Naruto belongs to Masashi Kishimoto

.

Rate T

.

Genre:

Romance, Drama

.

Pairing:

Of couse ALWAYS SASUSAKU

.

Setting:

AU, Dunia perkantoran (Dewasa)

.

Hope you like it~ Happy reading :D

.

.

.

We're Different

(Uchiruno)

.

.

.

.

Terik matahari menyengat ratusan pasang mata yang ada di kota ini –Konoha City –yang terkenal sebagai kota metropolitan dimana gedung-gedung bisnis besar, mall, apartemen, dan gedung-gedung pemerintahan semuanya berpusat di sini. Konoha adalah kota yang tak pernah mati. Pada siang hari akan ada banyak kendaraan-kendaraan berlalu lalang di jalanan dan pada malam hari digantikan oleh nyala lampu warna-warni di tepi jalan raya yang menyediakan hiburan malam.

Demi mengurangi kemacetan banyak masyarakat yang berjalan kaki sebab jarak dari kantor ke kantor dan ke pusat hiburan yang tidak begitu jauh. Peluh mulai membasahi tubuh mereka mengingat musim panas sedang berlaku di kota ini.

Tangan mungil yang sedang memegang stir kemudi terasa basah dan sampai membuat tangannya terasa lengket di bundaran yang dilapisi oleh bahan kulit itu. Seorang perempuan yang masih terlihat muda sesekali menyeka tetesan keringat yang mulai membahasi dahinya.

Hey! Sebentar. Bukahkan kau tengah ada di dalam mobil yang dipenuhi oleh hembusan nafas dingin AC?

"Sial! Kenapa harus macet?" gerutunya tak jelas . Matanya seakan menelurusi jalanan jauh ke depan sana. Matanya mengkap pemandangan deretan mobil mewah yang tengah berbaris rapat dan tidak menunjukkan pergerakkan –ada sih, sedikit.

Satu kakinya yang tidak menginjak pedal rem bergerak gusar. Sesekali matanya melirik jam digital yang tertera di dalam mobil. Wajahnya terlihat gelisah sebab pasalnya ada dokumen yang harus segera ia antarkan kepada atasnya.

Sedikit senyuman mengembang di wajahnya tak hayal mobil-mobil di depannya mulai bergerak lancar sampai akhirnya ….

KRIEEET!

Dahi lebar wanita itu menghantam keras lingkaran hitam kemudi yang sejajar dengan tubuh rampingnya. Wanita itu meringis menahan sakit dan dengan mata yang terpejam erat lalu ia mengangkat kepalanya perlahan.

Kejadian barusan berputar kembali di dalam pikirannya. Saat hendak menginjakkan gas tiba-tiba dengan kencang mobil sedan berwarna hitam main muncul di hadapannya dan membuatnya menginjak rem sedalam mungkin. Tubuhnya terdorong ke depan dan kepalanya tertunduk lalu membentur stir mobil yang senantiasa dipegangnya.

Apa yang terjadi sekarang?

Apa dia sudah mati?

Apa mobilnya hancur?

Atau–

–ada apa!?

Dengan ragu-ragu ia pun membuka matanya pelan. Mobil sedan itu sudah berhenti sejajar di depan mobil yang dikemudikannya. Tanpa pikir panjang lagi ia pun membuka pintu mobil merah mengkilat yang nampak terancam itu dan langsung berlari melihat kondisi mobilnya masih mulus atau sudah banyak baret-baret menghiasi.

"Hyuuuh … " Wanita itu bernafas lega. Untung saja tidak ada yang terbaret.

"Bagaimana?"

Indra pendengarannya menangkap gelombang suara berat dari belakangnya. Ia langsung menolehkan kepalanya dan menatap horor pria yang berdiri angkuh di depannya saat ini.

"Oh, ternyata wanita bodoh yang masih belum tahu caranya mengemudi ya?" ucap pria itu ketus. Tak lama ia segera membalikkan badannya lagi dan hendak masuk kembali ke dalam mobil sedan hitamnya sebelum ia mendengar suara gebrakan di ujung belakang mobil kesayangannya itu.

"Hei kau pria arogan berambut norak! Enteng sekali bicaramu, hah? Bukannya minta maaf malah memaki orang seperti itu! Kau terlihat orang hebat, tapi tidak berpendidikkan ya? Kasihan sekali!" Wanita itu dengan amarahnya yang mengebu-gebu langsung memukul keras bagasi mobil sedan hitam milik pria arogan yang memunggunginya saat ini.

Merasa tak suka pria itu balik membentak, "Berani sekali kau!" Mata onyxnya menyiratkan ketidak sukaan. Baru saja menantang balik ucapan tak sopan –menurutnya –ia merasakan getaran-getaran kencang di saku kemejanya. Ia mengambil handphone dalam sakunya dan langsung mengangkatnya.

"Selamat siang, Uchiha-san. Kapan anda sampai, ya? Data sudah siap dan dokumen yang anda butuhkan semuanya sudah tersedia, mungkin se–"

"Baiklah, jangan banyak bicara. Tunggu saja!" Dengan kasar ia menekan tombol yang berwarna merah , memutuskan sambungan telepon barusan. "Arg!" Ia menjambak rambutnya frustasi dan kemudian segera lekas masuk ke dalam mobilnya –membanting pintunya dengan kencang.

Wanita itu yang sedari tadi berdiri kaku hanya bisa melongos melihat mobil sedan yang menjadi incarannya langsung melesat begitu saja.

"Sialan! Dasar laki-laki pengecut! Tidak minta maaf, malah memaki, cuek, lalu pergi begitu saja!" umpatnya kesal. Tangannya meremas kuat rok putih yang dikenakannya, membuat garis-garis samar kerutan di roknya.

Tiba-tiba bayangan dokumen mengingatkannya kembali pada tujuan awalnya. Ia pun segera berlari kecil dan kembali pergi dengan mobil yang dibawanya.

.

.

.

oOo

.

.

.

"Sudahlah Sakura, jangan cemberut terus."

Pria berambut merah terang dengan kemeja rapinya tengah duduk di meja kerjanya sambil terkekeh pelan melihat tingkah wanita di hadapannya.

"Habisnya! Bayangkan betapa menyebalkannya," ucap wanita itu membela dirinya sendiri.

Kini Sakura tengah terduduk cemas di sofa hitam yang terletak di tengah-tengah ruangan atasannya. Sakura Haruno, dengan paras cantiknya dan juga semangatnya, ia berkerja sebagai sekretaris dari seorang pria muda yang mempunyai jabatan cukup penting di perusahaan ini.

Wanita itu mengigit bibir bawahnya sendiri, masih menahan kesal yang tak terkira akibat pertemuannya dengan seorang pemuda berambut layaknya pantat ayam. Bagaimana tidak kesal? Bahkan mobil yang dibawanya bukan miliknya dan jika terjadi apa-apa, apa yang bisa ia jual untuk mengganti kerugian? Ya meski ia yakin atasannya tidak akan mempersalahkan masalah itu.

"Lain kali lebih baik jangan suruh aku yang mengemudi, aku ini masih pemula." Sakura menghempaskan napas panjang, mengcoba mengatur kembali emosinya.

"Iya, baiklah. Maafkan aku, hanya saja ingin kau latihan. Lain kali biar kau yang bawa mobilnya bersamaku, ya?" tawar pemuda itu dengan ramah.

Ia yang tadinya terduduk di depan meja kerjanya pun berpindah –duduk di sofa –tepat berhadapan dengan Sakura. Pemuda itu meletakkan beberapa dokumen yang Sakura bawakan untuknya yang sudah ia tanda tangani barusan.

"Terima kasih untuk dokumennya. Maaf, kesalahanku juga meninggalkannya di apartemen," ucap pemuda itu lagi. Wajahnya pun menunjukkan sebuah senyuman lembut dan sesekali dirinya masih tertawa kecil menanggapi ekspresi lucu dari sekertarisnya.

"Baiklah Sasori-san, tak apa. Aku saja yang bodoh dan juga tidak hati-hati. Meski ya … kurasa pria itu lebih bodoh dariku!"

Suara dari telepon yang berdering membuat keduanya menatap ke arah meja kerja pemuda yang dikenal dengan nama Sasori. Sakura hendak bangkit dari posisi duduknya dan mengangkat telepon yang berdering, namun Sasori menjulurkan tangannya ke arah Sakura seperti mengisyaratkan agar wanita itu tetap di posisinya.

"Ya, ada apa?" tanya Sasori into the point begitu gagang telepon yang bertengger di atas meja kerjanya sudah berpindah tempat menempel di daun telinganya. Sasori nampak mengangguk beberapa kali dan menggaruk tengkuknya. Ia nampak gelisah.

"Oh, baiklah. Terima kasih," ucap Sasori ramah dan langsung meletakkan kembali gagang telepon itu.

"Ada apa?" tanya Sakura. Ia langsung bangkit dan berjalan menghampiri Sasori yang terlihat kebingungan setelah menerima telepon.

"Bisa kau menggantikanku sementara?" tanyanya tanpa menjawab sedikit dari pertanyaan Sakura yang tersirat nada kekhawatiran di sana.

Sakura mengernyitkan matanya. "Maksud Sasori-san?" tanya Sakura dengan sopan.

"Mereka bilang direktur kita hendak mengadakan rapat dadakan. Agak membingungkan juga karena aku sudah ada janji bertemu dengan tamu dari perusahaan Kito. Mereka mungkin akan sampai sebentar lagi, apakah jadwalnya akan bentrok ya?"

Sakura menundukkan kepalanya dan berpikir sejenak. Meski ia berkerja di perusahan ini sudah delapan bulan lamanya, belum pernah sekali pun ia mengikuti rapat. Biasanya atasannya –Sasori –akan menyuruh Sakura mengurusi dokumen saja di ruangan mereka, bukannya menggantikan posisi atasannya itu untuk mengikuti rapat.

"Aku tahu kecemasanmu, tapi kurasa kau hanya perlu mencatat apa yang diucapkan oleh atasan kita. Bisa melakukannya?"

Akhirnya setelah tenggelam dalam pikirannya sendiri Sakura pun mengangguk mantap. "Baiklah, siap boss!" tangannya membentuk tanda hormat dan badannya sendikit membungkuk. Sasori pun menepuk pelan pucuk kepala bermahkotakan surai merah muda itu.

"Kalau begitu cepatlah bersiap."

.

.

.

.

Bukannya tidak sopan, mungkin banyak yang berpikir betapa tidak sopannya Sakura yang notabenenya adalah seorang sekretaris nampak begitu dekat dengan atasannya. Tetapi memang ada yang berbeda dengan hubungan mereka dan hubungan mereka bukan hanya sekedar atasan dan bawahannya. Bisa dibilang mungkin mereka juga seorang sahabat, sebab jika saat itu Sasori tidak menemukan Sakura, maka tidak mungkin wanita itu bisa berpakaian formal di dalam gedung dari perusahaan yang namanya sudah mendunia ini.

.

.

.

oOo

.

.

.

Dalam ruangan rapat terlihat banyak para eksekutif muda dengan pakaian rapi dan formal membawa buku catatan, laptop dan perlengkapan lainnya untuk menunjang lancarnya rapat. Mereka nampak serius dan terlihat pula kegelisahan dari beberapa mereka yang hadir.

Berbeda dengan yang lain, Sakura nampak begitu santai dengan hanya membawa satu buku catatannya dan satu buah ballpoint. Ia duduk di tepi kanan meja yang dimana sisi kanan dan kirinya terdapat beberapa sekretaris seksi berserta atasan mereka masing-masing.

Sebelum rapat dimulai, Sakura sempat bertanya pada beberapa perserta mengenai ketegangan yang sangat kental dia rasakan di ruangan ini. Salah satunya menjawab karena yang akan memimpin rapat kali ini adalah kepala dari perusahaan ini. Biasanya Sang Kepala Perusahaan jarang menampakkan dirinya dan mengutus bawahannya untuk memimpin rapat. Tapi jika sampai orang itu sendiri yang memimpin rapat artinya memang ada hal penting yang akan dibicarakan.

Sakura yang nampak santai tiba-tiba jadi merasakan debaran jantungnya ikut tak menentu. Apakah begini rasanya rapat? Ya seperti yang sudah dikatakan tadi sebelumnya, sebagai seorang pegawai kantoran, pengalam Sakura dalam mengikuti rapat adalah nol besar.

Pada awalnya ia pikir akan baik-baik saja tapi semua pikirannya salah begitu ia melihat siapa yang memasuki ruang rapat. Semua orang langsung memberikan hormat dan mereka semua menundukkan kepala seakan enggan menatap pimpinan mereka. Dan Sakura pun bisa merasakan keteganggan itu setelah melihat siapa sosok yang mereka segani. Ternyata … Si Pantat Ayam Pengecut itu!?

Demi apapun itu, dunia Sakura terasa terbalik. Moodnya yang sudah hancur kini makin hancur. Kenapa dalam sehari ini ia bisa bertemu dengan sosok yang sangat menyebalkan?

Namun mengingat bagaimana Sasori mempercayainya, ia pun mengikuti semua perintah yang Sasori katakan padanya. Sesekali matanya ikut melirik ke arah layar dimana menampakkan grafik-grafik yang pada awalnya sempat membuat Sakura hanya terbengong-bengong melihat perhitungan angka yang membuat otaknya panas.

Satu tengah jam cukup membuatnya seperti tak bernyawa lagi. Sudah perhitungan dan analisa-analisa yang cukup mematangkan otaknya, suhu rendah ruang rapat juga membekukan tubuhnya. Tugasnya memang hanya mencatat, tapi mendengar setiap kata yang berisikan ide-ide generasi muda itu cukup membuatnya ikut berpikir, bukan?

Rapat telah usai dan dengan cepat para peserta langsung berjalan cepat keluar ruangan. Mereka rasanya ingin cepat-cepat keluar dari ruangan yang pantas disebut seperti neraka ini, berbeda dengan Sakura yang nampak masih duduk di bangkunya sambil masih merapikan beberapa catatannya.

Dirasa sepi, Sakura hendak bangkit dari posisinya dan segela merapor pada Sasori, tapi sebuah suara membuatnya menoleh dengan tatapan tajam.

"Si Bodoh ternyata bawahan di sini, ya? Pantasanya hanya bekerja di belakang, ngepel dan menyapu 'kan? Berani sekali ikut rapat."

Tak perlu dijelaskan siapa Sang Pemilik Suara, kurasa semua tahu. Dengan wajah dingin dan datarnya pria itu mendecih pelan sambil mengambil beberapa dokumen dari mejanya yang terpisah dengan meja yang digunakan oleh para peserta rapat.

"Jaga bicaramu itu!"

Mau tak mau, Sakura pun terpancing. Ia mendekap buku catatannya dan hendak melenggang pergi dari ruangan. Berhasil memang, tapi siapa sangka pria menyebalkan itu malah mengikutinya. Sakura mempercepat langkahnya dan suara derap kaki di belakangnya juga mengikuti irama detuman sepatu heelsnya yang beradu dengan lantai.

Mulai naik darah, Sakura pun dengan kasar membalikkan tubuhnya dan menunjuk pria itu tepat di depan wajahnya. "Kau! Berhenti mengikutiku!"

Dada wanita itu nampak naik turun dengan cepat. Nafas yang berhembus dari hidung mancungnya terlihat memburu. Dia pasti sedang menahan emosi yang meluap.

Sasuke Uchiha, pria yang menjadi sumber masalah wanita itu sejak pagi pun menunjukkan seringai puasnya. Pria itu nampak mentertawakan ucapan Si Wanita dan perlahan ia pun maju –langkah perlangkah –mendekati wanita itu sambil menatapnya tajam.

"Begini sikap sopanmu pada atasanmu? Ini perusahaan milikku, aku punya hak penuh."

Sakura mundur beberapa langkah, hendak menghindar dari Sasuke yang terus berjalan maju memojokkannya.

"Terserah aku mau kemana, mau berbuat apa, dan juga … " Sasuke mendekatkan wajahnya pada wajah wanita yang mulai terlihat resah. Tubuh ramping wanita itu sudah terhimpit di sudut ruangan dimana kiri kanan mereka terdapat lift.

" … dengan mudah bisa memecatmu."

Kalimat terkahir membuat Sakura mendorong tubuh Sasuke menjauh dari dirinya.

"Rendahan sekali caramu! Menggunakan kekuatan jabatan untuk hal seperti itu!"

Entah dimana akal sehat Sakura, bisa-bisanya ia melawan pemilik perusahaan. Padahal di depan Sasori ia bisa begitu manis dan menjaga tutur katanya sebab takut akan dipecat karena dianggap tidak pantas, meski Sasori selama ini tak pernah menghiraukan perilaku Sakura yang sebenarnya seringkali bisa dikatakan di luar kendali sebagai layaknya sekretaris pada atasannya.

"Oh, begitu?" Sasuke nampak menggantungkan perkataannya. Seringainya tampak melebar dan ia pun memejamkan matanya.

"Baiklah kalau begitu besok kau tak perlu lagi ke sini," ucap Sasuke santai.

"Kau tak berhak memecat sekretarisku."

Keduanya menoleh ke arah lift yang terbuka, menampilkan Sasori yang nampak kebingungan dengan pemandangan di depannya.

"Sakura kau membuat masalah?" tanya Sasori khawatir. Ia langsung berjalan mendekat pada Sakura dan memegang bahu mungil wanita itu.

Tak mendapat jawaban dari Sakura, Sasori pun memalingkan wajahnya dan menatap lekat sosok yang mirip dengannya. Postur, tinggi, dan bisa dipastikan usia mereka sama. Hanya saja garis mata dan warna rambut mereka yang berbeda, yang satu lembut dan yang satunya tajam, hitam dan yang satunya merah terang. Aura yang berkoar dari diri mereka juga berbeda, yang satu tenang dan satunya lagi menusuk.

"Uchiha-san, maaf apakah sekretaris saya ini membuat kesalahan pada anda?" tanya Sasori sopan. Matanya dengan lurus menatap iris onyx yang juga menatapnya datar. Ada sirat ketidaksukaan di sana.

"Lain kali ajari sekretarismu itu bicara. Huh, seperti wanita rendahan yang tidak berpendidikkan," cela Sasuke ketus.

"Saya rasa anda juga harus menjaga ucapan anda. Sebagai atasan saya rasa anda tidak pantas merendahkan bawahan anda seperti itu!" Suara Sasori sedikit meninggi, tak suka wanita yang ada di sampingnya dicela dan dimaki seperti itu.

"Lagi pula … " Sasori hendak melanjutkan pembicaraan. "Seperti yang sudah ada dalam kesepakatan, saya rasa anda tidak ada hak mencampuri urusan saya dan juga siapapun yang bekerja dengan saya. Bukankah begitu?" ucap Sasori menantang.

Sasuke tak nampak terkejut. Ia malah tersenyum tipis dan mengangkat pelan bahu kokohnya. "Mana mungkin seorang Uchiha melupakan perjanjian. Baiklah, kalau begitu didik bawahanmu itu dengan benar sebelum dia menjadi liar."

"Jangan salahkan Sasori-san!" Sakura akhirnya berteriak, menengahi saling sindir yang terjadi di antara kedua pria di hadapannya. "Kau! Pria jelek berpantat ayam, jangan salahkan Sasori-san atas kinerjaku dan prilakuku … dan juga Sasori-san, terima kasih telah membelaku, tapi jangan bahayakan posisimu. Aku sangat berterima kasih," lanjut Sakura.

Keduanya sempat tersentak, dan keduanya memilih untuk diam. Sasori pun akhirnya bergerak untuk menghentikan rajaman suasana yang tak mengenakkan ini.

"Ayo kembali ke ruangan, Sakura."

Sambil merangkul Sakura, Sasori pun menuntun wanita itu memasuki lift dan hendak kembali ke ruangan mereka. Sedangkan Sasuke yang mematung di sana sempat menghentakkan kakinya dan mendecih.

"Cinta antara atasan dan bawahan ya? Murahan haha menarik sekali," gumamnya pelan lalu menekan tombol lift dan segeralah lift di sisi kanannya terbuka lebar. Dengan cara jalannya yang angkuh ia pun memasuki lift itu dengan dokumen-dokumen yang masih ada dalam genggamannya. Sosoknya pun mulai terhapus dari pandangan beriringan dengan pintu lift yang saling bergeser berlawanan arah.

.

.

.

oOo

.

.

.

Sebuah rumah putih yang lebih nampak seperti istana berdiri kokoh di salah satu kawasan paling elite di perumahan Konoha City. Pagar yang mengelilingi rumah itu menjulang tinggi dan bisa dilihat banyak para penjaga di setiap sudut rumah. Halaman yang ada di muka istana kecil itu juga nampak indah. Banyak sekali macam-macam bunga yang tumbuh di sana ditambah lagi dengan sebuah kolam kecil di tengah-tengah taman dengan kucuran air yang indah, apa lagi saat malam hari lampu-lampu di halaman rumah akan menambah keindahan rumah ini.

Siapa lagi pemilik rumah ini jika bukan salah satu keluarga terkaya yang terkenal. Seseorang dengan paras tampannya tengah duduk santai di salah satu ruangan rumahnya. Ia nampak membolak-balik lembaran kertas majalah sambil menikmati secangkir teh hangat dengan kue tradisional –dango yang disajikan tepat di atas meja kecil di hadapannya. Kakinya menjulur santai memenuhi seluruh sofa untuk dirinya seorang.

Sesekali ia tersenyum kecil membaca artikel-artikel yang menurutnya konyol. Ia melirik sekilas jam digital yang ada di seberangnya dan mendengus. Lagi-lagi dirinya haru sendirian. Ayahnya dan ibunya sedang di luar kota. Ya, pagi tadi setelah ada pertengkaran kecil, kedua orang tuanya segera menyelesaikan tugas mereka di luar kota. Dan bahkan sampai selarut ini ad–

BRAK!

"Eh!?" Pria tampan dengan rambut hitam panjangnya pun menoleh ke belakang.

"Sasuke? Apa kau gila?" ucap pria itu. Ia melihat adiknya yang datang dengan wajah tak karuan. Berbeda dengan ekspresi adiknya tadi pagi yang tampak keras dan marah, kali ini ia mendapati wajah adiknya yang lelah dan nampak frustasi.

"Duduklah," ujarnya sambil menurunkan kakinya, memberikan tempat untuk adiknya duduk. "Bagaimana perkembangannya, hm?" tanyanya.

Sasuke langsung menghempaskan tubuhnya ke atas sofa yang ditempati kakak tercintanya. Ia langsung menyenderkan kepalanya dan memejamkan matanya. "Aku sudah sampaikan rencanaku pada semua perwakilan di kantor. Menurutmu?" tanyanya datar.

"Kau memimpin rapat sendiri? Tumben sekali," kata Itachi sambil menutup majalahnya. Ada yang menarik di sini. Tak biasanya Sasuke –adiknya itu –mau memimpin rapat dan menunjukkan dirinya di hadapannya pegawai perusahaan mereka. Karena tergolong muda Sasuke beranggapan rasanya sedikit sombong jika harus menunjukkan dirinya di depan pegawainya. Tak semua tahu bagaimana sosok asli dari Sasuke Uchiha, yang mereka tahu atasan mereka adalah putra bungsu dari keluarga Uchiha yang memiliki kantor cabang di mana-mana.

Kantor utama Uchiha ada di Konoha City dan dengan kebijakan Fugaku Uchiha, ayah dari pengusaha muda itu memberikan kepercayaan pada putra bungsunya untuk memimpin perusahaan di Konoha. Berbeda dengan Si Sulung yang diberikan tugas mengurusi hubungan kerja sama perusahaan Uchiha yang bertebaran di luar negeri.

"Mereka mengerti maumu? Adakah yang tidak setuju –ah maksudku menambahkan idemu?" tanya Itachi –lagi.

Sasuke nampak tersenyum tipis. "Mana mungkin ada yang bisa menimpali ide cemerlangku, Itachi-nii?" Hm … terdengar sombong memang. Tapi ada benarnya juga, selain orang takut untuk menginterupsi ide-ide dari putra Uchiha yang satu ini, Itachi Uchiha –Si Sulung –bahkan mengakui ide adiknya kali ini sangat pintar. Ah, mungkin ancaman dari ayah mereka membuat otak adiknya itu bekerja mati-matian mencari akal.

"Iya, kali ini aku setuju padamu." Itachi menyeruput teh hangat miliknya. "Lalu apa ada hal yang menarik untuk kau ceritakan lagi?"

Sasuke tak langsung menjawab. Ia seakan memutar kembali memori kejadiannya hari ini. Ah, pagi hari iya sudah bertengkar hebat dengan ayahnya mengenai ….

Skip!

Lalu saat hendak menuju kantor ia ….

Ah! Rasanya ada.

"Nii-chan," panggil Sasuke datar.

"Hn?" Itachi masih asik memasukkan dango ke dalam mulutnya yang sesekali di dorong dengan tegakan teh hangat.

Masih memejamkan matanya Sasuke pun bertanya, "Seadainya kau dimaki dan dibentak oleh pembantu di rumah ini apa yang akan kau lakukan?"

Itachi memilih untuk menelan makanannya lebih dahulu dan baru menjawab. "Pertanyaan aneh. Maksudku, kau tahu kan? Bukannya gimana-gimana, tapi kurasa tak ada orang yang seberani itu meski aku tak sungkan juga tapi … Sasuke, kau tahu hanya orang gila yang melakukan itu, tahu?"

TLAK

Satu petikkan jari pun terdengar. Sasuke langsung membuka matanya dan menatap Itachi penuh arti.

"Bingo. Itu dia," ucap Sasuke tak jelas.

"Maksudmu?" Itachi menaikkan sebelah alisnya. Ia tak mengerti kenapa malam ini adiknya seolah memutar-mutar kata. Padahal Sasuke itu terkenal dengan gaya bicaranya yang langsung into the point, tak suka basa-basi atau pun membual.

Sasuke pun bangkit dari posisi duduknya. Ia membuka jas hitam yang dikenakannya. Tangannya pun mengacak-acak rambutnya yang mencuat ke belakang. "Ada gadis gila yang menarik perhatianku hari ini."

Setelah seakan menjawab pertanyaan kakaknya, Sasuke pun langsung melenggang pergi, hendak kembali ke kamarnya lalu membersihkan diri, membereskan dokumen-dokumen, menonton berita malam dan kemudian siap untuk mengistirahatkan diri. Sedangkan Itachi tiba-tiba dibuat melongo oleh adiknya sendiri.

"Gadis?" Itachi pun bergumam sambil sedikit menoleh melihat kepergian adiknya. "Tumben sekali."

.

.

.

.

.

.

.

JREEEEEEEEEEEEEENG I AM BACK!

Holla~

Lagi-lagi datang dengan fic baru hahaha XDD tanpa mengupdate yg lama…

Aku pengen bgt buat ff dengan latar kehidupan perkantoran gitu dan yg udah dewasa, lalu aku juga pengen mencoba membuat ff dengan konflik yg ribet (meski gayakin otak mampu) yaaa tp harus mencoba dan belajar kan? Hahahaaha

Kalau respon baik, aku akan menjadikan ini multichap yg entah sampai chap brp hahaa meski chap ini belum ada konfliknya tapi semua sudah terdaftar di otak haha XDDD seperti biasa aku berencana membuat fic ini yaaaaa manis manis mesem gitu lah

Lalu bagaimana? Keep or delete aja? :DDD

Ada masukkan mungkin?

(only 3.309 words)

REVIEW~ ^^

V

V

V

V

V

V

V