Sepuluh tahun lalu

"Tidak! Aku takut! Kaa-san, mereka menyeramkan!" Pekik seorang bocah kecil seraya terus menarik-narik lengan baju ibunnya. "Aku tidak ingin bertemu mereka!"

Sasuke—nama bocah itu terus merengek kepada sang ibu. Kenapa? Tentu saja karena ia merasa terganggu dengan sosok-sosok aneh dan mengerikan yang terus menatapnya di luar sana.

Uchiha, adalah sebuah keluarga yang memiliki kemampuan istimewa sejak jaman dahulu hingga sekarang. Keluarga dengan kharisma tinggi yang selalu dihormati dan disegani oleh siapa saja yang mengenalnya.

Mata setan—adalah nama julukan untuk kemampuan istimewa tersebut. Kemampuan yang hanya diturunkan oleh pemilik darah murni keluarga Uchiha.

Secara alamiah, keturunan mereka memang akan dapat melihat berbagai macam sosok-sosok gaib atau sejenisnya tanpa harus bersusah payah untuk mendapatkan kemampuan tersebut.

"Mereka tidak akan mungkin menyakitimu, nak," ucap Mikoto—Ibu Sasuke berusaha menenangkan sang anak yang terlihat amat sangat ketakutan.

Sasuke mendongak, "tapi mereka menatapku seakan-akan aku adalah santapan mereka," balas Sasuke menatap Mikoto dengan wajah memerah menahan tangis. Sungguh, mereka sangat menyeramkan.

Itachi—Kakak Sasuke yang melihat kejadian itu hanya bisa terkekeh pelan. "Kau takut, eh, Baka-otouto?" ledeknya dengan seringai menyebalkan bagi Sasuke.

Mendengar ledekan sang kakak, Sasuke pun mendelik kesal ke arah Itachi. "Tidak!" kilahnya terpaksa karena tidak ingin terlihat lemah di hadapan sang kakak.

"Kalau begitu untuk apa kau memeluk erat Kaa-san, eh?" Goda Itachi semakin menyudutkan Sasuke.

"Aa—"

"Kau harus berani dan kuat, Sasuke," potong Itachi cepat sebelum sempat Sasuke kembali berkilah. "Kelak kau akan bertemu dengan sosok-sosok yang lebih jahat dan menyeramkan dari mereka," lanjut Itachi ikut duduk di samping Mikoto.

Sasuke menoleh, "ke-kenapa aku?" Tanya ketakutan dengan wajah polos.

Itachi tersenyum. "Karena kau adalah keturunan Uchiha," jawab Itachi, memandang Sasuke lembut. "Taukah kau apa tugas seorang Uchiha?" Lanjutnya memberi pertanyaan.

Sasuke menggeleng pelan di dalam pelukan Mikoto.

"Membuat roh-roh jahat yang tersesat kembali ke alamnya," jawab Mikoto lembut, membuat Sasuke kembali mendongak.

"Walaupun dengan cara paksa." Itachi menambahkan kalimat yang baru saja Mikoto ucapkan.

Sasuke yang sedari tadi mendengarkan ucapan kakak dan ibunya hanya bisa mengernyitkan kedua alisnya tidak mengerti. "Bagaimana caranya?" Tanya polos.

Itachi terkekeh pelan mendengar ucapan Sasuke. "Kau akan tahu jika sudah besar nanti," jawab Itachi, mengacak-acak pelan rambut raven milik Sasuke.

Sasuke mendengus.

"Tapi kau tidak bisa melakukannya sendiri," lanjut Itachi, "suatu saat kau pasti akan bertemu dengan seseorang yang pasti kelak akan dapat membangkitkan kekuatanmu."

"…"

Hening …

"Kekuatan? Siapa?" Tanya Sasuke penasaran.

Mikoto terkekeh pelan. "Kau harus mencarinya sendiri, Sasu-chan. Hanya kau yang bisa menemukannya. Orang istimewa kelak dalam hidupmu," ucap Mikoto bijak, membuat Sasuke semakin mengerutkan alisnya bingung.

Istimewa? Dalam hidup? Siapa?

Kata-kata itu terus berputar cepat dalam ingatan Sasuke bagaikan roda mesin waktu yang terus berjalan.

"Kelak kau akan menemukannya …"

Ya, itu pasti …

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

2013©

.

.

Truth

Warning : Alternative Universe, Out Of Character,TwoShot, Typo, etc.

DON'T LIKE? DON'T READ!

Enjoy Reading

Riuh suara siswa dan siswi di dalam kelas Sakura terus bergema di dalam indera pendengarannya. Bunyi bel tanda berakhirnya jam pelajaran kedua baru saja berakhir. Dan hal itu membuat suasana di dalam kelas Sakura menjadi ricuh. Wajar itu terjadi, Karena pasalnya, tema bab pelajaran kali ini benar-benar sangat menguras otak.

Mendengus kesal, Sakura pun segera menutup buku catatannya. "Bosan …" gerutunya pelan entah pada siapa.

"…"

"Sakura!" Pekik seseorang dari arah belakang Sakura. Membuat Sakura berjengit kaget karenannya.

"Ino …" desis Sakura tajam. Sungguh, sahabatnya yang satu ini memang sangat mengganggu—bagi Sakura. "Ada apa?" Tanya Sakura tanpa basa-basi.

Mendengar pertanyaan Sakura, Ino pun meringis. Dengan segera, ia mengatupkan kedua telapak tangannya di depan wajah Sakura. Refleks, Sakura pun segera memundurkan wajahnya. "Ajari kami Fisika!" pekik Ino memohon.

"…"

"…"

"Kami?" Ucap Sakura setelah hening beberapa saat.

Ino mengangguk cepat, membuat poninya yang panjang bergoyang seirama dengan anggukkannya. "Ya! Aku, Tenten, dan Kiba," jawab Ino semangat.

Sakura mengernyit …

"Tenten memintaku untuk mengajarinya, tapi aku sama sekali tidak mengerti tentang bab ini," terang Ino membuat Sakura mengangguk mengerti. "Kau mau, 'kan?" Tanya Ino cepat tanpa menunggu respon ucapan apapun dari Sakura.

"…"

"…"

Ino menatap Sakura dengan pandangan memohon.

"…"

"…"

"Kapan?" Tanya Sakura pada akhirnya merasa kasihan melihat ekspresi Ino. Lagi pula, tidak ada salahnya berbagi ilmu, bukan?

"Hari ini, sepulang sekolah! Di rumah Tenten," jawab Ino antusias, "bagaimana?"

Sakura terdiam …

"…"

"…"

"Rumah Tenten?" Tanya Sakura memastikan ucapan Ino.

Ino menganggukkan kepalanya cepat. "Kau mau, 'kan?" Tanya Ino kembali dengan tatapan memohon.

"…"

"Sakura!" Pekik Ino memanggil nama Sakura.

"…"

"Forehead!" panggil Ino lagi.

"…" tidak ada respon.

"Sa-ku-ra!" Ino menepuk kedua telapak tangannya tepat di hadapan wajah Sakura, membuat Sakura berjengit kaget.

"Aa—"

"Bagaimana?" Potong Ino cepat.

Mendegar pertanyaan Ino, Sakura pun hanya bisa mendengus. "Baiklah …" jawabnya—tidak yakin?

Ino tersenyum lebar. "kau memang selalu bisa diandalkan!" Ucapnya semangat seraya langsung memeluk Sakura erat, membuat Sakura kesulitan bernapas. "Kalau begitu nanti kita pulang bersama," lanjut Ino ceria.

Sakura pun hanya bisa menganggukan kepalanya pasrah. Dasar Ino …

Rumah Tenten?—batin Sakura kembali bertanya dalam hati. Sesaat, ingatannya kembali berputar cepat, mengingat kejadian beberapa waktu lalu saat ia tengah bersama dengan Sasuke dan Itachi.

Sosok wanita cantik di bawah pohon itu …

Sosok yang menyeringai seram ke arah Sakura …

Sakura bergidik saat mengingat kejadian itu. Semoga tidak terjadi sesuatu hal yang buruk nanti. Ya, semoga …

.

.

.

"Teme!" Pekik Naruto menggelegar di dalam kelas, membuat semua siswa dan siswi yang ada di dalam kelas tersebut meliriknya.

Sasuke—orang yang dipanggil Teme oleh Naruto pun menoleh malas, "hn?"

"Kau kenapa?" Tanya Naruto pada Sasuke.

Sasuke memandang datar Naruto, "apa?" Ucapnya balik bertanya karena merasa pertanyaan Naruto adalah pertanyaan bodoh tidak berarti.

"Oh, ayolah, Teme! Sedari tadi aku selalu memperhatikanmu," ucap Naruto ambigu, membuat Sasuke langsung mendelik ke arahnya. "Aa—maksudku, sedari tadi kau terus melamun," lanjut Naruto cepat, berusaha agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Mendengar ucapan Naruto, Sasuke pun kembali memasang wajah stoic-nya.

"Teme!" panggil Naruto dengan suara keras, membuat ketenangan Sasuke sedikit terusik.

"Bisakah kau berhenti memanggilku 'Teme', Dobe?" Desis Sasuke malas.

"Tidak," jawab Naruto cepat seraya menampakkan cengiran lebarnya. Sasuke yang mendengar jawaban Naruto pun hanya bisa mendengus. Tidak ada gunanya menanggapi ucapan si bodoh Dobe—batinnya malas.

"Jadi—" Naruto mendekatkan wajahnya ke arah Sasuke, "—kau kenapa?" Tanyanya penasaran karena merasa heran dengan perubahan sikap sahabatnya yang satu ini.

"Hn?" Gumam Sasuke ambigu, membuat Naruto merasa terabaikan.

Mendengus kesal. "Jangan bilang kau sedang memikirkan Sakura-chan," ucap Naruto menyeringai, membuat kedua iris onyx Sasuke membelalak.

"…"

"Jadi benar?!" Tanya Naruto heboh setelah melihat ekspresi Sasuke. Sungguh, ia tidak menyangka bahwa Sasuke akan dapat berekspresi seperti itu hanya karena seorang gadis.

Itachi—yang sedari tadi mendengar percakapan Naruto dan Sasuke pun hanya bisa tertawa geli. Menyadari sosok sang kakak di sampingnya, Sasuke pun segera menoleh ke arahnya dan mendelik tajam.

"Kau kenapa, eh, Teme?" Tanya Naruto heran karena arah pandang Sasuke tidak tertuju padanya.

Sasuke menoleh, "tidak," jawabnya datar seperti biasa. 'Bodoh,' rutuk Sasuke dalam hati, karena tingkah laku Itachi yang menyebalkan—menurutnya.

Naruto menggaruk belakang kepalanya cepat. "Kau yakin?" Tanya Naruto masih curiga.

"Hn."

"…"

"…"

"Haaaah—dasar Teme bodoh. Baiklah kalau begitu aku kembali ke tempatku," ucap Naruto, berjalan kembali ke arah tempat duduknya. Sekilas, Sasuke sempat melirik Naruto kembali, namun ia tidak peduli.

"…"

'Kau memikirkan mimpi semalam, eh?' Tanya Itachi pada Sasuke saat dirasakannya suasana di sekitar Sasuke sudah mulai sepi.

Sasuke mengernyit. Mimpi?

Itachi terkekeh, 'kau menyebut-nyebut nama Sakura dalam igauanmu,' lanjutnya dengan seringai menggoda.

Mendengar ucapan Itachi, kedua kelopak mata Sasuke menyipit. "Apa maksudmu, baka?" desis Sasuke pelan agar tidak terdengar oleh murid lain.

Itachi menyeringai. 'Oh, ayolah, Baka-otouto. Kau tidak dapat menyembunyikan perasaanmu dariku,' goda Itachi dengan gaya menyebalkan—bagi Sasuke. 'Jadi? Kau semalam bermimpi apa, eh?' Tanya Itachi juga penasaran. Ckk …

"…" Sasuke tidak menjawab. Pikirannya mengawang, berusaha mengingat kembali mimpi semalam.

'Tapi kau tidak bisa melakukannya sendiri. Suatu saat kau pasti akan bertemu dengan seseorang yang pasti kelak akan dapat membangkitkan kekuatanmu.'

'Kau harus mencarinya sendiri, Sasu-chan. Hanya kau yang bisa menemukannya. Orang istimewa kelak dalam hidupmu.'

Istimewa? Dalam hidup? Siapa?

'Kelak kau akan menemukannya …'

Sakura …

Nama Sakura kembali hadir dalam ingatan Sasuke. Dia ingat—dia ingat mimpi itu. Sakura … adalah gadis istimewa itu, dia adalah gadis pilihan Sasuke.

'Sudah ingat, eh?' Tanya Itachi memecah keheningan di antara Sasuke dengan pikirannya.

Sasuke mendengus malas. "Bukan urusanmu," ucapnya datar.

Mendengar ucapan Sasuke, Itachi pun hanya bisa tertawa keras seraya terus menggoda Sasuke.

»»» oOo «««

Bunyi detik jarum jam terus berbunyi—bergema teratur di dalam ruang keluarga milik Tenten. Ruang dimana Sakura dan yang lainnya tengah berkumpul. Ruang yang menjadi tempat mereka belajar bersama.

Sakura, memfokuskan dirinya pada soal yang ditanyakan oleh kiba."Seharusnya kau turunkan dulu pangkat ini," ucap Sakura, melingkari salah salah satu angka di buku Kiba.

Kiba—yang sedari tadi tidak mengerti pun hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya pasrah. "Kenapa susah sekali, sih?!" Gerutunya frustasi.

"Aku mengerti!" Pekik Ino tiba-tiba membuat Kiba menoleh ke arahnya. "Ternyata memang lebih mudah menggunakan cara Sakura!" Ucapnya membanggakan sang sahabat.

"…"

"Aku masih tidak mengerti," gerutu Kiba seraya terus memainkan pensilnya. "Omong-omong, Tenten?" Panggil Kiba membuat Tenten menghentikan kegiatannya menulis soal.

Tenten menoleh.

"Aku dengar perlintasan rel kereta api di dekat rumahmu angker," ucap Kiba mencari topic karena merasa bosan dengan kegiatannya mengerjakan soal fisika.

Tenten mengendikkan bahunya sesaat sebelum menjawab. "Entah, hanya saja sejak awal bulan ini sering terjadi kecelakaan," jawabnya.

Ino yang mendengar cerita itu pun terlihat sangat antusias. "Aku yakin tempat itu akan terus memakan tumbal!" Pekiknya semangat, membuat Sakura memutar kedua bola matanya bosan.

"Yang benar saja! Hahaha." Kiba tertawa terbahak-bahak saat mendengar ucapan Ino. "Di jaman yang modern seperti ini kau masih saja percaya tumbal?" Dengus Kiba meremehkan.

"Huh? Sombong sekali kau," balas Ino sarkastik. "Kau tidak percaya akan hal itu karena kau tidak bisa melihat mereka," lanjut Ino sebal.

Tenten menganggukkan kepalanya setuju dengan Ino. "Di dunia ini, kita tidaklah hidup sendiri. Dunia mereka dan dunia kita, secara tidak langsung selalu hidup berdampingan," ucap Tenten bijak karena meyakini adanya sosok-sosok makhluk selain manusia yang hidup di dunia ini.

Kiba mendengus, "omong kosong," ucapnya santai seraya memakan cemilan yang tersedia di atas meja. "Aku tidak pernah percaya akan hal itu."

"Yah, terserah kau lah," balas Ino mengendikkan kedua bahunya kesal. Kedua iris aquamarine-nya melirik Sakura. "Sibuk sekali," ledek Ino saat melihat Sakura tengah sibuk berkutat dengan ponselnya.

Sakura menoleh. "Hmm?" Gumamnya menanggapi ucapan Ino.

Ino menyeringai. "Dari Sasuke, eh?" Tanyannya dengan ekspresi wajah tengil, membuat kedua iris emerald Sakura membelalak lebar.

"…"

Tenten dan Kiba yang melihat hal itu pun akhirnya tertawa keras. "Aku tidak menyangka seorang Haruno Sakura dapat meluluhkan hati seorang pangeran es seperti Uchiha Sasuke dari kelas sebelah," ledek Kiba membuat wajah Sakura memerah.

Tenten yang mendengar ucapan Kiba pun mengangguk setuju seraya terus tertawa meledek Sakura.

"Diamlah kalian …" desis Sakura tajam dengan rona merah yang terpatri jelas di seluruh wajahnya. Membuat Ino, Kiba, dan Tenten semakin ingin terus menggodanya.

"Aku penasaran. Sebenarnya kalian itu pacaran atau tidak, sih?" Tanya Tenten kepada Sakura.

"…"

"Aa, aku juga penasaran! Soalnya mereka selalu terlihat sering bersama," lanjut Kiba menimpali pertanyaan Tenten.

"…"

"Sakura?" Panggil Tenten merasa penasaran.

"…" tidak ada jawaban. Sakura lebih memilih dia menahan malu.

Ino melirik Sakura, tawanya tertahan karena merasa iba dengan sahabatnya itu. Sungguh, menggoda Sakura adalah hal yang paling menyenangkan di dunia ini. Namun melihat ekspresi Sakura saat ini, Ino merasa kasihan. "Hei—sudahlah, hentikan!" Perintah Ino kepada Kiba dan Tenten tegas.

Sakura menoleh ke arah Ino. 'Ino …' batinnya tersentuh karena ucapan Ino yang—membelanya?

"Jadi?" Ino kembali membuka perakapan, "Aku juga penasaran tentang hubunganmu dan Sasuke," lanjut Ino, menatap Sakura dengan ekspresi serius.

"…"

"…"

"…"

Hening …

Krik!

Sakura tarik kembali kata-katanya barusan di dalam hati. Ino … bodoh!

Mendesah pasrah, Sakura pun akhirnya berkata, "dia bilang kami hanya partner."—Sakura memasukkan pensilnya ke dalam tempat pensil.

Ino, Kiba, dan Tenten saling bertataP wajah. "Partner?" Tanya mereka serempak membuat Sakura terbelalak kaget.

"…"

Sakura mengangguk. "Ya …" jawabnya lirih, membuat yang lainnya kembali saling berpandangan bingung.

"Partner … apa?" Tanya Kiba dengan ekspresi bodoh, membuat Sakura ingin tertawa.

"…"

"…"

Tak ada yang bersuara. Keheningan menyelimuti keadaan mereka di ruang keluarga Tenten yang terlihat begitu sepi. Hanya bunyi detik jarum jam dan hembusan napas merekalah yang terus mengisi keadaan suasana hening ini. Membuat suasana di sekitar Sakura menjadi terasa begitu dingin.

"Aa, jam berapa sekarang?" Tanya Sakura pada akhirnya memecah keheningan yang ada karena merasa tidak nyaman dengan suasana yang ada.

Tenten menoleh ke arah jam tua besar di pojok ruangan, "sudah hampir jam enam," jawabnya sesaat setelah melihat jam tua tersebut.

"Are? Sudah sore sekali!" Pekik Ino kaget, sedangkan Kiba terlihat sangat santai.

"Kenapa, eh? Ini masih terlalu cepat untuk pulang ke rumah," ucap Kiba kembali mengambil cemilan yang ada. "Lagipula, aku betah di tempat Tenten," lanjutnya membuat Tenten mendengus.

"Bukan begitu!" Balas Ino merasa resah, "Hanya saja—saat pulang nanti kita harus melewati perlintasan rel kereta api itu," ucap Ino dengan nada sedikit bergetar.

Sakura terdiam …

Perlintasan rel kereta api itu—batin Sakura mengingat kembali kejadian lalu. Ini tidak baik! Firasat buruk kini menghinggapi hati dan juga pikirannya.

"Hahaha! Jadi kau takut?!" Tawa Kiba menggelegar memenuhi ruangan saat melihat ekspresi wajah Ino.

"Urusai!" Balas Ino kesal karena merasa diremehkan.

Sakura melirik ke arah jam tua di sudut ruangan itu sekilas. Kedua iris emerald-nya bergerak gelisah saat didapatinya jarum jam tersebut terus bergerak melewati angka demi angka yang tercetak jelas di setiap sisinya. 'Semakin malam, suasana di tempat itu pastilah semakin menjadi,' pikirnya mencoba membayangkan segala hal kemungkinan terburuk yang dapat sewaktu-waktu terjadi. Dia—mereka harus waspada.

"Kita pulang sekarang," tegas Sakura dengan ekspresi wajah serius, membuat semua menoleh ke arahnya, terutama Ino dan Kiba.

"Heh?" Gumam Kiba menatap Sakura heran, "Jangan bilang kau takut, Sakura."

Mendengar ucapan Kiba, Sakura pun hanya bisa memutar kedua bola matanya bosan. "Kita pulang …" desisnya tajam membuat Kiba bergidik ngeri.

"Ya, ya, baiklah." Kiba berucap pelan seraya menggaruk-garuk kepalanya malas.

"…"

Ino pun segera bersiap memasukkan semua peralatan tulisnya ke dalam tas, begitu pula dengan Sakura dan Kiba. "Lain kali kita akan belajar bersama lagi," ucap Ino saat semua perlengkapannya sudah beres.

Tenten mengangguk. "Baiklah," balasnya semangat seraya bersiap untuk mengantar ketiga temannya itu menuju pintu utama. "Hari sudah hampir malam, kalian berhati-hatilah!" Tenten berusaha mengingatkan.

Ino menganggukan kepalanya, "sampai jumpa besok!" Pekiknya setelah selesai mengenakan sepatunya kembali. Sakura pun pamit dengan sopan kepada Tenten, sangat berbeda dengan Kiba yang terlihat masa bodoh dan malas.

"Kami pamit, Tenten," ucap Sakura sedikit membungkukkan badannya.

"Ya, sampai jumpa besok semua!" Balas Tenten, melambaikan tangannya ke arah Sakura dan Ino.

Setelah itu, Sakura dan yang lainnya pun segera melangkahkan kaki-kaki jenjangnya berjalan menjauh dari halaman kediaman Tenten.

Hari semakin gelap, sedangkan mereka harus berjalan kaki hingga halte bus yang letaknya masih jauh dari daerah komplek perumahan Tenten. 'Semua akan baik-baik saja,' batin Sakura dalam hati seraya terus berjalan berdampingan dengan Ino dan Kiba.

.

.

.

Bunyi suara gemerisik saluran televisi di dalam kediaman Uchiha membuat Sasuke berdecak sebal. Pasalnya, sedari tadi ia hanya bisa melihat layar televisi yang dipenuhi oleh 'semut-semut kecil' yang sangat merusak pemandangan. "Bodoh," umpatnya pelan.

Merasa kesal, Sasuke pun segera mematikan saluran yang ada dan segera membanting remote televisi itu ke atas sofa di sisi kanannya.

'Mungkin antenanya rusak,' ucap Itachi datar tanpa menoleh ke arah Sasuke.

"Hn."

'Aku khawatir pada Sakura,' ucap Itachi kembali mengutarakan isi hatinya.

"…"

'Bagaimana dengan sosok pria tua yang sedari kemarin mengikutinya?' Ucap Itachi, mengingat-ingat kejadian saat dimana ia melihat sesosok lelaki tua tengah menyeringai seram ke arah Sakura. Walaupun Sakura tidak menyadarinya, Itachi tahu bahwa sosok itu sudah mengincar Sakura sejak saat Sakura memasuki area pemakaman.

Sasuke melirik Itachi sekilas. "Sudah kubereskan dia," jawabnya datar.

Itachi menatap Sasuke tidak percaya. 'Oh, ya?!' Tanyanya terkejut atas tindakkan sang adik ia lakukan tanpa sepengetahuannya. 'Kapan?!'

"Bukan urusanmu," jawab Sasuke datar. Sesungguhnya ia malas bercerita pada Itachi. Tapi yang jelas, Sasuke sudah membuat perhitungan pada sosok pria tua itu, bahkan sudah mengirimnya ke neraka.

"…"

"…"

Deg!

Firasat buruk tiba-tiba datang menyergapi seluruh pikiran dan juga hati Sasuke. Apa ini?—batinnya merasa tidak enak.

"…"

'Sasuke …' panggil Itachi dengan ekspresi wajah yang tidak dapat diartikan oleh Sasuke. Sungguh, hati Sasuke saat ini merasa sangat was-was.

'Sakura—' ucap Itachi pelan karena merasakan hal yang sama dengan Sasuke. Firasatnya tidak enak. Pikirannya selalu mengawang ke arah gadis manis bermahkotakan merah muda itu.

Tidak peduli dengan ucapan Itachi yang belum terselesaikan, Sasuke pun segera menyambar jaket hitam yang tergeletak di samping kirinya. Ia harus menjemput Sakura di rumah Tenten sekarang juga—itulah fokus utamanya saat ini.

Itachi yang melihat hal itu pun segera bangkit pergi bergegas mengikuti Sasuke. 'Semoga dia baik-baik saja …'

»»» oOo «««

Hembusan semilir angin malam terus menerpa tubuh Sakura, Ino, dan Kiba dalam perjalanan pulang mereka menuju halte bus. Membuat ketiganya bergidik karena terpaan angin malam ini terasa begitu menusuk kulit.

Kicauan burung gagak pun tak ayal selalu menemani mereka dalam setiap langkah perjalanan. Bagaikan lantunan lagu kematian yang siap menjemput ajal mereka kapan dan dimana saja.

Ino, tidak berani menatap keadaan sekitar. Kedua tangannya sedari tadi sibuk memeluk salah satu lengan Sakura, erat.

"…"

"Dingin sekali," ucap Kiba memecah keheningan seraya terus berusaha memeluk dirinya sendiri—mencoba mengurangi rasa dingin yang menyerang sekujur tubuhnya.

Sakura melirik Kiba sekilas. "Cuaca saat memasuki musim gugur memang sangat dingin," ucapnya seraya terus meniup-niup kedua telapak tangannya agar terasa sedikit lebih hangat.

"…"

Ino semakin mengeratkan pelukkannya pada lengan Sakura, membuat Sakura mengernyit. Keadaan di daerah ini begitu sepi, membuat hati Ino dan Sakura merasa was-was. Biarpun ada seorang lelaki di sini, tapi hal itu tidak dapat menjamin keselamatan mereka, bukan? Ditambah Kiba juga tidak mungkin dapat melindungi Ino dan Sakura secara bersamaan.

Teng … Teng … Teng …

Bunyi denting palang perlintasan rel kereta api di daerah itu kembali begaum keras—menandakan bahwa akan ada kereta api yang akan melintasi rel tersebut.

Ino, yang mendengar suara itu pun berjengit kaget. "Aa!" Pekiknya meringis takut.

"Kenapa kau?" Tanya Kiba dengan ekspresi wajah mengejek, membuat Ino mendelik kesal ke arahnya.

Sakura memutar kedua bola matanya bosan saat melihat kembali pertengkaran kecil antara Ino dan Kiba. 'Benar-benar berisik,' batinnya merutuki kedua sikap temannya ini.

Mendesah pasrah, Sakura pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat perang adu mulut antara Ino dan Kiba yang berlangsung terus hingga mereka sampai tepat di sisi lain berbatasan palang perlintasan rel kereta api.

"…"

"…"

"…"

"Ah, jadi ini daerah yang selalu memakan korban itu?" Tanya Kiba dengan nada santai, membuat Sakura dan Ino menoleh ke arahnya. "Nasib mereka sial sekali," dengus Kiba seraya melipat kedua tangannya di depan dada.

Ino menggeram kesal saat mendengar ucapan Kiba.

"Jaga ucapanmu, Kiba …" desis Sakura pelan namun tajam, membuat Ino menyeringai puas. "Jangan bicara sembarangan di tempat ini," lanjut Sakura memperingatkan karena kedua iris emerald-nya sudah menangkap sosok-sosok makhluk aneh di sekitar tempat ini.

"Ya, ya, baiklah," balas Kiba menuruti perintah Sakura. Kedua iris matanya menatap jauh ke arah dimana kereta akan muncul. "Lama sekali," dengusnya malas karena belum melihat tanda-tanda kereta akan muncul.

Deg …

Hati Kiba berdebar saat kedua iris matanya bersirobok langsung dengan seorang wanita perparas cantik tengah berdiri tegap tak jauh dari tempatnya kini berada. Ia tersenyum ke arah Kiba, membuat Kiba menjadi salah tingkah.

"Hei—" panggil Kiba menoleh ke arah Sakura dan Ino, "—aku pergi ke sana dulu sebentar," lanjut Kiba seraya menunjuk ke arah sebuah pohon besar yang tumbuh di sekitar tempat itu.

Ino mengernyitkan kedua alisnya sesaat setelah Kiba menunjuk letak pohon tersebut. "Mau apa kau?" Tanya Ino heran, "Jangan bilang kau mau buang air kecil di tempat itu!" Tuduh Ino sarkastik.

"Bodoh! Mana mungkin aku melakukan hal serendah itu ditempat seperti inI?!" Balas Kiba tidak terima atas tuduhan Ino. "Aku mau menemuinya sebentar," lanjut Kiba kembali mengendikkan dagu ke arah pohon besar tersebut.

"…"

"…"

"Nya?—" gumam Ino bingung.

Sakura yang baru saja selesai berkutat dengan ponselnya pun segera menoleh ke arah Kiba.

Deg!

Wanita itu …

Sosok cantik yang Sakura lihat kemarin. Kedua iris emerald Sakura terbelalak lebar saat mendapati Kiba tengah berjalan ke arah sosok itu. "Kiba!" Pekik Sakura menarik pergelangan tangan Kiba agar dia tidak menghampiri sosok tersebut.

"Kau kenapa, eh?" Tanya Kiba heran karena tindakkan Sakura.

Sakura meneguk ludahnya kasar. "Ja-jangan ke sana," ucapnya terbata-bata karena merasa diperhatikan oleh sosok wanita cantik tersebut.

"Aku hanya ingin berkenalan dengan dia," ucap Kiba pada Sakura.

Ino yang mendengar ucapan Kiba pun akhirnya mengerti. Di sana … di dekat pohon itu pastilah ada sesosok makhluk gaib yang entah apa, Ino tidak dapat melihatnya.

Berteman dengan Sakura, kurang lebih dapat membuat Ino paham akan hal-hal yang ada di luar akal nalar manusia. Jadi, ia dapat membaca situasi saat dimana ekspresi Sakura bisa berubah drastis oleh makhluk-makhluk yang mungkin dianggap berbahaya olehnya.

"Sakura …" panggil Ino dengan suara parau.

"Ino! Bantu aku cegah Kiba ke sana atau dia akan mati!" Pekik Sakura panik saat dirasakannya tubuh Kiba kini mulai dikendalikan oleh sosok wanita itu. Dunia Kiba saat ini hanya dipenuhi oleh sosok wanita itu, ia tidak bisa mendengar ataupun melihat sosok Sakura.

"Kiba!" Pekik Sakura semakin menghalangi langkah Kiba. Ino yang tidak tau harus berbuat apa hanya bisa menahan tubuh Kiba dengan cara menarik tangannya.

'Wanita itu berbahaya,' batin Sakura waspada.

"…"

Sosok wanita itu terus menatap tajam Sakura, membuat Sakura meneguk ludahnya takut. Tapi dia harus menyelamatkan Kiba apapun yang terjadi!

'Kau mengganggu …' desis sosok itu tajam ke arah Sakura, membuat tubuh Sakura menegang.

Teng … Teng … Teng …

Bunyi suara peringatan palang kereta api pun terus bergaung cepat dalam telinga Sakura, membuat seluruh dunia dalam kepalanya terasa berputar. Merasa dalam bahaya, Sakura pun segera menampar Kiba dengan sekuat tenaga.

PLAK!

Dan Ino pun tersentak kaget atas perbuatan Sakura. "Sadarlah, Kiba!" Pekik Sakura menggelegar di tempat yang sepi itu.

"Sa-Sakura …" ucap Ino ketakutan. Sekujur bulu kuduknya bergidik saat telinganya semakin menangkap jelas deru mesin kereta api yang semakin lama semakin mendekat.

Kiba—membelalakan matanya kaget saat dirasakannya nyeri di salah satu sisi pipinya. "Hah?" Gumamnya keras seraya mengusap-usap sisi pipi kirinya. "Kenapa kau menamparku, eh?" Tanya Kiba saat sadar di hadapannya kini tengah berdiri Sakura.

"Maaf soal itu, tapi kita harus segera pergi dari sini," ucap Sakura cepat seraya menarik tangan Ino dan Kiba. 'Lebih baik kembali ke rumah Tenten,' batin Sakura mencari akal.

"…"

"…"

Deg!

Tubuh Sakura menegang.

"Sa-Sakura?" Ucap Ino takut karena gerak tubuh Sakura terasa begitu aneh.

'Kau menggangguku gadis kecil …' desis sosok wanita itu yang tiba-tiba kini sudah berada di samping Sakura. Membuat Sakura membelalakan kedua matanya kaget.

"Aa—" suara Sakura tidak bisa keluar, membuat Kiba terheran-heran sedangkan Ino semakin takut.

Sakura semakin memegang pergalangan tangan Ino dan Kiba erat. Sosok itu menyeringai seram ke arah Sakura. Perlahan namun pasti, sosok itu berubah menjadi sosok yang menjijikan.

Separuh wajahnya hancur tak berbentuk. Rambutnya yang semula nampak indah kini berubah menjadi sangat berantakkan. Sebagian rambut yang seharusnya memenuhi kepalanya perlahan mulai rontok berjatuhan—menampakan kulit kepala yang busuk, bahkan terlihat sedikit terlihat cairan putih keluar dari telingannya.

Sakura semakin membelalakan matanya tidak peraya karena sosok itu kembali menyeringai seram ke arahnya.

"KYAAAAAA!" Pekikan Ino menggelegar ditengah keheningan malam berselimutkan suara denting palang yang terus bergaum keras. Sedangkan Kiba menjerit tertahan.

Mereka semua—dapat melihat sosok itu.

Dengan langkah kaki yang terseok-seok, sosok itu mulai berjalan mendekat ke arah Kiba. Tubuh Kiba dan Ino pun bergetar karena tidak bisa bergerak.

'Mati …' desis sosok itu tajam dengan seringai menyeramkan ke arah Kiba.

Darah terus mengalir dari sebagian wajahnya yang hancur, membuat tubuh Ino dan Kiba terus bergetar ketakutan.

'Mati …' desisnya lagi mencoba mendorong tubuh Kiba agar terjatuh tepat di tengah rel perlintasan kereta api. Kiba yang ketakutan pun hanya bisa melangkah mundur dengan perlahan, ia tidak mengatahui bahwa tujuan utama sebenarnya sosok itu adalah menggiring Kiba agar Kiba masuk ke dalam lintasan kendaraan bermesin listrik tersebut.

Sosok itu menyeringai. Salah satu tangannya terangkat. Kulitnya bergelayut lengket di tangannya yang terangkat, membuat Kiba membelalakan matanya kaget.

"KIBA!" Pekik Sakura keras seraya mendorong tubuh Kiba ke sisi lain yang aman.

Bugh—

Sosok itu mendorong Sakura dengan kekuatannya sehingga Kepala Sakura terbentur palang rel kereta api. Suasana malam yang begitu mencekam membuat tubuh Ino lumpuh. Kedua iris aquamarine-nya menatap hal itu tidak percaya.

'Mati …'

Kicauan buruk gagak kembali terdengar bersamaan dengan datangnnya kereta api yang melintasi rel tersebut.

"SAKURAAAAAA!" Teriak Ino dan Kiba bersamaan.

.

.

.

'Tidak bisakah kau lebih cepat sedikit, Sasuke?' Geram Itachi frustasi saat dirasakannya keadaan keheningan malam ini semakin mencekam.

Sasuke menatap tajam jalanan di depannya. Kecepatan mobilnya saat ini sudah mencapai di atas rata-rata kecepatan aman. Ia tidak peduli, yang jelas sekarang ia harus bisa menyusul Sakura ke tempat sosok wanita itu! Sosok penghuni perlintasan rel kereta api yang kabarnya selalu memakan korban.

'Sasuke! Lihat!' Pekik Itachi saat kedua iris hitam kelamnya menangkap dua sosok manusia yang ia ketahui adalah teman Sakura.

Tanpa pikir panjang, Sasuke pun segera mengehentikkan mobilnya. Kedua iris onyx-nya menatap kaget akan sosok menjijikan yang saat ini tengah berusaha mendekati teman Sakura.

"Sakura!" Pekik Sasuke saat turun dari mobil, membuat Ino menoleh ke arahnya. Dengan tubuh bergetar karena takut, Ino pun memanggil nama Sasuke. "Sa-Sasuke …" panggilnya sesenggukkan karena menangis.

Sasuke tidak peduli akan panggilan Ino. Kedua iris matanya kini hanya tertuju pada satu titik. Yaitu, tempat dimana Sakura kini tengah tergeletak tak berdaya di dekat palang perlintasan rel kereta api. Ia pun berlari cepat ke arah Sakura, diikuti oleh Itachi yang sibuk menelisik keadaan sekitar.

"Sakura!" ucap Sasuke berusaha membangunkan sosok gadis bermahkotakan merah muda itu. Ditepuk-tepuknya pipi Sakura pelan, berharap agar dia sadar.

"…"

Kedua iris onyx Sasuke semakin menggelap saat dilihatnya cairan kental berwarna merah menetes cepat dari sudut pelipis Sakura.

"…"

"Sa … su … ke …" panggil Sakura dengan suara parau, membuat Sasuke dan Itachi menatapnya intens. "Kiba—" lanjut Sakura membuat Sasuke menolehkan kepalanya ke arah Kiba yang saat ini masih menjadi incaran sosok tersebut.

Menggeram kesal, Sasuke pun menitipkan Sakura pada Itachi.

Dengan konsentrasi penuh, Sasuke pun mulai memejamkan matanya sejenak.

"…"

"…"

Deg!

Itachi menatap Sasuke tidak percaya. Dia bisa mengeluarkannya! Mata itu, mata keturunan Uchiha. Mata berwarna merah dengan tiga titik pupil yang mengelilingi titik pupil inti.

Waktu seakan berhenti saat Sasuke memperlihatkan mata itu. Sosok itu—menoleh ke arah Sasuke. Membuat Kiba sedikit bernapas lega. Merasa ada kesempatan, Kiba pun segera berlari ke arah Ino dan segera menolong Ino agar Ino dapat berdiri.

'Kau—' desis sosok itu menatap tajam Sasuke, '—harus mati.'

"…"

'Mati kau!' Pekik sosok itu menghilang lalu kembali muncul tepat di hadapan Sasuke, membuat Sasuke sedikit terkejut.

ZRAAASH!

Tanpa melakukan apapun, tubuh sosok itu kini sudah terlilit api hitam. Ino dan Kiba yang secara langsung melihat itu hanya bisa membelalakan mata tidak percaya sekaligus dengan tubuh bergetar hebat karena takut.

'AAAAA!' Teriak sosok itu mengerang menahan sakit karena api hitam telah membakar habis seluruh tubuhnya. Itachi yang melihat hal itu pun berdecak kagum pada Sasuke.

Mendengus malas, Sasuke pun segera memejakan matanya kembali. Dan di saat itu pula, kedua iris onyx-nya berubah normal. "Aku yang membunuhmu untuk kedua kalinya," desis Sasuke pelan pada sosok wanita penunggu rel kereta api yang kini telah berubah menjadi butiran-butiran abu.

"…"

"…"

"A-apa itu tadi?" Tanya Kiba pada Ino masih dengan tubuh yang bergetar. Ino, menggelengkan kepalanya cepat sebagai jawaban atas pertanyaan Kiba.

"…"

"…"

Sasuke menatap Ino dan Kiba datar seraya membawa tubuh Sakura dalam gendongannya. "Masuk ke mobil," ucap Sasuke tanpa ekspresi seperti biasa, membuat Ino dan Kiba tesentak kaget.

"Aa—" tanpa perlu menunggu perintah dua kali dari sang Uchiha, Ino dan Kiba pun segera masuk ke dalam mobil Sasuke seraya terus berdoa agar hal ini tidak terulang lagi.

»»» oOo «««

Sakura mengedipkan kedua kelopak matanya pelan saat dirasakannya bias-bias cahaya matahari masuk menembus indera pengelihatannya. "Ng?" Lenguhnya pelan karena merasa pusing.

"Sudah bangun?" Tanya seseorang kepada Sakura, membuat Sakura harus membuka matanya lebar.

Kedua iris emerald-nya menatap terkejut sosok Sasuke yang saat ini sudah ada di hadapannya dengan pakaian seragam sekolah seperti biasa. "Aku dimana?!" Tanya Sakura panik saat mengetahui bahwa ini bukanlah kamarnya.

'Sakura-chan? Sudah sadar?' Tanya Itachi tiba-tiba yang entah datang dari mana, membuat Sakura berjengit kaget.

Itachi terkekeh pelan saat melihat ekspresi Sakura. 'Semalam kau pingsan. Karena di rumahmu tidak ada siapa-siapa, aku dan Sasuke berinisiatif membawamu kemari,' terang Itachi mencoba menjelaskan kronologi kejadian mengapa Sakura bisa ada di kediaman Uchiha.

Sejenak, Sakura kembali mencoba mengingat kronologi kejadian semalam.

"…"

"…"

"KIBA!" Pekik Sakura panik saat mengingat bahwa Kiba dalam bahaya.

Itachi semakin terkekeh kencang saat melihat ekspresi wajah Sakura yang begitu panik. 'Tenanglah, Saku-chan. Teman-temanmu selamat.' Itachi mencoba kembali menenangkan Sakura.

Sakura mengerutkan alisnya sejenak. "Ba-bagaima—"

'Sasuke sudah mengatasinya,' potong Itachi cepat sebelum Sakura sempat menyelesaikan kalimatnya, membuat Sakura bungkam.

Sasuke? Dia kembali menolong Sakura.

"…"

"…"

"Cepat mandi, ganti bajumu lalu kita pergi ke sekolah," ucap Sasuke datar memecah keheningan.

Sakura mengerjapkan kedua kelopak matanya beberapa kali saat mendengar ucapan Sasuke. "Aa, ya …" jawab Sakura canggung. "Sasuke?" Panggil Sakura cepat sebelum Sasuke pergi.

"Hn?" Respon Sasuke datar, menoleh ke arah Sakura.

"…"

Sakura terdiam.

Itachi—yang sedari tadi terus memperhatikan raut wajah Sakura pun hanya bisa tersenyum tipis. Ia tahu apa hendak Sakura katakan. Oh, betapa manisnya calon adik iparnya ini—batin Itachi terkekeh.

"Apa?" Tanya Sasuke kembali dengan ekspresi wajah stoic, membuat Sakura menelan ludah gugup.

Menghirup napas panjang, Sakura pun memberanikan diri untuk kembali bertanya. "Aku … masih tidak mengerti," ucap Sakura lirih, "sebenarnya, kita itu partner apa?" lanjut Sakura mencoba menatap kedua iris onyx Sasuke dengan berani.

"…"

"…"

Hening …

Itachi menatap Sasuke tajam—memberikan kode agar ia harus menjawab pertanyaan Sakura atau ia akan menyesal seumur hidup.

"…"

Sasuke menatap datar Sakura. "Kau—" ucapnya dengan nada menantang, "—adalah partnerku seumur hidup," lanjut Sasuke pelan dengan rona merah tipis yang menjalar di seluruh wajah hingga kupingnya.

"…"

Sakura membelalakan kedua matanya lebar. Apa dia bilang? Partner seumur hidup? Partner dalam hal apa?—pikiran Sakura terus bertalu-talu tidak tenang. "Dalam hal apa?" Tanya Sakura kini dengan nada lebih berani.

"…"

"…"

"Sasuke?" Panggil Sakura tidak sabar karena Sasuke terlalu lama menjawab.

Sasuke berdecak malas. "Semuanya—" jawabnya datar, "—kau adalah partnerku dalam segala hal," lanjut Sasuke menyeringai membuat jantung Sakura berdetak cepat.

Itachi menahan tawanya sejenak. 'Sungguh, cara menyatakan cinta yang sangat tidak romantis,' gumamnya menahan tawa dan disambut oleh tatapan tajam dari Sasuke.

Merasa suasana semakin panas dan tidak enak. Sasuke pun memutuskan keluar dari kamar yang saat ini tengah ditempati oleh Sakura.

"…"

"…"

"Apa katanya tadi?" Gumam Sakura pada Itachi yang saat ini masih ada di sampinganya.

Itachi terkekeh pelan. 'Mulai sekarang, kau adalah calon nyonya Uchiha,' ucap Itachi menggoda membuat wajah Sakura semakin memerah. 'Biarpun tidak romantis, tapi Sasuke menyukaimu. Kau adalah wanita pilihannya.'

Waktu seakan berhenti berputar saat Sakura mendengar kata-kata Itachi. Tubuhnya dingin, seakan-akan suasana ini menyerap seluruh kehangatan tubuhnya. Dengan tangan bergetar, Sakura pun menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Aku juga menyukainya," ucap Sakura pelan dengan nada yang teredam oleh kedua tangannya.

Karena kau adalah wanita pilihannya …

Hari ini, hidup baru seorang Haruno Sakura pun akan berubah. Dengan Uchiha Sasuke yang selalu berada di sampingnya. Segala sesuatu yang menyeramkan, pasti akan berakhir dengan segala sesuatu yang menyenangkan.

Tidak ada salahnya, bukan? Memiliki kelebihan tertentu yang terkadang dapat membuat hidup kita terasa tidak menyenangkan. Kelak kau akan menemukan sesuatu yang menyenangkan dalam kelebihanmu itu.

END

*KRIIIIIIIIIIK* apaaaaa iniiiiii? #mewek. Kenapa jadi gajelas begini T^T ohmygooot tabok saya, injek saya ;;_;; jadi aneh begini ceritanya gara-gara deadline waktu buat SSFD sempit banget. Dari pagi sampe malem ngetik begini sambil mikir deskripsi yang pas itu ternyata buat alis saya cenut cenut pusing T_T sueeer *jedukin pala*

Karena waktunya mepet hasilnya jadi abal begini, maap teman-teman ;_;

Alur juga kecepetan T^T chap ini ada beberapa scene yang ilangin karena waktunya pasti gak keburu kalo nambah scene lagi hhhhh derita males ngetik begini ya =_=

Yang bersedia baca makasih banget ;;;; yang gak juga gak apa-apa, orang hasilnya juga gak memuaskan :v wkwkkwkwk

Karena terlalu galau, sekian bacotan dari author :'''')

Sekian,

Mind to RnC? Gak maksa kok :'D #plak

HAPPY SASUSAKU FANDAY 2013 ~~~ SEMOGA ARCHIVE SASUSAKU INDONESIA SEMAKIN BANYAK DAN SEMAKIN BERKUALITAS *PUNYAKU ENGGAK WKWKWK* :'''D SAYA BANGGA JADI SAVERS ~~ *TEBAR TOMAT CERI*

Special thanks for :

Cha KriMoFe Doujinshi, Madge Undersee, Mizuira Kumiko, mari-chan 41, adem ayem, Rhe Love Sasuke, adecielovers penguin, Lavender's Violin, Sakakibara mei, Qurany228, aguma, Diella Nadilla SasuSakuLovers, Natsuya32, Tsurugi De Lelouch, Hima, Guest, Berlian Cahyadi, Shin Y, Api Hitam AMATERASU, Apaaja, Kuneda Aoi, poetry-chan, fynlicht, Fiyui-chan, sherlock holmes, hanazono yuri, Grengas-Snap, cho kyuyeon, Onyxita Haruno, and Hasegawa Michiyo Gled

Peluk cium untuk kalian semua yang udah bersedia baca review fic abal ini :* #dikaplok