[FanFic] I For You –kiss–

Title : I For You

Chapter : 3 of 3 [end]

Author : Ai Natha

Fandom : Kuroko no Basuke

Pairings : Kise/Akashi, Akashi/Kise

Rating : PG-15

Genre : School Life | Romance | Fluff

Length : 1337 words

Warning : MxM relationship, 1st POV , OOC X3

Disclaimer : The all characters are own by Fujimaki Tadatoshi Sensei .. Kedo, the storyline wa atashi no mono wa yo~ :D

Summary : `"Ada yang ingin kau tanyakan padaku?"

Aku sedikit membelalakkan mataku. A-apa Akashicchi bisa membaca pikiranku?`

Comments : Don't like, don't read. *plakkplaaakk* XD

No, this is my first FanFic on this fandom .. Yoroshiku !

Haaaaii~ the last chapter ne~ saa, enjoy~

I For You

Aku mengacak rambut pirangku kesal. Bodoh! Apa yang aku pikirkan? Bukankah itu bagus? Ia sudah mulai bisa menghargai orang lain, ia tak lagi cuek pada gadis-gadis itu, tapi– selalu saja, dada ini terasa begitu perih.

Aku menarik kasar sepedaku dan menaikinya. Aku langsung melesat melewati pintu gerbang, saat suara itu menghentikanku melajukan sepedaku.

"Kenapa mukamu ditekuk begitu, Ryouta?"

Menghela nafas, aku mencoba untuk bersikap seperti biasanya pada Akashicchi. Ya, pemuda bermata heterochrome itu lah yang memanggilku. "Tidak kok." Ucapku.

Ia berjalan mendekatiku, "Tidak apanya? Muka kusut seperti ini." Ujarnya kemudian mencubit pipiku sembari tersenyum, senyum yang sama seperti yang ia berikan pada gadis itu.

"Hey, sakit, Akashicchi!" Aku menampik tangannya sebelum membuang muka. "Kau sedang apa disini?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Hey, kau bodoh ya? Tentu saja menunggumu."

Aku yang terkejut segera menolehkan kepalaku padanya dengan alis terangkat.

"Haah~ Kau lupa? Aku tadi mengajakmu pulang bersama kan?"

Ia menghela nafas dan saat itu aku teringat. "Ah, maaf, aku lupa. Hhe" Cengirku seraya menggaruk belakang kepalaku.

"Akhirnya tertawa juga." Samar-samar kudengar ia mengatakannya sebelum naik ke sepedaku, berdiri dibelakang dengan tangan yang bertumpu pada kedua bahuku. Namun saat aku ingin memastikannya, ia tak mau mengatakan apapun.

Sampai di halte, aku menunggunya namun ia tak kunjung turun dari sepedaku. "Hey Akashicchi, ini sudah sampai halte lho~"

"Aku tahu."

"Eh?" Aku menolehnya kebelakang.

Kedua mata heterochromenya memandangku datar, "Apa?" Tanyanya.

"Kenapa kau tak turun? Kau tak lupa jalan pulang kan?"

Ia menundukkan kepalanya menatapku, "Memangnya aku bilang aku mau pulang ke rumah?"

"Err~ tidak sih~" Jawabku. Lantas kalau ia tak pulang ke rumah, aku harus memboncengnya sampai mana?

Kami masih tetap di halte, tanpa pembicaraan, masih dengan posisi yang sama. Aku duduk di sepedaku dan Akashicchi berdiri di pijakan belakang sepedaku. Kedua tangannya masih memegangi pundakku. Cukup lama, hingga ia menjawab pertanyaan yang bahkan belum kulontarkan. "Ryouta, kau pernah bilang ibumu membuka toko kue kan?"

"hm~mm~" Aku mengangguk tanpa menoleh padanya.

"Mau bonceng aku kesana?"

"Eh?" Kini aku menolehkan kepalaku padanya dengan dahi yang mengerut sempurna.

*55*

Dan disinilah kami sekarang. Akashicchi mendudukkan diri di salah satu kursi di toko kue keluargaku. Ia tampak sedang melongok kesana kemari dengan senyum manisnya. Tapi, melihat senyuman itu membuatku kembali teringat saat ia memberikan senyuman itu pada gadis yang memberinya coklat tadi siang.

"Ne, Akashicchi~ Kita naik saja, kamarku ada di lantai dua." Ujarku yang dibalas dengan anggukan. Aku membawa dua potong kue dan menuntunnya masuk ke kamarku. Ia sempat tersenyum lebar dan menundukkan kepalanya sopan saat berpapasan dengan ibuku. Sepintas kulihat, pandangan matanya meneduh.

Aku meletakkan dua piring kue di meja kecil di samping kasurku. Kami duduk bersandar pada kasur, menatap kosong ke arah layar televisi yang tak menyala. Kulirik Akashicchi yang masih terdiam dengan pandangannya yang teduh. Banyak hal yang ingin kutahu darinya. Namun– aku tidak mau mengganggunya.

"Ne, Ryota."

"Eh? Hmm?" Aku menolehkan kepalaku dan mendapati kedua mata heterochrome itu menatapku.

"Ada yang ingin kau tanyakan padaku?"

Aku sedikit membelalakkan mataku. A-apa Akashicchi bisa membaca pikiranku?

"Kalau ada, tanyakan saja." Ia mengalihkan pandangannya ke meja pendek di depan tempat kami bersila. Ia kemudian mengulurkan tangannya, menyendok sepotong kecil kue itu kedalam mulutnya. "Manis~" Komentarnya.

Aku begitu ingin menanyakannya. "A-akashicchi~ kalau aku boleh tahu, kenapa kau suka menyendiri?" Terlihat dari sudut mataku pemuda itu sontak menolehkan kepalanya padaku. "Ah, maaf~ Aku–"

"Karena aku tak bisa mempercayai mereka."

"Eh?"

"Banyak orang yang mendekatiku hanya untuk kepentingan mereka. Mereka datang padaku saat membutuhkanku, setelah itu mereka membuangku..."

Akashicchi menceritakan banyak hal padaku, aku mengerti apa yang membuatnya begitu menutup diri hingga akhirnya kini ia mau mulai mencoba membuka dirinya padaku. Entah mengapa aku merasa ikut senang bisa membuatnya tersenyum begitu tulus dan memperlihatkan dirinya.

"Maaf aku menceritakannya padamu, Ryouta."

"Tidak, aku–"

"Kau membuatku merasa dibutuhkan, dengan selalu meyapaku, dan mau memboncengku pulang. Kau mempercayaiku. Sankyuu na~"

Aku ingin sekali mengcapture ekspresi pemuda bersurai merah ini. Wajah Akashicchi yang tersenyum begitu lembut itu membuatku membawanya kedalam dekapanku. Aku mengacak helaian merahnya yang halus. Aku masih berusaha menyesap wangi tubuhnya hingga suaranya memanggilku. "Ryouta~"

Aku sontak melepaskan pelukanku, "Ah maaf Akashicchi~ a-aku~" Dan ia mengecup bibirku begitu lembut. Jantungku berdegup kencang, aku berusaha mendorong bahunya untuk melepaskan ciumannya namun ia menarik tengkukku. Dan aku memejamkan mataku bersamaan dengan bisikan terima kasihnya.

Kami duduk dalam diam. Aku masih terdiam dalam posisiku semula, masih menyentuh bibirku.

"Ryouta, ada yang ingin kau katakan?"

Eh?! Pertayaan Akashicchi yang selalu sesuai dengan apa yang kupikirkan membuatku beberapa kali tercengang. Aku melemparkan pandanganku ke arahnya dan kembali kudapati kedua mata heterochrome itu menatapku dalam.

Aku menelan ludah susah payah. "Ah, nope, nevermind~" Aku kembali menudukkan kepalaku, memainkan garpu kue yang kupegang.

Mana mungkin aku mengungkapkan perasaanku? Sementara Akashicchi sudah membuat orang yang ditunggunya selama ini menyatakan apa yang ingin didengarnya. Aku tak mungkin merusak kebahagiaan Akashicchi yang pada akhirnya ia mau membuka dirinya lagi kan?

Aku hanya mengulaskan sebuah senyuman dan menggelengkan kepalaku pelan, sebelum suaranya yang memanggil namaku itu menginterupsi pendengaranku. Dan sekejap kedua tanganya menangkup wajahku, membuatku mau tak mau kembali membalas tatapannya.

"Ne, Ryouta, aku akan mendengarnya. Karena itu, kalau ada yag ingin kau katakan, katakan saja." Ucapnya lembut.

Aku tertegun. Aku menggeleng cepat. Apa Akashicchi benar-benar bisa membaca pikiranku? Tak lama kurasakan tangannya yang mengacak rambutku. "Saa, kalau begitu aku pulang ya?" Ia kemudian menarik dirinya berdiri. "Terima kasih sudah membiarkanku mencoba kue buatan ibumu. Sampai besok, Ryouta!"

Aku masih dalam posisi yang sama, jantungku masih berdetak kencang, juga masih kurasakan panas di wajahku. Aku bahkan tak menjawab pamitan Akashicchi sampai suara pintu yang tertutup membuat dentuman yang mengisi heningnya kamarku.

A– akashicchi menciumku. Tanpa kusadari setitik bening itu jatuh menuruni pipiku.

Ciuman pertamaku.

Kenapa?

Bayangan gadis yang membuatnya tersenyum tadi siang kembali memenuhi otakku. Padahal Akashicchi sudah memilikinya.

#*#

Hari berlalu seperti biasa, Akashicchi masih suka berdiam diri di perpustakaan, namun saat istirahat siang kami selalu makan bekal bersama di atap. Bekal buatan ibuku –tentunya– untuk kami berdua. Sekalipun Akashicchi juga sering bersama dengan gadis itu karena kegiatan klub, tapi ia selalu meluangkan waktunya untukku. Aku juga masih memboncengnya hingga halte, menungguinya sambil berbincang hingga bus yang menjemputnya datang.

Aku mulai mengubur perasaanku dalam-dalam. Tetap dalam status itu. Ya, kami hanya berteman, tak lebih. Sekalipun Akashicchi beberapa kali menciumku, entah hanya untuk mengerjaiku atau apa, tapi tak pernah ada kata 'suka' terlontar dari bibir kami. Begitu juga denganku yang membiarkannya beberapa kali menciumku begitu saja.

#*#

Aku tengah melipat lengan kemeja pajangku ketika berjalan melalui koridor lantai dua menuju kelas. Ah ya, aku sempat berpapasan dengan Akashicchi di tangga tadi. Aku meraih pintu kelas dan bersandar disana. Masih terngiang perkataan Akashicchi saat kami berpapasan tadi.

"Hey Ryouta! Ah, tidak ingin memboncengku pulang?"

"Eh? Ah, err~"

"Hmm?" Akashicchi menelengkan kepalanya. "Ne, ada yang ingin kau katakan?"

Aku menggelengkan kepalaku dan mengulaskan sebuah senyuman.

"Souka~" Ia menganggukkan kepalanya, "Saa, saki ni kaeru. Jaa~" Dan Akashicchi pun melangkah membelakangiku usai menepuk sebelah bahuku.

"Haaahh~" Aku menghela nafas mengingatnya, sepertinya Akashicchi sadar kalau aku sedang menghindarinya satu minggu terakhir ini.

Aku beranjak masuk ke kelas. Mataku terbelalak begitu mendapati sebuah kotak dengan kertas dibawahnya yang megisi meja kosongku. Kupercepat langkahku dan meraih kotak itu. Aku mendapati tulisan tangan yang begitu familiar saat aku membuka lembar kedua surat yang terlampir itu.

"Kono chokoreeto wa Akashi-kun no tame ni jibun de tsukutta.

Yokereba, tabete mite ne~

Akashi-kun no koto ga suki nanda.

Happy Valentine~"*1

"A-akashicchi~"

Aku menatap kearah jendela di samping mejaku dan menangkap sosoknya yang tengah berjalan melewati lapangan depan. Aku segera menyurukkan semuanya ke dalam tas dan menarik tasku beranjak keluar kelas.

#*#

"Akashicchi~~" Aku menghetikan laju sepedaku begitu menyamai langkahnya. Terlihat ekspresi Akashicchi yang tertegun dengan kehadiranku yang bisa dibilang begitu tiba-tiba ini.

"Oh, Ryouta. Mau memboncengku pula–?"

Entah apa yang akan Akashicchi lakukan padaku setelah ini, aku tak peduli. Akan kudengarkan omelan Akashicchi nanti.

Aku melepaskan kecupan yang kuberika pada Akashicchi. Kulihat wajahnya yang masih memerah dengan pandangan kedua mata beda warna yang tertuju padaku. Pandangan yang sulit kuartikan.

"Ne, Akashicchi~ Deeto shiyou ka?*2"

#*#

"Kore, barentain no chokoreeto kawari ni.

Umai! Tsukutte kureta, sankyuu na~

Anoo sa, nanka iitai koto ga attara, tada ie. Ore ga kiite kara.

Na, iitai koto ga nai no kai, Ryouta?

Nakutemo ii yo. Kedo saa, ore, hitotsu aru.

Ne, ima kara, tsuki aou ka?"*3

#F*I*N#

*1 "Ini coklat yang kubuat sendiri khusus untuk Akashi-kun
Kalau berkenan, cobalah untuk memakannya ya~
Aku suka Akashi-kun. Happy Valentine~"
*2 Ne, Akashicchi, wanna dating with me?
*3 "Ini, balasan untuk coklat valentine mu.
Manis! Terima kasih sudah membuatnya untukku.
Err, kalau ada yang ingin kau katakan, katakan saja. Karena aku akan mendengarnya.
Ne, tidak ada yang ingin kau tanyakan kan, Ryouta?
Kalau tidak ada juga tak apa. Tapi, ada satu yang ingin kutanyakan.
Ne, from now on, wanna going out with me?"


A/N : Hai, owarimasu~ please review :D

and sankyuu udah baca :*