Denting bunyi palang—sebagai tanda bahwa kereta api akan melintasi rel tersebut terus bergaum keras di sekitar jalanan sepi itu.

Kaaak … Kaaak …

Seruan burung gagak di kala senja itu pun ikut bernyanyi mengiringi denting bunyi palang kereta api tersebut. Menimbulkan kesan mistik tersendiri bagi siapa saja yang sedang berada di sana.

"Aku dengar tempat ini angker," ucap seorang pemuda kepada salah satu temannya yang saat ini tengah menunggu kedatangan kareta api lewat. Mobil yang mereka tumpangi berhenti sejenak, menunggu palang tersebut terbuka.

Pemuda yang satu mendengus, "kau percaya hal itu, eh?" tanyannya meremehkan. "Di jaman yang modern seperti ini mana ada hal-hal semacam itu," dengusnya menatap lurus palang rel kereta api di hadapannya.

"Yah, terserah saja," balas pemuda yang nampaknya mempercayai hal itu.

"…"

"…"

"Cih, kenapa keretanya lama sekali?" tanya pemuda yang satu lagi dengan nada tidak sabaran. Kedua iris coklatnya menatap malas ke arah luar kaca jendela yang terdapat di sisi kanannya. "Hmm …" gumamnya pelan saat melihat sesosok gadis cantik tengah melambai-lambaikan tangan ke arahnya.

"Rei," panggil pemuda tersebut kepada temannya yang sedari tadi hanya diam saja—sibuk memainkan ponselnya.

"Apa?" Sahut Rei saat merasa nama dirinya terpanggil.

"Lihat gadis cantik di sana," ucap sang pemuda pada Rei seraya menunjukkan letak tempat sosok gadis itu berada.

Kedua alis Rei mengkerut. "Gadis apa?" tanyanya heran.

Yuu—nama pemuda itu berdecak, "Kau itu buta atau apa? Lihat itu! Gadis yang melambai-lambaikan tangannya ke arah kita," jawabnya dengan nada sedikit kesal. "Dia … cantik," lanjut Yuu seakan terpesona oleh kecantikan paras wajah gadis tersebut.

Rei—mengangkat kedua alisnya bingung. Pasalnya ia sama sekali tidak melihat sosok siapa pun di sana. Ia yakin, kedua matanya ini masih normal. "Yuu?" panggil Rei saat melihat Yuu hendak keluar dari mobil, "Kau mau kemana?" tanyanya heran karena pandangan Yuu terus mengarah lurus ke tempat yang sedari tadi ia tunjuk.

"…"

"Yuu!" panggil Rei, ikut keluar dari mobil. Kedua alisnya semakin mengernyit heran saat didapatinya Yuu seperti sedang asyik berbincang-bincang dengan seseorang. 'Ada yang tidak beres,' bantinnya merasakan sesuatu yang ganjil pada temannya.

"Yuu!" panggil Rei kembali saat melihat Yuu berjalan ke arah perlintasan rel kereta api. Kedua iris shappire-nya membelalak lebar saat didapatinya sebuah kereta sedang melaju kencang.

Teng … Teng … Teng …

Bunyi suara bel palang kereta api terus menggema. Semakin keras dan semakin kencang.

"YUU!" pekik Rei saat mendapati Yuu saat ini tengah berdiri tepat di tengah-tengah rel perlintasan kereta api tersebut. Dalam waktu sekejap, semua telah terjadi. Kereta itu melaju secepat kilat—menabrak dan menyeret tubuh Yuu yang saat itu tengah berdiri di tengah perlintasan tersebut.

"YUUUUU!" teriak Rei menggelegar saat tahu bahwa temannya kini sudah tiada.

Naruto © Masashi Kishimoto

2013©

.

.

Truth

Warning : Alternative Universe, Out Of Character,TwoShot, Typo, etc.

DON'T LIKE? DON'T READ!

Enjoy Reading

"Sudah dengar berita kemarin sore?" Tanya seorang gadis blonde yang baru saja tiba di sekolah kepada seorang gadis berambut merah muda yang saat ini sedang duduk manis di atas bangku sekolahnya. Kedua iris aquamarine-nya menatap Sakura—nama gadis berambut merah muda itu dengan tatapan ingin tahu.

"Belum," jawab Sakura datar seperti biasa.

Ino—nama gadis berambut blonde itu mendengus panjang saat mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Sakura. Seperti biasa, sahabatnya ini selalu tidak peduli dengan keadaan sekitar.

"Memang ada berita apa?" Sakura bertanya pada Ino. Oh, sejak kapan Sakura mulai tertarik dengan kabar-kabar yang ia bawakan?—batin Ino senang. Ini adalah sebuah kemajuan pesat dalam hidup sahabatnya! Oke, itu terlalu berlebihan.

Ino berdehem sejenak sebelum ia menceritakan sebuah berita misterius pada Sakura. "Kau tahu perlintasan rel kereta api di dekat rumah Tenten, 'kan?" Ino memulai ceritanya dengan cara bertanya pada Sakura.

Sakura mengangguk pelan sebagai jawaban atas pertanyaan yang Ino lontarkan kepadanya.

"Kemarin baru saja terjadi kecelakaan di sana! Korban terseret badan kereta api sejauh dua kilometer!" Ino melanjutkan ceritanya dengan nada antusias.

"Lantas?" tanya Sakura tidak mengerti. Kenapa Ino menceritakan hal semacam itu dengan hebohnya?

Ino menepuk keningnya keras, "kau ini …" geramnya melihat wajah Sakura yang kelewat menyebalkan—menurutnya. "Tidakkah kau merasakan adanya hal aneh?" Ino melipat kedua tangannya di depan dada, "Sudah ada tiga kali kematian dalam tiga minggu ini, dan semua korban itu meninggal dengan cara yang sama! Di tempat yang sama pula."

Sakura membelalakan matanya tidak percaya. 'Tiga kematian dalam tiga minggu, di tempat yang sama. Ini aneh,' batinnya berkata.

"…"

"…"

"Hm, Jadi? Berbicara soal hal aneh. Bagaimana hubunganmu dengan Uchiha Sasuke?" Tanya Ino menatap Sakura dengan pandangan menggoda. Sungguh, akhir-akhir ini ia selalu melihat bahwa sahabatnya ini tengah dekat dengan sang pangeran sekolah. Hebat sekali, bukan? Seorang Uchiha yang sangat dingin itu bisa Sakura dekati dengan mudah?

Bluuush

Seketika pada saat itu juga, guratan merah tipis pun terpancar jelas di kedua pipi putih ranum milik Sakura. Melihat hal itu, Ino pun semakin menyeringai lebar.

"Apa yang kau katakan, Pig?!" tanya Sakura cepat seperti orang sedang salah tingkah—nyatanya dia memang salah tingkah. "Aku tidak punya hubungan apapun dengannya!"

Ino terkikik geli mendengar jawaban Sakura. "Oh, ayolah, Forehead! Kau tidak perlu menutup-nutupinya dariku. Lihatlah wajahmu saat ini," goda Ino seraya mencolek sekilas dagu Sakura.

Mendengar ucapan Ino, Sakura pun semakin salah tingkah.

"Menyebalkan," gerutu Sakura pelan saat melihat Ino sudah berjalan kembali ke bangkunya seraya terus terkikik geli.

»»» oOo «««

Grasak-grusuk celoteh para siswa dan siswi terdengar sangat mengganggu indera pendengaran milik Sakura. Pasalnya, saat ini ia sedang sibuk menyalin catatan pelajaran fisika yang baru saja usai jam pelajarannya. Tapi ternyata? Hampir semua teman sekelasnya tengah asik sibuk bergosip mengenai perihal kabar kematian aneh yang saat ini tengah beredar. Kabar kematian aneh yang telah merenggut tiga nyawa dalam tiga minggu terakhir ini.

"Berisik sekali …" gerutu Sakura menatap hasil catatannya.

"Wajar mereka berisik," ucap Ino yang tiba-tiba saja sudah ada di hadapan meja Sakura. "Kau terlalu ketinggalan informasi, Forehead!" celetuk Ino tengil.

Sakura mendengus geli. "Aku tidak ketinggalan informasi. Aku hanya malas membahasnya, Pig!" balas Sakura tidak mau kalah.

"Mau mengelak, eh?" tanya Ino meremehkan, membuat Sakura bungkam. Ino sangat tahu bahwa Sakura adalah orang yang sangat masa bodoh dengan kabar-kabar berita sekitar. Tipe orang yang cuek tapi sangat peduli. Yeah, begitulah.

"Omong-omong, pangeranmu sedang menunggumu di luar kelas," ucap Ino pada Sakura dengan seringai jahil terpampang jelas di wajahnya. Sakura menolehkan kepalanya cepat ke arah Ino. "Siapa?" tanyanya bingung.

"Tentu saja Uchiha Sasuke!" pekik Ino menggelegar, membuat semua siswa dan siswi yang ada di kelasnya menoleh ke arah Ino dan Sakura. "Ehm! Maaf …" gumam Ino pada teman-temannya.

Sakura kembali mendengus geli meihat tingkah Ino, sahabatnya ini. "Kau bercanda …" balas Sakura menahan tawa.

"Aku tidak bercanda, Forehead! Lihatlah itu, di luar kelas sangat ramai." Tunjuk Ino ke arah dimana seorang Uchiha Sasuke tengah berdiri dengan angkuhnya, dikelilingi oleh banyak gadis.

Sakura membelalakan matanya tidak percaya. Untuk apa seorang Uchiha Sasuke yang notabenenya adalah pangeran sekolah ada di depan kelasnya?

"Sedang apa dia?" Tanya Sakura pada Ino.

"Entahlah, tadi dia mencarimu," jawab Ino setelah mengendikkan bahu sesaat. Ino menyeringai jahil ke arah Sakura, membuat Sakura bergidik ngeri.

"A-apa?" Tanya Sakura gugup melihat ekspresi Ino. Sungguh! Ia sangat tidak suka situasi ini. Situasi dimana Ino selalu dapat dengan mudah menggodanya. "Aku pergi menemuinya dulu!" ucap Sakura cepat seraya segera melesat pergi menemui Uchiha Sasuke.

Ino yang melihat tingkah laku Sakura hanya bisa mengerucutkan bibirnya sebal. "Dasar …" gerutunya pelan sebelum ia kembali bergabung dengan teman-temanya sekelasnya yang lain.

.

.

.

"Sasuke?" Panggil Sakura pada Sasuke yang saat ini masih setia berdiri di depan kelasnya. Tentu saja masih dikelilingi oleh para gadis.

Merasa namanya terpanggil, Sasuke pun segera menolehkan kepalanya ke arah Sakura. "Hn, Sakura …" balas Sasuke datar.

"…"

Sakura memandang datar gadis-gadis di sekitar Sasuke, membuat para gadis itu berbisik-bisik pelan membicarakannya. Cih, mereka sangat menyebalkan—batin Sakura merutuki tatapan-tatapan aneh dari para gadis yang ada di sekitar Sasuke.

"Ikut aku," ucap Sasuke datar seraya langsung menarik pergelangan tangan Sakura pergi menjauh dari kerumunan para gadis fanatik Uchiha Sasuke.

"E-eh? Tapi—"

"Biarkan mereka," potong Sasuke cepat saat mengetahui kalimat apa yang akan diucapkan oleh Sakura. Sakura menolehkan kepalanya ke belakang sesaat—lebih tepatnya ke arah para kerumunan gadis yang baru saja mengerubungi Sasuke, sebelum ia benar-benar mengikuti jejak langkah kaki Sasuke.

"…"

.

.

"Itachi-nii," sapa Sakura saat melihat sosok Itachi baru saja datang dari arah halaman belakang sekolah. Tumben sekali dia tidak mengikuti Sasuke?

'Oh, Sakura-chan!' Balas Itachi ramah, seraya tersenyum ke arah Sakura. Raut wajahnya nampak terlihat sangat bahagia, menurut Sakura. 'Jadi kau akan ikut?' Tanya Itachi antusias kepada Sakura, membuat Sakura mengernyit bingung.

"Ikut kemana?" Tanya Sakura polos.

"Tch, bodoh. Aku belum memberitahunya, Baka-aniki!" Ucap Sasuke tiba-tiba merutuki kebodohan kakaknya.

Sakura yang tidak mengerti arah pembicaraan ini pun kembali bertanya. "Kalian mau kemana memang?" Tanya Sakura menatap kedua Uchiha bersaudara ini. Kedua iris emerald-nya menatap Sasuke heran.

"Bisakah kita membicarakan hal ini di tempat lain?" Tanya Sasuke dingin. "Aku tidak ingin di anggap gila karena kakakku yang satu ini." Sasuke melirik Itachi sinis, membuat Itachi menggerutu pelan. Mengerti akan maksud Sasuke, Sakura pun segera mengiyakan pertanyaan Sasuke dengan cara menganggukan kepalanya.

Dan dengan segera, mereka berdua pun—bertiga lebih tepatnya pindah ke tempat yang lebih sepi.

"…"

.

.

'Sepertinya di sini aman,' ucap Itachi seraya menelusuri setiap sudut yang ada—memastikan bahwa tidak aka nada satu orang pun di sana. Dan dengan santai, Itachi pun segera kembali menghampiri sosok Sasuke dan Sakura yang saat ini tengah berdiri berhadapan di depan gudang sekolah.

"Sebenarnya ada apa?" Tanya Sakura kepada Sasuke dan Itachi. Raut wajahnya menunjukkan rasa keingintahuan yang sangat besar.

Sasuke memandang Sakura datar seperti biasa. Tidak ada perubahan berarti di dalam raut wajahnya. Apakah ia akan tetap berekspresi seperti jikalau ia sedang menyatakan cinta, eh? —batin Sakura merutuki minimnya ekspresi sosok di hadapannya ini.

"Aku hanya ingin mengajakmu ke suatu tempat," jawab Sasuke pada akhirnya.

Kedua kelopak mata Sakura mengerjap beberapa kali setelah mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Sasuke. "Kemana?" Tanya Sakura berusaha memendam suaranya sedatar mungkin. Ia tidak ingin dianggap terlalu antusias dalam menanggapi ajakan seorang Uchiha.

'Kita akan pergi ke pemakaman, Sakura-chan.' Kali ini Itachi yang menjawab pertanyaan Sakura. Mendengar jawaban Itachi, mau tak maupun itu membuat kedua alis Sakura saling bertaut.

"Eh? Pemakaman siapa?" Tanya Sakura bingung.

"Pemakamannya," Sasuke mengendikan kepala ke arah Itachi, "Kaa-san, dan juga Tou-san."

Sakura kembali mengerjapkan kedua kelopak matanya cepat saat mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Sasuke. Mengerti akan jawaban tersebut, Sakura pun segera melirik Itachi.

"…"

"…"

Merasa diperhatikan, Itachi pun meringis ke arah Sakura seraya terkekeh pelan. 'Jadi? Kau mau, 'kan, Sakura-chan?' Tanya Itachi semangat.

"Eh? T-tentu saja," jawab Sakura sedikit gugup. "Omong-omong, kenapa kalian mau mengajakku?" Lanjut Sakura kembali bertanya. Raut muka heran kini terpampang jelas di wajah manis Sakura.

Itachi yang bisa melihat begitu jelas raut wajah Sakura, hanya bisa terkekeh geli seraya terus mengarahkan tatapan menggoda ke arah Sasuke. 'Sasuke ingin memperkenalkanmu pada mereka,' jawab Itachi ambigu disertai kekehan kecil.

Sasuke mendelik tajam ke arah Itachi saat mendengar jawaban tersebut. "Jangan bicara sembarangan!" desisnya tajam, semakin membuat Itachi tertawa keras.

"Mereka?" Sakura membeo dengan polosnya, membuat Sasuke dan Itachi menoleh ke arahnya. "Siapa mereka?" Tanya Sakura penasaran. Sungguh, kedua Uchiha ini selalu membuat dirinya penasaran.

"…"

"…"

Mendengus kesal, akhirnya Sasuke pun menjawab, "bukan siapa-siapa."

"…"

"Aku akan menjemputmu sepulang sekolah nanti di kelas," lanjut Sasuke datar seraya melangkah pergi menjauhi Sakura. Raut wajahnya masih stoic seperti biasa, membuat Sakura geram.

"Sasuke?" Panggil Sakura cepat sebelum benar-benar kehilangan jejak Sasuke.

Merasa namanya kembali terpanggil, Sasuke pun segera menghentikan langkah kakinya. "Hn?" gumamnya datar seraya menoleh ke arah Sakura.

"…"

"…"
"Sebenarnya—" ucap Sakura ragu. Sungguh ia malu mempertanyakan hal ini secara langsung kepada orang yang bersangkutan. Tapi, ia juga ingin tahu kebenaran yang ada. "—hubungan kita itu apa?" Tanya Sakura memberanikan diri. Rona merah tipis kini terukir dengan jelas di kedua pipi ranum milik Sakura, membuatnya semakin terlihat manis.

"Partner," jawab Sasuke singkat, membuat Itachi membelalakan mata tidak percaya dan membuat Sakura mengerutkan alis bingung.

"Partner?" Ucap Sakura kembali mengulang kata-kata Sasuke.

"Hn." Gumam Sasuke singkat seraya kembali melangkahkan kaki-kaki jenjangnya pergi menjauh meninggalkan Sakura yang masih terdiam di depan pintu gudang sekolah.

"…"

.

.

'Kau yakin tidak ingin memberitahukannya sekarang?' Tanya Itachi heran kepada Sasuke, membuat Sasuke kembali mendengus.

"Belum saatnya," jawab Sasuke datar.

Itachi mengerucutkan bibirnya kesal. 'Lalu kapan kau akan memberitahunya, Baka-otouto?' Tanya Itachi lagi.

"Entah."

'Tch, dasar …' gerutu Itachi merutuki sikap adiknya. 'Kau akan menyesal jikalau kau terlambat mengatakannya.'

"…"

»»» oOo «««

Sepi. Itulah satu kata yang cocok untuk menggambarkan suasana di sekitar Sakura saat ini. Bunyi bel tanda berakhirnya jam sekolah sudah berdering sejak satu jam yang lalu. Terima Kasih untuk Uchiha Sasuke yang sudah membuat Sakura mati bosan karena menunggunya.

'Kalau begini caranya lebih baik aku pulang bersama Ino saja,' rutuk Sakura dalam hati karena telah menolak ajakan sahabat untuk pulang bersama. Tapi apa boleh buat? Toh dia sudah berjanji akan menemani Sasuke dan Itachi, bukan? Hmm … Menyebalkan.

"…"

'Sakura-chan!' Sapa seseorang—sesosok lebih tepatnya, yang sudah sangat Sakura hapal suaranya. Dengan cepat, Sakura pun segera menolehkan kepalnya ke arah asal suara tersebut.

'Sudah lama menunggu?' Tanya Itachi ramah pada Sakura, membuat Sakura mendengus.

"Sangat lama," jawab Sakura dingin seraya memutar bola mata malas. Itachi yang mendengar jawaban Sakura pun hanya bisa terkekeh seraya mengucapkan kata-kata maaf pada Sakura. "Dimana Sasuke?" Tanya Sakura saat sadar bahwa Sasuke masih belum datang.

'Sedang menyiapkan sesuatu. Sebentar lagi pasti datang,' jawab Itachi santai. Sakura hanya bisa mengerutkan kedua alisnya tidak mengerti saat mendengar jawaban Itachi. Apa dia sedang menyiapkan sekeranjang bunga untuk pemakaman nanti?—pertanyaan itulah yang saat ini berputar di dalam otak Sakura.

"Menyiapkan ap—"

'Ah, itu dia sudah datang,' potong Itachi cepat seraya mengendikkan kepalanya ke arah Sasuke yang sedang berjalan ke arah mereka. Sakura yang hendak bertanya pun terpaksa harus menelan pertanyaannya kembali karena dilihatnya Sasuke sudah datang tanpa membawa apa-apa.

Menyiapkan apa?—batin Sakura penasaran.

.

.

Kaaak … Kaaak … Kaaak …

Seruan burung gagak terus bergaung indah di kala senja sore itu. Bagaikan lagu penghantar kematian yang begitu menyeramkan di telinga Sakura.

"Kenapa kita tidak pergi saat hari libur saja?" Tanya Sakura yang saat ini masih berada di dalam mobil Sasukehendak pergi ke pemakaman keluarga Uchiha.

"Hn? Karena sekarang adalah hari istimewa," jawab Sasuke datar masih fokus menatap jalan sepi di area sepanjang pekaman luas tersebut.

Sakura mengerutkan kedua alisnya bingung. "Istimewa?" Ucapnya kembali dengan nada bertanya.

"…"

"…"

Tak ada jawaban. Sasuke sama sekali tidak menggubris pertanyaan yang Sakura lontarkan. Kenapa dia begitu menyebalkan?

Mendengus kesal, Sakura pun segera membuang muka ke arah kaca jendela mobil yang ada di samping kanannya. Kedua iris matanya membelalak lebar saat didapatinya sesosok pria dengan wajah hancur sedang melambaikan tangan ke arahnya.

Deg …

Sosok itu tersenyum ke arah Sakura. Kulitnya yang terkelupas dan sedikit mengeluarkan nanah membuat Sakura bergidik ngeri.

'Jangan terlalu diperhatikan Sakura-chan, nanti dia bisa mengikutimu,' seru Itachi dari jok belakang, membuat Sakura sedikit berjengit kaget.

"Aa …" seru Sakura mengangguk pelan.

Pemakaman di sore hari sangat menyeramkan—batin Sakura merutuki kemampuannya yang dapat melihat berbagai macam sosok aneh di hampir semua sudut makam.

Sasuke yang sedari tadi diam saja pun kini melirik Sakura sekilas. "Sebentar lagi kita sampai," ucapnya datar seraya kembali fokus pada jalanan yang ada. Mendengar ucapan Sasuke, Sakura pun hanya bisa menganggukan kepalanya pelan.

Aku harap hari ini akan segera berakhir …

.

.

Semilir angin sore pemakaman terus berhembus pelan menerpa kulit wajah Sakura dan Sasuke. Membuat kesan mistik tersendiri saat kita sedang berada di sana. Beberapa helai daun yang gugur pun terkadang ikut terbawa oleh hembusan angin tersebut, sesekali mengenai kaki jenjang milik Sakura.

"…"

"…"

Tak ada satu pun yang berbicara, termasuk sosok Itachi sekali pun. Keheningan ini sedikit membuat Sakura merasa sangat tidak nyaman. Ditambah dengan tatapan-tatapan menarik dari sosok-sosok mengerikan dan tidak jelas yang ada di sekitarnya saat ini.

'Kaa-san, Tou-san, hari ini aku dan Sasuke membawanya,' ucap Itachi pelan namun sayup-sayup masih bisa terdengar oleh indera pendengaran milik Sakura. 'Aku harap kalian bisa menerima pilihan Sasuke,' lanjutnya terus mengatakan hal-hal yang tidak dapat Sakura mengerti.

Sakura melirik Sasuke sekilas sebelum pada akhirnya Sasuke berjongkok di samping makam Ibunya yang setau Sakura nisan tersebut diberi nama 'Mikoto'. Dengan khusuk, Sasuke pun memejamkan kedua kelopak matanya seraya mengelus lembut nisan makam tersebut dengan salah satu ibu jari tangannya.

"Aku harap Kaa-san dan Tou-san mau menerima pilihanku," ucap Sasuke pelan, membuat Sakura mengernyitkan alis tidak mengerti. "Hari ini aku membawanya untuk memperkenalkannya pada kalian," lanjut Sasuke datar dan pelan sehingga Sakura tidak dapat mendengarnya dengan jelas.

Suara hembusan angin sore terus bergaung indah di dalam pendengaran Sakura. Membuatnya tidak dapat mendengar kalimat apa yang terus diucapkan oleh Sasuke kepada kedua nisan orang tuanya.

"…"

'Sekilas aku mendengar mereka menyebut kata-kata pilihan atau membawa?' batin Sakura bertanya heran.

Kaaak … Kaaak … Kaaak …

Lagi. Gaungan suara burung gagak kembali terdengar. Membuat Sakura bergidik ngeri karena hari semakin gelap dan angin pun semakin berhembus kencang. Menerpa kasar seluruh permukaan kulit dan juga rambutnya.

"Sasuke?" panggil Sakura saat merasakan dirinya sedang terancam. Entah kenapa Sakura tidak berani menoleh ke belakang. Suasana di sekitarnya membuat benar-benar tidak bisa bergerak.

Tanpa menunggu balasan Sasuke, Sakura pun segera ikut berjongkok di sampingnya—memejamkan mata seraya terus memanjatkan doa untuk kedua orang tua Sasuke.

.

.

"Sudah selesai?" Tanya Sasuke datar saat dilihatnya Sakura telah selesai berdoa. Sakura yang mendengar pertanyaan Sasuke pun segera menganggukkan kepalanya pelan.

'Hari sudah semakin gelap, aku rasa sebaiknya kita segera pulang.' Itachi melirik Sasuke dengan pandangan penuh maksud dan arti. Mengerti akan maksud Itachi, Sasuke pun segera menarik tangan Sakura agar segera pergi dari tempat itu.

Sakura terlalu menarik perhatian mahkluk-mahkluk menjijikan di area itu—pikir Sasuke menatap tajam salah satu sosok tak berlengan yang sedari tadi terus memperhatikan Sakura. Hidungnya hancur tak berbentuk, membuat beberapa tulang tengkoraknya terlihat sangat jelas. "Tch," decih Sasuke waspada.

Sebelum benar-benar pulang, Sakura menoleh ke arah kedua makam orang tua Sasuke. Dan di sanalah, Sakura dapat melihat seorang wanita cantik berambut hitam bersama dengan seorang pria dengan tubuh tinggi tegap. Sakura menelan ludah takut. 'Siapa?' Batinnya bertanya, 'Mungkinkah mereka kedua orang tua Sasuke dan Itachi-nii?'

Wanita itu tersenyum ke arah Sakura, membuat Sakura terperangah. 'Tolong jaga Sasuke anak kami,' serunya yang mungkin hanya bisa didengar oleh Sakura.

Kaget—itulah yang Sakura rasakan saat ini. Tanpa perlu berpikir panjang, Sakura pun ikut tersenyum ramah. Ia mengangguk pelan menjawab ucapan wanita cantik itu yang Sakura ketahui ia adalah mendiang ibu Sasuke.

Mikoto dan Fukagu tersenyum lembut. 'Kami percaya padamu, nak.'

»»» oOo «««

Teng … Teng … Teng …

'Daerah rumah Tenten,' batin Sakura saat tengah berada dalam mobil Sasuke yang saat ini masih menunggu palang pintu kereta api terbuka. Sesaat, ia kembali akan cerita Ino dimana sudah ada tiga orang yang mati karena kecelakaan di tempat ini.

"Kenapa lewat sini?" Tanya Sakura kepada Sasuke.

Sasuke menoleh ke arah Sakura. "Hn? Karena ini satu-satunya jalan yang tidak akan terjebak macet di sore hari," jawab Sasuke datar dan segera kembali mengalihkan pandangannya ke tempat palang pintu kereta api yang begitu sepi.

Mendengar jawaban Sasuke, Sakura pun hanya bisa mengangguk paham.

'Tapi sebaiknya kita harus berhati-hati, Sasuke,' Itachi mulai berkomentar. 'Tempat ini tidak baik,' lanjut melirik ke arah luar jendela kaca mobil.

"Aku tahu," balas Sasuke dingin enggan menatap sosok Itachi yang masih sibuk menatap sesuatu di luar sana.

"…"

Deru suara mesin kereta api pun semakin jelas terdengar di tempat sunyi ini, menggema bagaikan panggilan melodi kematian yang tak terduga. Sakura menahan napasnya sejenak saat kedua matanya bersirobok langsung dengan sesosok makhluk cantik di luar sana. Entah ia menunggu siapa, tapi yang jelas Sakura dapat melihat raut wajah kesedihan di dalam iris matanya yang indah.

"Sepertinya wanita sedang menunggu seseorang," ucap Sakura dengan pandangan masih terpaku pada sosok wanita itu. Wanita yang tengah berdiri di bawah pohon oak besar yang terdapat di sekitar rel kereta api yang saat ini hendak Sakura lewati.

'Dia memang sedang menunggu seseorang,' balas Itachi setelah mendengar ucapan Sakura. 'Sebaiknya kau jangan terlalu lama memandangnya, Sakura-chan. Pastilah dia merasa terganggu,' lanjut Itachi bermaksud menghindari bahaya yang mungkin saja dapat mengincar Sakura.

Merasa bahwa ucapan Itachi benar, Sakura pun segera mengangguk cepat. Wajahnya merona malu saat Itachi terkekeh pelan melihat tingkah lakunya. 'Bodoh,' batin Sakura merutuki dirinya sendiri.

Bersamaan dengan itu, kereta dengan empat belas gerbong itu pun melaju cepat melintasi lintasan rel di depan Sakura. Deru mesin kereta itu begitu keras, membuat bumi di sekitarnya ikut berguncang karenannya.

Teng … Teng … Teng …

Perbatasan palang rel tersebut pun kembali terbuka. Tanpa menunggu waktu lama, Sasuke pun segera menginjak pedal gas mobilnya dengan perlahan.

Sebelum benar-benar pergi, Sakura kembali mengalihkan pandangannya ke arah sosok wanita yang ia lihat tadi. Masih di sana …

Kedua iris mata Sakura kembali terkejut saat didapatinya sosok wanita itu kembali menatapnya. Kali ini dengan tatapan aneh. Sakura meneguk ludah takut. Entah kenapa ia merasa ada yang tidak beres dengan sosok wanita cantik itu.

Merasa terancam, Sakura pun segera kembali mengalihkan pandangnnya ke arah depan. Namun, belum sempat ia menoleh, ia melihat sosok itu tengah menyeringai seram ke arahnya.

Deg …

Tubuh Sakura menengang. 'Apa itu?' Batin Sakura takut. Sungguh ia tidak pernah menyangka bahwa sosok secantik itu dapat menyeringai seram ke arahnya. Apa dia manusia?—sekilas pertanyaan itu muncul di dalam otak Sakura.

'Kau tidak apa-apa, Sakura-chan?' Tanya Itachi khawatir saat sadar bahwa wajah Sakura sangat pucat.

Sakura segera menoleh ke arah Itachi. Ia menganggukkan kepalanya cepat sebagai sebuah jawaban. Sekilas, Sakura dapat melihat Sasuke tengah meliriknya. Namun ia tidak peduli. Yang ia pedulikan saat ini adalah; siapa sosok wanita cantik tersebut dan kenapa ia menyeringai ke arah Sakura?

'Kami-sama, semoga ini bukan pertanda buruk,' batin Sakura terus berdoa.

.

.

"Kalian yakin tidak ingin mampir?" Tawar Sakura pada Sasuke dan juga Itachi.

"Tidak," jawab Sasuke datar masih dengan ekspresi stoic-nya. Mendengar jawaban yang terontar dari mulut Sasuke pun, Sakura hanya bisa menghela napas panjang.

"Baiklah kalau begitu," ucap Sakura pasrah saat melihat ekspresi dingin Sasuke. "Hati-hati di jalan," lanjut Sakura, dan dengan segera ia menutup pintu mobil Sasuke.

Sasuke menatap Sakura datar, "kau harus hati-hati," ucapnya khawatir?—menurut Sakura. Mendengar ucapan Sasuke, Sakura hanya bisa menganggukan kepalnya paham.

'Baiklah kalau begitu kami pulang dulu, Sakura-chan,' Itachi dengan suara ramah mencoba pamit kepada Sakura. 'Sampai jumpa besok!'

Sakura tersenyum mendengar ucapan Itachi. Ia melambaikan tangannya ke arah mobil Sasuke yang saat ini sudah melaju jauh dari halaman rumahnya.

"…"

Merasa lelah, Sakura pun segera memutuskan untuk masuk ke dalam rumahnya. Angin malam yang berhembus saat ini sungguh tidak baik untuk kesehatan.

"Hari yang sangat melelahkan," gumamnya entah pada siapa. Kaki-kaki jenjangnya terus membawanya berjalan lurus menuju pintu utama kediaman rumahnya.

Lima langkah lagi ia sampai …

Tiga langkah …

Dua langkah …

Dan—dengan segera, Sakura memutar kenop pintu rumahnya.

Deg!

Dengan cepat, Sakura menolehkan kepalanya ke belakang sebelum ia benar-benar sempat membuka pintu tersebut. Perasaan ini … sungguh tidak nyaman. Sakura yakin, baru saja ia merasakan ada seseorang yang tengah memperhatikannya.

Kedua iris matanya terus menilik sudut di halaman yang ada.

Sepi …

Tidak ada siapapun di sana kecuali dirinya. Merasa bodoh, Sakura pun memutuskan untuk segera masuk ke dalam kediamannya yang nyaman. "Tadaima …" ucapnya pelan saat memasuki rumahnya sendiri.

.

.

Di tempat lain, tidak jauh dari pekarangan rumah Sakura. Sosok itu, menyeringai seram.

'Kau harus ikut bersamaku …' desisnya tajam dengan suara serak. Dan sosok itu pun kembali menghilang di tengah kegelapan malam yang begitu sepi.

To Be Continued

Jeng Jeng! Apa ini? XDD kagak serem ya? wkkwk. Aku ngetik ini entah kenapa feelnya gak dapet *Setiap ngetik emang gak pernah dapet feel #ditabok* Semoga suka sama squell cerita empat ini ;;_;; Fic ini saya dedikasikan untuk event SSFD ~

Saking gak adanya ide buat ini event XD saya bikin cerita lanjutan empat aja deh hehe. Hayo yang belum baca biar gak bingung ayo monggo di baca dulu empatnya :D *promosi terselebung* Judul kali ini saya kasih "Truth" yang artinya kebenaran. Yah intinya sih Cuma mau kasih tau aja gimana hubungan antara SasuSaku. Ada yang bisa tebak? :P kayaknya gampang ketebak nih cerita -.-)a

Chap depan insya allah adegan horornya bakal muncul (?) gak horror juga sih -_-a *dianya gak bisa bikin yang horror banget* Yoshaa :D Semoga kalian suka ya ;;_;; author minta maaf dengan segala kekurangan yang ada.

Sekian, Terima Kasih :D

Mind to RnC?