Bleach = Kubo Tite

This story = Searaki Icchy

Rate = M for safe

Genre = Drama, Romance, Slice of Life, Friendship, dll (selama cocok)

Warning! OOC, AU, Typo(s), Abal, Geje, Membosankan.

Merupakan remake dari Between Me, You, Him, and Them (jika kalian baca)

Enjoy this fic~ :D


Between Me

.

.

Senja mulai turun ketika bulan perlahan-lahan naik dari permukaan, menciptakan malam dengan penuh nuansa kelam memikat. Detik-detik pesta pernikahan Kaien sebentar lagi akan di mulai. Banyak para undangan yang menghadiri resepsi pernikahan sudah pergi menuju acara pesta. Sayangnya, Rukia tidak bisa menghadiri itu, karena malam ini dia harus segera berangkat menuju Karakura.

Kota Karakura yang penuh misteri di mata Rukia. Dia berharap akan menemukan hal baru ketika menapakkan kakinya di sana. Ini akan menjadi pengalaman yang tidak akan terlupakan seumur hidupnya.

"Aku harus pergi," sapa Rukia kepada wanita yang telah resmi menjadi istri Shiba Kaien. "Miyako-dono, bisakah kau menyampaikan salamku kepada Kaien-dono?"

Miyako terlihat kaget dengan kepergiaan mendadak Rukia. "Kau pergi malam ini? Kenapa buru-buru sekali, Rukia?"

Hinamori Momo hanya memperhatikan perbincangan kedua wanita itu dengan seksama.

"Aku harus secepatnya tiba di Karakura karena awal masuk kuliahku tinggal tiga hari lagi. Aku harus membereskan apartemen baruku sebelum masuk kuliah." Rukia menjelaskan.

Miyako mengangguk mengerti. Dalam balutan gaun putih sederhana pun wanita itu terlihat seperti dewi malam. "Kapan kau pulang kemari, Rukia? Kaien-dono pasti akan merindukanmu."

Rukia tersenyum geli. Oh, dia tidak heran Kaien-dono akan merindukannya. Rukia juga pasti akan merindukan mantan gurunya itu.

"Aku belum juga pergi, Miyako-dono. Aku akan pulang secepatnya jika memungkinkan," Rukia tertawa pelan.

"Tenang saja, Miyako-san. Kau kan tahu sendiri Rukia tidak bisa lama-lama berpisah dari Shiba-sensei. Aku yakin belum dua hari Rukia pasti sudah merindukannya," timpal Momo bercanda, diikuti suara tawa dari Miyako.

Rukia ingin sekali mencubit pipi Momo, namun dia hanya bisa tertawa hambar mendengarkan gurauan sahabatnya. Bahkan Miyako pun tidak membantah akan hal itu. Wanita itu hanya tersenyum geli melihat salah tingkah Rukia. Apakah perasaannya terlihat jelas?

Rukia melihat waktu di ponsel flipnya. Dia harus segera pergi ke stasiun secepatnya jika tidak ingin ketinggalan kereta menuju Karakura. Mungkin memang sebelum pergi dari sini Rukia harus mengatakan sepatah kata untuk Kaien.

Sambil berpamitan dengan Miyako dan Momo, Rukia langsung mencari di mana Kaien berada, untungnya gurunya itu dapat ditemukan di tempat yang mudah terlihat. Kaien sedang bersama dengan seorang pria, mengobrol. Entah apa yang mereka berdua bicarakan tapi Kaien terlihat tertawa lepas melihat reaksi lawan bicaranya merengut.

Rukia hanya berfokus pada Kaien sampai tidak menyadari siapa pria yang sedang diajak bicara oleh Kaien. Yah, Rukia tidak peduli dengan itu. Dia harus berpamitan dengan gurunya secepat mungkin.

"Kaien-dono," panggil Rukia takut mengganggu perbincangan Kaien. Ketika Kaien menoleh dan tersenyum padanya, Rukia kembali melanjutkan maksudnya. "Aku harus segera pergi. Aku harus ke Karakura malam ini."

Seperti istrinya, Kaien pun terkejut mendengar penuturan Rukia. "Kau pergi malam ini? Kok cepat sekali?"

Rukia tersenyum melihat kemiripan kedua pasangan bahagia itu. "Aku sudah menjelaskan semuanya kepada Miyako-dono. Masa aku harus jelasin ulang untukmu juga?"

"Aku lebih suka mendengar penjelasan langsung darimu," Kaien tersenyum. Tidak menyangka dia harus berpisah dengan gadis yang dulu selalu menjadi murid andalannya. Kaien memang selalu berpikir Rukia pasti akan melanjutkan sekolahnya suatu hari nanti, hanya saja dia tidak pernah mengira hari itu akan datang. Kaien senang akhirnya Rukia melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih matang dan dia akan selalu mendukung gadis itu.

Rukia mendesah pelan, tidak rela untuk mengulang kembali penjelasannya. "Kaien-dono, aku harus mengejar keretaku sekarang. Jangan sengaja menunda perjalananku," pintanya.

Kaien tertawa mendengar itu. "Haha, maafkan aku. Hati-hati di sana, yah. Kau akan kembali lagi, kan?"

Rukia tersenyum, memperlihatkan sederetan gigi mungilnya yang putih. "Tentu saja aku akan kembali. Aku akan kembali musim panas nanti."

Kaien memeluk gadis mungil itu untuk yang terakhir kalinya. Sampai musim panas nanti, dia tidak akan bisa menggoda Rukia. Kaien akan merindukan gadis itu, pasti. Dari belakang Kaien, Ichigo tampak tidak tertarik mengamati mereka. Angannya sudah melayang ke arah lain.

.

.

Drama in the Morning

.

.

2 hari berlalu setelah hari pernikahan Kaien. Setelah acara pesta selesai, Ichigo langsung melesat bergegas pulang kembali ke Karakura. Dia benci lama-lama berada di Kyoto dengan berbagai macam alasan. Salah satunya adalah Senna. Kyoto terlalu mengingatkannya tentang gadis itu. Mereka sudah lama tidak bertemu, Ichigo benar-benar kehilangan kontak dengannya. Tapi kenapa setiap kali menginjakkan kakinya di kota sakura itu, Ichigo selalu memikirkan Senna. Dia semakin kesal karena tak bisa mendapatkan jawaban untuk pertanyaannya sendiri.

"Selamat pagi, Kurosaki-san…" suara wanita separuh baya membuyarkan lamunannya. Ichigo yang sedang termangu di balkon lantai 3 apartemennya langsung menoleh ke suara yang menyapanya.

Unohana Retsu, pemilik sekaligus pengelola apartemen tempatnya tinggal, berdiri persis di sebelahnya bersama senyuman. "Bagaimana acara pernikahannya?" tanyanya menyinggung pernikahan Kaien tempo hari.

"Selamat pagi, Unohana-san. Acaranya berjalan dengan lancar," jawabnya sopan.

Unohana tersenyum. "Oh ya, mungkin kau tidak tahu kalau apartemen di sebelah tempatmu sudah ditempati oleh seseorang," katanya lagi.

Ichigo sepertinya tertarik, sudah beberapa bulan sejak apartemen sebelahnya kosong. Terakhir kali ada sebuah keluarga berisik yang tinggal di sana, selalu menyiksa Ichigo dengan setiap tangisan bayi atau suara teriakan anak mereka. Untungnya berkat pekerjaan, mereka pindah ke Hokkaido.

"Siapa orangnya?"

"Seorang wanita. Dia datang dari Kyoto untuk melanjutkan kuliah. Kuharap kalian menjadi dekat," pinta Unohana lalu melangkah pamit meninggalkan Ichigo sendirian.

.

.

.

Rukia mendesah puas saat melihat apartemen barunya terisi dengan barang-barangnya. Semuanya tertata rapi sepertinya yang sudah dia rencanakan. Pemilik tempat ini, Unohana Retsu, dan asistennya, Kotetsu Isane, adalah wanita yang ramah dan baik hati. Isane tidak segan-segan menjelaskan semua hal yang tidak Rukia ketahui tentang seluk-beluk kota Karakura ketika dia tiba di sana kemarin malam. Unohana malah mengajaknya untuk makan lama di rumahnya, membuat gadis itu tidak enak karena dijamu terlalu istimewa.

Mungkin inilah mengapa rata-rata yang tinggal di sana jarang meninggalkan tempat itu karena betah dan nyaman dengan suasana di sana. Apalagi pemiliknya pun sangat ramah—dan luar biasa cantik.

Setelah yakin apartemennya sudah bersih dan rapi, Rukia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kompleks apartemennya. Dia belum sempat berkeliling untuk melihat keadaan, mungkin saja Rukia akan bertemu dengan rumah makan murah yang bisa dia kunjungi setiap hari, mengingat Rukia tidak akan sempat untuk memasak sendiri.

Rukia membuka pintu apartemennya, bergegas untuk pergi ke mini-market terdekat. Dia harus membeli beberapa perlengkapan dan makanan instan untuk nanti malam. Mungkin beberapa ramen instan, pasta gigi, sabun, shampoo, dan kebutuhan lainnya yang lupa Rukia bawa. Dia akan membeli semuanya hari ini.

Dengan senandung pelan, Rukia mengunci pintu apartemennya, dan dia terdiam ketika tak sengaja melihat sesosok tubuh yang tinggi menjulang di sampingnya. Rukia tidak bergerak, mata biru gelapnya terpana ketika menangkap seorang pria tinggi berambut tidak biasa. Pria itu mengamati dirinya seperti dia mengamati pria itu. Ada kerutan yang terlihat jelas di tengah kening pria itu. Tatapan mata pria itu menatap tajam, membuat tubuh Rukia berhenti bergerak.

Dari terpana, ekspresi Rukia berubah menjadi heran. Pria itu menatapnya seakan-akan dia adalah hama pengganggu. Apa pria itu tidak suka padanya? Mungkin dia adalah orang yang tinggal di sebelah Rukia. Kalau benar begitu, maka Rukia harus bersikap ramah kepadanya.

"Selamat sore, namaku Kuchiki Rukia. Aku baru saja pindah dari Kyoto 2 hari yang lalu. Aku harap kita bisa akrab untuk ke depannya," katanya dengan membungkuk sopan.

Pria itu tidak merespon. Tersenyum pun tidak. Membuat Rukia jadi bingung sendiri apa yang sebaiknya dia lakukan.

Ichigo menatap wanita mungil itu tanpa ekspresi. Dilihat dari dekat, Rukia sangat berbeda dari Senna. Okelah, mungkin apa yang dibilang pamannya ada benarnya juga. Rukia hanya sekilas mirip dengan mantan kekasihnya itu. Mereka hanya mirip punggungnya saja, wajahnya sangat berbeda.

Jika Senna mempunyai wajah penggoda cilik yang mampu membius setiap mata yang memandangnya, gadis di depannya ini—yang katanya bernama Kuchiki Rukia—mempunyai mata biru sebesar lautan samudra—sayangnya kilau cantik itu tertutup oleh besarnya lensa kacamata yang bertengger di sisi telinganya.

Apakah gadis itu tahu tentang hubungan Ichigo dengan saudara kembarnya? Apakah gadis itu tahu alasan di balik menghilangnya Senna?

Tidak ingin terus berpikir tentang Senna, akhirnya Ichigo memutuskan untuk pergi meninggalkan Rukia. Tanpa peduli dengan sikap ramah gadis itu, Ichigo berlalu. Meninggalkan Rukia menganga karena terkejut.

"What the…" tak kuasa Rukia menggumam. Kasar sekali sikap pria itu, padahal dia sudah susah payah bersikap sopan. Rasanya sia-sia sudah kebaikannya tadi.

Sambil menggerutu pelan, Rukia memutuskan untuk keluar tanpa peduli dengan tetangga barunya itu.

.

.

.

Rukia sampai di sebuah taman kecil, tidak jauh dari apartemennya. Pepohonan di sana masih begitu rindang dan begitu asri, sangat pas untuk jalan-jalan sore. Matahari mulai turun mengikuti waktu, malam pun telah datang. Suasana hari itu sudah sangat sepi, jarang orang-orang yang berjalan di sekitar tempat Rukia berdiri. Sambil menenteng plastik belanjaan yang baru saja dia beli dari mini-market terdekat, Rukia mulai melangkahkan kakinya. Dengan pelan menikmati kesejukan dari angin malam.

Langkah Rukia terhenti, mengamati air mancur yang berdiri di antara taman kecil itu. Tetes air tidak sengaja menyentuh kulitnya ketika Rukia terpana mengamati dua sosok yang tengah duduk di belakang air mancur itu.

Bukankah itu tadi pria yang tadi mengacuhkan perkenalan Rukia? Pria berambut orange terang, warna rambut yang sangat jarang sekali. Di sebelah pria itu, ada seorang pria berambut merah gelap, kedua rambut itu bersinar karena sinar hangat rembulan.

Rukia tidak sengaja mendengar salah satu pria berambut merah menangis, entah karena apa. Rukia merasa tidak enak karena tidak sengaja mendengar pembicaraan di antara kedua pria itu, lebih baik dia segera menjauh tempat itu.

Hanya saja, percikan air tertiup pelan, membuat kaki Rukia membatu sesaat, ketika melihat kejadian yang tak pernah dia lihat sebelumnya.

Kenapa dia harus melihat adegan cinta antara kedua pria?

WHAT THE * &#^$!

Shock karena tidak pernah melihat dua pria bercumbu mesra, Rukia sontak langsung kabur dari tempat itu tanpa sempat kedua pria itu menyadari kehadirannya.

Benar-benar kejadian langka!

.

.

.

Terlalu sibuk melarikan diri, Rukia tidak menyadari bahwa pemilik rambut orange tidak hanya satu orang saja. Dahi Ichigo mengerut ketika melihat gadis kecil itu berlari seperti baru melihat penampakan. Entah apa yang baru saja Rukia lihat, Ichigo pun memutuskan untuk menghampiri air mancur tempat Rukia berdiri.

Alis Ichigo terangkat naik ketika melihat apa yang berada di balik air mancur itu. Pantas saja Rukia kabur, hanya orang bodoh yang tidak kaget melihat dua pria berciuman mesra. Dasar gila, harusnya Ichigo menegur kelakuan aneh kedua pria itu.

"Bisakah kalian melakukan hal menjijikkan itu di tempat yang lebih tertutup? Atau memang kalian sengaja melakukannya agar dilihat oleh semua orang?" ucapnya ketus.

Kedua pria itu menoleh ketika mendengar suara. Ichigo menatap pria yang mempunyai warna rambut dan wajahnya yang mirip dengan dirinya dengan ketus. Pria itu begitu mirip dengannya, meskipun dari warna mata dan sikap sangat bertolak belakang. Ichigo mempunyai warna hazel cokelat yang selalu bersinar redup penuh misteri, sedangkan pria yang sedang duduk itu mempunyai warna mata emas terang yang sanggup melahap siapapun yang menjadi incarannya.

Termasuk Senna…

"Dari mana saja kau, Ichigo? Kami sudah menunggu lama di sini," kata pria berambut merah yang sedang berusaha menghapus air mata di kedua matanya.

Ichigo tahu arti air mata itu, seperti yang Kaien katakan, kedua pria ini baru saja berpisah.

Ichigo duduk di sebelah Ashido, mengusap kepala pria itu tanpa maksud apa-apa. Meskipun pembawaan Ashido yang selalu lemah dan seperti wanita dari pada wanita, mereka bertiga sudah bersahabat sejak SMP.

"Ngomong-ngomong, kalau aku tidak salah ingat, apakah tadi ada seorang gadis yang berdiri di belakang air mancur?" tanya pria berambut orange memecah keheningan.

Ichigo mengangguk singkat. "Dia baru pindah dari Kyoto."

"Gadis dari Kuchiki?" pria berambut orange itu sepertinya tertarik.

Ichigo mendelik tajam ke arah saudara kembarnya. Darimana Hichigo tahu informasi tentang Kuchiki Rukia? Seingatnya, dia belum bicara sepatah kata apapun kepadanya.

Ah ya… Kaien…

Hanya jawaban itu yang masuk akal saat ini.

.

.

.

Esok hari, ketika matahari mulai bangkit dari persembunyian malam, begitu juga dengan Rukia yang sudah memulai kehidupan barunya di Karakura. Sinar mentari mencuri masuk di balik tirai jendela, membuat Rukia mengerutkan kening, belum kuat untuk menerima serangan kilau tersebut.

Waktu masih menunjukkan pukul 8 pagi, belum ada satu rencana yang Rukia pikirkan. Masih ada waktu dua hari sebelum ia masuk kuliah. Sambil merenggangkan otot-otot yang kaku, Rukia mulai beranjak dari ranjang dengan lunglai. Diraihnya handuk untuk membersihkan wajahnya, setengah sadar memandang pantulan muka di cermin kamar mandi.

Rukia menguap pelan, sepertinya dia harus keluar mencari udara. Jalan-jalan pagi bukan ide yang buruk, hitung-hitung sambil olahraga. Akhirnya setelah merasa sudah bangun sepenuhnya, Rukia beranjak keluar. Setelah memastikan pintu apartemennya terkunci, Rukia pun berlalu, berjalan melewati jalanan yang sudah dia lalui sebelumnya, kembali menyusuri taman yang belum sempat dia jelajahi. Kalau saja dia tidak melihat kejadian itu…

Beberapa menit pun berlalu, tanpa sadar langkah Rukia terhenti. Dia tertarik melihat sebuah toko yang terletak tidak jauh dari taman, sebuah salon dengan gaya yang terbilang terlalu mencolok itu, dengan warna perpaduan antara orange dan merah, dua warna terang yang saling bertabrakan. Rukia berpikir apa yang dipikirkan sang pemilik ketika mengecat toko itu, apakah pemiliknya memang menyukai warna ngejreng tersebut, ataukah memang karena selera orang itu aneh. Entahlah, terlalu banyak pertanyaan juga sama sekali tidak membantu. Yang pasti, berkat kedua warna yang mencolok itu, Rukia pun tertarik untuk masuk ke dalam.

Di pintu sih bertuliskan "Closed" yang sudah pasti bermakna toko tersebut masih tutup. Namun, ketika dilihat lebih teliti, di dalamnya begitu banyak orang, sepertinya sangat ramai. Karena penasaran, akhirnya Rukia memberanikan diri untuk masuk ke dalam. Betapa kagetnya dia ketika pintu dibuka, terdengar berbagai macam suara perempuan yang beradu.

Rukia mengerutkan kening, berusaha keras mendengarkan pertikaian yang sedang terjadi. Di dalam sana ada 6 orang, 2 pria dan 4 wanita. Rukia kenal dengan dua pria itu, bukankah mereka yang ada di taman kemarin?

"Kumohon terimalah aku jadi pacarmu!" seru salah satu wanita berkepang.

Terus terang Rukia agak terkejut mendengar penuturan yang sangat blak-blakkan itu. Wanita itu menyatakan cinta di depan banyak orang.

"Sudahlah! Jadikan saja Asami pacarmu, Kurosaki! Apa kau tidak melihat pengorbanannya selama ini hanya untuk mendekatimu?" tuntut salah seorang teman wanita itu. Dari perawakannya, wanita itu terlihat lebih tomboy dari yang lain.

Tanpa sadar, Rukia ikut mendengarkan sandiwara sesaat itu.

Pria berambut orange yang dipanggil Kurosaki, sekaligus orang yang kemarin dengan tidak sopan meninggalkan Rukia sendirian, hanya berdecak kesal. Dengan keras dia mengacak rambut jabriknya, tampak terganggu dengan orang-orang yang berada di depannya.

"Telinga kalian tidak tuli, kan? Sudah berapa kali kukatakan kalau aku tidak tertarik menjalin hubungan dengan wanita manapun! Sekarang pergilah dan jangan pernah menggangguku lagi!"

Rukia tertegun mendengar penuturan yang blak-blakan dan sangat kasar itu. Dalam hati dia merasa kagum dengan ketiga perempuan itu, khususnya perempuan yang sedang menyatakan cinta dan ditolak mentah-mentah. Dia kembali mengamati pria itu, pria yang dipanggil Kurosaki itu, mengamati dengan jelas raut-raut tajam yang kelihatan jarang tersenyum itu, apalagi dengan kerutannya.

Perempuan bernama Asami itu terlihat gemetar, namun dia pantang menyerah untuk mundur. Mungkin menurutnya sudah terlanjur seperti ini, dia harus mendapatkan alasan kenapa Kurosaki tidak mau menerimanya.

"Kenapa kau menolak semua wanita yang menyatakan cinta kepadamu? Aku harus tahu alasannya! Saat ini kau tidak menjalin hubungan dengan siapa-siapa, kenapa kau tidak melakukan itu bersamaku? Padahal kau tahu aku akan melakukan apa saja untukmu, Ichigo!"

Satu hal yang terlintas dalam pikiran Rukia setelah perempuan bernama Asami itu berteriak adalah, 'Ternyata namanya Ichigo... nama yang aneh.'

"Benar! Kau harus memberitahu alasan yang lebih jelas kepada Asami!" Sahut perempuan yang berdiri di samping kanan Asami, yang daritadi hanya diam mendengarkan.

"Aku tahu!" potong si gadis tomboy sambil menunjuk mantap ke arah Ichigo. "Kalau kau tidak tertarik dengan wanita manapun, itu berarti hanya ada satu kemungkinan jelas: kau gay!" tuduhnya mantap.

Rukia mengangguk-angguk setuju. Tentu saja pria Ichigo itu gay. Rukia sudah melihat buktinya kemarin malam di taman. Kalau Ichigo tidak tertarik dengan kaum Hawa, berarti pria itu lebih menyukai Adam…

Ichigo cemberut. Tidak terima dituduh dirinya tidak normal. Hello, dia pria tulen yang masih mencintai kaum wanita. Ichigo masih terangsang ketika melihat wanita berbadan sexy, masih memuja keindahan yang hanya ada di dalam diri kaum Hawa tersebut. Sayang, gara-gara Senna, Ichigo harus melihat cacatnya para wanita. Mereka manipulatif, licik, dan senang memainkan perasaan seorang pria, terutama ketika pria itu tergila-gila pada mereka.

Tapi baiklah, kalau memang tuduhan itu bisa menjauhkan para perempuan yang tidak tahu malu itu menghilang di hadapannya sekarang (dan selamanya kalau bisa), Ichigo tidak keberatan menjadi 'gay'.

"Benarkah kau lebih suka pria, Kurosaki-kun?" Tanya salah satu perempuan.

Ichigo hanya mengendikkan bahunya. Dia berharap dengan bahasa tubuhnya bisa mengenyahkan mereka semua yang mengganggu. Setidaknya dengan isyarat yang dia berikan bisa memberikan makna bahwa penyataan tentang Ichigo benar, meskipun Ichigo tidak pernah menyetujuinya secara langsung.

Well, masa bodoh. Itu bukan urusannya.

"A-aku… aku tidak percaya. Kalau memang benar kau harus menunjukkan bukti padaku!" seru Asami.

Dasar gadis gila, pikir Ichigo masam. Dia mengingat-ingat kembali darimana dia bertemu dengan para wanita sinting ini. Ah, ya! Kalau tidak salah sebulan yang lalu di klub milik temannya. Oke, Ichigo bersumpah tidak akan mengunjungi klub sialan itu.

Dan sekarang dia harus memikirkan cara untuk menunjukkan bukti bahwa dia tidak normal? Yang benar saja!

"Aku tidak perlu menunjukkan bukti apapun pada kalian. Aku tidak tertarik padamu itu seharusnya sudah membuktikan semua tuduhanmu," jawabnya masih acuh.

Tapi Asami dan teman-temannya semakin menuntut Ichigo. Semakin memojokkan pria itu untuk memberikan bukti. Bukti konyol. Memangnya dia harus kasih bukti kalau dia homo? Apa kata-katanya tidak cukup jelas bahwa dia tidak mau menjalin hubungan dengan siapapun?

Kesal karena terus dituntut, Ichigo menoleh dan mendapati bahwa Ashido sedari tadi ternyata melongo mendengar pedebatannya dengan para wanita. Dan satu-satunya hal yang Ichigo pikir ketika menatap wajah sahabatnya itu adalah…

Ichigo harus mencium Ashido. Mencium pria itu. Mencium bibir tipis yang terlihat menggiurkan itu. Di depan ketiga wanita ini.

Semuanya terpana, termasuk Rukia. Masih terpana meskipun dia sudah melihatnya kemarin malam. Wow, dua bukti yang cukup jelas bahwa Kurosaki Ichigo membenci wanita.

Ketiga wanita itu terpana melihat Ichigo. Ashido hanya mengerjapkan mata masih tidak percaya. Ichigo menyeringai puas.

Sampai dia tidak sengaja menatap Rukia sedang berdiri di depan pintu. Menatapnya dengan mata biru gelapnya itu. Dan bayangan Senna muncul di belakangnya, menghantuinya kemanapun Ichigo berada.

Dan suasana hati Ichigo semakin buruk. Dengan kesal dia berpaling, menatap tajam Asami dan kawannya.

"Kau sudah lihat buktinya, kan? Aku tidak tertarik denganmu atau wanita lain yang ada di muka bumi ini. Kalian semua membuatku muak dengan topeng manis kalian. Sekarang enyalah dari hadapanku," katanya sedingin es.

Dalam diam Ichigo berlalu, meninggalkan ketiga perempuan itu dan Ashido. Untuk sesaat dia berdiri tepat di depan Rukia. Menjulangkan tubuh bidangnya yang tinggi, menatap Rukia yang mungil. Yang mengeluarkan secercah kepolosan.

Seperti Senna dulu. Yang begitu lugu, begitu bersih.

Itu memuakkan!

"Minggir!" hardik Ichigo. Rukia kaget mendengar suara Ichigo yang penuh dengan kebencian itu kepadanya. Sontak dia langsung menyingkir dari pandangan Ichigo. Menatap heran punggung mempesona itu.

"Apa dia membenciku…?" gumamnya bingung.

Namun dia tidak mau ambil pusing dengan Ichigo. Rukia tidak kenal dengan pria itu. Jika Ichigo tidak menyukainya, mungkin sebaiknya Rukia menjaga jarak dari pria itu. Setelah beberapa detik akhirnya Rukia melangkah keluar, memutuskan untuk melupakan drama di pagi hari. Dia tidak akan berurusan dengan hal-hal seperti tadi. Dia tidak mau terlibat jauh dengan apapun yang bisa mengganggu konsentrasinya di Karakura.

Akhirnya Rukia memutuskan. Dia harus menjauhi Kurosaki Ichigo…

.

.

~ TBC ~

.

.


Balas Review :

Naruzhea AiChi : Makasih reviewnya :D Yup, yup, semua dirombak ulang. Hmm... Kyknya yg namanya Between Me itu ga normal deh? *Plak!* hehehe... review lg yah :D

inai chan : makasih reviewnya :D yes, I try to come back, hehehe... direview lg yah :D

corvusraven : makasih reviewnya :D hmmmm... keliatannya sih begitu *Plak!* review lg yah :D

Deshe Lusi : makasih reviewnya :D maunya sih ga panjang chapternya, doakan saja yah ^^ review lg yah :D

ika chan : makasih reviewnya :D yg ini sama yg dulu ceritanya sama kok. ini cm di rombak sedikit aja, hehehe...review lg yah :D

Crystalline Arch : makasih reviewnya :D tadaima~ *melambai* ini sudah diupdate. review lg yah :D

arumru kuroi-ru : makasih reviewnya :D Disini cm rombak dikit kok,masih banyak misteri yg belum saya munculkan :D Ah, Bleeding Moon yah? itu masih proses pengeditan. Aku rencananya mau re-publish lg. Tinggal tunggu moodnya muncul ^^ review lg yah :D

Wishy-washy Nara : makasih reviewnya :D ini sudah diupdate. Untuk fic yg lain yaaa... diusahakan, hehehe... review lg yah :D

Guest : makasih reviewnya :D hmmm, aku jawab pertanyaanmu menurut pandanganku aja, Mungkin kayak timbal-balik aja. Author publish suatu cerita dengan harapan dapat review, sedangkan reader memberikan review dengan harapan ceritanya bakal diupdate cepat. ^^ semoga masih nyambung jawaban sama pertanyaannya yah. Review lg yah :D

amexki chan : makasih reviewnya :D Doakan semoga saya dapat mood untuk re-publish SW lg yah, hehehe. Review lg yah :D

Yuki no Airys : makasih reviewnya :D Saya lebih senang melihat nickname-mu lho, hehehe... review lg yah :D

uzumaki kuchiki: makasih reviewnya :D Ichigo memang menyebalkan *plak!* Dan Ashido memang jadi gay disini *plak!plak!* review lg yah :D

Icchy san is the best : makasih reviewnya :D makasih jg buat nama loginnya *geer* *plak!* Iyaa, saya berusaha untuk tidak terlalu peduliin. ^^ review lg yah :D

curio cherry : makasih reviewnya :D Masih berusaha menulis dengan lebih baik. Dan juga berharap semoga plot ceritanya ga terlalu pasaran banget ... review lg yah :D

Voidy : makasih reviewnya :D Banyak clue-clue yg dulu belum muncul aku keluarin di awal2, karena memang asal-muasalnya begini. Yaahh.. semoga ga terlalu ketebak banget kali yah... Hehehe review lg yah :D

Riyuzaki L : makasih reviewnya :D Kenapa ceritaku dihapus? well, terlalu complicated ceritanya ^^ Ini sudah diupdate, review lg yah :D

Cimmy : makasih reviewnya Jee :D Ohh yah, itu salah nulis, maksudnya wali bukan wakil. Hehehee, thx udah dikasih tahu ^^ Ini masih awal2 sih, jadi belum keliatan jelas. Yaa, semoga Jee ga bosan bacanya :D review lg yah :D

Purple and Blue : makasih reviewnya :D Karena kutaruh di rate M, jadi lemonnya masih ada kok ^^ *mesum* Sudah diupdate, review lg yah :D

Wakamiya Hikaru : makasih reviewnya :D Iyaa, udah kuhapus ^^a sudah diupdate nih, review lg yah :D

RinkoKurochiki : makasih reviewnya Rinko :D iyaaa, aku lg coba update nih (meskipun lama banget). Nanti pasti kupost di FB kok ^^ review lg yah :D

Fuuchi : Hollaaaa, makasih reviewnya :D Hahaha, iya, awalnya memang beda banget sama fic yg dulu, tapi konfliknya krng-lebih masih sama kok ^^ Kaien meninggal apa ga dibaca aja yah, hehehe... review lg yah :D

yume dewi aiko : makasih reviewnya :D hehehe, mending baca aja ceritanya yah, biar lebih greget~ *plak!* review lg yah :D

Rinko Mitsu : makasih reviewnya :D Lho, ini ya between me, you, him, and them diedit. Ceritanya krng-lebih sama kok :) review lg yah :D

AHITOKUROSAKI : makasih reviewnya :D ini masih lanjut. Direview lg yah :D

Tebak Siapa Saya, eunye, chika : makasih reviewnya :D ini sudah diupdate ^^ review lg yah :D

.

.

A little note : Thank you for you all who read, give a review, and waiting this Fic ^^

Have a nice day~ :D