"Kulihat kau bergerak gelisah tadi, kau juga mengeluarkan banyak keringat. Apa kau baik-baik saja?.."

.

.

.

I Will Always Love You

(Chapter 3 – It's Just A Dream?)

Author: Kaitou a.k.a Kaicchi

Rated: T

Genre: Romance, hurt/comfort

Main cast: Sasuke, Naruto

Other cast: Kiba, Sakura


Flashback

"hiks.. kenapa kau terus berkata seperti itu, Kiba? Hiks.. aku hanya ingin menemuinya.. kumohon.." Naruto terus saja memohon pada Kiba, rasa rindu membuatnya sangat ingin bertemu dengan Sasuke, kekasihnya, atau akan menjadi mantan kekasihnya.

Kiba melepaskan tangannya. Ia berbalik, berdiri memunggungi Naruto.
"karena aku sudah bertemu dengannya. Dan asal kau tahu, lebam di wajahku ini adalah karena perbuatannya, Naru.."

Flashback off

"Sasuke.. berbuat ini padamu?" ulang Naruto tak percaya. Rasa terkejut membuatnya lupa dengan tangisannya tadi.

"ya. Kemarin kami adu pukul sampai akhirnya kami berdua sama-sama mendapat lebam di sekujur tubuh" jelas Kiba

"tapi, bagaimana bisa? Kita bahkan belum bertemu dengannya!" tanya Naruto. Mendengar berita tentang Sasuke benar-benar sukses membuatnya tak berhenti bertanya.

"tidak, tidak. Yang belum bertemu dengannya itu kau. Aku sudah bertemu dengannya." Jawab Kiba

"kenapa kau tak menceritakan padaku?!" sentak Naruto

"tenanglah Naruto, dengarkan aku dulu" jeda sejenak "beberapa saat setelah kau pingsan kami tak sengaja bertemu. Kurasa ia juga ikut melihat kerumunan orang yang tengah menolong membawamu ke rumah sakit. Aku tentu saja tak melepasakan kesempatan itu dan menghampirinya.."

"dan kalian langsung adu pukul?!"

"kubilang dengarkan aku dulu, biarkan aku menyelesaikannya" kata Kiba. Naruto menutup mulutnya, fokus mendengarkan.

"aku yang saat itu emosi langsung saja menyalahkannya dan berkata bahwa kau jatuh pingsan juga karena salahnya. Awalnya aku mengira dia akan peduli saat aku menceritakan sesuatu mengenai keadaanmu, tapi ternyata ia langsung pergi, seperti menghindariku. Sasuke tak memberi pernyataan apapun, ia bungkam dan pergi begitu saja.."

"..Aku emosi, tentu saja. Aku membalik tubuhnya kasar agar ia dapat menatap mataku. Kubentak, kucaci, dan kuhina dia. Aku tak terima dengan semua yang telah ia lakukan padamu. Kemudian aku melihat dirinya mulai tersulut emosi. Tanganku yang masih mencengkram pundaknya ditepis.."

"..aku tetap berusaha menahannya. Berharap ia bisa sedikit menggunakan otaknya, menyadari semua kesalahannya dengan cepat, tapi dia malah memukul wajahku. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Aku tentu tak terima. Di sini yang salah itu dia, seharusnya aku yang memukulnya.."

"..kami saling adu pukul. Kami tidak berhenti sampai orang-orang di sana melerai kami. Dari sanalah aku mendapat lebam ini" Kiba mengakhiri ceritanya. Naruto menatap Kiba tak percaya.

"sekarang sudah jelas, kan? Sasuke itu brengsek, ia tak peduli padamu" Kiba terus berkata "jadi pergilah darinya sebelum kau mendapat luka yang lebih dari ini.."


Ini sudah 3 hari setelah kejadian di kantor Sasuke. Naruto yang sudah benar-benar pulih kini telah kembali ke apartemennya, yang tentu saja diantar oleh Kiba. Naruto kini merenung sendiri dalam kamarnya. Kiba sedang sekolah, jadi ia ditinggal sementara sampai jam sekolah usai.

Di otak Naruto kini masih terngiang dengan apa yang diceritakan oleh Kiba waktu itu.

'aku harus menemui Sasuke' batin Naruto


Terlihat dua pemuda sedang berkelahi. Ah bukan berkelahi, tapi lebih tepatnya salah satu dari pemuda tadi sedang memukuli pemuda yang lain di ruangan itu.

Naruto, pemuda yang memukuli pemuda satunya, Sasuke terlihat tak lekas puas setelah melayangkan beberapa pukulan keras.

Sasuke, yang menjadi korban pemukulan hanya pasrah, sama sekali tidak melawan. Naruto berhenti sejenak melihat keadaan Sasuke yang bisa dibilang babak belur. Setelah dirasa cukup, Naruto menendang perut Sasuke untuk terakhir kalinya sebelum ia memutuskan keluar dan pergi dari ruangan itu.

Sasuke menggapai-gapai kaki Naruto, seolah meminta Naruto tetap tinggal di tempat.

"cih, apa yang kau mau Sasuke? Kau mau wajahmu babak belur lagi?" ejek Naruto. Entah kenapa akhir-akhir ia sangat sulit mengontrol emosinya saat di dekat Sasuke.

"Dobe, kumohon dengarkan aku du-"

BUAK!

Satu pukukan keras melayang tepat di pipi Sasuke.

"Jangan panggil aku Dobe, brengsek!" Naruto berbalik hendak pergi.

"Dan ingat, sekali lagi kau melukai Kiba, kupastikan nyawamu melayang!"ancamnya

Sret

Belum sampai Naruto menarik kenop pintu, Sasuke telah menarik kaki Naruto agar berbalik lagi menghadapnya.

"sejak kapan kau lebih memerhatikan dia daripada aku? Bukankah aku segalanya bagimu?" tanya Sasuke. Rasa cemburu terselip dalam nada bicaranya.

"Itu dulu, sebelum aku tahu semuanya! Dan asal kau tahu, Kiba selalu ada untukku, dia menyayangiku, dia yang membuatku tetap tegar, dia yang sangat memerhatikan aku! Sedangkan kau? Kau dengan santainya selingkuh dengan gadis Haruno itu dan meninggalkanku! Kau bahkan belum memutuskan hubungan kita, Teme!"

"Dobe, jangan terlalu menyudutkan aku seperti itu! Kau tak tahu apa yang sebenarnya terjadi!" Sasuke berusaha bangun dengan menopangkan salah satu lututnya dan tangannya di lantai.

"bagaimana aku bisa tahu jika kau tak memberitahu, hah! kau bahkan hanya menjawab 'tak ada apa-apa saat aku menanyakannya padamu!" bentak Naruto

Sasuke terdiam. Ia sadar, memang ia yang membuat Naruto tak tahu apa-apa tentang ini. Salahkan rasa takutnya yang terlalu berlebihan, rasa takut jika Naruto meninggalkannya.

"maaf.. Aku tak mengatakan padamu karena aku takut meninggalkanku.."

"dengan cara meninggalkanku?! Oh my.. Sungguh alasan yang bagus, sampai-sampai aku terharu mendengarnya." Ucap Naruto sarkatis.

Sasuke terkaget. Naruto-nya telah berubah drastis. Sifat manis dan cerianya seperti menguap entah ke mana.

"tak menemukan jawaban, eh?" Naruto kembali mengejek Sasuke. "Tak ku sangka, Uchiha Sasuke, seseorang yang memiliki IQ di atas rata-rata tak dapat menjawab pertanyaan dari orang bodoh sepertiku"

Naruto jengah karena Sasuke tetap tak memberi respon. Sedikit menghela napas lalu melanjutkan

"sekarang aku tanyakan padamu, antara aku dan gadis Haruno itu, siapa yang kau pilih?" tanya Naruto.

Sasuke tetap terdiam, bimbang dengan pilihan yang di berikan.

"ternyata memang tak ada harapan lagi, eh?" tanya Naruto yang lebih menyerupai sebuah pernyataan. "sungguh menyedihkan. Aku yang sudah 4 tahun bersamamu bisa kalah dengan gadis itu. Tapi aku tak merasa heran. Dia sempurna, tak salah kau menyukainya" Ucap Naruto miris.

". . ."

"Kenapa Sasuke? apa aku berubah hingga kau meninggalkanku? Apa aku bertambah jelek? Atau karena sifatku yang kekanakan?" nada Naruto sedikit melunak.

". . ."

"jadi memang iya, ya?"

"bukan begitu!" sela Sasuke. "percayalah padaku Naruto, aku mencintaimu!"

"tapi kau tak dapat menentukan siapa yang kau pilih, Sasuke. Kau terlihat bimbang saat menanyakan antara aku atau gadis Haruno itu"

". . ."

"Baiklah.. kalau itu maumu.. Aku janji akan pergi darimu.. aku tak akan mengganggumu lagi. Terima kasihh atas segalanya. Selamat tinggal.." Naruto berbalik.

Kini Sasuke tak menghentikan langkah Naruto. Kepalanya tertunduk, memikirkan semua yang di katakan Naruto.

Tanpa Sasuke sadari, Naruto yang berjalan meninggalkannya tengah meneteskan air mata.

'Kau tak mencintaiku lagi, Sasuke. Jadi sudah jelas, aku juga akan belajar melupakanmu..'

'..selamat tinggal..'

.

.

.

"..ru, Naru! Bangun!"

Naruto membuka matanya. Keringat banyak mengalir melewati pelipisnya. Napasnya tak beraturan..

"apa kau mimpi buruk? Kulihat kau bergerak gelisah tadi, kau juga mengeluarkan banyak keringat. Apa kau baik-baik saja?" Tanya Kiba yang baru saja sampai di apartemen Naruto.

'jadi.. itu hanya mimpi?' tanya Naruto dalam hati. Ternyata ia terlalu lelah dengan pikirannya sendiri hingga ia jatuh terlelap.

'ya tuhan, aku benar-benar tak bisa melupakan Sasuke..' batin Naruto sedih.


Hari-hari Naruto berubah. Tak ada Naruto yang ceria, tak ada Naruto yang berisik, tak ada Naruto yang susah di atur, tak ada Naruto si pembuat onar di sekolah. Sepertinya mimpi yang Naruto alami waktu itu benar-benar membuat Naruto frustasi.

Suatu hari Kiba membicarakan hal ini pada Naruto. Ia sudah tak sanggup dengan perubahan sikap Naruto. Merasa kehilangan, eh?

"Naru, ubahlah sedikit sikapmu itu Aku tak sanggup melihatnya. " Ucap Kiba.

"apa maksudmu? Aku hanya menjadi sedikit pendiam, itu saja. Apakah kau keberatan?" tanya Naruto.

"hah? 'hanya menjadi sedikit pendiam'? kau tak hanya menjadi pendiam, Naru. Kau jadi pemurung"

"..."

"apa ini ada hubungannya dengan 'dia'?"

"..."

"Apa kau merindukan Sasuke?"

"..."

"kurasa aku benar" Kiba menghela napas.

'apa salah jika aku masih memikirkannya, Kiba? Apa aku salah? Aku benar-benar merindukannya, Kiba. Aku merindukannya..'


TBC


Gimana? Jujur aku bingung mo nerusin kayak gimana. Aku emang kayak gini, pas di tengah cerita pasti macet, emang otak dong-dong -_-

Maaf aku gak bisa publish lebih panjang lagi. Ini aja aku bikinnya sekitar 3 hari tapi baru kelar.

Otak aku cuma mentok sampek disini, jadi ada kemungkinan fic ini gak kelanjut gara-gara gak nemu ide T.T Aku minta kesediaan kalian semua buat ngasih tau mana letak salahnya, ceritanya musti kayak gimana, ato apa ajalah yang penting membangun, oke?

Yang mau ngece juga terserah kok, aku dah pasrah sama fic ini~

So, review please : )

Kaicchi