "Bagaimana sehun?" Tanya kai. Lebih tepatnya pada Luhan.

Luhan langsung mengangkat wajahnya dan memandang kai dengan wajah super merah.

"Hm?" Kali ini kai menoleh kearah sehun.

"Dia jauh lebih manis daripada yang kukira" jawab sehun lagi.

Kai mencuri pandang kearah luhan yang kembali memunculkan rona rona merah.

"I know you are in love guys. Good luck" ucap kai dalam hati. "Ayo. Dikamar luhan saja" sahut kai dan merangkul kedua orang itu dan menariknya masuk kedalam lift.

.

.

.

.

.

I promise, I'll make both of you feel like infinity.

Janjiku seumur hidup.

.

.

End.