Mimpi?

Seperti apa mimpi itu?

Kami belum pernah mengalaminya.

Sebelum kami tidur mereka selalu berkata, "Mimpi indah."

Kami hanya tersenyum tanpa makna mendengarnya.

Kenapa?

Satu jawaban kami:

"Kami belum pernah bermimpi."

Bercanda?

Silahkan berkata seperti itu.

Kenyataannya adalah, kami memang belum pernah mengalaminya.

Saat kami merasakan kantuk, kami akan tertidur. Tanpa mimpi.

Kami tidur seakan satu detik.

Karena kami tidak bermimpi.

Saat orang-orang bermimpi buruk, kami pun hanya tersenyum.

"Walau kami belum pernah bermimpi, namun kami berharap mimpi buruk tidak akan menghampiri kami ketika… kami bisa bermimpi."

Ya, itulah harapan kami.

Kami ingin merasakan mimpi kala tidur itu seperti apa.

Namun kami pun (Egois) tidak ingin mendapat mimpi buruk saat kami merasakannya.

Kami terkadang sangat iri pada mereka.

Mereka bermimpi, keesokan harinya mereka akan bercerita tentang mimpi mereka.

Mereka memikirkan dan menebak-nebak, bahkan meminta peramal atau penafsir mimpi untuk mengetahui maksud dari mimpi yang mereka dapatkan.

Mereka… bahkan memiliki jalan hidup dan dapat sukses karena mendapat ilham dari mimpi.

Kami… tertidur seakan mati.

Saat terbangun kami seperti amnesia.

Bertanya pada diri sendiri, 'jam berapa? Hari apa? Tanggal? Atau… dimana kami? Masih hidupkah?'

Itulah yang kami rasakan ketika bangun tidur.

Membuat kami bertanya-tanya…

"Kenapa kami tidak mendapatkan mimpi?"

.

.


Matahari siang ini sangat menyengat. Yah, wajar saja karena sekarang adalah summer. Banyak orang yang memilih berlibur ke pantai di musim seperti ini. Banyak pula orang yang lebih memilih dirumah, atau sekedar ke toko buku hanya untuk menumpang 'bersejuk'.

Hal itu pulalah yang dialami oleh beberapa remaja ini.

Mereka, kelima remaja itu sedang bersantai di teras belakan rumah salah satu dari mereka. Bercanda di bawah teriknya sinar matahari, namun terasa begitu damai. Bermain game, atau sekedar bermain catur walau sebenarnnya mereka sangat payah dalam permainan menguras otak tersebut. Menyerah dengan catur, mereka bermain kartu dan tentu dengan hukuman yang mampu mengundang tawa bagi yang kalah.

Begitu riang mereka bermain, bercanda, senda gurau, dan saling mengejek.

Suasana yang sangat menyenangkan membuat hari panas itu terkalahkan. Cukup lama mereka bersenda gurau. Papan catur yang tergelatak begitu saja dengan bidak yang berhamburan. Sebuah alat make up (milik ibu tuan rumah) yang hampir habis karena dipakai untuk menghukum, lalu… minuman yang tumpah.

Saat ini, kelima remaja tersebut sedang beristirahat karena –mungkin- lelah setelah bermain. Salah satu remaja berkulit sedikit coklat tengah berkipas dengan kaki yang terselonjor. Remaja berpipi tembem sedang menikmati buah semangka bersama remaja berwajah babyface . Sedang remaja berambut coklat sedikit ikal dan remaja berambut hitam dengan lingkaran mata seperti panda, tengah tiduran dengan kipas ditangan kiri dan semangka di tangan kanan.

"Sepertinya kalau pergi ke pantai akan menyenangkan." Ucap remaja berambut hitam dan memiliki lingkar mata.

"Sepertinya…" timpal remaja si pipi tembem yang tengah memakan semangka dengan lahap. Dia berkata dengan pipi yang mengembung, mungkin sudah empat potong semangka ia lahap. Remaja berambut hitam hanya menggeleng melihatnya.

"Ah, pasti penuuhh… malah akan membuat tambah panas." Remaja berambut coklat sedikit ikal itu melempar kulit semangka pada remaja berkulit coklat.

"Aduh!" si kulit coklat mengusap kepalanya yang terkena lemparan. "Ya! Chanyeol sialan! Kau pikir aku tempat sampah apa." Dia kembali melempar kulit semangka itu pada Chanyeol.

"Aw!" Chanyeol mengaduh, "Hei, aku melempar pada tempat sampah, Kai!" Chanyoel bangkit dari tidurannya. Ia mendudukkan diri dan menatap Kai dongkol. "Dibelakangmu!" tambahnya dan kembali melempar kulit semangka itu ke tempat sampah.

Namun sayang meleset dan mengenai kepala si babyface.

"Aduh!" ringgisnya dan mengusap kepalanya. Ia menatap sekitar, mencari sang pelaku karena sedari tadi ia memakan semangkan dengan wajah tertunduk. "Siapa yang melempariku kulit semangka?" tanyanya disela ringgisan.

"Chanyeol, Luhan Hyung." Jawab si wajah tembem santai.

Luhan menatap Chanyeol sesaat, mengedipkan matanya, dan…

"AWW!"

Melempar kembali kulit semangka itu, tepat mengenai wajah Chanyeol. Hal itu mengundang tawa puas dari Kai dan Xiumin, remaja berpipi tembem. "Rasakan!" kesal Luhan dengan mimic puas.

"Aku tidak sengaja, Hyung." Bela Chanyeol.

"Oh, kalau begitu akupun tidak sengaja." Ucap Luhan tidak peduli.

Chanyeol mendengus. Udara panas membuatnya malas berdebat dengan Luhan. Ia menatap pada si mata panda yang masih asyik berkipas dan menikmati semangka, "Tao." Panggil Chanyeol.

"Hmm.." gumamnya.

"Usulmu mengundang keributan." Ucap Chanyeol asal dan kembali membaringkan diri.

Tao menatap Chanyeol tidak mengerti, "Keributan?"

"Aku dilempar kulit semangka oleh hyungmu."

Tao bangkit dari tidurannya dan duduk bersila menghadap Luhan. "Kerja bagus, hyung!" seru Tao semangat.

Luhan mengacungkan jempolnya dan tersenyum.

"Kau tahu, Tao?" Tanya Xiumin, Tao menggeleng. "STRIKE!" serunya dengan tangan kanan terangkat.

"Woaa? Benarkah? Tepat pada wajahnya?" Tanya Tao antusias.

Xiumin mengangguk.

"Tepat pada wajahnya yang menyebalkan." Tambah Kai.

Tao bersorak, sedang Chanyeol mencibir. "Kenapa disaat seperti ini hyungmu malah strike!" gerutu Chanyeol.

"Ah, aku tahu!" seru Kai tiba-tiba membuat keempat pasang mata menatapnya.

"Apa?" tanya mereka berbarengan.

Kai menatap Luhan, "Hyung aku tahu cara agar kau bisa melempar bola baseball!" antusian Kai.

Luhan menatap Kai penuh minat. Begitupala yang lain, termasuk Chanyeol yang langsung mendudukkan diri dan menaruh perhatian pada Kai.

"Bagaimana?" Tanya Chanyeol tidak sabar.

Kai menatap satu per satu teman-temannya dengan tatapan penuh keyakinan. "Luhan hyung… berlatih melempari muka Chanyeol! Hahahahhha…" Kai tertawa puas dengan idenya.

Keempat remaja lain mengernyit, memroses kata-kata Kai. Sampai…

"GYAAA! MAU APA KALIAAAN!"

Sebuah teriakan dari Chanyeol seakan memecah gendang telinga Kai. Kai menatap ketiga temannya yang sedang menyeret Chanyeol ke sebuah pohon dekat teras. Mereka mendudukkan Chanyeol dan mengikat tangan Chanyeol ke belakang pohon.

"LEPAASS!" teriak Chanyeol.

Kai mengerjap melihat kelakuan ketiga temannya. "Mau apa mereka?"

"KAI!" panggil Xiumin.

Kai terlonjak, "YA! Apa yang kalian lakukan?" Tanya Kai. Ia menghampiri mereka.

"Kai, lepaskan aku~" pnta Chanyeol.

Kai mendekati Chanyeol berniat membuka ikatannya, namun dihalangi Tao. "Jangan!" larangnya, "Sebaiknya kau ambil lakban untuk menutup mulutnya." Titah Tao.

Chanyeol dan Kai melotot. "Untuk apa? Kalian… akan membullinya?" Kai menunjukkan Chanyeol yang bertampang ngenes karena mendengar ucapan Kai.

'dibulli?' pikir Chanyeol, 'apa salahku~?' ratapnya.

"Ck, kau bilang aku bisa berlatih melempar dengan wajahnya." Decak Luhan.

Mulut Kai dan Chanyeol mengangga. Sesaat setelahnya Kai tertawa kencang… dan berlari ke dalam rumahnya. Sepertinya mengambil lakban.

"KALIAN GILAAAA!" teriak Chanyeol frustasi.

.

.


"AYO, HYUNG!"

"STRIKE!"

"SEDIKIT LAGI!"

"KULIT SEMANGKANYA HABIS!"

"PAKAI SEMANGKA UTUH SAJA!"

"KALIAN GILAAAA! WAJAHKUUU~ GYAAAA~"

Yah begitulah yang terjadi. Luhan benar-benar berlatih melempar! Melempar kulit semangka ke wajah Chanyeol. Latihan tersebut diiringi tawa dan teriakan Chanyeol. Lakban yang dicari Kai sama sekali tidak ada, jadi… yah suara Chanyeol membelah langit!

Wajah Chanyeol basah, leher dan bajunya dipenuhi biji semangka dan cairan semangka. mereka begitu asyik bermain-main sampai mereka menyadari sesuatu…

"Lho? Kenpa jadi gelap?" Tanya Tao melihat langit yang tiba-tiba mendung.

Yang lain pun ikut melihat ke langit, kecuali Chanyeol yang menunduk karena lelah berteriak. "Apa akan hujan?" Tanya Luhan.

"Sepertinya. Sekarang baru jam tiga sore." Xiumin melirik jam tangannya.

"Ah, sebaiknya kita sudahi saja. Bisa gawat kalau keburu hujan." Usul Kai dan mulai melepaskan ikatan Chanyeol.

Chanyeol yang sudah lemas diam saja, padahal dalam hati ia mengutuk teman-temannya. 'Sialan! akan kubalas kalian!' sumpahnya.

Tao membantu Kai memapah Chanyeol ke teras dan diikuti Xiumin dan Luhan dari belakang setelah mereka membereskan sampah kulit semangka yang berserakan. Kai dan Tao mendudukkan Chanyeol, "Ughh… wajahku seperti disiram air liur." Keluh chanyeol.

"Hahahha… maaf Yeolli. Habinya, kapan lagi kami bisa mengerjaimu." Luhan mengambil lap didekatnya dan melap muka Chanyeol.

"Benar! Selama ini kau kan yang selalu lolos dari kejahilan." Tao membantu melap dengan sapu tangannya. Sebelumnya ia membasahi saputangan tersebut dengan ait minum.

"Tapi tidak begini juga. Kan!" gerutunya sambil mengusap pergelangan tangannya yang merah.

"Sudahlah. Ini masih lebih baik. Kau ingat saat dulu aku dijahili mereka?" Kai mengipasi Chanyeol. Chanyeol mengangguk, "Yah kau benar, ini lebih baik."

"Makannya! Jangan selalu jahil pada kami." Xiumin menoyor kepala Chanyeol dan Kai sehingga kepala mereka beradu dan membuat mereka mengaduh.

"Kalian kan sasaran yang empuk." Ujar Kai disela ringgisannya.

Xiumin baru saja akan mengeplak kepala Kai kalau saja ia tidak mendengar sebuah bunyi berdebum yang cukup keras.

BUUMM

"Apa itu?" kaget Tao sembil mengusap dadanya.

"Bunyinya keras sekali." Luhan menatap sekitar.

Kai berjalan memutari halaman rumahnya, mencari asal bunyi tersebut. Keempat temannya ikut mencari dengan arah yang berbeda. Luhan mencari ke sisi kiri halaman, Tao ke sisi kanan, Xiumin ke dekat pohon tadi, dan Chanyeol ke dekat kolam ikan. Kai sendiri mencari ke gudang yang berada cukup jauh dari halaman.

"DISINI!"

Teriakan Chanyeol mengalihkan perhatian mereka. Segera keempat sekawan itu menghampiri Chanyeol. Setelah sampai, keempatnya menatap kaku ke depan. Tanah dekat kolam tersebut menjorok akibat sebuah benda hitam menghantam tanah tersebut. Mereka berlima menelan ludah, benda hitam itu seperti meteorit dengan ukuran bola basket.

Chanyeol mengulurkan tangannya bermaksud meraih sesuatu yang berada di depan mereka. Bergetar, tangan Chanyeol bergetar kala mendekati benda asing tersebut. Perlahan, perlahan tangan Chanyeol semakin mendekat.

Mendekat…

Mendekat…

Mendakat…

Dan…

GREP!

Chanyeol terlonjak!

"JANGAN!"

Seruan dari Kai mengalihkan Chanyeol. Chanyeol menatap tangannya yang dicengkram Kai.

"A-ada apa?" gagap Chanyeol. Ia menatap Kai seperti orang linglung.

"Jangan sentuh," perintah Kai.

Chanyeol berkedip. "Apa… tadi aku akan menyentuhnya?" tanyanya heran.

Semua mata menatap Chanyeol tidak percaya. "Kau akan menyentuhnya, Yeol Hyung." Tao menggeleng kepala, dahinya mengernyit.

"Benarkah?" ragu Chanyeol.

"Kau mengulurkan tanganmu seperti ini…" Luhan mempraktekkan kejadian tadi.

Chanyeol mengelengkan kepalanya beberapa kali. "Aku merasa..."

"Se-sebaiknya kita lapor polisi." Usul Xiumin dengan wajah… ketakutan? "Aku pikir… ini akan sangat buruk." Tambahnya.

"Kalau begitu sebaiknya kita cepat ke dalam dan hubungi polisi. Langit semakin gelap." Kai menarik tangan Chanyeol yang belum ia lepas. Tao dan Xiumin mengikuti. Sedangkan Luhan…

"He-hei!" panggil Luhan pada keempat temannya dengan mata yang tertuju pada benda asing itu. "Lihat ini!"

Keempat sekawan itu berbalik, kembali ke tempat Luhan. "Ada apa. hyung?" Tanya Chanyeol.

"Berubah… warnanya berubah." Bisik Luhan.

Mereka berempat saling melirik, kemudian menatap pada benda tersebut.

Benar! Benda tersebut berubah menjadi keunguan. Mereka terus memperhatikan perubahan benda tersebut sampai tidak menyadari, kaki mereka melangkah mundur kecil setiap ada perubahan. Benda asing tersebut kini retak. Retakan tersebut seperti lahar yang mengalir mengelilingi benda tersebut.

Aliran sewarna lahar tersebut semakin banyak, membuat benda tersebut seakan dikelilingi serabut api. Kelima remaja itu menelan ludah tegang. Tubuh mereka gemetar, namun kaki mereka seakan berat untuk mundur lagi. benda tersebut seakan memiliki gravitasi sendiri, menarik mereka namun dengan jarak tertentu.

Keringat dingin mengalir dari pelipis mereka kala terdengar sebuah retakan. Bibir mereka bergetar ketika benda tersebut melepaskan sebuah cahaya kecil. Cahaya yang mampu menembus langit. Dan tubuh merika menggigil ketika benda asing itu semakin banyak mengelurkan cahaya, membuat mata mereka silau dan menutupnya rapat sebelum…

BYAAARR

Benda itu meledakkan Cahaya yang begitu menyilaukan dan menelan tubuh mereka.

.

.


"HUWAAAA!"

Teriakan cukup keras memenuhi halam sebuah rumah. Sebuah teriakan dari beberapa orang, teriakan yang memekakkan telingan dan membuat jantung seakan loncat mendengarnya.

Teriakan penuh ketakutan dari lima remaja yang kini tengah terengah-engah di teras kayu dengan posisi duduk. Badan mereka dipenuh keringat, napas mereka tidak beraturan. Tatapan mata mereka tidak terbaca. Tubuh mereka bahkan gemetar. Pipi mereka bergemelutuk, seakan dilanda cuaca dingin yang sangat.

Mereka berlima, terduduk di teras dengan kedua tangan yang memeluk tubuh mereka sendiri.

"A-apa itu?" Tanya salah satu diantara mereka dengan gemetar. "A-apa yang tadi itu…"

Tidak ada jawaban.

"Jawab… si-siapaun jawab aku. Apa tadi? Apa yang ku.. alami?" Tanyanya lagi dengan tubuh yang semakin gemetar. Air matanya mengalir.

Kembali tidak ada jawaban.

"Jawab… aku…"

BRUK

Tubuh remaja itu ambruk. Sedetik setelahnya, keempat remaja lain pun ikut ambruk di teras kayu itu.


.

.

Mimpi?

Itukah yang dinamakan mimpi?

Kenapa menakutkan?

Kenapa begitu banyak baying-bayang penderitaan?

Dimana kebahagiaan?

Hanya sedikitkah?

Tidak… kami tidak ingin mimpi seperti itu.

Kami tidak sanggup.

Tolong kami…

Lepaskan kami…

Keluarkan kami…

Kami tersiksa…

.

.


"Aku tidak tahu." Ucap seorang remaja bermata panda.

"Aku yakin… itu yang dinamakan mimpi, Tao." Yakin Luhan pada Tao.

Tao kembali menggeleng, "Hyung… aku belum pernah bermimpi." Ucapnya lemah.

"Aku pun sama." Timpal Xiumin yang sedang memakan roti.

"Aku juga!" Chanyeol mengangkat tangannya.

"Sama!" Kai ikut mengangkat tangannya.

Saat ini, kelima sahabai itu tengah berada di atap sekolah. Mereka duduk melingkar dekat pagar pembatas dengan Chanyeol dan Kai yang menyandar pada pagar pembatas. Mereka sedang mendiskusikan kejadian yang mereka alami ketika di rumah Kai.

Luhan menghela napas, "Ck. Kita kan memang belum pernah bermimpi. Karena itu… aku yakin yang kita alami kemarin adalah mimpi. Buktinya kita ada di teras, sedangkan kalian sendiri tahu kejadian itu kita berada di dekat kolam. Kita menemukan sebuah benda asing yang…"

Ucap Luhan terhenti. Ia baru menyadari sesuatu…

"Kenapa sama?" tanyanya pada diri sendiri, namun seakan tertuju pada empat kawannya.

"Apannya?" Tanya Kai.

"Kita… apa yang kita alami sama…" lirih Luhan.

"Berbeda." Ucap Xiumin. Ia meletakkan kotak susu yang tadi diminumnya. "Awalnya sama, namun setelah kejadian cahaya itu berbeda." Xiumin menatap Luhan dengan tatap yang.. aneh.

"Apa yang kau lihat setelah itu?" tanya Kai. Ia tahu maksud xiumin karena ia mengalaminya, begitu pula yang lainnya.

Xiumin menegadah, menatap langit yang kini cerah. "Sesuatu yang buruk." Ucapnya cukup pelan, namun masih bisa terdengar. "Langit sangat gelap, hujan, suara jeritan…" Xiumin menutup matanya. "Sebuah… pedang yang menyiksa, membantai… membunuh…" setitik air mata mengalir.

"Kesakitan… dan penderitaan…" terdiam sesaat. "…Ketakutan, setiap detik yang menyiksa."

Xiumin membuka matanya, kembali menatap langit cerah, "Hanya sedikit cahaya."

Keempat sekawan itu terdiam. Tidak tahu harus berkata apa, hanya Kai. Kai yang membuka suara.

Kai ikut menatap langit. "Gemuruh badai… laut yang marah… hujan tiada henti… panah menari-nari di udara, siap menghujam tubuh siapapun." Kai meremas seragamnya. "Kesakitan yang menyiksa. Air mata penuh darah…" mengalir, air mata Kai pun mengalir seperti Xiumin.

Luhan dan Chanyeol saling menatap. "Hyung…" panggil Chanyeol. Luhan tersenyum.

"Aku tidak melihat dengan jelas… hanya saja…" Luhan menatap ke lapangan yang dipenuhi siswa-siswi.

"Seorang pria- ah, remaja membantai seseorang dengan kejamnya… seorang yang tidak ku ketahui. Berbeda dengan si pembantai," Luhan menatap Tao yang tertunduk memainkan jemarinya.

Chanyeol mengepalkan tangannya. "Jangan teruskan." Lirihnya dengan sebuah emosi yang tertahan.

Luhan tersenyum pedih. Tangan Luhan terangkat, mengusap rambut Tao yang duduk disebelahnya. "Aku berharap… bukan pertanda apapun," tangannya beralih meraih jemari Tao, "Jangan cemas, Tao."

Xiumin dan Kai kembali menutup mata, menghirup semilir angin yang berhembus tenang. Puas menikmati angin, kedua mata mereka terbuka dan secara bersamaan pula mereka menata Tao.

"Aku…" Tao mengigit bibir bawahnya. "Aku… kalau itu yang bernama mimpi, lebih baik aku tidak mengalaminya lagi. Menyakitkan. Bertahun-tahun kita berharap mendapatkan bunga tidur, bermimpi indah layaknya manusia lainnya. Tapi mengapa yang kita alami kemarin begitu menyakitkan? Begitu menyeramkan? Dan kenapa bisa sama?"

"Kalau kita menyangkal bahwa itu mimpi, apa kau ingin sebuah kenyataan?" Chanyeol meremas kotak jusnya yang telah kosong.

Tao menggeleng.

"Kalau begitu… itulah yang dinamakan mimpi…"


.

.

~0o0o0~

~DREAM~

(Another World)

xxx

By: Hyefye

Xxx

Diclaimer: Themselves

Genre: Fantasy – Romance – General

Pair: BL/SLASH/Sho-Ai – Straight (Official & Unofficial)

Cast: EXO, TVXQ/DB5K/TH5K, SJ

SMfamily

and

Other

~0o0o0~

.

.


Benarkah?

Lalu mengapa terasa nyata?

Kesakitan yang kami rasakan..

Rasa perih yang menghujam kulit…

Darah yang mengalir dari tubuh…

Apakah ada yang bisa menjelaskan?

Mengapa saat membuka mata…

Luka itu…

Luka yang kami dapatkan…

Benar-benar mengores tubuh kami…

Kami membutuhkan jawaban.

Siapapun…

Tolong kami.

.

.


"Chanyeol…"

Tubuh Chanyeol berkeringat.

"Chanyeol…"

Wajahnya penuh peluh.

"Chanyeol…"

Tubuhnya kebas.

"Chanyeol…"

Matanya terpejam erat.

"Chanyeol…"

Seakan mati…

"Chanyeol…"

Terluka…

Darah mengalir.

"KYAAAAAAAA!"

Teriakan..

"BAWA KE RUANG KESEHATAN!"

Kepanikan..

"PANGGIL AMBULANCE!"

Ketakutan…

"WUAAAAAAAA!"

Jeritan..

"KAI!"

Kembali… darah mengalir.


.

.

Apa yang terjadi?

Kenapa kami begini?

.

.


"Tao…"

Jemarinya bergerak.

"Tao…"

Matanya terpejam.

"Tao…"

Senyuman… yang mengerikan.

"Tao…"

Senyuman… kepuasan.

"Tao…"

Tanpa peluh.

"Tao…"

Senyum tipis… tak mampu disadari mereka.

"Tao…"

Begitu tenang.

"GYAAAA!"

Tubuh yang terjatuh.

.

.

"Xiumin…"

Mata yang terpejam erat, penuh kegelisahan.

"Xiumin…"

Deru napas yang memburu.

"Xiumin!"

Bibir yang bergetar.

"XIUMIN!"

"HUAAA!"

Luhan terlonjak. Xiumin tiba-tiba terbangun dan berteriak.

"Xiu.. min.."

Luhan menelan ludahnya. Ia meraih bahu Xiumin dan mengusapnya pelan. "Kenapa?" tanyanya penuh kekhawatiran.

Xiumin menelan ludahnya. Mengatur napasnya yang seakan ia telah berlari. Mengusap wajahnya kasar.

"Kau baik-baik saja?" tanyanya lagi.

Xiumin menggeleng, "Tidak, Lu. Aku tidak baik-baik saja. Aku…"

"AWAS!"

"MINGGIR!"

"BERI KAMI JALAN!"

Sebuah teriakan yang berasal dari koridor mengalihkan perhatian Luhan dan Xiumin. Mereka berdua melihat ke pintu kelas yang terbuka, seperti murid lainnya. Suara keributan dari luar kelas membuat mereka penasaran. Luhan dan Xiumin berjalan ke pintu kelas untuk melihat apa yang terjadi.

"Ada apa?"

"Apa yang terjadi?"

"Kenapa mereka?"

Itulah pertanyaan-pertanyaan yang terdengar. Sama seperti Luhan dan Xiumin, pertanyaan itu berada di benak mereka. Terlebih begitu melihat siswa lain bahkan guru yang membopong Chanyeol, Kai, dan Tao.

Tubuh Luhan dan Xiumin seakan membeku melihat keadaan ketiga temannya.

"Luka itu…"


.

.

Keluarkan kami…

Kami terluka.

Kami menderita…

Terasa sakit.

Ketika kami tersadar,

Sangat menyakitkan…

Bangunkan kami…

Tolong…

Bangunkan kami.

Ini terlalu menyakitkan.

.

.


"Dimana ini?"

Langkah kaki yang tak tentu arah. Melangkah kemanapun asalkan bisa menemukan orang lain. Terus melangkah dalam kesendirian di tempat asing.

"Kenapa sunyi?"

Jalanan yang cukup lebar, ditutupi salju…

Menegadahkan wajah, menatap langit yang hujan salju. "Kenapa? Bukankah sekarang… summer?" tanyanya pada sang cuaca.

Kembali menatap sekitar. Banyak bangunan khas eropa. Lampu-lampu jalan yang menyala, bangku-bangku yang tertutup salju, pohon yang dipenuhi salju… seakan tidak ada kehidupan.

Ia berbalik memeriksa dirinya. Matanya terbelalak, menatap heran penuh keterkejutan akan penampilannya.

"Ini… kenapa bajuku?" ia memutar-mutar tubuhnya melihat busana yang ia kenakan, memeriksanya dengan teliti. "Kenapa bisa berubah? Seharusnya aku memakai seragam."

Ia menyentuh kepalanya. Kepalanya ditutupi penutup kepala dengan sebuah google di atasnya. Beralih ke leher yang dililit oleh syal putih tebal yang lembut. Tangannya… memakai sarung tangan putih, di pergelangan tangan kanannya terdapat sebuah gelang berbandul hitam. Tubuhnya dibalut jubah putih yang menghangatkan tubuhnya. Celananya sehitam arang dengan sobekan di bagian lutut kanan. Terdapat sebuah kantung yang terikat di paha kirinya. Sepatunya, sepatu boots hitam dengan tali yang cukup banyak.

"Apa-apaan ini? Penampilan seperti… karakter game atau anime. Ck, yang benar saja! Jangan bilang aku terdampar di dunia lain seperti di anime─"

Matanya melebar. Langkah kakinya mudur dua langkah.

"Tidak… mungkin… hahaha… jangan bercanda!"


.

.

Apa benar kami terdampar ke dunia lain?

Lalu apa yang harus kami lakukan?

Apa yang harus kami perbuat agar terlepas dari semua ini?

.

.


"Ya?"

"…"

"Ayolah. Kau bisa mengatasinya. Hanya perlu memengalihkan mereka,"

"…"

"Ck, saat ini aku tidak bisa kesana. Kenapa? Tentu saja karena aku tidak tertidur!"

"…"

"Tidak bisa. Aku belum ahli."

"…"

"Kau kan ahli dalam game, tentu kau bisa memikirkan berbagai strategi."

"…"

"Baiklah… aku akan mencari mereka."

"…"

"Lima remaja? Hei! Remaja disini terlalu banyak, apa kau gila!?"

"…"

"YA! Kita bisa bertemu mereka disana. Kenapa harus repot mencari mereka disini!"

"…"

"Tutor? Kau pikir aku seorang pelatih dan sebagainya! Remaja itu sangat sulit diatur! Ababil! Labil! Lebih keras kepala dari kita! Seenaknya! Dan aku tidak mau! Kau saja yang cari!"

TTUT

Sambungan diputus secara sepihak.

Laki-laki berambut ikal coklat itu menghela napas dan menatap langit. "Hm… remaja lagi…"

Ia memasukkan handphonenya ke saku celana, lalu berbalik berjalan ke sebuah pintu.

"Semoga mereka bisa membantu."


.

.

"Kami lelah…"

"Bertahanlah, aku mohon. Sebentar lagi, tunggu sampai mereka datang."

"Tidak bisa… kami hampir pada batasnya. kristal kami… semakin terkikis."

"Akan kami kembalikan Kristal kalian."

"Tidak. Kami sudah lelah, tolong biarkan kami menghilang…"

"Kumohon… sebentar lagi. mereka… mereka sudah memasuki dunia kita."


.

.

Dunia apa ini?

Kenapa begitu indah dan mengerikan?

Kebahagiaan dan kepedihan berbaur.

Kesakitan, penderitaan, kesendirian, kebencian… semua rasa buruk itu menyelimuti dunia ini, kenapa?

Keceriaan, kebersamaan, kehangatan, kepedulian… semua perasaan menenangkan itu menyertai dunia ini. Benarkah?

Kami membutuhkan penjelasan.

.

.


"Meraka datangmereka akhirnya datang."

Semilir angin berhembus begitu lembut, mengibarkan gaun putih yang indah itu dengan anggun. Menutup mata, merasakan sebuah kesejukan yang telah lama ia nanti.

"Kedatangan mereka akan menyempurnakan kita. Perjuangan kita selama ini, tiadak akan sia-sia." Membuka mata, tersenyum tipis.

"Kedamaian… aku akan membawanya untukmu. Kedamaian yang kau impikan, kedamaian yang kita harapkan akan terwujud."


.

.

Kedamaian.

Seburuk itukah dunia ini?

.

.

Haruskah kami yang berjuang?

Kenapa kami?

Bukankah ada mereka?

Kami hanyalah remaja-remaja yang menikmati kebebasan.

Remaja-remaja yang sungguh, hanya menikmati hidup dengan apa yang kami sukai.

Bukan seperti ini.

.

.


Coming soon…