Selamat membaca.

Disclaimer : Semua tokoh Naruto milik Kishimoto sensei

Pairing : SasuFemNaru

Rated : M

Genre : Hurt comfort, romance, family, friendship, angst

Warnings : Gender switch, OOC

My Sister Diary

Chapter 8 : Forgiveness

By : Fuyutsuki Hikari

"Sasuke?" teriak Kiba seraya berlari masuk ke dalam rumah Sasuke.

"Sasuke ada di kamarnya," sahut Itachi ramah.

Seketika itu juga, Kiba mengerem kakinya, saat mendengar suara Itachi dan melihatnya berjalan ke arahnya. "Gomen, Tachi-nii. Aku masuk begitu saja" Katanya salah tingkah.

Itachi menepuk-nepuk pundak Kiba. "Tidak apa-apa, aku sudah biasa." Tukas Itachi tersenyum kecil. Jawaban Itachi kontan membuat wajah Kiba memerah karena malu akan kebiasaannya yang selalu berteriak dan berlari jika masuk ke dalam rumah Sasuke.

"Di dalam ada Neji juga Shika, langsung ke sana saja." Lanjut Itachi.

"Ha'i, arigatou, Tachi-nii." Jawab Kiba, seraya berjalan menaiki satu persatu tangga rumah menuju kamar Sasuke yang ada di lantai dua.

Tanpa mengetuk pintu, Kiba langsung masuk ke dalam kamar Sasuke. Kiba melihat Shika tidur di salah satu sofa, sementara Neji berdiri di depan rak buku besar milik Sasuke dan membaca salah buku tebal tersebut dengan serius. Lain halnya dengan Sasuke, dia asyik mendengarkan musik dari i-phone dengan headphone hitam besar bertengger di kedua telinganya.

"Sasuke, lihat ini." Tukas Kiba sambil menghempaskan diri di sofa putih sebelah Sasuke.

Sasuke melepaskan headphone yang digunakannya dan meraih majalah yang disodorkan oleh Kiba padanya.

"Lihat halaman lima puluh!" ujar Kiba.

Dengan segera, Sasuke membalik halaman demi halaman majalah tersebut mengikuti perintah Kiba. Mata Sasuke membelalak saat melihat photo yang terpampang di halaman tersebut. Tercetak jelas judul dari artikel tersebut 'Naruto Namikaze, Murid Sang Maestro'.

Sasuke membaca dengan khidmat seluruh artikel yang mengupas tentang Naruto. Setelah selesai, dia menutup majalah tersebut dan melemparkannya dengan keras ke atas meja.

"Naruto benar-benar hebat, maestro sekelas Sebastian Weeger mengangkatnya menjadi murid. Aku dengar dari Hinata, Weeger merupakan salah satu komposer juga konduktor papan atas, benar begitu Neji?" Kiba bertanya penuh kagum, sementara Sasuke hanya diam membisu.

Neji yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan Kiba, meletakkan buku yang sedang dibaca olehnya dan berjalan menuju sofa tempat Sasuke dan Kiba duduk saat ini. Neji meraih dan membuka halaman majalah tersebut. Neji tersenyum saat melihat photo Naruto yang mengenakan celana jeans plus kaos putih, rambutnya di ikat ekor kuda dengan beberapa helai rambut yang keluar dari ikatannya menambah manis penampilan Naruto. Penampilannya begitu segar layaknya anak muda biasa, berbanding terbalik dengan posisinya saat ini yang berstatus sebagai murid seorang maestro terkenal.

"Benar, Weeger memang salah satu komposer juga konduktor terkenal dari Praha," jelasnya ringan. "Kurasa kamu harus segera menyusulnya, Sas. Semakin sering dia muncul di majalah, semakin banyak dia memiliki fans. Bukankah dia sangat cantik, pasti banyak fans pria yang mengejar-ngejarnya!" tukas Neji, seraya memperlihatkan photo di majalah tersebut pada Sasuke. Lagi-lagi Sasuke hanya diam, tidak menanggapi.

"Praha itu di Ceko kan? kamu harus mengelilingi setengah bumi untuk sampai kesana, Sasuke." Sahut Kiba menimpali.

"Aku baru tahu jika kamu mengetahui letak Praha, Kiba." Gumam Shikamaru setengah mengantuk.

"Aku tidak sebodoh itu, Shika." Protes Kiba keras.

Shikamaru menutup kedua telinganya saat Kiba berteriak keras padanya. "Bagaimana, kamu mau menyusulnya, Sasuke? Waktu liburan masih panjang, tidak ada salahnya berlibur sebelum kita resmi menjadi mahasiswa." Seru Shikamaru sambil menguap lebar.

Saat ini sudah lebih dari satu tahun semenjak kepergian Naruto. Selama waktu itu, Sasuke sama sekali tidak pernah tertarik untuk membicarakan gadis itu. Tapi sekarang Kiba sudah tidak bisa lagi menahan diri untuk membahas tentang Naruto. Jadi dengan semangat dia membawa majalah kakaknya yang dengan tidak sengaja dia baca dan menemukan artikel mengenai Naruto di dalamnya.

"Aku tidak tertarik," jawab Sasuke dingin.

"Kamu yakin?" tanya Neji tak percaya.

"Hn," jawab Sasuke tidak jelas.

Kiba memutar bola matanya. "Percuma aku datang kesini, aku kira kamu akan langsung memesan tiket pesawat untuk menyusul Naruto." Kiba mengambil majalah yang dari tadi dibawa olehnya dan berniat untuk pergi dari sana.

"Tinggalkan majalah itu!"

"Hah?" Kiba berbalik menatap Sasuke tak mengerti.

"Aku bilang tinggalkan majalah itu!" seru Sasuke lagi.

Kiba menyeringai. "Kukira kamu benar-benar tidak tertarik." Dia menyimpan kembali majalah tersebut di atas meja. "Aku pergi dulu, aku ada kencan dengan Hinata siang ini!" Kiba pun berlalu pergi.

"Aku juga harus pergi, Gaara memintaku mengantarnya ke toko buku." Neji beranjak mengikuti langkah Kiba, meninggalkan Shikamaru dan Sasuke di kamar tersebut.

"Kamu yakin tidak akan menyusulnya, Sasuke?" tanya Shikamaru memecah keheningan diantara mereka.

Sasuke menutup wajah dengan kedua tangannya. "Setahun ini, aku berusaha melupakannya. Aku bahkan sangat bersyukur saat Naruko mengundurkan diri untuk kembali homeschooling. Kamu tahu, setiap kali aku melihat wajah Naruko, aku selalu teringat padanya." Jelas Sasuke panjang lebar.

Shikamaru menghembuskan napas panjang, karena baru kali ini Sasuke berkata terbuka padanya. "Kamu masih belum memaafkan Naruto? Ini sudah lebih dari satu tahun, Sasuke."

Sasuke menyandarkan diri pada punggung sofa dan memejamkan mata. "Di dunia ini aku paling tidak suka dibohongi. Kamu tahu alasannya kan, Shika."

Shikamaru kembali menghela napas panjang. "Aku hanya berharap, kamu tidak menyesal dengan keputusanmu ini."

"Aku pun berharap seperti itu, ya, aku pun berharap seperti itu." Lirih Sasuke berulang-ulang.

Sementara itu di kediaman Namikaze.

"Ya ampun, Naruko. Apa yang kamu lakukan di luar? Kamu bisa sakit, udara sangat dingin hari ini!" tukas Kushina panik.

Naruko mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok ibunya, dan tersenyum. "Aku hanya ingin melihat senja, kaa-san. Bukankah senja hari ini sangat cantik?"

Kushina mendecak dan menyampirkan mantel tebal pada bahu Naruko. "Setidaknya pakai mantelmu agar hangat!"

Naruko kembali tersenyum. "Hai, arigatou kaa-san."

Naruko kembali memandang langit senja. Sudah enam bulan ini dia berhenti sekolah dan kembali homeschooling. Keputusan itu sengaja dia ambil karena perasaannya yang masih terus menginginkan Sasuke. Naruko tahu, jika Sasuke mencintai Naruto. Dan hingga hari ini, dia masih tidak mengerti kenapa Sasuke tidak bisa beralih untuk memandangnya? Karena itu, hatinya selalu sakit saat bertemu dengan Sasuke.

"Apa yang kamu lihat dari Naruto?" gumam Naruko lirih pada udara kosong dan senja yang terpampang di hadapannya saat ini.

.

.

.

Waktu berlalu sangat cepat setelah itu, hingga musim panas pun tiba di kota Konoha.

"Kenapa tidak dihabiskan sarapannya?" tanya Kushina lembut pagi ini.

"Aku sudah kenyang, kaa-san." Jawab Naruko mendorong jauh piringnya.

Minato melipat koran yang sedang dibaca olehnya dan menyeruput kopi hitamnya. "Jangan lupa minum obatmu, Naruko." Tukasnya seraya menyimpan cangkir kopi ke atas meja makan.

"Hai, wakatta, tou-san." Sahut Naruko. Setelah itu dipandangnya Kushina dengan pandangan serius. "Kaa-san, bisakah kaa-san mengantarku ke taman siang ini?" tanyanya dengan nada memohon.

"Kenapa tiba-tiba mau ke taman?" tanya Kushina.

"Aku sangat bosan terus di rumah, hanya ingin sekedar mencari udara segar."

"Baiklah," jawab Kushina sambil mengangguk. "Kaa-san akan menemanimu ke taman kota, tapi setelah jam makan siang."

Naruko berdiri dan memeluk Kushina. "Arigatou, kaa-san." Serunya bersemangat, setelah itu Naruko berlari menuju ruang keluarga untuk bersantai.

Selepas kepergian Naruko, Minato bertanya pada Kushina dengan nada khawatir. "Apa tidak apa-apa membiarkan Naruko ke taman? Bagaimana kalau dia pingsan lagi?"

Kushina menepuk tangan Minato lembut dan menjawab. "Naruko perlu menggerakkan badan, aku malah tambah khawatir jika dia terus berdiam diri di rumah."

"Baiklah, aku mengerti. Lalu bagaimana kabar Naruto? Sudah berapa lama dia tidak memberi kabar?"

"Tadi malam dia telepon," jawab Kushina. Minato menyipitkan mata menatap Kushina. "Aku tidak memanggilmu karena kamu sedang sibuk dengan kolegamu, anata." Jawab Kushina, menjawab bahasa tubuh suaminya.

"Lalu bagaimana kabarnya sekarang?" tanya Minato lagi mengangguk mengerti.

"Naruto sekarang ada di Polandia, ada kompetisi piano Chopin tingkat dunia di sana. Dia pergi untuk memberi semangat temannya." Jawab Kushina santai.

"Temannya itu perempuan?" tanya Minato penuh selidik.

"Laki-laki, namanya Sai." Jawab Kushina datar.

Minato hampir saja menyemburkan air kopi yang sedang diminumnya saat mendengar jawaban dari Kushina. "Narutp kesana dengan laki-laki?" teriak Minato memekakan telinga.

"Ya ampun, memangnya kenapa? Naruto bisa menjaga diri, aku yakin mereka tidak akan melakukan hal-hal yang buruk!" sembur Kushina decihan pelan.

Sayangnya jawaban Kushina sama sekali tidak menenangkan hati Minato, dia malah berpikir keras karenanya. "Sebaiknya kita pesan tiket ke Polandia," gumam Minato. "Tapi Naruko sedang tidak sehat. Arghhhhh... bagaimana ini?" teriak Minato lagi karena frustasi.

"Tenanglah, anata. Jangan terlalu berlebi-"

"Bagaimana mungkin aku tenang, koi?" potong Minato cepat. "Puteri kita berada di negara orang dengan seorang pria. Aku harus mencari cara untuk menyelamatkannya." Tukasnya lagi membuat Kushina memutar kedua bola matanya. "Ah, aku tahu!" seru Minato dengan mata berbinar. "Aku akan minta Kurama untuk menyelamatkan Naruto." Minato segera mengambil telepon genggamnya dan menghubungi Kurama.

Minato menunggu dengan tidak sabar, karena Kurama masih belum menjawab telpon darinya.

"Moshi-moshi?" sapa Kurama dari seberang sana.

"Ku, aku perintahkan kamu segera ke Polandia hari ini juga!" perintah Minato tanpa aba-aba.

"Jangan bercanda, tou-san. Untuk apa aku kesana?" jawab Kurama malas.

"Selamatkan Naruto!" tukas Minato.

"Memangnya dia kenapa?" tanya Kurama tidak mengerti.

"Naruto sekarang di Polandia untuk memberi semangat pada temannya." Jelas Minato.

Minato bisa mendengar Kurama mendecak saat mendengar penjelasan darinya. "Memangnya salah jika memberi semangat pada teman?" tanya Kurama.

"Temannya itu pria?" teriak Minato spontan.

"Apa?" teriak Kurama tidak kalah kerasnya. "Aku akan segera mengurus visa dan pergi ke Polandia, aku pasti menyelamatkan Naruto dari semua pria hidung belang." Setelah itu Kurama langsung memutus hubungan telepon dengan Minato.

Minato tersenyum puas mendengar jawaban Kurama. "Bagus, dengan begini aku bisa tenang. Kurama bisa lebih menakutkan daripada aku." Gumamnya sambil terkekeh.

Kushina yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan Minato memandangnya tajam. "Kalian ini, ayah dan anak sama-sama over protective!" semburnya lalu berlalu pergi.

"Itu tugas seorang ayah dan kakak laki-laki, untuk melindungi keluarganya." Jawabnya sambil bersiul-siul senang.

.

Di New York, Kurama bergabung dengan Jiraiya dan Tsunade untuk makan malam. "Empat hari lagi aku akan ke Polandia." Tukasnya sambil menyantap makan malamnya.

"Untuk apa?" tanya Tsunade dengan sebelah alis terangkat.

"Menemui Naruto. Tolong jangan katakan jika aku pergi kesana. Aku ingin memberinya kejutan." Jawab Kurama menyembunyikan motif yang sebenarnya.

"Baiklah, tapi segera kembali. Banyak hal yang masih harus kamu pelajari, brat!" tukas Jiraiya tajam.

"Ha'i, jii-san. Wakatta." Kurama kembali melahap makan malamnya, dan bergumam dalam hati. 'Nii-san akan menyelamatkanmu dari semua serigala liar. Tunggu saja!'

.

Di Polandia :

"Hatchimmmm." Naruto bersin dan menggosok hidungnya pelan.

"Kenapa, Naruto? Kamu kedinginan?" tanya Sai.

Naruto menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa. Lagipula ini musim panas, bagaimana mungkin aku kedinginan." Jawab Naruto sambil tersenyum. Padahal dalam hati dia bertanya-tanya. 'Kenapa bulu kudukku tiba-tiba merinding, dan kenapa ada udara dingin disekitarku?' Tanyanya tak mengerti. 'Ah, mungkin hanya perasaanku saja. Lagi pula aku kan tidak memberitahu Ku-nii jika aku ke Polandia bersama teman pria, jadi dia tidak mungkin menyusulku kemari dan mengamuk.' Lanjutnya lagi mencoba menenangkan hati, tanpa tahu jika Kurama memang akan segera menyusulnya.

.

Sementara itu di Konoha, Naruko sudah duduk di sebuah kursi taman putih bersama Kushina. Cuaca hari ini cukup sejuk, mungkin karena hal itulah taman kota cukup ramai siang ini. Jika cuaca panas, biasanya orang-orang lebih memilih untuk berdiam diri di rumah sekedar mencari udara dingin dari AC.

Kushina asyik mengobrol dengan seorang wanita paruh baya yang duduk di sampingnya saat ini, sementara Naruko, dia memandang ke orang-orang yang berada di taman saat ini.

Pikirannya melayang, terus diingatnya kata-kata yang pernah diucapkan oleh Naruto, Kurama dan Sasuke padanya. 'Apa yang harus kulihat,' tanyanya dalam hati.

Pandangan Naruko tidak sengaja melihat dua orang anak kecil kembar yang sedang berlari-lari penuh semangat. Tanpa disadari olehnya bibirnya tersenyum kecil. 'Mirip aku dan Naruto ketika kami masih kecil,' pikirnya.

Tiba-tiba saja salah satu anak itu terjatuh dan menangis. Saudarinya mencoba membantunya dan menghibur saudari kembarnya tersebut yang masih menangis. Naruko bisa melihat anak kecil itu meniup lutut saudarinya, dan mencoba menenangkannya hingga saudarinya berhenti menangis.

Beberapa saat kemudian seorang wanita muda yang menurut Naruko adalah ibu dari keduanya berjalan tergesa-gesa menuju kedua anak itu. "Kenapa Natsu menangis?" tanya wanita itu khawatir.

"Natsu tadi jatuh, kaa-san." Jawab salah satu anak kecil itu.

"Ha'i, tadi Natsu jatuh. Beruntung ada Akira-nee yang membantu Natsu. Jadi luka Natsu sudah tidak sakit lagi." Tukas Natsu dengan mata berbinar-binar.

"Benarkah? Memangnya Akira melakukan apa?" tanya wanita itu lagi sambil tersenyum lembut.

"Akira-nee meniup luka Natsu dengan mantra ajaib, jadi lukanya tidak sakit lagi. Benarkan, Akira-nee!"

Akira hanya mengangguk. Wanita itu memeluk kedua anaknya dan mencium puncak kepala putrinya satu persatu. "Kita pulang yah, kaa-san harus membersihkan luka Natsu." Katanya lembut.

"Ha'i..." Jawab kedua anak kembar tersebut kompak.

Peristiwa yang baru saja terjadi kontan membuat tenggorokan Naruko tercekat. Kedua anak tersebut berbanding terbalik dengan dirinya. Naruko bisa mengingat dengan jelas, saat dia menyalahkan Naruto saat mereka bermain air dan diketahui oleh Kushina. Hingga Kushina menampar Naruto dengan keras, karena menganggap Naruto berbohong.

Dia juga ingat saat dia berpura-pura sakit agar kedua orang tuanya tidak menghadiri acara sekolah Naruto. Karena dia iri, Naruto keluar sebagai murid paling berprestasi dan mendapatkan penghargaan dalam acara itu.

Air mata mulai mengambang di pelupuk mata Naruko. 'Oh Tuhan, masih banyak hal picik yang kulakukan. Kenapa aku tidak pernah bersyukur?' teriaknya dalam hati.

Kushina yang melihat Naruko menangis terlihat panik. "Ada apa, Naruko? apa yang sakit? Kenapa menangis?" tanyanya beruntun.

"Kaa-san, aku ingin pulang." Jawabnya lirih.

Tanpa bertanya dua kali, Kushina langsung membawa Naruko pulang. Naruko terus menangis di pelukan Kushina saat perjalanan pulang, dalam pikirannya terus melayang hal-hal buruk yang pernah dia lakukan pada Naruto.

"Kaa-san akan memanggil dokter, Naruko istirahat di kamar saja yah," tukas Kushina begitu mereka menjejakkan kaki di kediamannya.

"Tidak kaa-san, Naruko ingin ke kamar Naruto. Aku baik-baik saja, tidak perlu memanggil dokter." Jawab Naruko setengah berbisik.

"Kamu merindukan Naruto?" tanya Kushina lembut. "Kalau begitu, kita minta Naruto untuk pulang yah." Lanjut Kushina.

"Jangan, kaa-san. Itu hanya akan mengganggunya. Jangan memanggilnya pulang, atau Naruko akan benar-benar marah pada kaa-san." Tukas Naruko setengah mengancam.

Kushina mengangguk dan mengelus rambut Naruko lembut. "Baik, tapi kalau Naruko merasa sakit, tolong beritahu kaa-san."

"Ha'i, arigatou." Setelah itu Naruko langsung berjalan menuju kamar Naruto dan berbaring di atas tempat tidur besar milik saudari kembarnya.

Naruko mengambil pigura photo Naruto dan menatapnya lembut, sementara air mata mulai kembali turun dari ujung matanya. "Kenapa aku tidak pernah bersyukur memiliki kakak yang baik sepertimu?"

"Kenapa aku begitu jahat padamu? Kenapa kamu begitu baik padaku? Kenapa Naruto? Kenapa?" tanyanya berulang-ulang pada udara kosong.

"Kenapa aku baru menyadarinya sekarang? Saat aku kehilanganmu? Ku-nii membenciku karena sifat egoisku, dan aku malah menyalahkanmu untuk itu!"

Tangisan Naruko semakin tidak terkendali saat ini. "Bagaimana caraku untuk mendapat maaf darimu? Bagaimana caranya, Naruto? Oh Tuhan, aku benar-benar berdosa." Lirih Naruko lagi menatap langit-langit kamar Naruto. "Mungkin penyakit ini adalah hukuman untukku karena dosa yang aku perbuat pada Naruto." Naruko terus menangis hingga akhirnya dia tertidur karena kelelahan.

.

Malam mulai merapat di langit Konoha, Kushina menatap cemas Naruko yang saat ini sudah tidur di atas tempat tidur miliknya. Sesekali Kushina mengganti kompres yang saat ini bertengger di kening Naruko.

"Naruko kenapa?" tanya Minato yang baru saja masuk ke dalam kamar Naruko.

Kushina menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari Naruko. "Dia agak demam, dari tadi siang Naruko terus menangis hingga tertidur di kamar Naru. Aku benar-benar cemas, anata." Jawab Kushina.

Minato segera duduk di sisi tempat tidur Naruko. "Dia merindukan Naruto?"

Kushina mengangguk. "Sepertinya begitu."

"Kalau begitu, kita panggil Naruto pulang." Tukas Minato.

Kushina berbalik memandang Minato. "Jangan, Naruko tidak ingin mengganggu Naru. Kalau Naruko sudah sehat, kita bertiga saja yang pergi mengunjunginya." Usul Kushina.

"Baiklah," Minato mengecup kening Kushina lembut. "Kalau begitu aku ganti pakaian dulu." Setelah itu Minato keluar dari kamar Naruko untuk kembali ke kamarnya.

Kushina bisa mendengar dengan jelas saat Naruko mengigau dengan memanggil-manggil nama saudari kembarnya tersebut. "Kamu sangat merindukannya yah? Cepat sembuh, kita akan mengunjungi Naruto jika kamu sembuh!" tukas Kushina seraya menghapus setitik air mata yang jatuh di pipi kanannya.

.

Di New York, Kurama sangat bersemangat saat ini. Keberangkatannya ke Polandia ternyata lebih cepat dari dugaannya. Tidak perlu waktu lama baginya untuk mengurus visa kunjungannya, semua itu mungkin dilakukan karena hubungan baik Tsunade dengan beberapa diplomat negara-negara Eropa, salah satunya adalah Polandia.

"Nii-san akan menyelamatkanmu Naruto!" Tukas Kurama tenang, dengan memandang langit lewat jendela pesawat yang ditumpanginya menuju Polandia.

.

Di Konoha :

"Sasu, lihat ini!" teriak Kiba yang langsung mendapat tatapan tajam dari penjaga perpustakaan.

"Ini perpustakaan, Kiba. Bisa kamu tenang sedikit!" ujar Neji tajam.

Kiba menyeringai menanggapi teguran dari Neji. "Gomen," katanya singkat. "Tapi ini berita penting," ujar Kiba lagi seraya menyodorkan sebuah majalah pada Sasuke.

Sasuke sama sekali tidak memalingkan wajah dari buku yang sedang asyik dibacanya, dia tidak menghiraukan perkataan Kiba dan itu membuat Kiba kesal.

"Sasuke, coba lihat ini!"

"Kamu bawa majalah apa lagi?" tanya Shikamaru sambil merebut majalah dari Kiba. "Dari mana kamu dapat majalah ini?" tanyanya lagi.

"Aku mengambilnya dari nee-san." Jawab Kiba. "Shika, coba lihat halaman dua puluh satu. Disitu ada berita terbaru mengenai Naruto dan kekasihnya."

Perkataan Kiba mengantarkan aliran dingin pada sekujur tubuh Sasuke. Dengan kasar, Sasuke merebut majalah itu dari Shikamaru dan membuka halaman yang disebut oleh Kiba. Sasuke memicingkan mata dan mengepalkan kedua tangannya saat membaca judul artikel tersebut.

"Coba kamu baca, disitu disebutkan jika saat ini Naruto sedang dekat dengan pianis itu. Dan kalau dilihat-lihat dia agak mirip denganmu." Tukas Kiba. Neji langsung menginjak keras kaki Kiba, yang sangat tidak peka akan perubahan mood Sasuke saat ini. "Auwwww, sakit!" teriak Kiba, yang langsung diusir keluar oleh penjaga perpustakaan karena sudah membuat keributan.

"Itu hanya gosip, kita tidak bisa mempercayainya seratus persen." Kata Neji bijak.

Sasuke melemparkan majalah itu ke tempat sampah terdekat dan menjawab dengan dingin. "Aku tidak peduli." Katanya sambil berlalu.

Kiba dan Neji saling berpandangan. "Sasuke masih mencintainya, hanya saja dia terlalu egois untuk mengakuinya." Ujar Shikamaru dengan gelengan kepala.

"Kurasa juga begitu," Neji melempar pandangan prihatin pada punggung Sasuke yang terus menjauh.

Sasuke berhenti di sebuah lorong yang sepi dan melayangkan tinjunya pada tembok, hingga buku-buku jarinya berdarah. "Sial, kenapa aku harus cemburu mendengarnya bersama dengan pria lain?" umpatnya. "Dia masa lalu, hanya masa lalu." Tukasnya pada dirinya sendiri.

.

Sementara itu, Kurama baru saja menginjakkan kaki di Polandia, tepatnya di Warsawa. Dengan cepat dia mengumpulkan informasi dimana gedung kompetisi piano Chopin itu diselenggarakan. Kurama segera mencari taksi untuk diantar ke Hotel tempatnya menginap, dia sangat kelelahan saat ini, dia perlu istirahat sebelum melakukan pencarian.

Sementara itu, Naruto sedang sibuk memasukkan barang-barang pribadinya ke dalam tas saat dia dengar ketukan pada pintu kamar Hotelnya. Naruto mengintip dari lubang pintu, dan segera membuka pintu saat tahu jika yang ada di depannya adalah Sai. "Sudah siap, Naruto?"

"Aku sudah siap, kita langsung pergi saja." Jawab Naruto seraya mengambil tas tangannya yang ada di atas kursi dan segera menutup serta mengunci pintu kamar hotelnya.

"Apa tidak apa-apa jika kamu mengajakku jalan-jalan, lalu bagaimana dengan latihanmu? Bukankah kamu besok ada pertandingan?" tanya Naruto beruntun.

Sai tersenyum dan menjawab. "Kamu tahu, aku selalu stress jika melihat permainan orang lain sebelum pertandinganku. Dan saat ini, aku butuh menyegarkan pikiran agar besok aku bisa fokus." Jawabnya santai.

"Baiklah, jadi kita akan kemana dulu?" tanya Naruto sambil mengangguk.

"Sebaiknya kita ke Old Town dulu saja."

"Oke," jawab Naruto singkat. Dan sepanjang hari, mereka terus berjalan mengeliligi Old Town, menyusuri setiap sudut kotanya yang artistik, mulai dari Royal Castle (Zamek Krolewski), Kolumn King Zygmunt, St. Anna Church, dan St. John Cathedral, hingga museum Chopin.

Menjelang sore, Sai membawa Naruto ke sebuah restoran dengan pemandangan danau Masurian di hadapannya. "Cantik sekali pemandangannya," tukas Naruto mengagumi pemandangan senja di danau Masurian.

"Tidak lebih cantik darimu Naru," jawab Sai santai sambil melihat menu makanan yang sedang dibacanya.

"Terima kasih," jawab Naruto singkat. Entah mengapa dalam pikiran Naruto saat ini, dirinya membayangkan jika yang ada di hadapannya sekarang adalah Sasuke bukan Sai. Naruto menggelengkan kepala dengan cepat, dan mengenyahkan pikiran tersebut.

Mereka memesan sup jamur, barramundy dengan curry sauce, tidak lupa juga salad dan dessert sebagai penutup. Makan malam berlangsung begitu sunyi, hanya ada denting sendok dan garpu yang terdengar dari meja mereka.

"Naru," panggil Sai lrih.

"Hn," jawab Naruto tanpa menatap Sai.

Sai meraih tangan Naruto dan bertanya dengan nada serius. "Apa sudah kamu pikirkan?"

Naruto mengalihkan pandangannya ke Sai dan menatapnya lurus saat dia mendengar nada serius dari Sai saat ini, Naruto tersenyum dan menjawab. "Kurasa tidak ada salahnya kita mencoba," jawab Naruto tidak jelas.

"Apa itu berarti, kamu bersedia menjadi kekasihku?" tanya Sai lagi penuh harap.

Naruto mengangguk kecil dan tersenyum. Sai terpekik gembira melihatnya. "Aku akan menjadi kekasih yang baik," tukasnya. "Aku berjanji." Kata Sai lagi. Lagi-lagi Naruto hanya tersenyum menanggapinya tanpa mengatakan apa pun. 'Aku harap keputusanku ini benar, aku tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayangmu Sasuke.' Rintih Naruto sedih.

Selesai makan malam, Sai mengantar Naruto kembali ke hotelnya. Sepanjang jalan, Sai terus bicara tapi Naruto sama sekali tidak memperhatikannya, pikirannya saat ini malah sibuk tertuju pada Sasuke.

"Selamat malam," tukas Sai di depan pintu Hotel kamar Naruto dan mencoba untuk mencium bibirnya. Tapi Naruto memalingkan wajah, menyebabkan ciuman Sai mendarat di pipinya.

"Maaf, Sai. Ini terlalu cepat." Tukas Naruto beralasan.

"Aku yang harus meminta maaf, karena terlalu terburu-buru dalam hubungan kita. Baiklah, kalau begitu aku pergi." Dan Sai pun pergi meninggalkan Naruto yang masih berdiri di depan pintu selama beberapa saat.

.

Keesokan harinya Naruto sudah berdiri tepat di luar gedung pertunjukan, tempat dimana kompetisi piano Chopin diselenggarakan. Naruto berjalan dengan tergesa-gesa hingga tidak menyadari jika ada sepasang mata ruby yang mengawasinya sedari tadi.

Hampir saja Naruto menjerit, saat ada sepasang tangan yang menarik paksa tangannya. Naruto segera berbalik dan terpekik kaget saat mengetahui pemilik dari tangan tersebut. "Ku-nii?" teriaknya. Sementara Kurama hanya tersenyum kecil melihatnya. "Apa yang Ku-nii lakukan di sini?" tanya Naruto keheranan.

"Harusnya aku yang bertanya kenapa kamu ada di sini, bukankah seharusnya kamu di Praha?"

Naruto bisa mendengar nada mengejek pada suara kakaknya ini, Naruto menghela napas panjang dan menghembuskannya kasar. "Maestro saat ini ada di Wina untuk tiga bulan ke depan, jadi aku memiliki waktu untuk liburan."

"Liburan bersama teman pria?" tanya Kurama sambil menaikkan sebelah alisnya. Naruto memutar kedua bola matanya. "Aku hanya memberi semangat pada Sai di kejuaraan ini, tidak lebih."

"Dan mengapa kamu menyembunyikan hal ini dariku?"

Naruto berhenti berjalan dan menatap Kurama intens. "Karena aku tahu, Ku-nii akan bersikap berlebihan seperti ini."

"Aku hanya takut jika terjadi sesuatu padamu Naru, itu saja." Jawab Kurama khawatir. Dengan lembut Naruto menangkup wajah Kurama. "Aku baik-baik saja, aku hanya memberinya semangat. Itu saja, tidak lebih."

"Baiklah, aku percaya padamu. Tapi ada syaratnya," tukas Kurama.

"Apa?"

"Hari ini temani aku keliling Warsawa," sahut Kurama santai.

"Jangan hari ini, sekarang giliran Sai untuk tampil. Aku temani Ku-nii besok yah."

"Tidak," potong Kurama tajam. "Aku mau hari ini."

"Ck, baiklah. Aku akan mengantar Ku-nii berkeliling hari ini. Puas?" gerutunya sebal. Sementara Kurama hanya menyeringai dan mengikuti Naruto dari belakang.

Naruto dan Kurama menunggu bus No. 180, selang beberapa menit bus pun datang. Mereka turun di halte Foksal untuk menikmati pedestrian walk di jalan Nowy Swiat yang dipenuhi dengan berbagai toko, butik, dan kedai kopi untuk para turis seperti mereka.

Setelah puas, mereka kembali naik bus menuju halte Wilanow. Dari sana mereka berjalan kaki menuju istana Wilanow.

"Mana jalan masuknya, Naruto?" tanya Kurama tidak sabar.

"Kita baru berjalan beberapa saat ,Ku-nii. Lagipula ini komplek istana, jadi wajar jika jalan ke sana cukup jauh." Jawab Naruto datar.

"Aku tidak mengerti, kenapa orang jaman dahulu membangun bangunan seluas ini. Memang terpakai semua apa?"

"Ini namanya seni," seru Naruto sebal. "Sudahlah, daripada Ku-nii terus meracau tidak karuan, lebih baik kita kembali saja."

"Aku tidak mau kembali, sudah tanggung kita ada di sini. Sayang jika tidak melihat-lihat ke dalam."

"Kalau begitu Ku-nii diam, dan ikuti aku!"

"Baiklah," jawab Kurama lirih.

Sepanjang sisa sore mereka terus berkeliling menjelajahi istana Wilanow, istana yang sejatinya adalah istana musim panas para raja-raja terdahulu. Kurama berdecak kagum, saat melihat lebih dekat tiap sisi bangunan megah tersebut.

"Aku lelah, kita pulang." Kata Kurama setelah lelah berkeliling. "Dimana hotel tempatmu menginap?"

"Aku menginap di Ma Maison Le Regina Hotel."

"Baiklah, nii-san akan mengantarmu ke hotel tempatmu menginap dulu sebelum kembali ke hotel tempatku menginap. Mungkin lebih baik aku segera pindah hotel, agar dekat denganmu."

Mereka kembali ke hotel dengan menggunakan bus, dan berjalan kaki setelahnya. Mata Kurama membulat saat melihat ada seorang pria berdiri tepat di depan pintu kamar Naruto.

"Naruto," teriak Sai dan berlari ke arahnya. "Darimana saja? Kenapa tidak menjawab telepon dariku?" tanyanya beruntun.

"Sai... Maaf, aku lupa menyalakan kembali handpone milikku." Jawab Naruto.

"Siapa dia?" suara baritone Kurama begitu mengancam saat mengucapkannya.

Sai melirik ke arah Kurama dengan pandangan menyelidik, Naruto bisa merasakan dengan jelas nuansa permusuhan dari mereka berdua.

"Sai, ini kakakku namanya Kurama. Dan nii-san, ini temanku namanya Sai." Kurama hanya mengangguk angkuh, sementara Sai menyimpan kembali uluran tangannya yang disambut tatapan dingin dari Kurama. "Senang berkenalan dengan anda." Kata Sai dengan sikap sopan yang berlebihan.

"Malam ini aku menginap disini," tukas Kurama seraya masuk ke dalam kamar Naruto. Naruto dan Sai hanya terdiam melihat tingkah Kurama.

"Apa dia selalu seperti itu?" tanya Sai, Naruto hanya mengangguk. "Cobaanku banyak sekali," lirih Sai pada dirinya sendiri.

Sai segera mengucapkan selamat malam dan meninggalkan Naruto. Naruto masuk, wajahnya berkerut saat mendapati Kurama dengan santainya berbaring di atas tempat tidurnya sambil menonton TV.

"Aku harap Ku-nii bercanda saat mengatakan mau tidur di sini." Naruto berkacak pinggang dan menatap sebal pada Kurama.

"Aku tidak bercanda," jawab Kurama datar. "Lagi pula, kamar hotel ini lebih nyaman daripada punyaku. Aku akan menginap disini."

"Tapi hanya ada satu tempat tidur, Ku-nii akan tidur dimana?"

"Di sini tentu saja," jawab Kurama sambil menepuk-nepuk tempat tidur nyaman yang di tidurinya. "Kamu bisa tidur di sofa kan?"

"Apa?" teriak Naruto. "Ada juga Ku-nii yang harus tidur di sofa."

"Badanku bisa pegal kalau tidur di sofa." Sahut Kurama lagi.

"Memangnya aku tidak?" potong Naruto yang sudah tampak frustasi.

Kurama melepaskan napas cepat dan menjawab. "Baiklah, aku tidur di sofa. Anggap saja aku sedang berbaik hati."

"Memang seharusnya begitu," gerutu Naruto seraya masuk ke dalam kamar mandi.

.

.

Beberapa hari setelahnya, Kurama selalu mengikuti kemana pun Naruto pergi. Kurama tidak pernah membiarkan Naruto berduaan dengan Sai. Terkadang Sai dibuat kesal oleh Kurama, beruntung dia bisa menyembunyikannya dengan baik dibalik senyum palsunya tersebut.

"Kenapa Ku-nii terus mengikutiku?" tanya Naruto kesal.

"Siapa lagi yang harus aku ikuti selain kamu?" balas Kurama cuek seraya menusuk-nusuk makan siangnya dengan garpu.

"Makanan itu untuk dimakan, bukan ditusuk-tusuk malas seperti itu!" sembur Naruto.

Kurama baru saja akan menjawab, saat telepon genggamnya berbunyi. "Tumben tou-san telepon," katanya sambil menatap layar telepon genggam miliknya. "Ha'i..." Jawab Kurama datar.

"..."

"Memang, kenapa lagi dengannya?"

"..."

"Memangnya pengaruh jika kami pulang?" Kurama berdecak sebal.

"..."

"Ya, aku memang bersama Naruto."

"..."

"Baiklah, kami akan segera pulang." Jawab Kurama lalu menutup sambungan telepon.

"Ada apa?" tanya Naruto penasaran.

"Tou-san ingin kita segera pulang, keadaan Naruko memburuk." Jawab Kurama enteng.

Naruto menghentikan acara sarapannya. "Kalau begitu kita pulang, kalau sempat siang ini juga kita pulang."

"Kamu yakin?" tanya Kurama sambil mengernyit.

"Tentu, dia adik kita, Ku-nii."

"Baiklah, aku akan mencari tiket. Kuusahakan dapat penerbangan siang ini." Dengan itu Kurama meninggalkan Naruto di restoran Hotel tempatnya menginap untuk memesan tiket.

Naruto mempersingkat sarapannya dan pergi untuk menemui Sai. Beruntung dia menemukan Sai yang baru saja keluar dari tempatnya menginap. "Sai?" panggil Naruto seraya berlari menghampirinya.

Sai tersenyum saat melihat Naruto berlari ke arahnya. "Pagi sekali kamu datang."

"Ada yang ingin kukatakan," sahut Naruto terengah-engah. "Sepertinya aku harus pulang ke Jepang secepatnya."

"Kenapa?" tanya Sai datar.

"Adik kembarku, penyakitnya tambah parah. Tou-san memintaku dan Ku-nii untuk pulang secepat mungkin." Jelas Naruto, sementara Sai hanya mengangguk.

"Kalau begitu, bagaimana lagi. Aku akan berjuang sendiri di sini."

"Maafkan aku Sai," mohon Naruto.

"Aku mengerti, sungguh. Bagaimanapun keluarga adalah yang terpenting. Tapi kalau hari ini, aku tidak bisa mengantarmu ke bandara. Hari ini bagianku untuk tampil lagi."

"Tidak apa-apa, aku berterima kasih karena kamu mau mengerti." Naruto mengucapkan selamat tinggal dan akhirnya kembali ke Hotel tempatnya menginap.

Sai menatap kepergian Naruto dengan sedih, dengan lirih dia berkata. "Kamu memang tidak akan pernah bisa mencintaiku, iyakan Naruto?"

.

Sementara itu di Konoha, Sasuke mengetuk pintu ruang inap Naruko perlahan.

"Masuk," sahut Naruko dari dalam.

Sasuke begitu terkejut melihat keadaan Naruko saat ini, tubuh Naruko begitu kurus, selang infus menempel pada tangannya, sementara selang oksigen menempel pada lubang hidungnya.

"Jangan menatapku seperti itu, aku baik-baik saja. Jangan melihatku dengan tatapan iba, itu membuatku tersinggung." Tukas Naruko. "Duduklah," pintanya lagi. Sasuke langsung duduk di kursi yang ada di sebelah tempat tidur Naruko.

"Ada apa kamu memanggilku?" tanya Sasuke.

"Terima kasih karena mau datang, aku hanya ingin minta maaf." Jawab Naruko.

"Maksudmu?"

"Maaf jika sikapku selama ini begitu menyebalkan, maaf karena aku mengganggumu dengan obsesiku." Jelas Naruko. "Apa aku harus menjelaskannya lebih detail?" kata Naruko setengah bercanda.

"Tidak, tidak perlu kamu jelaskan. Aku juga bersalah karena selalu bersikap kasar padamu."

Naruko tersenyum. "Syukurlah jika kamu mengerti, aku merasa sedikit tenang. Aku juga meminta Gaara, dan Hinata untuk datang. Tapi sepertinya mereka sedang sibuk. Atau mereka malas berurusan denganku?"

"Kurasa mereka akan datang, cepat atau lambat." Tukas Sasuke. "Apa ada yang mau kamu bicarakan lagi Naruko?" Sasuke melihat Naruko menggelengkan kepalanya lemah. "Kalau begitu aku pergi."

"Tolong jaga Naruto untukku," ucapan Naruko kontan menghentikan langkah Sasuke.

"Kami sudah tidak memiliki hubungan apapun," jawab Sasuke dingin.

"Naruto mencintaimu."

"Jika dia mencintaiku, tidak mungkin dia bersama pria lain saat ini." Balas Sasuke ketus.

"Kamu yakin, Naruto bahagia bersamanya?" Sasuke diam tidak menimpali. "Jangan melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal, aku tidak ingin kamu berakhir sepertiku saat ini." Tukas Naruko lagi.

"Hn," Sasuke akhirnya pergi tanpa melihat ke belakang dan menutup pintu kamar Naruko perlahan.

"Aku ingin Naru bahagia dengan pria yang dicintainya, hanya itu permintaan terakhirku." Lirih Naruko dengan sebulir air mata menetes dari ujung matanya.

.

Keesokan harinya Hinata dan Gaara datang mengunjungi Naruko. Sama seperti pada Sasuke kemarin, Naruko meminta maaf pada mereka. Hinata dan Gaara menatapnya tak percaya, seorang Naruko meminta maaf, sungguh sangat langka.

"Setiap orang bisa berubah, aku hanya ingin tenang." Kata Naruko mantap.

Hinata dan Gaara tersenyum melihat ketulusan pada sinar mata Naruko. Mereka senang pada akhirnya Naruko berhasil berubah. Mereka berbincang-bincang ringan, mengganti tiap hari yang telah berlalu dengan sia-sia diantara mereka.

Di bandara Konoha, Kurama dan Naruto sampai di kota itu tepat pukul empat sore. Minato sengaja menjemput mereka secara pribadi ke bandara. Minato memeluk keduanya dengan perasaan rindu yang meluap-luap.

"Dimana kaa-san?" tanya Naruto sambil memasang sabuk pengaman.

"Kaa-san kalian di rumah sakit bersama Naruko, tou-san akan mengantar kalian ke rumah untuk istirahat. Besok baru kalian ke rumah sakit."

"Baiklah," jawab Naruto, sementara Kurama masih membisu.

Naruto segera menghempaskan diri ke tempat tidurnya, matanya secara otomatis langsung terpejam karena kelelahan. Lain halnya dengan Kurama, dia ingin ke rumah sakit saat ini juga. Tanpa diketahui oleh Naruto dan Minato, dia langsung pergi ke rumah sakit. Kurama ingin memastikan jika semua ini bukan akal bulus Naruko untuk menjebak Naruto.

Kurama segera memarkir mobil dan masuk ke dalam gedung rumah sakit. Beruntung Kurama bertemu dengan Kushina, jadi dia tidak perlu bertanya pada suster dimana ruangan Naruko.

"Ku?" Panggil Kushina saat melihat sosok puteranya. Kushina memeluk dan mencium kedua pipi Kurama penuh kasih.

"Hentikan, kaa-san." Mohon Kurama sambil berusaha meloloskan diri dari pelukan ibunya tersebut.

"Kaa-san rindu sekali padamu, mana Naruto?" tanya Kushina sambil melihat ke arah belakang Kurama.

"Naru di rumah, dia tidur. Sepertinya kelelahan karena perjalanan panjang," jelas Kurama.

"Kebetulan kamu kesini, kaa-san mau ke kantin sebentar, dari tadi siang kaa-san belum makan. Tolong jaga Naruko sebentar yah, ruangannya no. 512."

Kurama mengangguk, Kushina memberikan cubitan sayang pada kedua pipi Kurama sebelum akhirnya pergi menuju kantin. Tanpa menunggu lama Kurama segera mencari kamar inap Naruko.

Naruko memalingkan wajah ke arah pintu saat di dengarnya pintu kamar terbuka, dia begitu terkejut saat melihat Kurama yang datang mengunjunginya. "Ku-nii, apa yang nii-san lakukan di sini?" tanyanya terkejut.

Kurama tersentak melihat kondisi Naruko saat ini, hatinya teriris melihatnya, bagaimanapun Naruko adalah adiknya, dan rasa sayang itu tetap ada di hatinya.

"Apa tou-san dan kaa-san yang memberitahumu? Jangan bilang jika Naruto juga ada di Konoha."

"Hmm, mereka yang memberitahu kami. Naru ada di rumah, besok dia kesini. Dia sangat kelelahan karena perjalanan panjang." Jawab Kurama panjang lebar.

Naruko menyandarkan punggungnya pada bantal yang ditumpuk untuk menyangga punggungnya dengan nyaman. "Padahal aku sudah bilang untuk merahasiakan hal ini dari kalian. Terutama Naruto, aku tidak mau konsentrasinya terganggu."

"Tapi, aku juga memang ingin bertemu dengan Naruto. Nii-san tahu, aku sangat merindukannya." Kata Naruko setengah berbisik dengan senyuman tulus yang terukir di bibir mungilnya.

Kurama menatap adiknya ini tak percaya, mencoba mencari setitik dusta pada kedua bola matanya, tapi nihil. Bola mata Naruko mengatakan kejujuran saat ini, juga senyumnya sangat tulus.

"Aku berhutang sejuta maaf pada Naru," kata Naruko memecah keheningan diantara mereka.

"Nii-san tahu apa yang paling membuatku menyesal?" Naruko terdiam beberapa saat, dan melanjutkan kembali saat Kurama tidak memberinya jawaban. "Aku menyesal, karena aku menyadari semua itu saat semuanya sudah terlambat." Jelasnya dengan tangis tertahan.

Kurama menggenggam tangan Naruko dan berkata lembut. "Masa lalu adalah masa lalu, kita bisa memulai lembaran baru."

Naruko tersenyum mendengarnya. "Beberapa hari ini aku selalu berpikir, bagaimana jika dulu aku tidak bersikap egois. Mungkin aku tidak akan pernah kehilangan kalian, mungkin kalian tidak akan pernah menjauhiku, mungkin aku bisa memiliki banyak teman, mungkin nii-san bisa mengajak kami ke taman bermain dan bersenang-senang layaknya keluarga lain, mungkin-" perkataan Naruko terpotong karena dirinya sudah tidak sanggup lagi untuk menahan laju air matanya.

Kurama memeluk tubuh Naruko dan berbisik di telinganya. "Kita bisa melakukan itu semua, Naruko. Karena itu kamu harus sembuh, kita akan merealisasikan semuanya." Janji Kurama.

"Tidak, semua itu sudah terlambat. Aku merasa umurku sudah tidak lama lagi. Kamu tahu, aku benar-benar menyesal." Lirih Naruko ditengah tangisnya.

"Sudah, jangan menangis lagi. Emosimu harus stabil, berbahaya bagi jantungmu jika kamu terlalu emosi seperti sekarang!" Kurama menghapus air mata dari kedua pipi Naruko dengan lembut dan mencium keningnya.

Naruko terkekeh karenanya. "Kenapa tertawa?" tanya Kurama heran.

Naruko berdeham dan menjawab. "Ini kali pertama Ku-nii memperlakukanku dengan lembut."

Kurama tersenyum. "Aku selalu menyayangimu, Naruko. Maaf jika aku selalu berbuat kasar-"

"Aku mengerti," potong Naruko. "Ku-nii seperti itu karena kesal pada sikapku yang egois, aku tidak menyalahkan Ku-nii. Jika ada yang harus disalahkan, itu adalah aku." Lanjutnya dengan tenang. Pembicaraan mereka berdua terhenti saat Kushina masuk ke kamar Naruko.

"Ku, terima kasih sudah menjaga Naruko. Kamu pasti lelah, lebih baik kamu pulang dan istirahat. Besok kamu kesini lagi bersama Naruto. Kaa-san akan menjaga Naruko malam ini." Tukas Kushina.

"Baiklah, kalau begitu aku pulang."

"Sampaikan salamku untuk Naruto!" seru Naruko.

"Hm," Kurama pun pulang ke rumah setelahnya. Dalam hati dia benar-benar bersyukur karena Naruko sudah berubah menjadi lebih baik.

.

"Jadi, Ku-nii menjenguk Naruko kemarin sore? Kenapa tidak mengajakku?" gerutu Naruto keesokan harinya saat sarapan.

"Kamu tidur, aku kasihan melihatmu sangat kelelahan. Jadi aku pergi sendiri." Jawab Kurama datar.

"Alasan!" Tukas Naruto seraya menyipitkan kedua matanya untuk menatap tajam Kurama.

"Sudahlah," potong Minato menengahi. "Kamu memang kelelahan kemarin , kalian bisa ke rumah sakit pagi ini untuk menggantikan kaa-san kalian."

"Ha'i," jawab Naruto yang masih menatap sebal Kurama.

Setelah sarapan, akhirnya Kurama mengantar Naruto ke rumah sakit. Naruto masih diam membisu karena marah pada Kurama.

"Ayolah, sampai kapan kamu mau marah, Naruto?" tanya Kurama pada Naruto yang saat ini membuka kaca jendela mobil memandang keluar jendela. "Tutup kaca jendelanya!" tukas Kurama lembut.

"Lain kali jangan seperti itu, Ku-nii harus membawaku serta jika itu menyangkut Naruko." Kata Naruko tegas.

"Ha'i, aku mengerti." Jawab Kurama.

Naruto kembali tersenyum setelahnya dan menutup kembali jendela mobil itu dengan perlahan.

"Bukankan tadi itu Naruto?" tukas Gaara.

"Mana?" sahut Neji.

"Itu, di mobil merah depan kita. Aku sekilas melihatnya saat kaca mobilnya terbuka."

"Bukankah Naruto ada di Eropa. Mungkin yang tadi itu Naruko." Jawab Neji.

"Tidak mungkin, aku sudah lihat keadaan Naruko kemarin. Aku yakin, wanita yang di mobil merah itu adalah Naruto."

"Kamu mau aku mengikutinya?"

"Benarkah, tapi bukankah kamu ada mata kuliah pagi Neji?" tanya Gaara tidak yakin.

"Itu bukan masalah, aku akan melakukan apapun untuk kekasihku." Jawab Neji lembut, yang kontan membuat wajah Gaara tersipu malu.

"Arigatou," tukas Gaara lembut.

Mobil Neji terus mengikuti mobil Kurama, Neji menghentikan mobilnya agak jauh saat Kurama memarkir mobilnya di halaman parkir rumah sakit. Gaara terkesiap saat melihat Naruto keluar dari dalam mobil bersama Kurama.

"Itu Naruto," gumam Gaara.

"Ya, aku rasa juga begitu. Dan pria yang berjalan bersamanya adalah anikinya." Sahut Neji.

"Kita harus memberitahu hal ini pada Sasuke, dia harus tahu jika Naruto ada di Konoha saat ini."

Neji menggelengkan kepala. "Entahlah, Gaara. Aku tidak yakin jika Sasuke sama bersemangatnya dengan kita saat mengetahui Naruto sudah pulang. Dia sangat keras kepala, dan kamu tahu itu."

"Sasuke sangat mencintainya, Neji. Tidakkah kamu lihat jika selama ini Sasuke sangat merindukannya?" Gaara berkata lirih seraya memandang Neji lembut, sedangkan Neji hanya bisa menghela napas panjang karenanya.

"Baiklah, kita beritahu Sasuke. Setidaknya kita sudah mencoba." Neji langsung menjalankan kendaraannya kembali menuju Universitas Konoha, tempat mereka menimba ilmu saat ini.

Di rumah sakit, kedatangan Naruto dan Kurama disambut oleh pelukan rindu Kushina pada Naruto. Kurama menawarkan untuk mengantar Kushina pulang, sebenarnya alasan itu dia buat agar Naruto dan Naruko bisa bicara empat mata. Kushina mengangguk menyetujui tawaran Kurama, dia memang harus istirahat karena nanti sore dia harus kembali menjaga Naruko bersama Minato kali ini.

Naruto duduk di pinggir tempat tidur Naruko setelah Kushina dan Kurama pergi. Naruto mengelus pipi tirus Naruko yang masih tertidur lelap. Tidak terasa air mata mengalir dari kedua matanya, dia begitu terpukul melihat kondisi Naruko saat ini. Beberapa saat kemudian Naruko terbangun, dan kaget saat melihat Naruto ada dihadapannya saat ini. "Naru..." Gumamnya tidak yakin. "Apa aku sedang bermimpi?" gumam Naruko lagi.

"Tidak, kamu tidak bermimpi. Aku ada di sini, aku di sini untukmu," jawab Naruto setengah berbisik.

Naruko mencoba bangkit duduk dan memeluk Naruto erat setelahnya. "Gomen, gomennasai, nee-san." Tukas Naruko lirih.

Perasaan Naruto begitu sesak saat mendengar Naruko untuk pertama kali memanggilnya 'nee-san', Naruto mencium helai rambut Naruko yang tampak kusam dan menjawab lembut. "Aku sudah memaafkanmu, jadi tidak perlu meminta maaf."

Naruko menggelengkan kepala dalam pelukan Naruto. "Aku harus meminta maaf, dosaku padamu terlalu besar. Tuhan menghukumku karenanya, nee-san pasti menyesal memiliki adik sepertiku." lirih Naruko di sela tangisannya.

Dengan lembut Naruto melepaskan pelukan Naruko dan menangkup wajah Naruko dengan kedua tangannya. "Jika memang reinkarnasi itu ada, maka aku akan meminta pada Tuhan untuk dilahirkan menjadi kakakmu kembali."

Naruko mencium telapak tangan Naruto satu persatu. "Arigatou nee-san, hontou ni arigatou." Katanya lirih.

Mereka terus berbincang akrab setelahnya, Naruto bahkan menyuapi Naruko makan hari ini. Naruko makan dengan lahap karenanya. Naruto tersenyum saat melihat binar pada kedua mata Naruko, dia bahagia karena hubungannya dengan adiknya kembali membaik, jauh lebih baik jika boleh jujur.

Kurama tersenyum saat mendapati keakraban pada kedua adiknya itu, dengan segera dia masuk ke dalam pembicaraan keduanya. Dan hari ini bagi Naruko merupakan hari terbaik selama hidupnya. 'Jika Tuhan mengambil nyawaku saat ini, aku rela. Karena aku sudah mendapat maaf dari orang yang ternyata paling menyayangiku di dunia ini. Aku akan selalu mendoakan untuk kebahagianmu, nee-san.' Tukas Naruko dalam hati.

Di Universitas Konoha, Gaara berkali-kali mencari keberadaan Sasuke yang sepertinya hilang ditelan bumi saat ini. Bahkan telepon genggamnya juga tidak aktif, hal ini benar-benar membuatnya kesal dan merubah moodnya menjadi buruk sepanjang hari.

"Ada apa Gaara, kenapa moodmu begitu buruk hari ini?" tanya Hinata.

Gaara melahap makan siangnya dengan kasar dan menjawab dengan acuh. "Aku mencari Sasuke, tapi dia tidak ada hari ini. Telepon genggamnya juga tidak aktif, saat Neji menghubungi kediamannya, maidnya mengatakan jika dia pergi ke kampus." Geram Gaara.

"Memangnya ada apa kamu mencarinya?"

"Ah, aku lupa tidak memberitahumu, Hinata. Naruto ada di sini, dia ada di Konoha. Aku melihatnya tadi pagi, dan Neji mengikutinya sampai rumah sakit tempat Naruko dirawat." Jelas Gaara dengan mata berbinar-binar.

"Be-benarkah?"

Gaara mengangguk. "Karena itu aku mencari Sasuke, aku ingin mengatakannya tentang hal ini."

"Sasuke memang harus tahu hal ini, Gaara. Tapi aku juga merasa aneh, dari tadi pagi aku tidak melihatnya. Bahkan Kiba mencarinya juga dari tadi."

"Sasuke memang menyebalkan, dia selalu menghilang disaat yang tidak tepat." Gerutu Gaara.

Sedangkan sosok yang dicari-cari oleh Gaara sedari tadi malah asyik dengan dunianya sendiri. Sasuke yang seharusnya pergi ke kampus malah membelokkan mobilnya ke taman kota. Sasuke terus duduk di dalam mobilnya yang ber-AC sambil mendengarkan musik dari i-phone miliknya. Sasuke juga mematikan telepon genggam miliknya karena takut ketenangannya saat ini terusik.

Pandangan Sasuke terganggu oleh sosok yang sangat dikenal baik olehnya. Sosok itu berjalan dengan anggun melewati depan mobil Sasuke. "Naruto?" gumam Sasuke, dengan segera dia mematikan i-phone dan keluar dari kendaraannya untuk mengikuti sosok Naruto yang mulai berjalan memasuki taman kota.

Naruto berjalan hingga mencapai bagian tengah taman kota, di hadapannya terhampar danau buatan yang cantik. Naruto duduk di sebuah kursi yang dinaungi oleh sebuah pohon Willow besar. Daunnya yang rindang melindungi Naruto dari panasnya sinar matahari siang ini.

Naruto sengaja meminta ijin pada Kurama untuk berjalan-jalan keluar sebentar. Dirinya tidak kuat berlama-lama melihat keadaan Naruko. Dia ingin menangis keras, tapi dia tidak dapat melakukan hal itu di hadapan Naruko, dia harus kuat saat bersamanya. Naruko memerlukan kekuatan dan semangat bukan tangisan pilu.

Beberapa saat kemudian tangis Naruto pecah, dia bertanya mengapa hal ini terjadi pada Naruko. Sasuke yang melihatnya dari jauh berlari mendekati Naruto, dirinya benar-benar cemas saat ini. Sasuke memang belum memaafkan Naruto, tapi rasa cintanya pada Naruto jauh lebih besar dari semua itu.

"Dobe?" panggil Sasuke lirih, berdiri menjulang di hadapan Naruto. Naruto mendongakkan kepala, dan terkejut saat mendapati Sasuke ada di hadapannya. Naruto refleks berdiri dan memeluk Sasuke erat, dia menumpahkan semua tangisnya dipelukan Sasuke. Sesaat Sasuke mematung berdiri, akhirnya dengan lembut dia mengusap punggung Naruto untuk menenangkannya.

Setelah menumpahkan semua tangisnya, Naruto kembali duduk dengan Sasuke di sampingnya. "Kamu mau menceritakan apa yang terjadi?" tanya Sasuke lirih, Naruto hanya menggelangkan kepala. "Baiklah, kalau begitu hapus air matamu. Kamu benar-benar jelek saat menangis." Tukas Sasuke lembut seraya menghapus air mata Naruto.

Jari-jari Sasuke berlama-lama di pipi Naruto, dan mulai membelainya dengan perlahan. Sedikit demi sedikit, Sasuke mempersempit jarak diantara wajah mereka hingga akhirnya kedua bibir mereka bertemu. Entah apa yang merasuki mereka saat ini, mungkin suasana sekitar mereka, atau mungkin juga rasa rindu pada keduanya hingga kini bibir mereka saling menerima satu sama lain.

Naruto memejamkan mata saat bibir Sasuke membelainya mesra, menumpahkan rasa rindu yang tertahan diantaranya. Beberapa saat kemudian Naruto mulai membalas ciuman Sasuke. Tapi bukan ciuman penuh nafsu, ciuman mereka saat ini murni karena kasih sayang yang tulus diantara keduanya. Sasuke mengakhiri ciuman mereka beberapa saat kemudian, Naruto kembali membuka matanya dan menatap Sasuke nanar.

Keheningan diantara mereka terusik saat telepon genggam Naruto bergetar di saku celana jeansnya. Naruto memandang nomor telepon yang masuk di layar ponselnya. "Sai," gumamnya lirih.

Naruto menggigit bibir bawahnya, bingung apa dia harus menjawab panggilan telepon dari Sai atau tidak. Dengan berat hati akhirnya dia menjawab panggilan telpon itu.

"Moshi-moshi." Jawabnya.

"..."

"Aku sudah sampai kemarin sore, maaf tidak mengabarimu, Sai."

Tenggorokan Sasuke tercekat. 'Mungkinkah itu kekasih baru Naruto?' hatinya benar-benar sakit saat ini.

"Adikku baik-baik saja, aku mungkin lama di Konoha."

"..."

"Benarkah, selamat Sai. Benar-benar mengagumkan, kamu bisa masuk sepuluh besar."

"..."

"Maaf aku tidak bisa menemanimu untuk ke tingkat selanjutnya."

"..."

"Ha'i, arigatou Sai. Aku juga merindukanmu." Jawab Naruto dengan suara tertahan. Hatinya sakit saat mengucapkan kalimat bohong itu pada Sai. Apalagi di depan Sasuke. 'Aku benar-benar jahat,' tukas Naruto dalam hati. Naruto segera memasukkan telepon genggamnya kembali, kali ini ke dalam tas tangannya.

"Kekasihmu?" tanya Sasuke dingin, Naruto hanya mengangguk. "Kamu sangat hebat, beberapa saat yang lalu kamu membalas ciumanku mesra, dan setelah itu kamu mengatakan rindu pada kekasihmu."

Naruto hanya diam, tanpa mengatakan apapun.

"Kenapa, tidak bisa menjawab? Kalau aku tidak salah ingat, kita belum putus secara resmi, Naruto. Lalu bagaimana mungkin kamu menerima pria lain menjadi kekasihmu?" ujar Sasuke tajam.

Naruto berdiri dan menjawab dengan suara bergetar. "Yang aku ingat, kamu memintaku untuk menghilang dari hidupmu. Kamu lupa?"

"Lalu kenapa kamu tidak mencoba untuk meminta maaf padaku?" tukas Sasuke keras. "Kamu tahu kenapa aku sangat membenci kebohongan?" Naruto terdiam. "Aku membeci kebohongan, karena ayahku selalu membohongi ibuku dengan segala tipu daya. Orang tuaku tampak sangat bahagia, padahal di belakangnya, ayahku memiliki banyak simpanan. Itu membuatku muak, beruntung ayahku mau berubah, jika tidak aku pasti sudah menghajarnya dengan tanganku sendiri."

Naruto menutup mulutnya saat mendengar kenyataan ini dari Sasuke. "Lalu kenapa kamu tidak meminta maaf padaku, dan malah memiliki kekasih lain? Kamu sadar Naruto, kamu sudah menyakitiku dua kali." Teriak Sasuke mengguncang kedua bahu Naruto keras.

"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Hatiku sakit karena merindukanmu. Tapi kenapa kamu tidak pernah peduli?" Sasuke melepaskan pegangan tangannya pada bahu Naruto dan beranjak pergi.

Naruto kembali terduduk dan menangis, saat ini dia baru saja kehilangan orang yang sangat dicintainya. Naruto terus menangis hingga senja tiba hari itu.

.

Keesokan harinya lagi-lagi Sasuke tidak menampakkan diri di kampus. Hal ini tentu membuat teman-temannya khawatir. Shikamaru dan Neji mencoba menghubunginya, tapi gagal.

"Ada apa dengannya?" tanya Shikamaru.

Neji mengangkat bahu. "Entahlah, aku juga aneh. Tidak biasanya dia seperti ini."

"Apa mungkin dia sudah tahu jika Naruto sudah pulang." Sahut Gaara.

Perkataannya barusan kontan membuat pandangan semua teman-temannya beralih padanya. "Hei, itu mungkin saja kan!" tukas Gaara.

"Bisa saja," jawab Shikamaru. "Aku menghubungi rumahnya pagi ini, mereka bilang dia sudah pergi."

"Tapi kemana?" tanya Kiba. Sementara temannya yang lain hanya menghela napas panjang.

Pada pukul dua dini hari, Shikamaru mendapat telepon dari salah satu klab malam terkenal, pemilik klab itu mengatakan jika saat ini Sasuke tak sadarkan diri karena mabuk di sana. Shikamaru langsung menghidupkan mobilnya untuk menjemput Sasuke. Shikamaru menggeleng tak percaya melihat keadaan Sasuke hari ini, dia sangat kacau. Entah berapa banyak alkohol yang sudah ditegaknya malam ini.

Dengan susah payah, Shikamaru membopong Sasuke yang tak sadarkan diri ke dalam kendaraannya. Shikamaru membawa Sasuke ke kediaman Nara, karena tidak mungkin jika dia membawa Sasuke ke kediaman Uchiha dalam keadaan mabuk seperti saat ini.

Keesokan harinya Sasuke terbangun dengan rasa sakit pada kepalanya. "Minum, itu akan menghilangkan sakit kepalamu." Tukas Shikamaru yang saat ini duduk di sudut kamarnya.

"Aku dimana?" tanya Sasuke.

"Rumahku," jawab Shikamaru singkat. "Aku sampai harus membopongmu kemari, Sasuke. Demi Tuhan, kenapa kamu sampai mabuk seperti itu? Rasanya seperti bukan kamu!"

"Dia memiliki kekasih lain."

Shikamaru mengangkat alis, karena tidak mengerti. "Siapa?"

"Naruto, siapa lagi. Dia mengkhianatiku," teriak Sasuke kesal.

"Bukankah aku sudah katakan, agar kamu menyusulnya. Dan alkohol? Alkohol bukan jalan keluar untuk setiap masalahmu." Tukas Shikamaru tajam.

Sasuke masih menunduk merasakan sakit kepala yang menyerangnya lagi. "Cepat minum obat herbal itu," tunjuk Shikamaru pada sebuah cangkir di samping Sasuke. "Sakit kepalamu akan berkurang, lalu cepat kamu mandi. Baumu benar-benar tidak enak!"

Dengan malas Sasuke menuruti perintah Shikamaru, diminumnya air yang ternyata terasa agak pahit di lidahnya. Setelah Shikamaru pergi, Sasuke segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, dan mengganti pakaiannya dengan pakaian pinjaman dari Shikamaru.

"Sekarang kamu mau aku antar ke mana, Sasuke?" tanya Shikamaru sambil menjalankan kendaraannya.

"Ke klab tadi malam, aku harus mengambil mobilku."

"Baiklah," jawab Shikamaru datar dan dengan cepat membawa Sasuke ke tempat tujuannya.

.

Satu minggu telah berlalu setelah kejadian itu. Naruto berada di rumah sakit saat ini. Keadaan Naruko sudah agak baik, wajahnya sudah tidak terlalu tirus dan rambutnya kembali bercahaya. Entah kenapa, Naruko terlihat begitu cantik hari ini.

"Tou-san, kaa-san bagaimana kalau sore ini kita pergi ke taman?" ujar Naruko setengah memohon.

"Tapi, kamu belum sehat betul. Kita tunggu sampai kamu sehat yah. Kita pasti pergi," jawab Kushina cemas.

"Kumohon, aku ingin pergi sore ini." Rajuk Naruko.

"Kita bisa pergi lain kali, Naruko. Aku dan Naruto akan tetap di sini untuk waktu yang lama." Sahut Kurama, sementara Naruto mengangguk.

"Aku tidak mau, aku ingin pergi hari ini. Titik!"

"Bagaimana ini, anata?" tanya Kushina pada Minato.

"Tou-san akan bicara pada dokter dulu, kalian tunggu di sini."

Minato begitu terpukul saat diberitahu oleh dokter, jika saat ini lebih baik dirinya mengabulkan semua keinginan Naruko. Karena dokter pun merasa keajaiban dan kuasa Tuhan-lah yang membuat Naruko bertahan hingga sejauh ini. Minato mencoba untuk terlihat tegar saat kembali ke tengah keluarganya. Naruko terpekik bahagia saat mendengar jika dokter mengijinkannya untuk keluar walau hanya sebentar.

Dengan cepat keluarga Namikaze itu menyiapkan segala sesuatunya. Naruko menggunakan kursi roda, karena tubuhnya masih belum mampu untuk berjalan sendiri. Keluarga itu tertawa gembira, ini adalah kali pertama bagi keluarga Namikaze untuk pergi berkumpul bersama dan tertawa sangat bahagia.

Naruto meminta tolong pada salah satu pengunjung untuk mengambil photo keluarga mereka dalam formasi lengkap, dan berterima kasih setelahnya.

"Aku bahagia, sangat bahagia." Ujar Naruko lemah, sedikit demi sedikit matanya mulai menutup, sebulir air mata jatuh dari matanya yang terpejam, sementara mulutnya terukir senyum bahagia.

Naruto berlari ke arah Naruko dan tersenyum saat mendapati adiknya itu tengah tertidur. "Naruko, katanya mau main, kenapa malah tidur?" Naruto mengguncang tubuh Naruko lembut, jantungnya seakan berhenti berdetak saat merasakan tak ada udara yang berhembus dari hidung Naruko.

"Jangan menakutiku, Naruko. Ini tidak lucu." Tukas Naruto dengan air mata yang mulai meleleh turun.

Minato, Kushina dan Kurama berjalan mendekati Naruto. "Ada apa, Naruto?" tanya Minato.

Naruto terisak. "Naruko tidur, dia tidak mau bangun, bagaimana ini?"

"Mungkin dia lelah, biarkan saja." Sahut Kurama.

"Aku tidak merasakan detak jantungnya?" teriak Naruto frustasi. Ketiga orang dewasa di sampingnya membeku, dengan bergetar Minato meletakkan jarinya di bawah hidung Naruko, dia langsung berlutut dan menangis di samping jasad Naruko.

"Tidak, tidak mungkin," teriak Kushina. "Naruko hanya tidur, dia tidak mungkin meninggalkan kita." Kushina memeluk erat Naruko dengan tatapan mata kosong.

"Jangan menangis," tukas Kushina lirih. "Naruko hanya tidur, yah dia hanya tidur." Katanya berulang kali.

Sore itu keluarga Namikaze diselimuti kesedihan yang sangat dalam, baru saja mereka berkumpul bahagia, dan detik kemudian kebahagiaan itu direbut kembali.

Beberapa hari kemudian, tiba saatnya waktu pemakaman Naruto. Banyak sekali yang datang untuk mengucapkan bela sungkawa ke kediaman Namikaze. Teman-teman Naruko ketika SMA juga banyak yang datang, kebanyakan dari mereka merasa bersalah karena perlakuan yang pernah mereka lakukan pada Naruko. Mereka yang tidak mengetahui jika Naruko memiliki saudari kembar hampir saja pingsan saat melihat Naruto yang begitu mirip dengannya. Pada awalnya mereka mengira Naruto adalah arwah Naruko.

Sasuke berdiri bersama Shikamaru dan yang lain untuk melakukan penghormatan terakhir. Sasuke menatap sosok yang berdiri di samping Naruto dengan tidak suka. Sosok yang pernah dilihatnya di majalah yang dibawa oleh Kiba beberapa bulan yang lalu.

Merasa ada yang memperhatikan, Sai mencari sosok yang menatapnya saat ini hingga kedua pandangan itu bertemu. Jika saja pandangan mata bisa membakar, pasti Sai sudah terbakar habis oleh pandangan tajam Sasuke saat ini.

Beberapa saat kemudian Naruto maju ke depan, dengan suara tercekat dia berkata. "Naruko, pernah mengatakan padaku untuk menyanyikan lagu ini untuknya. Dan aku sama sekali tidak mengira akan membawakannya pada hari pemakamannya. Ini, adalah persembahan terakhirku untukmu, Naruko."

Naruto berjalan menuju piano dan membuka kap penutup tuts. Dia mengambil napas beberapa kali, dan mencoba untuk tidak menangis saat membawakan lagu yang menjadi permintaan terakhir Naruko.

Suara denting piano itu pun berbunyi, menikam hati para pelayat yang ada di sana dengan melodi yang begitu menyedihkan, dan Naruto pun mulai bernyanyi.

Spend all your time waiting for that second chance, for a break that would make it okay.

There's always some reason to feel not good enough, and it's hard, at the end of the day.

I need some distraction,

Oh, beautiful release.

Memories seep from my me be empty,

Oh, and weightless,

And maybe I'll find some peace tonight.

In the arms of the angel,

fly away from here, from this dark, cold hotel room,

and the endlessness that you feel.

You are pulled from the wreckage,

Of your silent reverie.

You're in the arms of the angel,

may you find some comfort here.

So tired of the straight line,and everywhere you turn,

there's vultures and thieves at your back.

The storm keeps on twisting.

Keep on building the liesthat you make up for all that you lack.

Don't make no difference,escape one last time.

It's easier to believe in this sweet madness,

Oh, this glorious sadness,that brings me to my knees.

You're in the arms of the angel,

May you find some comfort here.

(Angel, by : Sarah Mclachlan)

Setelah lagu persembahan dari Naruto berkahir, jasad Naruko pun dibawa menuju ke pemakaman keluarga. Pemakaman itu begitu khidmat, Jiraiya berdiri di samping Tsunade yang terisak-isak, sementara Kurama memeluk bahu Kushina erat, dan Minato memeluk bahu Naruto seakan meminta kekuatan dari Naruto agar dirinya sanggup berdiri tegak hingga akhir.

Setelah pemakaman berakhir, Naruto meminta untuk ditinggalkan seorang diri. Pada awalnya keluarga Naruto cemas, tapi Naruto bersikeras hingga keluarganya pun mengikuti kemauan Naruto. Naruto menatap pusara Naruko, setelah semua orang pergi akhirnya tubuhnya ambruk, tangisnya pecah, tangis yang terus dia tahan beberapa hari ini.

Sasuke yang sedari tadi melihatnya kemudian memeluk Naruto dari belakang. "Menangislah, Dobe. Menangis hingga kamu merasa cukup. Jangan bersikap sok kuat!" katanya setengah berbisik, dan tangis Naruto pun semakin keras. Dia sama sekali tidak mencoba untuk melepaskan diri dari Sasuke, dan Sasuke juga tidak mengerti kenapa dia melakukan semua ini.

.

Seminggu setelahnya, Naruto mengantar Sai yang akan kembali ke Praha. Naruto mengucapkan terima kasih atas kepedulian Sai padanya. Sai hanya tersenyum padanya.

"Kejar dia," tukas Sai tiba-tiba.

Naruto mengerjap tak mengerti. "Apa maksudmu?"

"Dia mencintaimu, kamu juga mencintainya, dan kamu berhak untuk bahagia. Dari awal, hubungan kita ini memang salah, aku tidak akan pernah bisa masuk ke dalam hatimu. Karena itu aku melepaskanmu." Jelas Sai.

"Arigatou, Sai." Jawab Naruto lirih.

"Sekarang pergilah, dan dapatkan dia."

Naruto memberikan pelukan terakhir pada Sai dan langsung menghubungi Gaara, Hinata, juga teman-teman yang lainnya untuk bertemu.

Gaara dan Hinata tentu saja senang akan hal ini, mereka akhirnya bertemu di cafe dekat kampus. Naruto memeluk Gaara yang saat ini berpakaian layaknya wanita dan dengan jepit pemberian Naruto terselip dengan manis diantara rambut merahnya.

"Aku berjanji akan memakainya saat bertemu denganmu, jadi sekarang aku memakainya." Jelas Gaara dengan semburat merah di wajahnya. Sedangkan Naruto tersenyum mendengarnya, dan mengangguk senang.

"Aku menyukai potongan rambutmu, Naruto. Kamu terlihat lebih segar." Tukas Hinata.

"Arigatou," jawab Naruto seraya memeluk Hinata.

Mereka duduk di sudut cafe tersebut, dan mulai memesan makanan.

"Jadi, ada apa kamu tiba-tiba ingin bertemu dengan kami?" tanya Kiba.

"Kenapa, Kiba, tidak suka bertemu denganku?" tanya Naruto tajam, hingga Kiba salah tingkah dibuatnya. "Bukan begitu maksudku, hanya aneh saja." Katanya sambil menyeringai.

Naruto menghela napas panjang, mengumpulkan segenap keberaniannya. "Aku memerlukan bantuan kalian untuk mendapatkan kembali Sasuke."

"Apa?" teriak mereka kompak.

"Jangan berteriak, ini tempat umum!" ujar Naruto sambil beberapa kali meminta maaf pada pelanggan lain yang kebetulan berada disana.

"Tapi apa maksudmu?" tanya Neji.

"Aku berniat menembak Sasuke, dan aku perlu bantuan kalian." Jelas Naruto dengan menunduk karena malu.

"Akhirnya," jawab mereka lagi bersamaan.

"Jadi bagaimana?" tanya Naruto.

"Ceritakan dulu rencanamu, kalau memungkinkan kami bisa mengaturnya saat acara festival besok." Tukas Shikamaru.

"Festival? Di sana pasti banyak orang!" kata Naruto takut.

"Segala hal perlu perjuangan, Naruto!" sahut Kiba bijak. "Apa?" tanya Kiba saat mendapati tatapan teman-temannya terarah padanya.

"Tidak ada, hanya aneh saja mendengar kamu berkata bijak." Sahut Neji datar.

"Baiklah, kalau begitu aku akan melakukannya besok saat festival. Dengan sedikit perubahan rencana tentunya.

Mereka membahas rencana itu sepanjang sore, dan akhirnya semua selesai dengan pembagian tugas masing-masing. Naruto sangat bahagia memiliki teman yang begitu mau mengerti.

.

Keesokan harinya, rencana pun dimulai. Gaara dan Hinata menyeret Sasuke untuk menonton pertunjukan band yang personilnya mahasiswa/wi Konoha. "Aku banyak pekerjaan, Gaara. Kamu tahu kan aku ini ketua panitia." Tukas Sasuke.

"Tapi, sebentar lagi Kiba tampil. Dia pasti sedih jika kamu tidak melihat pertunjukannya." Sahut Hinata.

"Dia akan sedih jika kamu tidak menonton," jawab Sasuke dingin.

"Oh, ayolah Sasuke. Sebentar saja." Mohon Gaara. Mau tidak mau akhirnya Sasuke ikut menonton pertunjukan musik. Beberapa saat kemudian Neji, Kiba dan Shikamaru naik ke atas panggung. Kedatangan mereka disambut teriakan histeris para mahasiswi yang sengaja berkumpul untuk melihat mereka dari dekat.

Mata Sasuke membulat dengan sempurna saat dia melihat sosok Naruto yang berjalan di belakang ketiganya. Naruto terlihat sangat berbeda, potongan rambut pendek dan rok mini membuatnya terlihat sangat seksi.

Sasuke bisa mendengar decak kagum dari mahasiswa yang melihatnya. "Siapa dia? Cantik sekali. Apa dia mahasiswi di sini?" tanya seorang mahasiswa.

"Entahlah, aku juga baru pertama kali melihatnya," jawab seorang lagi.

Sasuke benar-benar ingin memakan setiap mahasiswa yang menatap Naruto dengan pandangan memuja saat ini. Dia ingin sekali berteriak jika wanita itu adalah miliknya.

Naruto mengedarkan pandangannya, dan tersenyum saat melihat sosok Sasuke berdiri di sana bersama Gaara dan Hinata.

"Teme, this song special for you and forgive me please!"

Sasuke paham betul untuk siapa hal itu ditujukan, dan musik pun dimainkan yang menjadi latar alunan suara indah Naruto.

The rain falls on my windows

And the coldness runs through my soul

And the rain falls, oh the rain falls

I don't want to be alone

I wish that I could photoshop

All our bad memories

Cuz the flashbacks, oh the flashbacks

Won't leave me alone

If you come back to me

I'll be all that you need

Baby come back to me

Let me make up for what happened in the past

Baby come back to me

I'll be everything you need

Baby come back to me

Boy you're one in a million

Lower East Side of Manhattan

She goes shopping for new clothes

And she buys this and she buys that

Just leave her alone

I wish that he would listen to her side of the story

It isn't that bad, it isn't that bad

And she's wiser for it now

I admit I cheated

Don't know why I did it

But I do regret it

Nothing I can do or say can change the past

Baby come back to me

I'll be everything you need

Baby come back to me

Boy you're one in a million

Everything I ever did

Heaven knows I'm sorry babe

I was too young to see

You were always there for me

And my curiosity got the better of me

Baby take it easy on me

Anything from A to Z

Call me what you wanna babe

I open my heart to thee

You are my priority

Can't you see you've punished me

More than enough already

Baby take it easy on me

Baby come back to me

I'll be everything you need

Baby come back to me

Boy you're one in a million

(Lagu : Come back to me, By : Utada Hikaru)

Naruto begitu kecewa saat mendapati Sasuke sudah tidak ada di tempatnya berdiri tadi. Naruto menatap temannya satu persatu. "Sepertinya rencanaku gagal, terima kasih untuk bantuannya." Tukas Naruto lirih, dengan langkah gontai dia menuruni panggung dan berjalan pergi. Matanya memanas karena air mata yang berebut ingin keluar.

"Mau kemana, Dobe?" tanya Sasuke seraya menghalangi jalan Naruto.

"Pergi," jawab Naruto singkat.

"Tapi kamu belum mendengar jawabanku."

"Aku sudah tahu jawabanmu, Teme!"

Sasuke menangkup wajah Naruto yang kini menangis. "Kenapa kamu menangis?"

Naruto berdecak sebal. "Aku menangis karena kamu menolakku, puas?"

"Kenapa kamu berpikir jika aku menolakmu?" tanya Sasuke dengan sebelah alis terangkat.

"Kamu pergi sebelum aku selesai membawakan lagu untukmu."

"Aku pergi untuk mengambil ini," tukas Sasuke sambil meraih kemeja yang dia ikat di pinggangnya.

"Untuk apa kemeja itu?" tanya Naruto tidak mengerti.

Sasuke melepas kemeja itu dari pinggangnya, dan mulai mengikat pada pinggang Naruto. "Untuk menutupi bagian bawahmu, kamu terlalu mengekspos tubuhmu, Naruto!" tegur Sasuke dingin.

Naruto memutar bola matanya. "Ini rok mini, tentu saja pendek."

"Kamu tidak boleh memakainya lagi, kecuali di hadapanku! Oh ya, ini jawabanku." Sasuke mencium Naruto dengan lembut pada awalnya. Tapi setelah mendapat balasan dari Naruto, akhirnya Sasuke memperdalam ciuman mereka. Lidahnya masuk ke dalam mulut Naruto dan mendominasinya. Sasuke bahkan tidak menghiraukan beberapa fansnya yang mulai jatuh pingsan karena hal ini.

"Ternyata rencanaku berhasil," tukas Kiba di persembunyiannya.

"Sejak kapan ini jadi rencanamu, Kiba?" kata Gaara dingin.

"Kalau aku tidak turut serta, rencana ini belum tentu berhasil." Sahut Kiba membela diri.

"Ano, kenapa kita bersembunyi di sini?"

"Tentu saja untuk mengintip mereka berdua," sergah Gaara pada Hinata.

"Tapi kenapa yang lain melihat mereka secara terang-terangan?" tanya Hinata tidak mengerti.

"Sudahlah, lebih baik kita pergi. Jangan ganggu kesenangan mereka." Tukas Shikamaru.

"Ha'i," jawab keempatnya kompak.

"Ngomong-ngomong, Shikamaru. Diantara kita, tinggal kamu yang belum punya kekasih. Mau aku carikan untukmu?" tawar Kiba menawarkan bantuan.

"Jangan macam-macam, Kiba. Memiliki kekasih itu sangat merepotkan. Aku suka hidupku saat ini." Jawab Shikamaru datar, meninggalkan keempat kawannya berjalan di belakangnya.

.

.

"Suke, ini tempat umum." Desis Naruto di tengah ciuman mereka.

"Lalu?" Sasuke tidak ambil peduli.

"Kita menjadi tontonan umum," jawab Naruto malu.

Sasuke pun akhirnya melepaskan bibir Naruto dari ciumannya dan memegang rambut Naruto dengan ringan. "Kenapa memotong rambut, Dobe?"

"Karena aku sedang berduka." Jawab Naruto tenang. "Dan mungkin aku akan memotongnya lagi jika aku ditolak oleh orang sangat kucintai hari ini."

"Katakan lagi!" perintah Sasuke.

"Katakan apa?"

"Katakan jika kamu mencintaiku!"

Naruto tersenyum. "Aku mencintaimu, Uchiha Sasuke."

"Lagi!"

"Aku mencintaimu."

"Lagi!"

"Aku mencintaimu." Teriak Naruto, yang langsung disambut pelukan erat Sasuke.

"Kamu tidak tahu, seringkali aku memimpikan hal ini. Memimpikan saat-saat dimana kamu mengatakan jika kamu mencintaiku." Sasuke melepaskan pelukannya secara tiba-tiba. "Lalu mayat hidup itu bagaimana? Aku tidak suka berbagi, Naruto!"

"Maksudmu Sai?" tanya Naruto, sementara Sasuke hanya mengangguk. "Dari awal, hubungan kami sudah salah, tidak terjadi apapun diantara kami. Kami bahkan tidak pernah berciuman."

"Bagus," tukas Sasuke datar. "Karena jika dia melakukannya, aku akan datang dan menghajarnya."

"Dasar possesive!"

"Aku tidak peduli, semua itu karena aku mencintaimu, sangat mencintaimu."

"I love you too, Teme."

Dan merekapun berciuman untuk kedua kalinya di hari itu.

.

.

.

FIN

Berikut list lagu yang saya pinjam di fic ini :

1. Ave Maria : Franz Schubert

2. Beethoven Piaono Sonata #9, E Major, Op 14

3. Over - K

4. Que Sera Sera

5. Mirai - Kiroro

6. Mozart Sonata For Two Piano

7. It's Hard To Say Goodbye : Michael Ortega

8. Angel - Sarah Mclachlan

9. Come Back To Me : Utada Hikaru

Special thank's author, untuk :

Nivellia Yumie, cutenaru, Son Sazanami, lalafahmi , Fran Fryn Kun, DheKyu , devilojoshi , lawliet uzumakie, dwidobechan, TomaTomaTo-chan, Kadiona, Sherry Kurobara, , Ayame Nakajima, heriyandi kurosaki, Kira Hanazawa , Naozumi Ariadust, , virgi. , sheren, Aisanoyuri, ca kun, CindyAra, Guest, kaname, aster-bunny-bee, deshitiachan, Uzumaki Scout 36, Nivellia Yumie, thias, Riana-chan, Rai Shito, CindyAra, Hanna Yuuki , Aoirhue Kazune, dee-chaan, AzuraCantlye, , , taeya, reijones brother , sea07, NamikazeNoah, Utsukushii Haru, , lalafahmi, Rai Shito, Amkus, banana1412, namikaze kushina, naima, Miki Kirika, cheesecake, Princess Li-chan, frety tiurma ara, Naruko Uzumaki, Mayou Sherlyn, AAind88, Earl grey bernvoureth, xxruuxx, anime naruto-chan, miszshanty05, RaFa LLight S.N, HikaHota, dean, tada, lung, ren akina, imadianaku, thias, Kiseki No Hana, BlackDoctor, BlackDoctor, -sama, Mayou Sherlyn, 1412, maruchan, AkemyYamato, anon, Namekakashinaru, Red, ririn nem, Seo Shin Young, son sazanami, Azusa TheBadGirl, lawliet uzumakie, devilluke ryu shin, Earl grey bernvoureth, himeko laura dervish cielo, Subaru Abe, Dee chan - tik, smlsj, miszshanty05, claire nunnaly, Uchiha Over Love, RaFa LLight S.N, Chie Na OrangeL, khesya imoet buanget, kaze, Sachi Alsace, gdtop, eureka eklesius, Hina chan, BlackXX, Sasunaru, Devil Angel Red Panda, Nemo, yuli, Kamui Gakurin, Hanazono Suzumiya, Aniez, , Qhia503, Kutoka Mekuto, virgi. , Earl Louisia vi Duivel, , LonelyPetals, Runriran, Yuki No Fujisaki, Diva-hime, babyyming, sia yukichan, AAind88 , invector, hp Nokia, Pink Purple Fuchsia, Princess Li-chan, Akaina Raisaki