Twin Swords

Chapter 23

Naruto milik Masashi Kishimoto

Genre: Adventure & Friendshiep

.

.

Epilog

"Makanan sudah siap!" Teriakan Ge menghentikan aktivitas beberapa orang sekaligus. Gaara menghentikan diskusi dengan Reon. Sasuke membawa piring sementara Naruto menghentikan kegiatan membaca komik.

Mata Naruto langsung awas memandang Ge yang baru saja teriak. Komiknya diletakkan di meja dan pikirannya tiba-tiba dilanda kebingungan.

"Sudah siap? Cepat sekali?" Ada keanehan dengan jalannya waktu. Dia merasa belum lama membaca komik tapi kenapa Sasuke dan Ge sudah selesai memasak? Aneh.

"Kau yang terlalu asik membaca, Naruto. Apalagi itu edisi baru!" Seru Reon. Bocah bermata coklat menatap lapar komik baru ditangan putra tunggal Yondaime Hokage. Komik edisi terbaru yang sama sekali belum dia sentuh.

"Ugh! Mungkin, he he he! Atau aku yang mungkin terbawa suasana. Kita sudah lama tidak berkumpul. Sejak perang berlangsung, bukan?" Tanya Naruto pada rekan-rekannya.

Memori setahun yang lalu tentang perang kembali menghampiri. Pedang Twin Swords akhirnya disegel pada tubuh Naruto dan Sasuke. Reon hampir dihukum mati oleh Hokage karena seenaknya menyegel pedang iblis pada dua pemuda Konoha. Untungnya hal itu dapat dicegah. Segalanya membaik. Gaara akhirnya menjadi teman dekat Reon setelah kepergian Ge.

Eh, tunggu? Ge bukannya sudah mati.

Tapi kenapa kemarin sore dia bisa pulang?

Naruto menggelengkan kepala.

Ini pasti keajaiban.

Argh! Sudahlah! Ini memusingkan.

Dia lebih memilih mematri sosok itu dalam ingatan supaya memorinya tidak kabur lagi. Hampir setahun tidak melihat Ge rasanya ada kerinduan mendalam pada sahabatnya.

"Ya, ini hampir sudah setahun. Dan gara-gara kau hidup kami menyebalkan." Iris onix Uchiha Sasuke melirik tajam pada sosok sang ketua. Sekilas onixnya memerah terang sebelum kembali hitam. Sasuke tampak ingin mengeluarkan Twin Swords miliknya untuk menghukum sang ketua.

Reon cengar-cengir seperti tanpa dosa.

"Apa? Lihat sisi positifnya! Kalian jadi lebih kuat. Berterimakasilah padaku," ujar Reon penuh kebanggaan. Kepala Reon tiba-tiba didorong oleh Gaara dari belakang hingga hampir tersungkur jatuh.

"Oi! Gaara! Hati-hati, ini kepala!" Ketua white lines memprotes pria merah.

"Kau itu harusnya prihatin bukannya berwajah bangga tanpa rasa dosa. Kau memalukan pemuda Suna." Silau membunuh si sanin berhasil membuat Reon mengerucutkan bibir. Ada satu lagi orang yang berhasil menaklukan ketua white lines yaitu Sabaku no Gaara. Entah sejak kapan mereka berteman akrab mengingat kepribadian mereka bagai bumi dan langit.

"Oh, jadi kau malu?" Reon tampak setengah frustasi.

"Memangnya apa yang bisa dibanggakan dari dirimu, ketua?" Ge menambahi dengan nada jahilnya.

"Tidak ada," langsung dijawab Gaara dengan datar.

Reflek Ge, Naruto dan Sasuke menertawai Reon. Iris biru pemuda pirang sekali lagi melirik sosok pemuda pirang lain. Berusaha menelisik kejanggalan yang terjadi di depan mata. Perasaannya senang dan bingung bersamaan.

Mereka kecuali Ge kemudian duduk di meja makan apartemen Reon. Gaara mengambil tempat di sebelah Reon sementara Ge masih berdiri menata hidangan. Garis wajahnya masih sama seperti yang Naruto ingat. Dia bahkan tidak tampak keberatan Reon bersahabat baik dengan Gaara.

"Ngomong-ngomong, bagaimana Reon setelah kutinggal?" Dia bertanya tanpa beban seolah-olah itu hal normal.

"Tentu saja terguncang, kau tidak pamit padaku bodoh!" Reon langsung menyahut. Kekesalan menghiasi wajahnya. Ulu hati Naruto tiba-tiba sakit tanpa sebab. Luapan emosi dari sang ketua adalah nyata.

Selintas bayangan Reon yang menangis di pusara kembali menghampiri pikirannya yang berkabut.

Mata birunya melirik Ge lagi.

Ge sudah mati, bukan? Berdiri di depan mereka adalah hal mustahil.

"Waktunya tidak cukup Reon, tapi yang penting sekarang aku di sini bersama kalian," jawab Ge sambil tersenyum. Dia kemudian berjalan ke dapur lagi untuk mengambil nasi yang kemudian diletakkan di tengah meja.

"Lalu sekarang kau tinggal dimana?" Sasuke bertanya dan kebetulan mewakili keheranan Naruto.

"Tempat yang jauh dari Sunagakure dan lebih nyaman," jawabnya singkat.

"Ehhhh, kenapa kau tidak bilang padaku!" Rengek Reon pada sahabatnya.

"Karena jauh, lagi pula kau berisik! Aku tidak mau diantara kalian menyusulku dalam waktu dekat," ucap Ge sambil mengiris buah semangka menjadi dua bagian. Dia lalu meletakkannya di piring buah. Selesai dengan buah dia lalu mengambil kursi di samping Naruto.

"Kau pelit! Kita sahabatmu dan kau anggap kami apa?" Naruto merajuk pada pemuda disampingnya.

"Aku bilang tidak ya tidak." Ge masih keras kepala dengan menyembunyikan alamat tempat tinggalnya.

"Lebih baik kalian makan, jangan bertanya tidak penting! Jarang-jarang aku bisa masak untuk kalian," katanya lagi. Dia mengomel karena Gaara, Reon, Sasuke dan Naruto tidak segera mengambil makan.

"Jawab dulu, baru kami makan!" Tuntut Reon tidak mau kalah.

Ge tampak berpikir sejenak sebelum dia mengambil kertas dan menuliskan alamatnya. Diberikannya kertas itu pada Naruto yang lalu disimpan dalam saku celana sang pemuda. Teman-temannya merasa puas.

"Makan sekarang!" Natsuma muda berbalik menuntut pada rekannya.

"Baiklah, kami makan!"

Tangan Naruto menyendok nasi kare buatan Ge sebelum memasukkan dalam mulut. Mengunyah beberapa kali anehnya bukan kelezatan nasi kare yang dia rasakan.

Itu rasa…bantal?

Reflek mata biru Naruto terbuka. Awalnya kabur namun semakin jelas ketika dia dapat melihat langit-langit kamar. Cahaya matahari pagi menyusup ke kamar hingga membuatnya tersadar.

Terbangun di atas futon dia melihat sosok Uchiha masih tidur di sebelahnya sementara Reon tidur melingkar di ranjang. Yang membuatnya miris adalah bantal yang dia gunakan basah karena dia gigit. Menjijikkan! Tapi sudahlah, itu bantal Reon.

Duk!

Duk!

Duk!

Di sisi lain dia bisa mendengar suara pintu diketuk.

"Penganggu tidur!" Rutuk Naruto dalam hati. Membiarkan dua makhluk lain tidur dia segera ke luar kamar untuk mencapai pintu. Dibukanya pintu secara malas.

"Kau bisa tidak mengetuk pintu lebih pelan?" Keluhan Naruto meluncur begitu mengenali siapa sosok yang datang. Sabaku no Gaara, si kepala merah. Tanpa permisi sang sanin muda masuk ke apartemen Reon. Karangan bunga Lily diletakkan sementara di atas meja.

Iris jade Gaara berkedut kesal saat Naruto berbaring di sofa dan memejamkan mata kembali.

"Apa-apaan itu? Hei bangun Naruto." Gaara mengguncang-guncangkan tubuh malas di depannya.

"10 menit lagi. Aku masih mengantuk," ucapnya mengabaikan pria merah.

"Yang lain sudah menunggu kita. Apa kalian lupa? Hari ini kita ke pusara Ge untuk mengenang satu tahun kepergiannya."

"Ge?" Nama itu bagaikan kata ajaib begitu dikumandangkan. Pemilik mata safir langsung buka mata.

"Oh sial!" Jauh-jauh hari Sasuke dan Naruto berusaha menyiapkan jadwal ke Sunagakure berakhir mereka bangun telat. Pengorbanan izin sekolah dan cuti bekerja hampir jadi sia-sia. Belum lagi mereka menolak misi.

Ya! Sekarang mereka juga mendapat misi sesekali. Hokage terlalu pintar untuk membiarkan mereka jadi sipil biasa.

Dua puluh menit berikutnya terjadi kehebohan di apartemen Reon. Ketiganya bangun terlambat gara-gara terlalu larut malam menonton video rekaman serta foto-foto bersama anggota white lines lain.

Naruto yang terakhir selesai berpakaian. Sejenak dia merogoh kantung celanannya. Dia terlihat kebingungan.

"Kau kenapa Naruto?" Gaara bertanya heran saat jutru wakil white lines bingung mencari sesuatu.

Kepala pirang menggeleng. "Aneh, sepertinya aku menyimpan sesuatu di celana tapi tidak ada."

"Memangnya kau menyimpan apa Dobe?" Sasuke bertanya.

"Alamat Ge." Seketika Naruto terdiam, dia bahkan terkejut dengan ucapannya sendiri. Rupanya dia tadi malam bermimpi bertemu Ge. Samar-samar dia ingat Ge datang, membuat masakan lalu memberi alamat. Selebihnya dia lupa. Memorinya tidak sampai untuk disimpan ke otak.

Suasana dingin tiba-tiba melanda ruang tamu milik Reon.

"Naruto," panggil Reon khawatir.

"Tidak apa-apa, tapi rasanya itu nyata sekali dan membuatku senang. Kita berkumpul dan kali ini ada kau juga Gaara," ucap Naruto berusaha riang. Bermimpi tentang sahabat mereka jadi hiburan tersendiri mengingat sosok sang sahabat sudah tidak ada. Sebuah bonus jika mengingat mimpi karena kebanyakan hanya ingatan buram tentang kehadiran Sage Natsuma.

"Yeah, mungkin alam bawah sadarmu sedang rindu dengan Ge. Ini masih tahun pertama, wajar jika masih sering memimpikannya," berbeda dari hari biasa sejak bangun Reon terlihat murung. Satu tahun Ge telah pergi dan mereka harus menjalani kehidupan tanpa adanya sosok sahabat

"Mungkin juga," jawab Naruto lirih.

"Sudahlah, kita tidak boleh telat," ajak Sasuke pada mereka. Mengenang terlalu lama hanya akan membuat kesedihan berlarut.

"Ayo!" Seru Reon sambil menutup pintu.

.

.

.

The End

Argghhhhh! Sudah selesai. Hampir empat tahun, ya? Untuk cerita ini dan akhirnya tamat. Lama benget! #YEEEEEEE! Tapi yang penting selesai baik fanfic dan kuliahnya. Akhirnya lulus juga! Bagian mimpi Naruto memang agak ngaco soalnya kubuat mirip mimpiku sendiri tentang seseorang yang sudah meninggal dan kurang lebih seperti itu, antara sadar dan tidak sadar. Akhirnya bisa lanjut proyek lain. Yuhuuuu! Akhir kata semoga suka, kurang lebihnya mohon maaf.

Mind to Review?