"…"

"Kau memang yang berhasil menikah dengannya tapi perlu kau ketahui bahwa akulah wanita yang dicintai oleh Naruto-kun! Aku wanita pertama yang ia lamar, namun sayang sekali kemarin aku pergi meninggalkannya. Dia melamarku, kau tahu? Jauh sebelum kalian bertemu kembali. Dia menginginkan aku yang menjadi istrinya bukan kau Hinata!"

"A apa kau bilang…?"

BRUK! Hinata terjatuh ke lantai. Ia pingsan habis mendengar kalimat yang keluar dari mulut Karin. Karin yang melihat Hinata pingsan pun diam, bingung dan panik. Seseorang lewat di depan mereka berdua. Ia sama terkejutnya dengan Karin melihat Hinata terbaring di lantai.


The Easy Way

Chapter 9

Fanfiction wrote by Uchiha Nisa Chan

Dislaimer : Naruto owns Masashi Kishimoto

WARNING : OOC, AU, Typo bertebaran, EYD gak jelas, dan kesalahan lainnya


Alohaaaaaa maaf atas keterlambatannya….!

Lagi-lagi, lama update. Mohon pengertiannya. Tugas saya banyak banget, kalau boleh jujur.

Kayaknya di chapter ini, ceritanya lebih singkat ya? Iya emang sengaja, soalnya kalau mau lanjut alur berikutnya akan kepanjangan, susah motongnya

Yang nggak suka, sama fic ini tinggali aja. Jangan ngomong yang macem-macem. Oke? ;)

Daaannn terima kasih banyak buat yang setia nunggu fic ini :3

Arigatou, arigatou, arigatou…

*peluk sayang readers* :*

Happy Reading! ^^


Lee terkejut melihat istri sahabatnya terbaring di atas lantai, pingsan. Ia pun langsung berlari menghampiri Naruto.

"Naruto, Hinata-chan pingsan" nafas Lee tersengal-sengal akibat habis lari.

"Apa?! Hinata-chan pingsan?" Kata Chouji yang segera berdiri dari duduknya. Mata Naruto mengerling sebentar ke arah Lee. Untuk reaksi awal, ia terkejut mendengar kabar yang dibawakan oleh sahabatnya tersebut. Namun, wajah Naruto segera menunjukan ketidaktertarikannya. Sangat kentara bahwa ia sedang malas untuk membahas hal tersebut.

Chouji dan Lee pun segera pergi ke tempat Hinata. Namun, Naruto masih duduk santai di kursinya dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.

"Kau tidak melihat Hinata?" Ujar Sasuke.

"Tidak. Biar Chouji dan Lee yang urus".

"Terserah kau saja" Sasuke pun juga hendak pergi, menyusul dua temannya tersebut yang sudah lebih dulu.

Naruto menatap punggung Sasuke yang menjauh. Kenapa semuanya pergi meninggalkannya hanya untuk melihat Hinata? Astaga Naruto, yang pingsan itu istrimu. Ke mana hati dan perasaanmu hah? Semuanya pada pergi untuk melihat keadaannya, masa kau terpaku sendirian di ruangan ini? Batinnya dalam hati.

"Hinata? Hinata-chan?" Kiba berusaha membangunkan Hinata. Sasuke, Lee, dan Chouji ternyata terlambat untuk menolong istri sahabatnya tersebut. Mereka telah didahului oleh pria yang bernama Kiba ini. Sehingga mereka pun hanya menonton aksi Kiba yang terus berusaha membangunkan Hinata.

"Minggir" sebuah suara yang terdengar dingin dan ketus menyita perhatian mereka saat itu. Semuanya mendongak ke sumber suara. Sepasang sepatu hitam dengan kedua tangan yang dimasukan di dalam kantong celana, menghampiri mereka. Berjalan santai menuju yang menjadi pusat perhatian mereka semua.

Naruto menggendong Hinata ke dalam pangkuannya, membawa gadis itu pergi dari pandangan mereka semua yang ada disana tanpa mengalihkan matanya ke arah Kiba, Karin, Sasuke, Lee, dan Chouji, serta para tamu undangan yang lain.

Semua mata tertuju pada Naruto yang menggendong Hinata dan membaringkannya di jok mobil. Pria berkulit tan tersebut pun berkata "jalan" memerintah sang supir untuk segera pergi dari sana.


Naruto memperhatikan wajah Hinata yang masih belum sadarkan diri. Wanita tersebut tak kunjung membuka matanya, ia masih terbaring di kasur mereka. Ia pun memegang lembut pipi Hinata sesaat setelah dokter yang memeriksanya telah pulang. Kata dokter tersebut, Hinata akan segera sadar. Maka, Naruto pun terus memperhatikan wajah wanita yang ada di hadapannya ini.

"Na Naruto-kun…" seseorang memanggil namanya. Suara tersebut sangat kecil, nyaris tidak terdengar. Maka Naruto pun menajamkan pendengarannya dan mendekatkan kepalanya ke wajah Hinata.

"Ya Hime, aku disini"

Hinata membuka matanya perlahan. Iris Amethyst itu terlihat begitu sayu. Namun, setelah sang empunya menyadari siapa yang ada di hadapannya sekarang, mata indah itu kembali terlihat normal. Sebuah senyum terlukis di wajahnya.

"Apa yang terjadi…?"

"Seharusnya aku yang bertanya begitu"

Wajah Hinata menyiratkan tanda tanya.

"Kenapa kau pingsan Hime?"

Belum sempat Hinata menjawab, bel rumah mereka berbunyi membuat pandangan Naruto teralihkan. Jidatnya berkerut, seperti berpikir siapa yang datang ke rumah mereka. Naruto pun bangkit dari duduknya dan keluar dari kamar tersebut.


Ekspresi Naruto terkejut melihat siapa yang datang. Namun wajah pria di hadapannya terlihat begitu khawatir.

"Ada urusan apa kau kemari?" tanya Naruto.

"Aku ingin melihat keadaan Hinata. Apa dia baik-baik saja?"

Wajah Naruto terlihat begitu kesal melihat pria dihadapannya ini. Memangnya dia siapa sampai segitu khawatirnya dengan Hinata dan menanyakan keadaannya.

"Na Naruto-kun?" Hinata tiba-tiba saja telah muncul diantara mereka.

"Hinata-chan!" senyum Kiba terlukis jelas di wajahnya. Pria itu hendak menghampiri Hinata. Namun segera ditahan oleh tangan Naruto.

"Yang mengizinkanmu untuk masuk ke rumahku siapa?" Hinata dan Kiba saling pandang melihat tingkah Naruto.

"Kiba-kun, aku.. baik-baik saja.."

"Masuk!" Perintah Naruto tersebut membuat langkah Hinata terhenti, tidak jadi untuk mendekati Kiba.

"Ta tapi…"

Naruto habis kesabaran. Ia segera mendorong Hinata untuk kembali masuk dan segera menutup pintu. Membuat Kiba terdiam melihat aksi Naruto.

"Sekarang kau sudah lihat kan bahwa dia baik-baik saja?"

"Ya… Tapi aku belum bicara dengannya"

"Memangnya itu penting?"

"Ya.. tentu saja.. Bagiku…"

"Dia baru saja sadar dari pingsannya, sehingga dia harus istirahat. Beginikah caramu untuk membiarkannya sehat?"

"Hanya berbicara sebentar saja dengannya tidak akan terjadi apa-apa. Kenapa kau tidak izinkan aku untuk bertemu dengannya Naruto?" tanya Kiba.

"Naruto-kun buka" Hinata menggedor-gedor pintu.

"Kurasa kau harus membiarkannya bicara padaku sebentar, karena sepertinya dia juga ingin berbicara denganku"

Naruto seperti tidak rela, tetapi akhirnya ia membuka pintu tersebut.

"Aku tidak mengizinkanmu untuk masuk, jadi berbicaralah dengannya di luar" Setelah itu Naruto pergi meninggalkan mereka berdua.

"Maafkan Naruto-kun ya Kiba-kun.." Wajah Hinata seperti merasa bersalah.

"Tidak apa-apa. Apa kau baik-baik saja?" Kiba tersenyum menanggapi permohonan maaf dari Hinata.

"Ya, seperti yang kau lihat"

"Syukurlah"

"Terima kasih ya Kiba-kun.."

"Untuk?"

"Telah mengkhawatirkan aku.."

Lagi-lagi Kiba tersenyum menanggapi perkataan Hinata.

"Bagaimana bisa aku tidak khawatir? Kau pingsan seperti itu.." Hinata pun ikut tersenyum.

"Suamimu sepertinya sangat tidak suka padaku"

"Emm….." Hinata tidak tahu harus menjawab apa. Sehingga ia hanya tersenyum menanggapi komentar Kiba tentang Naruto.

"Sudah cukup" Tiba-tiba Naruto muncul diantara mereka.

"Kiba-kun… sudah saatnya kau pulang.. Terima kasih telah menjengukku" Hinata kembali tersenyum pada Kiba.

"Hem, baiklah.. Sampai jumpa Hinata-chan.." ia membalas senyuman Hinata. Sesaat ia mengerling ke arah Naruto. Namun pria tersebut masih menunjukkan ekspresi yang sama seperti tadi, terlihat…. Begitu kesal.


Naruto menuruni tangga dengan tergesa-gesa, berlari-lari kecil seperti bocah yang akan mendapatkan mainan baru. Begitu tiba di meja makan, ia langsung mengambil sepotong roti begitu saja. Hinata yang sedang sibuk menuangkan the hangat ke dalam gelas menoleh ke arahnya dengan wajah bingung.

"Naruto-kun tidak sarapan dulu?" begitu katanya.

"Tidak, aku buru-buru Hime" Kini ia sedang sibuk mengikat tali sepatunya.

Sebenarnya di hati Hinata kecewa kalau pagi ini ia harus melewatkan sarapan bersama Naruto. Namun ia sama sekali tidak menunjukan kekecewaannya, malahan senyuman manis yang terukir di wajahnya.

"Emm…. Naruto-kun.." kata Hinata begitu Naruto hendak pergi.

"Ya?"

Namun Hinata tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya memandangi wajah Naruto begitu lama. Ekpresinya menunjukan seperti orang yang sedang gugup dan penuh harap. Naruto menaikan kedua alisnya, karena tidak ada kalimat yang keluar dari mulut Hinata, Naruto akhirnya memutuskan untuk segera berangkat kerja.

"Aku pergi dulu Hime" Kalimat tersebut membuyarkan lamunan Hinata. Kini Naruto telah berjalan menuju mobilnya.

"Eh?" Hinata tersadar. Ia ingin memanggil Naruto, namun pria tersebut telah menutup pintu mobilnya dan segera melaju meninggalkan halaman rumah tersebut.


"Aku ikut!"

"Tidak perlu, biar aku saja yang pergi" Kata Naruto tanpa mengalihkan perhatiannya dari tumpukan kertas yang ada di meja kerjanya.

"Tapi Naruto-kun, aku ini sekretarismu. Jadi aku harus ikut!"

Naruto menghela nafas, lalu melihat seorang wanita yang berdiri tegap tepat di depan meja kerjanya. Ekspresi wanita tersebut terlihat begitu serius dan menatap tajam ke arahnya.

"Dengar Karin-chan, aku bisa lakukan sendiri. Aku sudah biasa mengerjakan proyek semacam ini"

"Ini bukan masalah kau bisa atau tidak, tapi ini juga bagian dari pekerjaanku. Jika kau pergi, apa yang mesti aku lakukan disini?"

"Oke. Ini memang bagian dari pekerjaanmu, terima kasih aku hargai itu. Tapi, selama aku disana aku bisa mengatasinya sendiri, kelak ketika aku pulang kau tentu bisa mengambil alih lagi pekerjaanmu sebagai sekretarisku"

"Tapi apa salahnya jika aku juga ikut denganmu?"

"Tidak ada yang salah"

"Kalau begitu aku ikut!"

"Tidak usah"

"Naruto-kun….!"

"Oh ayolah Karin-chan, proyek ini hanya dua hari. Aku seratus persen bisa mengatasinya sendiri. Aku tidak membutuhkan bantuanmu, lagipula akan jauh lebih repot jika kau ikut. Harus membayar biaya penginapan dua kali lipat, dan biaya-biaya lainnya"

"Jadi ini masalah biaya?"

"Bukan! Bukan itu. Tapi setidaknya kita bisa lebih hemat, paling tidak sampai produk kita kemarin sangat laku di pasaran. Biaya launchingnya kemarin belum memberikan laba bagi perusahaan kita. Aku harap kau paham"

"Kalau begitu aku akan membayar biayaku sendiri. Bagaimana? Apa aku boleh ikut?"

"Kenapa kau sangat ingin ikut pergi bersamaku ke Suna? Aku hanya pergi selama dua hari. Ingat DUA HARI" kata Naruto menekankan pada kalimat dua hari.

"Karena itu pekerjaanku juga Naruto-kun… Aku hanya ingin menjadi sekretarismu yang professional.."

"Hem? Begitu ya? Kalau kau mau menjadi sekretarisku yang professional, caranya kau harus menuruti perintahku" Mata biru safir Naruto menatap tajam ke arah Karin.


Hinata menatap kado-kado pemberian teman-temannya tadi siang dan juga mengingat ucapan-ucapan selamat ulang tahun untuknya. Termasuk dari Kiba. Begitu Hinata tiba di kantornya pagi tadi, sudah ada bungkusan berbentuk kotak kecil di mejanya, juga sebuah surat yang intinya mengucapkan selamat ulang tahun dan doa-doanya untuk Hinata. Begitu Hinata buka, ternyata isinya sebuah kalung liontin berbentuk lingkaran. Dan di dalam lingkaran tersebut ada sebuah garis miring yang mengubungkan salah satu ujungnya dengan ujung yang lain. Begitu Hinata pulang dari kantornya, ternyata pria tersebut juga telah menunggunya di luar. Seolah-olah ia tidak puas jika tidak mengucapkannya secara langsung.

Anggota keluarganya pun juga tidak lupa melakukan hal yang sama. Mengucapkan kata seperti 'selamat', mengucapkan doa, memberi kado, kejutan, dan lain sebagainya. Hanya satu orang itu yang tidak melakukan hal-hal yang demikian. Entah dia memang lupa, tidak tahu, atau memang disengaja. Yang sampai detik ini pun tidak ada kabar.

Hinata kembali mendapatkan jawaban yang sama ketika ia mencoba menghubungi Naruto. Panggilan teleponnya dijawab oleh orang lain, bukan Naruto. Sepertinya dia adalah orang yang mendampingi Naruto dalam menjalani proyek yang ia kerjakan selama di Suna. Dan untungnya orang tersebut adalah seorang pria, bukan seorang wanita. Terutama Karin.

Ketika Hinata bertanya apakah Karin ikut, pria tersebut menjawab bahwa Karin tidak ikut bersama Naruto. Sedikit lega hati Hinata, meski ia juga kecewa karena sampai detik ini Naruto tidak menjawab teleponnya. Ia selalu menyuruh pria tadi untuk menjawab telepon Hinata dengan alasan bahwa ia sedang kerja dan tidak bisa diganggu.

Meski demikian, Hinata berusaha sabar. Mungkin memang suaminya tersebut sekarang sedang sibuk sehingga tidak bisa menerima teleponnya. Lagipula Naruto hanya akan pergi selama dua hari. Jadi, malam ini ia harus tidur sendirian. Tanpa Naruto disampingnya.


Handphone Naruto bergetar di atas meja. Ia melirik sekilas, namun ia mengacuhkannya. Tidak peduli dengan suara telepon yang berdering, menandakan ada yang menelepon. Pria berambut jabrik tersebut malah duduk di kursi santainya, sambil menyeruput segelas minuman hangat. Entah air apa itu.

Sementara telepon tersebut tidak berhenti berdering. Ketika tidak ada yang mengangkat, maka sang penelpon akan menelpon lagi begitu seterusnya, seolah tidak putus asa dan yakin bahwa sang pemilik telpon yang dituju akan menjawab telponnya.

Melihat kejadian demikian, Kabuto tidak tahan untuk tidak menegur tuannya tersebut.

"Tuan, nona Hinata menelpon anda lagi"

"..." Naruto masih sibuk membaca berita di koran yang ada di pangkuannya sekarang.

"Pagi ini, sudah 25 panggilan tak terjawab tuan..."

"Sudah 1 hari nona Hinata mencoba menghubungi Tuan. Saya mohon, terimalah telepon darinya, setidaknya anda berbicara padanya walau hanya sedikit"

Tidak ada kalimat yang keluar dari mulut Naruto, yang terdengar hanyalah suara kertas yang dibalik oleh Naruto ketika ia ingin membaca halaman selanjutnya.

"Tuan..."

"Biarkan saja. Kalau kau merasa kasihan, silahkan angkat teleponnya. Atau kalau kau merasa terganggu dengan suaranya yang berisik, matikan saja telpon tersebut"

Kabuto hanya menatap Naruto dengan pandangan putus asa, namun dibaliknya juga menyimpan kekesalan. Ia pun akhirnya mengambil handphone Naruto yang masih bergetar di atas meja. Begitu sambungan diterima, suara seorang wanita telah menginterupsinya.

"Naruto-kun?!"

"Ini Kabuto, nona"

"Naruto-kun mana?" Ada nada kecewa di balik suara tersebut, Kabuto tahu itu. Meski ia tidak melihat langsung wajah sang empunya.

"Tuan... Sedang tidak bisa diganggu.." Kata Kabuto lagi

"Benarkah? Sesibuk apakah dia? Lagipula, apa aku mengganggunya?"

"Ah, itu... Maafkan saya nona..."

"Katakan padanya, setelah ia selesai dengan urusannya segera hubungi aku.."

"Baik nona" Sambungan pun terputus.

Setelah Kabuto selesai berbicara dengan Hinata, Naruto masih berpura pura membaca.

"Jika tuan mencintai nona Hinata, maka tunjukkanlah. Jangan berpura pura bahwa anda tidak peduli padanya" Selesai berkata seperti itu, Kabuto keluar dari ruangan tersebut. Dan setelah Kabuto tidak berada di ruangan itu lagi, Naruto menghentikan bacaannya dan menghela nafas. Entah apa yang dipikirkan olehnya, hanya dia sendiri yang tahu..


Hinata menurunkan tangannya sehabis berbicara dengan seseorang di telepon. Wajahnya terlihat lelah dan begitu putus asa.

"Bagaimana?" Tanya Kiba yang berada di sampingnya. Hinata menjawabnya dengan sebuah gelengan yang lemah. Kiba pun menjadi iba melihatnya seperti itu. Betapa ia ingin mengguncang bahu kecil tersebut dan memberitahunya bahwa ada orang lain di luar sana yang begitu peduli padanya. Dan orang itu adalah dirinya sendiri.

"Aku... Belum sepenuhnya memahami Naruto-kun. Kupikir aku sudah mengerti semua tentangnya, tapi ternyata aku salah" Hinata mengambil jeda sedikit. Sementara Kiba masih setia mendengarkannya.

"Terkadang, ia bersikap seolah-olah menyayangiku, mencintaiku, dan mengasihiku. Namun, terkadang ia kembali bersikap seperti ini. Kembali mengacuhkanku, menyakiti perasaanku, dan membiarkan aku menangis semalaman. Aku tidak tahu apa maksud dari semua ini..." Bulir - bulir mata Hinata mulai satu per satu turun. Namun, ia menyunggingkan sebuah senyuman. Seperti menangis dalam senyum.

"Dia mengangkatku tinggi - tinggi, namun kemudian dihempaskannya begitu saja. Sehingga rasanya begitu sakit. Kau tahu kan bagaimana rasanya jatuh dari tempat yang sangat tinggi?"

Kiba semakin sedih melihat Hinata begini. Rasanya lebih menyakitkan melihatnya menangis sambil tersenyum. Kiba tahu, hati Hinata sangat terluka saat ini. Ia tahu persis itu. Padahal kemarin adalah hari ulang tahunnya. Tapi kado yang ia dapatkan dari orang yang sangat ia harapkan adalah luka semacam ini.

"Hinata-chan?" Panggil Kiba. Hinata pun menoleh kepada seseorang yang berada disampingnya. Raut wajahnya mengisyaratkan bahwa ia sedang bertanya 'mengapa' atau 'ada apa'.

"Jika ada orang lain yang menyukaimu seperti kau menyukai Naruto, apa yang akan kau lakukan?" Hinata tidak langsung menjawab. Ia kaget atas pertanyaan Kiba yang tiba-tiba dan tidak biasa.

"Kenapa bertanya begitu Kiba-kun?"

"Jawablah dulu pertanyaanku"

"Kau bertanya begitu? Jawabannya adalah… aku… tidak tahu…"

"Aku mencintaimu Hinata-chan" Bola mata Hinata membulat seketika.

"Aku menyukaimu seperti kau menyukai Naruto. Aku tidak tahu persisnya ini kapan, tapi… aku tahu dengan jelas tentang perasaanku"

Kiba hendak menyentuh lengan Hinata, namun wanita tersebut menarik kakinya untuk mundur.

"Hinata-chan…" Kiba berusaha untuk menahan Hinata.

"Hinata, ayolah.. hei" Hinata memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya. Ketika Kiba selangkah lebih maju untuk mendekat padanya, Hinata segera mengambil tasnya yang terletak di atas rumput dan pergi meninggalkannya begitu saja. Tanpa sepatah kata pun dan tanpa menoleh lagi.

Belum sempat Kiba menjelaskan lebih, Hinata telah pergi meninggalkannya. Disini, hati yang sakit bukan hanya Hinata tetapi Kiba juga ikut merasakannya. Kiba sadar, dan memang seharusnya begitu bahwa kata 'aku mencintaimu' tidak seharusnya diucapkan pada wanita yang baru saja menyatakan bahwa ia menyukai pria lain. Kata 'aku mencintaimu' tidak seharusnya diutarakan kepada orang yang baru saja patah hati karena belahan jiwanya. Namun, semua itu sudah terlambat. Ingin rasanya Kiba menarik kembali dua kata tersebut. Ia juga tidak mengerti kenapa kalimat itu terucapa begitu saja dari mulutnya. Tetapi, sepanjang ia mengenal Hinata, dua kata tersebut adalah kata - kata yang paling jujur ia ucapkan padanya. Paling jujur dari dalam hatinya.


Hinata berbaring di atas kasurnya. Menengadah menatap langit langit kamarnya. Perasaannya sangat berkecamuk hari ini. Begitu banyak permasalahan yang ada di pikirannya saat ini. Ia tidak tahu apa yang dikatakan Kiba tadi apakah sungguh - sungguh atau hanya bualan semata. Hinata berpikir, bahwa itu hanyalah candaan. Tetapi ketika ia melihat sorot mata Kiba, hal itu tidak main - main. Pria tersebut sedang serius. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan ketika mendengar kalimat itu, karena terlalu kaget ia akhirnya berlari begitu saja, dan berakhirlah di kamarnya di ruangan ini. Hinata mengambil handphonenya dari dalam tas. Masih tidak ada kabar dari Naruto sampai saat ini.


Handphone milik Naruto kembali berdering. Namun sang penelepon kali ini berbeda, bukan nama Hinata yang tertera disana. Entah sudah berapa puluh panggilan dari wanita itu yang telah diabaikannya. Kali ini, justru nama Karin yang tertera di layar ponsel miliknya. Ia pun mengangkat telpon tersebut. Mungkin, cukup lama mereka mengobrol di telpon tersebut. Yang pembicaraan awal hanyalah masalah pekerjaan dan ujung-ujungnya menjadi masalah pribadi serta banyak candaan. Kabuto yang melihat Naruto seperti itu, hanya bisa geleng-geleng kepala. Tidak mengerti dengan jalan pikiran tuannya tersebut.


Sementara Hinata yang sedari tadi mencoba menghubungi suaminya tersebut, tetapi nomor yang dituju sedang sibuk. Begitu seterusnya ketika ia mencoba menelpon ulang. Hingga akhrinya ia kelelahan dan tertidur.


Sinar matahari menerobos masuk lalu memantulkan cahayanya di wajah Hinata. Karena terganggu dengan sinar itu, mata Hinata pun perlahan – lahan membuka. Mengerjap-ngerjap, bulu matanya yang lentik bergerak-gerak indah. Daaaann terlihatlah amethystnya yang indah. Hinata menguap sekali lagi, ia pun bangun menjadi posisi duduk. Memperhatikan sekeliling, ternyata ini masih di kamarnya batinnya dalam hati. Saat ia sadar, dimana dia berada sekarang.

Hinata membuka kaca jendela kamarnya, membiarkan angin dan sinar matahari bisa masuk lebih banyak. Ia merentangkan kedua tangannya layaknya seseorang yang baru bangun tidur. Ketika ia menoleh ke kiri, ada seseorang yang berdiri di depannya. Orang tersebut sepertinya hendak tersenyum padanya, namun Karena Hinata yang kaget dan bengong, alhasil senyuman itu seperti ditahan-tahan.

Hinata sangat merindukan pria di depannya ini, tapi dia juga sangat benci padanya. Mungkin… tepatnya ia kesal pada pria tersebut. Hinata pun berjalan menjauh dan berlawanan dari pria itu, membuat sang pria kaget akan reaksinya sehingga ia pun mendekati Hinata. Gadis itu kini membelakanginya.

"Beginikah caramu menyapa suami yang baru pulang dari pekerjaannya?"

"Pergilah! Aku benci padamu!" Naruto menatap punggung Hinata yang bergetar. Ia tahu, bahwa Hinata sedang menangis dan ia juga paham akan kalimat Hinata barusan. Ia sangat pantas untuk mendapatkannya.

Naruto pun memeluk tubuh Hinata, memegangi pinggulnya yang ramping. Lalu menyingkirkan rambut Hinata yang tergerai. Ia mencium aroma tubuh Hinata, lalu memejamkan mata serta berbisik di telinga gadis tersebut.

"Maafkan aku" katanya.

Sesaat, Hinata berhenti menangis saat Naruto memeluknya. Dan kalimat yang diucapkan Naruto barusan, entah mengapa rasanya di telinga Hinata terdengar begitu tulus sehingga ia pun luluh. Naruto memutar tubuh Hinata untuk menghadapnya. Gadis itu masih menangis, diangkatnya wajah itu. Dan bertemulah amethyst dengan sang biru safir. Tangan Naruto terulur untuk menghapus air matanya. Seraya berkata "Maafkan aku, aku tidak akan mengulanginya lagi".


"Pasangkan kalungnya di leher aku dong" Hinata memain-mainkan benda yang bernama kalung di depan wajah Naruto. Mau tidak mau, pria tersebut menurunkan koran yang tengah ia baca dan menatap wajah sang istri dengan pandangan kesal bercampur gemas. Namun yang ditatap malah tersenyum lebih lebar, seolah-olah tidak mau tahu dan tak peduli bahwa ia telah mengganggu konsentrasi Naruto. Sehingga Naruto pun menuruti perintah wanita yang telah menjadi istrinya ini. Ia terlihat begitu bahagia saat Naruto telah memasangkan kalung itu ke lehernya. Hinata pun kembali melanjutkan pekerjaannya, sementara Naruto memperhatikannya dari tempat ia duduk, tidak jadi melanjutkan bacaannya.

Kalung itu adalah kado ulang tahun yang diberikan Naruto kepada Hinata. Pagi tadi, saat ia sampai ke rumahnya, ia melihat ada banyak kado di rumahnya. Kado-kado yang diberikan untuk Hinata. Naruto pun menjadi ingat, bahwa dua hari yang lalu adalah ulang tahun Hinata. Ia lupa mengucapkannya. Maka begitu ia meletakan barang-barangnya, ia pun langsung memacu mobilnya untuk mencari kado yang tepat buat Hinata sebelum gadis tersebut bangun.

Hampir satu jam ia berkeliling Konoha untuk mencari kado yang paling cocok buatnya. Hingga akhirnya ia menemukan kalung itu. Kalung itu begitu sederhana, liontinnya hanya berupa huruf 'N' yang tercetak miring, memang disengaja, tidak ada embel-embel lain. Begitu Hinata bertanya mengapa N bukan H, Naruto hanya menjawab bahwa tidak ada lagi huruf H yang ada tinggal N saja. Lalu mengucapkan "sudah jangan protes" dengan wajah menyebalkan, membuat Hinata memanyunkan bibirnya. Benar-benar kebiasaan Naruto tidak mau mengakui yang sebenarnya, gengsinya terlalu tinggi untuk bersikap manis pada Hinata. Tentu saja Naruto tidak mengatakan alasan yang sebenarnya. 'N' itu adalah untuk Naruto. Agar Hinata selalu ingat padanya.


TBC


SELESAI! Untuk chapter ini hkhkhkh :v

Saatnya membalas review dari readers kece :*


Setsuna f seie

Nah loh ...kok pingsan...!

Author

Nah loh :D


Rin Asakaze

Nisachan,yg baik q bkny mrah!q t2 pnsran ma lnjtany bkin q gmes ne crita!arigato sblmy udh cpt update,dtnggu lnjtany!_

Author

Hahaha iya iya, gomen ne :p


gadis lavender

ayooo dong updatenya ASAP... keburu lupa alurnya lohh entar :3.

keep writing. ganbatteeee senpaiii...

Author

Hehehehe, kalau lupa baca lagi chapter sebelumnya ya minna :3

Arigatou! :D


hikaru sora

Hhwwaa...Senpai please update kilat next chapter...hehehe..._ ganbatteo...

Author

Gomen ne T.T


Ayzhar

Yuhuu...aku datang lagi..gomen'ne telat review, aku sibuk nih #ceilah XD

Naru-kun kamu mesum.. Ada anak kecil malah ...*sensor* muahahaha :D

mereka agak baikan ya, apalagi Naru yg banyak omong dan Hina yg OOC...semoga selamanya baik

siapa yg liat Karin pas Hinata pingsan? Naruto'kah?

Apdate kilat senpai :)

*makash fb'nya..jangan panggil ayzhar, panggil ayu aja, senpai. Biar simpel :D

Author

Ya gpp dong, author aja telat update fanficnya -_-

Hehehe gomen ne gomen T.T

Iya


Durara

keren! bisa lanjut update gak Nisa-chan? kalo bisa kilat ya _)b

Author

Iya bisa kok, tapi nggak kilat :p


Beetha

Wahaha, akhirnya apdet jg XD

kpn nih ada full romance naruhina ? #Maksa

keren bgt thor.. Lanjut..!

Author

Di ending cerita mungkin ya

Iya makasih ya! :D


Guest

bertele-tele banget nih fic, ala sinetron banget.

Author

Ya, genrenya kan romance, drama. Jadi wajar aja kalau bertele-tele.

Kalau nggak suka, gak usah dibaca


meong chan

wah. hinata ampe pingsan hiks :(

kpan naruto sadar klo dya bner" cinta sama hinata author san? :3

update yg cepet klo bisa yah, pnasaran , hhihi smangat author san :3

Author

Author juga nggak ngerti sama jalan pikiran Naruto ._. #Lah (?)


Me

Agak ringan konfliknya..tapi tetap sipp,bagus juga hinata dibuat hamil,utk buat karin lebih marah..next

Author

Sipp! Makasih ya minna


Manguni

Konfliknya agak gak dibuat hinata hamil,pasti karin lebih marah..

Lanjutkan

Author

Nanti ya, author simpan dulu sarannya makasih mangun-chan


Guest

Lanjut thor ... Semangat yye !

Author

Iyay! Makasih ya ;D


elisialorento

Yay, thanks author udah update _

Lanjut chapter berikutnya

Ganbatte, Author _

Author

Sipp (y)

Makasih ya udah review


Yummy

(̯-̮) ceritanya tambah menegangkan,,,ayooo update lg he he

Author

Yapp! Ini udah update


Guest

ngelap muka,,,, - abis di cium ma authornya...

Author

Eh? Hahahah wah wah :D


Guest

Kapan update yg ke 9 ?

Author

Ini udah update, maaf ya telat


nara tobi

author'san,,,,,, cepetan updeth donk! kalau bisa 1 minggu sekali!

Faithing,,,,,, jangan menyerah author'san!

LaNjUt!

Ganbatte!

Author

Kayaknya kalau 1 minggu sekali, aku nggak bisa.

Gomen ne…


Guest

nisa-chan, maukah kau mengobati luka hatiku atas chapter 663 dengan mengupdate fic ini secepatnya? Plis.

Author

Adakah cara lain untuk mengobati luka hatimu selain dengan mengupdate fanfic?


mey-chan

Wah udh lama gak baca ff yg ini, s uke lama banget mikir cintanya sama siapa udh jelas lah sama hime, karin udah kadaluarsa soalnya :v

Author

Hahaha kayak makanan aja ya bisa kadaluarsa :D


Yosh! Udah selesai…..

Sampai ketemu di chap 10 semuaaaaa ;*

*lambai lambai tangan*

*peluk satu per satu*