_Minah Hartika_

"Kuharap Anda mengerti, dan tak lagi berfikir pendek seperti itu. Ingatlah usia Anda. Saya yakin ibu sayapun tak akan menyenangi perbuatan Anda.."

"Saya mengerti. Dia temanku. Kau putra tercintanya. Lalu, bisakah kau sampaikan salamku padanya?"

Untuk kesekian kalinya Donghae tersenyum. Ditatapnya seorang wanita yang baru saja bertanya padanya itu. Ia tetap tersenyum saat berkata: "akan kusampaikan bila aku bertemu dengannya kelak.."

"Aku ingat! Bukankah katamu, Semua jalan hidup kita telah ditentukan oleh Tuhan? Kau tak boleh menyesalinya, hyung!"

[CHAPTER 13]

Menginjak awal-awal tahun yang baru. Tahun yang lebih cerah dari tahun sebelumnya. Setidaknya ini terukir di wajah seorang pemuda bernamakan Lee Donghae. Sebelumnya, memang ada begitu banyak hal sulit yang dilaluinya. Sakit- sakit yang bahkan tak mampu ia rasakan. Ada banyak duka dan luka, baik itu menimpa tubuhnya maupun jiwanya. Kini?

Ia mampu berjalan dalam keringanan di tiap langkahnya. Menapakkan kakinya dalam damai, di atas tanah bertabur dedaunan kering yang berjatuhan dari sebuah pohon yang seperti mengering. Meski indah terlihat, saat dedaunan itu berguguran dan menghujani dirinya.

Jangan lupakan udara sejuk yang ia hirup sepuasnya. "Segarnya!"

Ia tengah menghabiskan waktunya seorang diri. Berjalan di sekitar gerbang luar sekolahnya. Sekedar mencari udara segar, setelah sekian lama ia menghabiskan waktunya untuk belajar, karena akan menghadapi ujian untuk masuk universitas di beberapa bulan mendatang. Pertanda bahwa sekolahnya akan berlanjut ke jenjang berikutnya.

"Tapi kolam ini dalam! Kau bisa tenggelam! Kita cari ranting yang panjang saja!"

Saat sedang berjalan, Donghae mendengar suara ribut-ribut kecil yang berasal dari kolam yang nampak keruh, terletak di sisi jalan yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Dilihatnya dua orang bocah laki-laki nampak tengah berdebat, mungkin membincangkan sebuah bola yang kini terapung di tengah kolam.

Donghae menghampiri keduanya. "Ada apa?" tanyanya dengan ramah. "Perlu bantuanku?"

Kedua bocah itu saling memandang aneh pada awalnya. Memandang Donghae yang hanya tersenyum ke arah mereka. Mungkin mereka segan, mengingat sosok Donghae, adalah seseorang yang belum mereka kenal sebelumnya. Namun, satu bocah yang ada menyikut lengan kawannya. Entah dengan maksud apa.

Donghae mengernyit bingung. "Kalian ingin mengambil bola itu, hm? Ingin hyung ambilkan?"

Salah satu di antara mereka akhirnya mengangguk kaku. "Kami minta tolong, ya hyung?!" pintanya dengan satu cengiran kaku. Membuat Donghae gemas dan lalu mengacak rambut bocah tersebut.

Maka Donghae tak lagi banyak bicara. Sempat ia mengira-ngira, sedalam apa kolam di hadapannya tersebut. Mungkin ia berniat berenang untuk mengambilnya. Namun, keadaan air yang begitu keruh, hijau dan penuh dengan benda-benda aneh, dan munkin ada juga binatang disana, membuatnya urung. Ia segera meraih sebuh ranting kayu yang cukup panjang.

Di ambilnya posisi berjongkok, dan berpegangan pada sebuah batu. Satu tangan dengan ranting dalam genggamannya mulai terulur untuk menggapai benda bulat di tengah kolam. Cukup lama, membuat mata Donghae mengerjap pelan, lantas keningnya mengerut.

Pernah di suatu kejadian, ia mengalami hal sama. Ada benda yang ingin diraihnya. Namun bagaimana pada akhirnya?

Byur!

Sama, meski ini tak seserius hal yang dulu. Donghae tetap terjatuh, dan masuk ke dalam kolam yang kotor. Dirinya sempat panik di dalam air. Iapun mendengar teriakan-teriakan dua bocah yang akan ditolongnya tersebut. Namun, keadaan berbalik kini. Ia yang butuh pertolongan! Mengecewakan..

Sekitar berpuluh menit pada akhirnya..

Hening terdengar, membuat kicauan burung di atas pohon menjadi damai dan tidak terganggu. Langit di atas sana semakin dan semakin cerah. Berbeda dengan Donghae yang terus saja merutuk. "Kolamnya kotor sekali!"

Sedang dua bocah yang ditolongnya, baru saja berpamitan padanya setelah mendapat apa yang mereka cari. Dengan ucapan terima kasih tentu saja. Bahkan mereka menjabat tangan Donghae dengan semangat tadi.

Tersisa Donghae seorang diri dengan seluruh bajunya yang basah dan kotor. Ia sempat bingung karena keadaannya saat ini. Namun, mengingat ia sudah terlalu lama meninggalkan sekolah, ia menjadi hawatir. "Mungkin mereka mencariku!" ungkapnya dalam hati. Ia harus kembali dalam keadaan apapun.

Di sepanjang jalan Donghae berfikir, telah lama sekali ia tak tenggelam di dalam air. Bergerak bebas di dalam air. Mencicipi kegiatan yang paling disukainya. Bahkan telah berbulan-bulan lamanya. Lagipula, "ini sudah baik-baik saja, kan?!" ucapnya sambil menggerak-gerakkan kaki kirinya.

Saat di depan gerbang, akhirnya ia melihat Kibum turun dari sebuah taksi, entah darimana. "Hey, Kibumie!" panggilnya tanpa ragu. Ia tersenyum dan lalu melambai ke arah Kim Kibum dengan satu plastik yang tergenggam di salah satu tangan Kibum. Dengan semangat ia menghampiri Kibum.

"Ya ampun! Kenapa kau basah kuyup begini, hyung?" pekik Kibum, melihat tubuh basah Donghae.

Donghae manggaruk kepalanya sendiri, dimana bahkan helaian rambutnya turut basah kala itu. "Sedikit kecelakaan kecil," ucapnya, dibarengi cengiran kecil yang membuat Kibum menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ya sudahlah. Kita masuk, dan cepatlah berganti pakaian! Aku baru saja membelikan beberapa makanan," ucap Kibum, sambil mengajak Donghae masuk kembali kedalam.

"Hm," balas Donghae sambil mengikuti langkah kecil Kibum. Namun ada sedikit ragu dalam langkahnya. Seperti ingin mengutarakan sesuatu. Dan benar saja. Di langkah berikutnya, ia kembali memanggil Kibum yang telah berjalan lebih dulu di depannya. "Kibumie.."

"Ya?" sahut Kibum, memutar kembali tubuhnya untuk melihat Donghae.

"Itu, mari berenang?"

"Huh?"

Donghae hanya tersenyum simpul pada awalnya. "Aku rindu berenang. Aku ingin tahu, apa kau banyak berlatih? Apa kau sudah bisa mengalahkanku sekarang?"

Kibum mendengus dibuatnya. "Tentu saja!" imbuhnya. "Aku lebih hebat daripada kau, hyung!"

"Tapi kita harus membuktikannya, kan?!"

...

Sentuhan air membuat Donghae tersenyum lebih ceria. Tanpa ragu tubuhnya terus bergerak di dalam air. Bergerak teratur tanpa menghiraukan Kim Kibum yang nampak bergerak lebih cepat daripada dirinya. Namun Donghae nampak tak peduli. Ia hanya terlihat menikmati setiap gerakannya. Tenggelam di dalam air. Membuatnya terkena lelah dan sesak yang sudah lama tak dirasakan olehnya.

Di ujung kolam lain, Donghae akhirnya telah tiba. Di sambut uluran tangan Kibum yang nyatanya lebih sampai terlebih dahulu. "Kau kalah!" cibir Kibum, lalu mengajak Donghae untuk terduduk di sisi kolam, dan menikmati sisa riak air dari kolam di hadapan mereka.

"Kau curang! Kenapa bergerak cepat sekali? Kakiku kan masih sakit!" cetus Donghae, mencari alasan mengapa dirinya bisa kalah kali ini.

"Kau beralasan!" balas Kibum.

Donghae hanya tertawa kecil. Ia gerakkan sebagian kakinya yang masih terendam di dalam air. "Baguslah!" tuturnya. "Kau harus lebih banyak berlatih, Kibumie! Dan kalahkan siapapun lawanmu. Kuharap kau akan menjadi atlet yang sesungguhnya.."

"Kau juga?"

Donghae menoleh pada Kibum. "Sepertinya aku sudah tak sanggup," ucapnya. Ia lalu bangkit dari posisinya setelah membuat Kibum terheran-heran.

"Kenapa? Kau bisa!" tegas Kibum, sambil mulai mengikuti gerak Donghae. Donghae yang lalu mengambil handuk dan berjalan menuju ruang ganti.

"Aku tidak lagi berminat. Sepertinya kaki kiriku tak senormal dulu, Kibumie," tutur Donghae.

Sekian lama mereka habiskan untuk membersihkan tubuh mereka, dan lalu mengganti pakaian mereka kembali. Sekolah memang sedang libur, karena menapaki akhir pekan, meski kali ini mereka lebih memilih menghabiskan waktu mereka di sekolah.

Keduanya akhirnya berjalan menuju kamar asrama mereka. Kibum yang masih mencoba mengerti akan keputusan Donghae untuk meninggalkan dunia renangnya, dengan sedikit menyisakan kebingungan baginya. Ia tahu, Donghae sangat menggilai olahraga tersebut. Tapi? 'sudahlah!' pikir Kibum akhirnya. Ia tak lagi menggubrisnya dan berjalan di samping Donghae. Hingga seketika..

"Hey! Kalian darimana? Itu, Kyuhyun.."

Baik itu Kibum dan Donghae, dikejutkan oleh wajah panik dari salah satu siswa yang mereka kenal. Satu penjelasan yang akhirnya membuat mereka berlari ke arah dimana Kyuhyun berada. Di salah satu pojok sekolah yang cukup ribut dengan kehadiran beberapa siswa disana.

"Astaga! Lama dia tak kembali ke sekolah, kupikir dia akan jera!" komentar Donghae, kala mendapati Jeong Jinwoon, tengah menatap Kyuhyun dengan serius, dan menghimpitnya di dinding.

"Apa yang kau lakukan, huh?"

Kibum mengawali. Ia mendekat ke arah Kyuhyun yang mendapat cengkraman kuat dari pakaiannya. Ia hendak menggapai Kyuhyun, namun nampak tangan Kyuhyun yang terangkat, mencoba memberi tanda agar dia tak mendekat. Mata Kyuhyun memutar, mengajak Kibum untuk melihat apa yang sedang terjadi.

Donghaepun mengerti, dan lalu mengarahkan pandangannya pada arah yang sama. Seketika matanya membulat dengan nafas tertahan. Dilihatnya tangan Jinwoon menggenggam sebuah pisau lipat. Pisau yang sudah mengacung untuk segera menyentuh permukaan kulit di perut Kyuhyun.

"Kau! Jangan main-main!" panik Donghae, begitupun Kibum yang seketika berdiri dengan gusar. "Singkirkan pisau itu!" pekik Donghae, meski ia tetap berusaha untuk tenang. Langkahnya perlahan mulai mendekat dan mendekat.

"Apa alasanmu?!" kaget Kibum dengan raut tak percayanya. Ia berusaha menebak segala hal mengerikan tersebut.

Sedang Kyuhyun tetap dalam posisinya. Ia tak bergeming dan bergetar di tempatnya. Berulang kali ia atur nafasnya agar tak membuat pergerakan berarti. Kali ini tidaklah main-main. Setidaknya tatapan Jinwoon padanya, begitu menyimpan kemarahan luar biasa. Entah! Padahal Kyuhyun tak lagi melakukan apapun padanya, semenjak dirinya menghilang setelah kejadian terakhir.

"Aku membencimu, Cho Kyuhyun! Semua karena kau dan juga ibumu!"

Donghae tidak mengerti. Ia tak fokus pada apapun. Ia cemas luar biasa. Ia berusaha mencari apa yang bisa dilakukannya. Hingga sebuah batu cukup besar berada di sekitar kakinya. Ia tendang batu tersebut, mengagetkan Jinwoon. Membuatnya menjadi lengah seketika.

Saat itulah ia menarik Kyuhyun, dan menahan tangan Jinwoon dengan pisau yang dia acungkan ke segala arah.

"Hati-hati!" peringat Kibum. Ia meraih Kyuhyun dan lalu hendak menghampiri Donghae. Sang hyung yang nyatanya mampu mengatasi seroang Jinwoon. Mengunci pergerakannya kemudian. Meski akhirnya Kibum mencelos kala mendapati segurat luka di tangan Donghae. Pisau itu melukainya dan menciptakan setitik darah disana.

"Kumohon tenanglah!" pinta Donghae agak sulit. Namun tatapan Jinwoon seolah tak ingin melepaskan Kyuhyun. Ia terus menatap tajam ke arah Kyuhyun.

"Mengapa ibumu melakukannya?!" teriak Jinwoon. "Karenanya, ibuku mendekam di penjara sekarang!"

Kening Donghae mengernyit. Bahkan ketika seorang petugas keamanan di sekolah tersebut hadir dan mengunci pergerakan Jinwoon seutuhnya. Sedang Donghae menatap Kyuhyun dan Kibum bergantian. "Kalian tahu masalah ini?" tanyanya.

Keduanya hanya menggeleng bingung. Tak ada yang mengetahui perihal kejadian tersebut. Terlalu mendadak memang. Bukankah terakhir kali adalah saat kejadian pemukulan Kyuhyun. Lalu apa permasalahannya sepanjang ini? Mengingat Donghae tersadar akan sosok dari ibu Jinwoon yang adalah sahabat dari ibunya sendiri.

Donghae mengusap kasar wajahnya. "Aku akan pulang dan mencari tahu!" ungkapnya tiba-tiba.

Kyuhyun hendak menyela, begitupun Kibum. Kibum yang sejak awal mengamati luka di lengan Donghae. Ia yang ingin menghentikan Donghae, dan mengingatkan sang hyung yang nampak baik-baik saja dengan luka tersebut. Namun sebelum keduanya mampu menyambut Donghae, anak itu telah berlari dengan tak sabar. Membuat Kibum dan Kyuhyun kebingungan.

...

"Mengapa kalian tak memberitahu kami?" tuntut Donghae, sesaat setelah kakinya menapak di rumahnya. Menuntut jawaban dari sang hyung, ayah dan juga ibunya yang memang tengah berkumpul di akhir pekan tersebut. "Sebenarnya apa masalahnya? Kupikir semua sudah selesai!"

Leeteuk menghampiri Donghae kemudian. "Sebenarnya, masalah ini lebih serius dari sekedar perkelahian kalian, Donghae," ucapnya.

"Apa? Ada apa?" desak Donghae. "Kenapa harus melalui jalur seperti ini?"

Tuan Lee kini turut hadir dalam percakapan tersebut. Mewakili sang istri yang hanya menundukkan wajahnya. "Dia, ibu dari Jinwoon ternyata juga meneror ibumu selama ini, Donghae-ya. Kami pikir, semenjak kejadian Kyuhyun kemarin adalah satu bukti bahwa kami tak bisa tinggal diam. Bagaimana jika hal buruk menimpa kalian nantinya?"

Donghae mematung. Jadi? Selain teror kecil di sekolah, ada pula hal serius di balik itu semua. Namun alasan yang dilakukan oleh ibu dari teman sekolahnya itu, Donghae tahu. Donghae hafal. "Aku tak ingin jika kalian harus menyakiti temanku! Kenapa tak dibicarakan baik-baik? Aku yakin dia memiliki alasan.." ujarnya.

"Tapi dia bukan temanmu! Dia jahat dan melukaimu dan juga Kyuhyun!" peringat Leeteuk.

"Aku ingin bicara dengannya.."

"Hae.."

"Bawa aku bertemu dengannya, ayah! Kumohon.."

...

Setelah menghabiskan waktu untuk berdebat, akhirnya Donghae mendapat ijin untuk bertemu dengan seorang ibu yang kini harus menempati salah satu sel. Terkurung dengan sebuah penyesalan. Dengan sengaja Donghae menemuinya. Ingin berbincang, hanya berdua saja. Bahkan sempat Donghae membungkuk hormat, kala dia yang ingin ditemuinya kini telah hadir di depan matanya.

"Aku tidak tahu, mereka akan menyuruhku berbincang dengan bocah sepertimu!"

Sedang Donghae tersenyum simpul. Ia tak berkedip menatap wajah wanita tersebut. "Jadi ini benar-benar Anda?"

"Eh?"

Sekali lagi Donghae tersenyum. "Sepertinya saya tahu alasan Anda melakukan semua hal ini," ucapnya dengan tenang. "Meneror ibu, dan bahkan menanamkan kebencian itu pada anakmu, Jinwoon," terangnya membuat sang wanita terheran-heran di buatnya. Sedang dirinya terus saja bicara.

"Sepertinya saya harus berterima kasih karena hal lain. Meski saya tak menyangka, Anda akan melakukan hal sejauh ini. Anda tahu persis, bagaimana hingga Jinwoon melukai Kyuhyun berulang kali di sekolah. Saya yakin Anda tahu, dan Anda sengaja membiarkannya. Saya tidak tahu dendam Anda pada mereka begitu besar.."

"Huh?"

Satu tarikan nafas, dan Donghae memberanikan dirinya untuk bertanya, "Anda tak ingat pada saya?" tanyanya. "Saya Donghae, putra kandung sahabatmu. Sahabat yang kau sedang Anda bela saat ini. Jung Hyemin.."

.

"Hyemin-ah! Aku tak percaya kau harus kalah dari perempuan itu dan akan pindah ke Amerika! Seharusnya kau harus bisa mempertahankan suami dan juga anak-anakmu! Kenapa harus merelakannya?!"

"Dia sudah tak mencintaiku lagi! Lagipula, kami sudah tak bisa bersama lagi. Mereka juga sudah menikah, kan?! Kau tak usah cemas. Aku membawa Donghae bersamaku.."

"Tapi aku tak rela melihat mereka melukaimu!"

"Biarkan saja.."

.

"Kau?!"

Kembali Donghae tersenyum. "Anda benar-benar melakukan ini semua untuk ibu? Untuk membalas sakitnya?" tutur Donghae. "Aku berterima kasih untuk ini semua. Aku tidak tahu jika ada orang yang benar-benar menyayangi ibu.."

"Kau Donghae? Kau disini? Bagaimana bisa? Ia mengatakan padaku bahwa dia membawamu, kan?"

Donghae hanya mengangguk kecil. "Keadaan bisa berubah bukan? Saya disini sekarang. Tinggal bersama hyung dan ayah.."

"Kau meninggalkan ibumu, huh?"

"Ada banyak hal yang tidak Anda ketahui. Kuharap Anda mengerti, dan tak lagi berfikir pendek seperti itu. Ingatlah usia Anda. Saya yakin ibu sayapun tak akan menyukai perbuatan Anda.."

Lama sosok itu merenung di hadapan Donghae. Ia menatap lurus mata Donghae yang teduh, sama dengan milik sahabatnya. "Kalian mirip," ucapnya sambil mencoba tersenyum. Keteduhan dalam wajah Donghae, entah mengapa dapat meyakinkan dirinya seketika. "Benarkah dia tak akan menyukai perbuatanku ini? Kau sudah mengatakan padanya soal ini semua?" tanyanya dan hanya membuat Donghae mengangguk samar.

"Dia tidak akan suka mendengar anda melakukan ini. Aku yakin!"

"Aku mengerti. Dia temanku. Kau putra tercintanya. Lalu, bisakah kau sampaikan salamku padanya? Aku akan meminta maaf, aku berjanji.."

Untuk kesekian kalinya Donghae tersenyum. Ditatapnya seorang wanita yang baru saja bertanya padanya itu. Ia tetap tersenyum saat berkata, "akan kusampaikan bila aku bertemu dengannya kelak.."

.

"Ayah, ibu.. jika dia meminta maaf, akankah kalian mencabut tuntutan itu?"

...

Tiba di penghujung siang, dan Donghae telah kembali ke asrama sekolahnya..

Kibum menggulung lengan jaket yang dikenakan Donghae hingga mencapai sikunya. Bibirnya bungkam. Ia tak banyak bicara di antara setiap pergerakan yang dilakukannya. Ia telah mempersiapkan kotak obat di sampingnya. Ia ambil sebuah kapas yang lalu ia lumuri dengan obat.

Setelah membersihkan darah di lengan Donghae dengan air hangat, ia mengoleskan obat pada luka gores di lengan Donghae yang nampak cukup panjang meski tidak terlalu dalam.

"Pantas terasa sedikit perih," keluh Donghae tiba-tiba.

"Kau sudah selesai dengan urusanmu?" tanya Kibum dengan nada datarnya. "Apa Leeteuk hyung tahu kau terluka? Ayahmu? Ibumu juga? Atau kau sengaja menutup luka ini dengan jaketmu?" omel Kibum, masih dalam nada datarnya.

Donghae tak berkedip melihat Kibum yang sibuk mengobatinya. "Kau marah?" bingungnya. Satu bukti akan perkataannya adalah, Kibum yang bicara padanya namun enggan untuk melihat ke arahnya atau sekedar menatapnya. "Kenapa kau marah, Kibum? Karena aku pergi tiba-tiba?" tanyanya.

Kibum hanya menggeleng. Bahkan ketika Donghae mencoba mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan keberadaan Kyuhyun, ia hanya menjawab, "Kyuhyun sedang meluruskan urusannya dengan Jinwoon. Kuharap mereka berbaikan setelah mendengar bahwa ibunya sudah tak harus lagi mendekam di sel. Karenamu kan?!"

Berulang kali Donghae menatap heran ke arah Kibum. Menyimpan kebingungan akan sikap saudaranya tersebut. Memanglah semua cepat selesai. Bahkan Donghae sudah berada kembali di asrama. "Lalu kenapa kau marah?"

Bergegas Kibum membenahi kotak obat yang baru saja ia acak isi di dalamnya. Ia menyimpan kotak obat tersebut di atas meja belajar yang ada di dalam kamar mereka. Ruangan yang cukup berantakan dengan letak benda yang tak semestinya. Ia membelakangi Donghae yang terus saja bertanya mengenai alasan sikap aneh dirinya.

"Kau benar-benar menyebalkan!"

Kibum menjadi tak tahan. Ia hentikan segala gerak tubuhnya. Ia berbalik untuk menatap Donghae pada akhirnya. Disertai kalimat yang membuat Donghae nampak sedikit terkejut. "Kau berbohong, kan?"

"Berbohong apa?"

Kibum menghela nafasnya dengan lelah. Ia menatap serius ke arah Donghae. "Kau belum mendapatkan kembali rasa sakitmu! Kau tidak bisa merasakannya, kan? Aku sudah curiga, bahwa kau berbohong hanya untuk membuat kami senang atas kesembuhan palsumu itu!"

"Itu.."

Mendadak Donghae kehilangan katanya. Dengen cemas ia menatap Kibum, meski tak ada satupun kalimat pembelaan darinya.

"Untuk apa, hyung? Untuk apa kau melakukannya? Untuk apa kau menutupinya? Untuk apa kau bersikap seolah kau baik-baik saja di hadapan kami?!" raung Kibum, membuat Donghae hanya mampu menundukkan wajahnya. Selalu seperti ini, jika Kibum sudah berbicara keras padanya.

"Katakan alasanmu!"

Donghae sedikit terkejut. Sedikit banyak ia mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk menatap Kibum. "Aku hanya tak ingin merusak segalanya," tuturnya sedikit gugup.

"Huh?"

Segera Donghae sembunyikan rasa gugupnya dengan senyuman di bibirnya. "Ini sudah bagus, Kibumie. Aku senang karena semua sudah baik-baik saja. Aku tak ingin merusaknya dengan kelumpuhan fisikku. Membebani kalian dengan sakit yang bahkan tak mampu aku rasakan. Bukankah aku baik-baik saja hingga detik ini? Aku tak ingin kalian mencemaskanku!"

Kibum memandang Donghae tak percaya. "Kau bercanda?" decaknya. "Kau sedang membohongi kami, hyung!" marah Kibum. "Membuat kami berfikir bahwa kau baik-baik saja. Ini bukanlah hal yang baik!"

"Kumohon!" pinta Donghae kali ini. Ia pandang Kibum dengan penuh harap. "Biarkan seperti ini saja, Kibumie. Aku hanya ingin semua berjalan seperti biasa. Anggaplah semua sudah baik-baik saja sekarang. Kumohon. Aku akan baik-baik saja!"

Kali ini Kibum diam. Ia tak lagi mampu membantah permohonan sang hyung yang nyatanya mampu meluluhkan hatinya. Membuatnya merutuk sebal di dalam hati, karena merasa kalah oleh permohonan tulus tersebut. Hasilnya? Ia bersikap seolah-olah dirinya tak peduli. Mengacuhkan Donghae, dan meninggalkan sang hyung begitu saja.

"Kuharap kau mengerti," bisik Donghae. Meski pada akhirnya dia menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur dan memejamkan matanya kemudian. Ada lelehan air mata membasahi pipinya. "Aku ingin menyerah dan merasakan lelah dengan ini semua. Bolehkah aku menyerah sekarang?"

...

Benar! Semua masalah selesai, tak terkecuali dengan Jeong Jinwoon yang tak nampak lagi untuk mengganggu Kyuhyun. Meski ia seperti tak ingin menyapa Kyuhyun, namun setidaknya tak ada lagi gangguan membahayakan bagi Kyuhyun. Dan ini melegakan.

Sekolahpun berjalan seperti biasanya. Bahkan Donghae bisa belajar dengan baik. Menciptakan nilai-nilai memuaskan selama pembelajaran. Hingga tiba waktunya..

Donghae tengah menghadapi ujiannya. Dengan segurat senyum ia menatap soal-soal mengenai angka di atas kertas. Ada banyak rumus yang rumit, meski selalu ia ingat ajaran dua saudaranya selagi ia belajar tadi malam.

"Hyung, kau harus mengingat rumusnya!"

"Tidak! Itu harus dikurangi, bukan ditambah. Hitung dengan baik, jangan sampai salah menghitungnya!"

Donghae tersenyum. Ia raih pensil miliknya dan segera berkutat dengan soal-soal yang menunggunya. Satu nomor ia selesaikan. Nomor kedua, nomor ketiga, hingga di nomor ketujuh tiba-tiba ia berhenti. Ia letakkan pensilnya, tepat di sisi lembar jawabannya.

Ia mengerutkan keningnya kala pandangannya mulai terasa aneh. Ia mengusap kedua matanya, setelah melihat teman-teman di sekitarnya menjadi banyak dan berbayang. Pandangannya mulai tak fokus, hingga ia menjatuhkan kepalanya di atas meja. Melupakan soal-soal yang belum ia selesaikan. Melupakan pensilnya yang menggelinding ke bawah meja dan patah begitu saja.

...

Kibum berlari terbirit-birit disusul langkah cepat Kyuhyun di belakangnya. Matanya menatap kasar, menyapu jalanan yang ada. Keduanya menuju ruang kesehatan dimana kabarnya, Donghae berada disana saat itu. Wajah keduanya begitu tegang dan panik. Mereka berkeringat dingin.

Setelah sampai di ruang kesehatan, mereka disuguhi pemandangan yang sama sekali tak mampu meredakan cemas mereka. Donghae tak sadarkan diri. Ada bercak darah pada kemeja seragamnya. "Apa yang terjadi?" tanya Kibum pada petugas kesehatan yang ada.

"Saya tidak tahu. Tapi, akan lebih baik jika kalian membawanya ke rumah sakit saja. Teman-temannya mengatakan ia pingsan saat ujian berlangsung. Hidungnya berdarah. Ini tidaklah baik. Untuk saat ini bahkan demamnya sangat tinggi," jelas sang petugas kesehatan tersebut.

Kibum mendekat, memeriksa kondisi sang hyung. Ia meraba kulit di wajah Donghae, dan akhirnya mampu merasakan seberapa tinggi suhu tubuh sang hyung. Ia semakin terlihat panik.

"Hubungi orang tua kalian segera.."

Kyuhyunpun sama cemas. Ia menatap Kibum dengan panik. Menatap Kibum dengan banyak pertanyaan, mengenai apa yang harus dilakukan? Hingga Kibum nampak mengangguk. "Kita bawa dia ke rumah sakit saja. Bawa barang-barang Donghae hyung di kelasnya, dan hubungi Leeteuk hyung. Aku akan lebih dulu membawanya. Kau bisa, Kyu?"

Kyuhyun hanya mengangguk kaku. Ia lebih panik sepertinya. Sebenarnya ia tak fokus sama sekali. Ia masih diam di tempatnya, kala melihat Kibum mulai menggendong Dongahe di punggunya. Sang hyung yang akhirnya membuka sedikit matanya dan berbisik, "ujiannya, Kibumie.." sangat pelan, mengalun dan terdengar oleh Kyuhyun.

Entah mengapa Kyuhyun merasakan hal buruk sedang terjadi. Kakinya melemas, meski ia tetap berusaha untuk berjalan ke arah kelas yang sempat dihuni sang hyung. Ada banyak tatapan untuknya sesaat setelah ia memasuki kelas tersebut. Semua orang memang melanjutkan ujian mereka. Bahkan Kyuhyun sempat memberikan bungkukan pada sang guru yang sedang mengawas kala itu. Sang guru yang memberinya ijin untuk masuk, dikarenakan alasan untuk mengambil barang Donghae.

Kyuhyun mencelos. Ia mendapati bercak darah menghiasi kertas ujian milik Donghae. Ia berusaha untuk menahan tangisnya, dan lalu terduduk di bangku tersebut. Dengan tangan bergetar, ia meraih pensil yang tergeletak di lantai. Apa yang dilakukannya?

Kyuhyun melanjutkan ujian Donghae. Mengisi soal itu untuk sang hyung. Menulis dengan pensil yang tumpul, menciptakan tulisan yang tak sebagus biasanya, karena tumpulnya sang pensil, dan juga karena tangannya yang gemetar saat menulis. Namun tetap ia paksakan. Bahkan ketika tulisannya mencapai kertas bernodakan darah disana. Ia tetap menulis.

Kyuhyun pula yang harus menorehkan nama 'Lee Donghae'. Karena mungkin Donghae lupa menulisnya. Kyuhyun bingung. Ia seperti orang yang linglung. Setelah selesai menulis, ia benahi barang Donghae, dan lalu menyerahkan kertas isian itu pada sang guru. "Ia ingin menyelesaikan ini. Apa tidak apa-apa?" lirihnya dengan penuh akan harap.

Sang guru yang pada akhinya tersenyum mengerti. Ia meraih kertas isian tersebut. Bahan tak menghiraukan noda darah disana. "Katakan padanya, semoga cepat sembuh, dan semoga ini berhasil!"

Kyuhyun tersenyum kaku dengan tangis yang akhirnya terurai. Ia usap dengan cepat air mata tersebut, dan lalu membungkuk pada sang guru sambil berujar "terima kasih! Terima kasih!"

...

Berulang kali Leeteuk mengeluhkan nafasnya. Ia sudah harus kembali menghadapi hal serupa. Menunggui kelopak mata Donghae yang belum mampu terbuka. Menatap ke arah wajah pucat Donghae. Mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri, meyakinkan dirinya bahwa 'Donghae baik-baik saja!'

Namun tak dipungkiri kali ini. Leeteuk nampak lebih cemas dari sebelumnya. Bahkan ketika ia datang, cairan pekat merah itu sulit dihentikan, terus mengalir dari hidung Donghae. Ia teringat kejadian dulu. Saat dimana Donghae mengalami hal yang sama.

Leeteuk terus berdo'a yang terbaik untuk sang dongsaeng. Hatinya bertambah buruk semenjak dokter yang menangani Donghae berkata, mereka harus melakukan CTScan untuk memeriksakan kondisi kepala Donghae.

"Ada apa sebenarnya?!" bisik Leeteuk pada dirinya sendiri.

Satu usapan ia rasakan tiba-tiba. Dilihatnya sang ayah yang berdiri di sampingnya. Turut menatap Donghae yang tertidur pulas. "Ada apa dengannya?" tanya tuan Lee padanya.

Leeteuk menggeleng penuh asa. "Aku tidak tahu. Dokter menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan lanjut padanya," terang Leeteuk, di tengah helaan nafas lelahnya. "Ia belum siuman semenjak aku datang. Sejauh ini bahkan demamnya tidak turun!" keluh Leeteuk.

Tuan Lee beranjak untuk mendekati Donghae. Dilihatnya tubuh Donghae yang basah oleh keringat. Bahkan helaian rambut Donghae teracak sudah oleh keringat-keringat dingin tersebut. Tuan Lee usap wajah Donghae perlahan dan mencoba untuk memanggil putranya tersebut. "Bangun, Hae.."

Leeteukpun menunggu. Ia sedikit tersenyum kala mengetahui, Donghae tengah bersikap patuh pada sang ayah. Ia akhirnya mencoba untuk membuka matanya, menghembuskan perlahan nafasnya. Menampakkan wajah lesu namun tetap tersenyum lemah. Bola matanya yang nampak memerah itu bergerak, menatap tuan Lee dan lalu menatap Leeteuk.

"Hai," sapa Leeteuk, mencoba untuk tersenyum. Sapaan yang tertuang dalam suaranya yang sedikit parau. "Puas dengan tidurnya?" candanya. Dapat ia lihat Donghae yang tersenyum, meski belum mampu menjawab candaannya.

Mungkin, baik itu Leeteuk ataupun tuan Lee patut bernafas lega setidaknya untuk saat ini. Dapat melihat kembali Donghae yang membuka matanya, bahkan Donghae mampu memberi satu senyuman tulus untuk keduanya.

...

"Apa dia baik-baik saja, Kim? Aku cemas.."

Kibum dan Kyuhyun, kini tengah duduk berdua di atas lantai yang dingin. Bersandar pada dinding, dimana di balik dinding tersebut terdapat Donghae bersama ayah dan juga hyungnya. Keduanya nampak bodoh. Mengabaikan kursi tunggu yang sebenarnya berada tak jauh di dekat mereka.

Sedang Kibum tak mampu menjawab pertanyaan terakhir Kyuhyun. Sesekali ia melirik bercak darah Donghae yang menetes pada bagian seragam depannya. Itu terjadi saat dirinya menggendong Donghae menuju rumah sakit. Begitu panik! Darah itu adalah bukti yang tak mampu membuat Kibum melupakan tegangnya kejadian tadi.

"Darahnya banyak tadi. Itu pasti sakit!"

Satu hantaman Kibum rasakan mengenai hati terdalamnya. Mengenai rasa sakit Donghae yang baru saja di ucapkan Kyuhyun. Membuatnya tersenyum getir kala berfikir 'apa dia merasa sakit?!'

"Seharusnya dokter mengatakan dengan jelas saat itu juga, kan? Ada apa dengannya?!"

Kibum menggeleng penuh dengan keputus-asaan. "Dia bodoh, Kyu!"

"Huh?"

"Lee Donghae benar-benar bodoh! Bodoh!" runtut Kibum, dalam satu tangis yang membuat Kyuhyun terkejut dan langsung merangkul saudaranya tersebut.

"Ada apa? Kau kenapa?" panik Kyuhyun. "Kau jangan membuatku takut, Kim Kibum!"

...

"Ya! Kenapa tidak kembali ke sekolah tadi? Kenapa tidur disini?!"

Leeteuk memekik keras, kala mendapati Kibum dan Kyuhyun tertidur dengan posisi saling bersandar di sebuah kursi tunggu. Ia terkejut dengan keberadaan dua bocah yang nampak kacau tersebut. "Aku menyuruh kalian kembali ke sekolah, kan tadi?!"

Keduanya terkejut, terlebih ketika mendapat kontak fisik dari sang hyung. Mereka mengerjap cepat dengan kantuk yang sulit untuk menghilang. Keduanya memang benar-benar tertidur disana.

"Tsk!" decak Leeteuk. "Nekat sekali, huh?"

"Kami ingin menungguinya, hyung.." balas Kyuhyun dengan wajahnya yang sedikit menekuk, semenjak Leeteuk tak mengijinkan keduanya untuk menemui Donghae.

"Tapi kalian harus sekolah! Lagipula Donghae baik-baik saja," tutur Leeteuk, meski untuk hal tersebut ia berusaha untuk meyakininya.

"Benarkah?" timpal Kyuhyun. "Bisakah kami melihatnya jika begitu?" tanyanya. Melihat ketidakyakinan di wajah sang hyung, dengan cepat ia kembali menyela. "Ini sudah malam hyung! Aku janji akan sekolah besok, asal aku boleh menemaninya sekarang!" desaknya.

Leeteuk berpasrah pada akhirnya. Selang berikutnya tuan Leepun keluar dari dalam. Leeteuk menjadi tahu, bahwa Donghae butuh teman di dalam. "Baiklah! Temani dia, karena hyung harus menemui dokter sekarang. Tapi, setidaknya ganti pakaianmu, Kibum-ah!" titah Leeteuk, menyadarkan Kibum akan noda darah yang ada di pakaiannya. Membuat Kibum hanya mengangguk singkat dan mempersilahkan Kyuhyun untuk menemani Donghae terlebih dahulu.

...

Donghae dan Kyuhyun hanya memandangi gelapnya langit yang nampak dari jendela dengan tirai terbuka. Sengaja, karena Donghae ingin menatap langit. Langit mendung yang membuatnya murung. "Mengapa tak ada bintang ya, Kyu?" ucapnya tiba-tiba.

"Bintangnya sedang sakit, hyung. Dia harus beristirahat.."

Donghae melirik Kyuhyun sejenak. "Kau membicarakanku, Kyu?" ucapnya dengan sebuah keyakinan yang membuat Kyuhyun mencibir ke arahnya. Mungkin ia terlihat terlalu percaya diri. Namun apa yang diucapkan olehnya tidaklah salah. Ia sedang sakit. Dan karena ia tertidur seharian itu, membuatnya diserang hal lain. "Aku bosan.."

Kyuhyunpun nampak sama. Namun ia tahu tak ada yang mampu mereka lakukan untuk saat ini. "Kau tidur saja lagi, hyung. Kau harus istirahat," tuturnya.

"Kibum kemana? Hyung kemana?"

"Leeteuk hyung menemui dokter. Kibum? Dia mungkin pulang sebentar.."

Diam lagi. Mereka tak lagi bercakap-cakap dan akhirnya kembali diserang bosan. "Kyu, kita bermain keluar?" tawar Donghae tiba-tiba.

"Eh?"

Donghae menatap Kyuhyun dalam satu permohonan. "Sebentar saja, Kyu. Kita jalan-jalan di sekitar rumah sakit saja, bagaimana?"

"Tidak hyung," tolak Kyuhyun. Tentu saja ia akan menolak, "kau sedang sakit! Dan ini sudah malam!"

"Sebentar saja, Kyu! Kumohon!"

...

Leeteuk keluar dari ruangan dokter dengan pelan dan senyap, disertai hasil STScan Donghae di tangannya. Kedua matanya menyiratkan lelah dan jengah, beserta satu ketidakpercayaan atas satu hal. Leeteuk belum berkata apapun, namun gerak tubuhnya mengatakan hal lain.

Langkahnya terlihat berat. Melangkah perlahan menyusuri lorong yang akan mengantarnya pada ruangan semula. Ruangan inap Donghae. Bahkan beberapa kali ia harus menabrak orang lain tanpa sengaja. Ia seperti kehilangan fokusnya. Terlalu larut dalam satu pemikiran.

Bahkan tak dirasanya saat dirinya sudah berada di ambang pintu ruangan Donghae. Awalnya ia terlihat enggan untuk masuk. Namun saat menyadari bahwa ruangan di dalam begitu senyap, ia menjadi tertarik. 'Mungkin Donghae tidur?' pikirnya dan lalu melangkah perlahan.

Sunyi..

Inilah yang Leeteuk lihat kala ia memasuki ruangan tersebut. Tak ada siapapun disana, bahkan ketika Leeteuk mengunjungi kamar mandi yang ada. Namun Donghae tidak ada. Leeteuk berusaha untuk bersikap tenang, karena ia tahu persis, bahwa Kyuhyun berada bersama Donghae. Tak ada yang perlu dirisaukan meski hatinya berkata lain.

Sejenak dipandanginya hasil kesehatan Donghae yang sedari tadi berada dalam genggamannya. Dan seketika ia mengernyit, menyimpan sakit di wajahnya. Ia berubah menjadi gusar. Dan setelah menyimpan hasil tes tersebut, ia segera berlari keluar dengan agak tergesa-gesa. Untuk mencari sang dongsaeng tentu saja.

...

Leeteuk berubah panik saat hingga berpuluh menit, ia tak mendapati sosok Donghae maupun Kyuhyun. Ia telah berada di tengah-tengah ramainya malam di kota tersebut. Semua orang berlalu lalang untuk keperluan mereka masing-masing. Sama hal dengan dirinya. Mencari dalam guratan panik yang tertanam di wajahnya.

Ada begitu banyak orang dan Leeteuk menjadi pusing. Ia lelah, sedang matanya terus menjelajah keberadaan dua dongsaengnya. Bibirnya bergetar menggumamkan nama 'Donghae' dan 'Donghae'. Bahkan ia hampir menangis saat berada di ujung asanya. Entah mengapa ia ingin sekali menemukan Donghae.

Di sisi jalanan kini ia berjalan. Dengan dingin yang tak dihiraukannya. Dengan gelap malam yang tak ditakutinya. Terlebih ada banyak lampu kota, bukan? Leeteuk tidaklah takut. Ia terus berjalan. Sedang di tempat lain..

"Jangan minuman bersoda! Yoghurt saja, bagaimana?"

Keduanya tengah saling memilah beberapa makanan dan minuman di sebuah mini market. Benar! Keduanya yang dimaksud adalah Kyuhyun dan Donghae. Keduanya sedang asik memilih makanan yang mereka suka, meski akhirnya Kyuhyun berteriak cemas kala melihat darah mengucur dari hidung Donghae.

"Hyung! Kau baik-baik saja?!" pekik Kyuhyun dan dengan segera meraih tisu baru di mini market tersebut. Ia menjadi panik dan lalu menyeka darah tersebut.

"Aku baik-baik saja, Kyu.." kilah Donghae, dengan suara sumbangnya.

"Tsk! Seharusnya tadi kau mendengarku, hyung! Lihat sekarang?! Sebaiknya kita segera kembali!" omel Kyuhyun. Sempat ia rapatkan jaket yang dikenakan oleh sang hyung. "Tunggu sebentar, aku akan membayar dulu. Kau bisa kan, hyung?"

Donghae mengangguk sambil menekan tisu di hidungnya. Ia membiarkan Kyuhyun menjauh darinya. Ia berdiri tepat menghadap ke arah pintu keluar, dimana pintu berbahan kaca bening tersebut, membuatnya mampu melihat sosok Leeteuk, sang hyung sedang berdiri di luar sana dan menatapnya dengan tatapan yang menurutnya aneh.

Donghae mencoba tersenyum. Ia akan menghampiri Leeteuk disana. Ia ingin menyerukan nama sang hyung, namun kembali terjadi. Saat dimana pandangannya terasa aneh. Semua nampak berbayang dan berputar. Tisu yang bernodakan darah itu kini terlepas dari genggamannya. Ia menjadi lemas hingga gelap menyerangnya.

Sedang Leeteuk menegang di tempatnya. Matanya membulat ke arah tubuh Donghae yang terjatuh ke lantai begitu saja. Ia tak tahu jika semua orang yang sedang berada di mini market tersebut itupun terkejut, termasuk Kyuhyun yang menjeritkan nama Donghae begitu keras. Ia lupakan uang kembaliannya dan segera menghampiri Donghae.

Leeteuk segera menghampiri Donghae dengan tak sabar. Ia segera rengkuh tubuh Donghae dan menepuk-nepuk pipi Donghae. "Hey, bangun, Hae! Lee Donghae!" panggilnya. Ia tak sadar saat buliran air mata jatuh begitu saja dari pelupuk matanya. Ia mendekap Donghae dan akhirnya menemukan Kyuhyun berada di sampingnya.

"Panggil taksi, Kyu! Sekarang! Cepat!"

...

"Terdapat pendarahan di kepalanya. Kami pikir ini adalah Salah satu akibat dari kecelakaan beberapa bulan lalu. Maaf karena aku harus menyampaikannya. Mungkin karena kami tak menemukan ini dari pemeriksaan sebelumnya.."

"Bagaimana bisa?!"

"Pendarahan yang di alami Donghae cukup tersembunyi. Sulit terdeteksi, dan penyebarannya terbilang lambat. Bahkan penderita tak akan merasakannya di awal-awal, karena jumlah pendarahan yang memang sedikit. Meski akhirnya ini akan terasa saat mereka bertambah dan bertambah banyak.. Apakah Donghae pernah mengeluh sakit pada kepalanya? Karena kini pendarahan tersebut sudah meluas. Maaf.."

Leeteuk hanya mampu memandangi Donghae yang kembali tenggelam dalam ketidaksadarannya. Padahal baru tadi ia melihat Donghae terbangun dan tersenyum padanya. Tersenyum dengan tulus seperti biasanya. Senyuman khas yang selalu Donghae tampilkan padanya.

"Kenapa keluar tadi, hm?" tanya Leeteuk, sambil menggerakan jemari Donghae yang sedang berada dalam genggamannya. Sedikitpun ia tak mengalihkan pandangannya dari wajah Donghae. Meski sesekali ia harus menelan pahit ludahnya saat sebuah tangisan ia rasa akan segera meluncur.

Setegar mungkin Leeteuk tetap dalam posisinya. Ia tetap memandang wajah Donghae, meski hatinya hancur saat itu. Namun, "hyung tak ingin melewatkan satu detikpun untuk tak melihatmu.." inilah hatinya. Ungkapan gundah dari dalam hati sang hyung.

Dengan serius ia memandang Donghae. Tak sekejap pula genggaman tangannya terlepas. Ia rasakan detiknya, menitnya saat rasa kehilangan itu terasa semakin mendekat. Kedua matanya berembun sudah, namun segera ia usap.

"Leeteuk-ah.."

Leeteuk tetap tak bergeming meski suara sang ayah kini mendekat padanya. Ia tetap memandang Donghae, seperti enggan berkedip sebentar saja.

"Bagaimana hasilnya? Dia baik-baik saja, kan?"

Tes.

Ah! Sang ayah menggagalkan usahanya untuk menahan tangisan itu. Karena akhirnya isakan tangis meluncur dari bibirnya kala untaian kalimat sang ayah terlontar. Ia pererat genggaman tangannya pada Donghae sambil menggelengkan kepalanya dengan enggan. "Dia tidak baik-baik saja, ayah!" isaknya.

...

"Apa yang terjadi? Bukankah tadi sudah baik-baik saja?!"

Kibum berujar panik ketika ia melihat sosok Kyuhyun di ambang pintu ruang rawat Donghae. Anak itu menangis dalam diam sambil terduduk. Tak bergeming membuat Kibum semakin cemas. Di tangannya ada seperangkat baju ganti yang lalu ia letakkan di samping Kyuhyun.

"Kyu?"

Baru saja Kibum akan bertanya, mengenai alasan Kyuhyun menangis. Tiba-tiba suara ribut terdengar dari dalam. Dimana ia mendengar suara tuan Lee salah satunya.

"Bagaimana bisa kalian mengatakan hal semacam itu, huh? Bukankah kalian sendiri yang memeriksa kondisi Donghae waktu itu? Lalu mengapa baru sekarang kalian mengetahuinya? Mengapa kalian bisa keliru!"

Kibum pertajam pendengarannya. Ia semakin ingin tahu, 'kekeliruan apa?!'

"Bukankah dia baik-baik saja? Bahkan hingga kemarin dia baik-baik saja! Mengapa tiba-tiba seperti ini?! Bahkan kalian mengatakan kondisi kakinya telah pulih sepenuhnya. Lalu sekarang? Tiba-tiba kalian mengatakan anak ini kritis bahkan entah terbangun lagi atau tidak. Kalian gila?!"

Kyuhyun semakin memperjelas isakannya. Dan Kibum menegang di tempatnya. Suasana di dalam tentu tak bisa dikatakan baik-baik saja! Kibum berusaha untuk memperjelas semuanya. Ia goyangkan bahu Kyuhyun dan kembali bertanya. "Ada apa? Bukankah tadi Donghae hyung sudah bangun, Kyu?"

Cho Kyuhyun tak mampu berkata. Lidahnya terlalu kelu, bingung harus berbicara darimana. Selain itu, tangisannya sendiri seolah menahan setiap kata yang akan keluar. Terlebih, keadaan di dalam semakin ribut meski suara Leeteuk sama sekali tak terdengar. Hanya raungan sang ayah yang nampak jelas saat memarahi dokter disana.

"Tidak mungkin! Itu tidak mungkin! Seharusnya kalian bisa melakukan apapun untuknya. Operasi? Lakukan apapun yang dapat menyembuhkannya! Atau aku akan menuntut rumah sakit ini!"

"Maaf. Seandainya ini diketahui sejak awal, mungkin kami masih bisa menindaklanjutinya. Tapi, sekarang pandarahan di otaknya sudah meluas. Kamipun menyayangkan hal ini. Seandainya Donghae mengeluhkan sakitnya pada kami atau pada kalian sejak awal, mungkin ini bisa diketahui lebih awal.."

Deg.

Kibum yang semakin tertegun dari posisinya. 'Pendarahan di otak?' batinnya. Bukankah itu sakit? Seharusnya Donghae kesakitan, kan? Tapi Kibum tahu alasannya!

...

Maka di saat Kyuhyun tertidur di ruang tunggu, juga saat dimana tuan Lee beserta istrinya mengurus segala hal untuk Donghae, ditemani tuan dan nyonya Kim, Kibum berusaha untuk menemui Donghae. Donghae yang tetap tidur dengan Leeteuk yang menemaninya. Leeteuk yang juga nampak tertidur dengan bersandar di sisi tempat tidur Donghae, dimana pautan jemari di antara dua saudara itu sama sekali tidak terlepas.

Kibum sempat mengalungkan sebuah jaket di tubuh Leeteuk. Selebihnya? Ia habiskan waktu untuk menatap wajah Donghae yang kian memucat. Satu senyum getir Kibum ciptakan di bibirnya.

"Kau bodoh!" bisiknya dengan tangan yang mulai mengepal. Ia tatap Donghae dengan senyumnya yang samar. Ia sudah mengetahui semuanya.

"Atau, kau senang karena tak harus kesakitan, huh? Kau senang karena kau tak harus merasa sakit saat diujung hidupmu, hyung?" ucap Kibum kemudian.

Lagi-lagi sebuah tangisan turut hadir. "Lalu bagaimana dengan kami?" lirihnya. "Kau tak tahu, betapa sakitnya kami melihatmu seperti ini!"

Kibum nampak putus asa dengan keadaan yang ada. "Apa yang harus kulakukan? Apa? Ini terlalu membuat kami terkejut, hyung.." tuturnya bergetar. Ia terus bertaka dan menghabiskan malam tersebut hanya untuk berdiri di samping Donghae.

"Bukankah kau berjanji padaku untuk tetap baik-baik saja? Aku menagih janjimu!"

...

Hari selanjutnya, hingga berhari-hari bahkan Donghae tetap saja tertidur. Berganti Kyuhyun, sang ibu, sang ayah, bahkan Kibum yang menungguinya. Sedang sang dokter sudah menyatakan untuk menyerah. Memberikan hidup Donghae seutuhnya, kembali pada keajaiban Tuhan. Mampukah Tuhan memberikannya untu kedua kali? Semoga..

Hari itu hanya ada Leeteuk yang menemani Donghae. Faktanya bahwa, memang hanya Leeteuk yang enggan beranjak dari posisinya untuk terus berada di samping Donghae. Ia bilang "tak ingin meninggalkan Donghae, karena takut Donghae pergi darinya.."

Namun kala cemas itu terus menjadi, kala sesak itu kian menghimpit dadanya, Leeteuk melihat secercah harapan. Mungkin berkat do'anya yang tak pernah terputus. Ia lihat kelopak mata Donghae bergerak tiba-tiba.

Pukul 09.00. Cukup pagi, dan memang pagi itu terasa lebih cerah dari biasanya, seolah turut menyambut Donghae yang terbangun dari tidurnya. Donghae yang mampu mengerjapkan matanya dan tersenyum hangat pada Leeteuk. Bahkan mencoba menggerakkan bibirnya yang kering. "Hyung.." sapanya.

"Hm," Leeteuk menjawab dengan satu gerakan untuk mengusap air matanya dengan cepat.

"Hyung," panggilnya lagi, semakin jelas. "Hyung dimana? Aku dimana? Kenapa lelah sekali?"

Leeteuk tersenyum miris. Ucapan Donghae entah mengarah kemana. Namun ia mencoba untuk mengerti. Tanpa bosan, ia tarik kembali jemari sang dongsaeng untuk berada dalam genggamannya. Ia jawab, "hyung disini. Tidak kemanapun," dengan sabar.

Donghae sedikit menoleh ke arah sang hyung, lalu tersenyum. "Aku baik-baik saja, hyung.." ucapnya. Padahal raut wajahnya seperti berbohong. Bergerak gelisah dengan keringat dingin yang menjalar.

"Ada yang kau butuhkan? Ada yang kau inginkan? Sakitkah?" panik Leeteuk. Ia melihat Donghae yang tak menjawab sama sekali. Donghae yang perlahan mulai memejamkan matanya kembali sambil memanggil Leeteuk untuk mendekat padanya.

"Hyung, hyung kemarilah!" pinta Donghae dengan lemah. Tangannya terulur agar melingkar di leher sang hyung. "Dingin.." bisiknya seketika, kala merasakan tubuh Leeteuk mendekat padanya.

Leeteuk memeluk Donghae meski dengan posisi yang agak sulit. Ia mengusap-usap punggung Donghae, hingga sampailah mulut Donghae yang berkata, "aku ingin pulang.."

Leeteuk berusaha menekan tangisnya. Ia tahan nafasnya yang berhembus perlahan. "Pulang kemana, hm?" tanyanya pada Donghae, ditemani dengan sedikit nada tangis disana.

"Pulang, hyung.." pinta Donghae. Mengantarkan beberapa tetes air yang mulai mengalir di wajah Leeteuk. Leeteuk tak lagi mampu menjawab. Ia hanya terus memeluk Donghae sambil menangis. Menangis dalam diam..

...

Tuan Lee baru saja menyeka air matanya. Ia melihat dua putranya di ambang pintu. Melihat Donghae yang akhirnya siuman dan melihat semuanya. Tak lagi mampu ia bendung kesedihannya, meski sang istri sedang menamaninya kini. Ia tak ragu untuk menunjukkan sisi rapuhnya. Padahal Kyuhyunpun ada di sisi yang lain. Berwajah sama dengannya.

"Kuharap Donghae akan tetap bersama kita," lirihnya. Ia dapatkan usapan sayang pada lengannya. Dari sang istri yang begitu setia mendampinginya, bahkan turut menangis untuk putranya.

"Tuhan tahu jalan yang terbaik untuk kita semua.."

...

Satu kalimat terpahit yang Leeteuk dengar adalah..

"Akan lebih baik jika kalian mau menuruti setiap keinginannya mulai sekarang. Karena jujur, kami sudah tak mampu melakukan apa-apa lagi untuknya.."

Leeteuk terus saja menyimpan tangisnya. Seperti mengering sudah air matanya, meski terkadang kedua matanya selalu ia dapati dalam keadaan basah dan memerah. Perih dihatinya seolah sudah tak dapat ia rasakan. Terlalu pedih! Melihat tiap detiknya bersama Donghae yang kian terasa cepat.

Mungkin ia masih pantas untuk bersyukur, akan kehadiran Donghae di sampingnya hingga detik itu. Masih dapat digapainya, masih dapat disentuhnya, dan masih dapat dirasanya hembusan nafas sang dongsaeng. Turut berbaur dengan udara yang juga dihirupnya.

"Terima kasih.."

Leeteuk melirik Donghae dengan ujung matanya. Donghae yang tengah terasa manja dalam gendongannya. Bersandar hangat di punggungnya. "Ini menyenangkan, hyung. Aku ingin selalu bersamamu.."

"Hm, kau boleh bersamaku sampai kapanpun. Semaumu, Hae.."

"Benarkah?"

Leeteuk hanya mengangguk samar. Ia tak berani mengatakan apapun. Terlalu menjaga tiap katanya untuk Donghae. Terlalu takut untuk mengungkit apapun. Bahkan tiap kata yang terlontar, ia takut itu akan menjadi sebuah tangisan tak tertahan. "Kita sampai," ucapnya tiba-tiba.

Keduanya telah tiba tepat di kediaman mereka. Di depan pintu dimana ada mereka semua yang menyambut di pintu sana. Leeteuk tersenyum pada mereka semua. Dalam hati ia berterima kasih, bahkan ada pesta kecil untuk menyambut kepulangan Donghae, meski nyatanya, tangislah yang ada. Mereka menangis di dalam hati mereka. Mereka menjerit pilu dalam diam. Leeteuk hafal benar.

"Aku ingin turun saja," pinta Donghae kala mendapati sosok Kyuhyun, Kibum dan yang lainnya di ambang pintu. "Aku tak boleh meninggalkan kesan buruk di hari pertamaku pulang kan, hyung?" ucapnya sambil merapihkan dirinya sendiri. Membenahi pakaiannya, juga rambutnya yang kusut.

"Hyung bantu," imbuh Leeteuk. Ia turut merapihkan pakaian Donghae. Ia rapihkan pula rambut Donghae, meski akhirnya ia baru menyadari satu hal setelah melihat wajah Donghae yang semakin tirus. Wajah itu semakin pias, menghilangkan ronanya. Bibirnya mengering. Bahkan kedua mata itu dihiasi lingkaran hitam dan nampak tak berwarna. Leeteuk menatapnya miris.

"Kenapa?"

Segera Leeteuk menggeleng. "Tidak!" bantahnya. "Kau tampan sepertiku!" candanya lalu merangkul Donghae, menjaganya saat melangkah. "Mereka sudah menunggu kita.."

...

Donghae pulang meski pada kenyataannya, ia lebih banyak diam dan bahkan tertidur kala Leeteuk, Kyuhyun ataupun Kibum menemaninya. Ada banyak waktu yang ia habiskan dengan terlelap damai di atas tempat tidurnya. Sesekali membuat siapapun ketakutan karena merasa mata itu seperti menutup sempurna.

Suatu malam, Leeteuk tengah menemani Donghae di atas tempat tidurnya. Seperti biasa, ia lantunkan sebuah lagu untuk Donghae, ataupun menjabarkan satu cerita menarik, apapun itu. Sejauh ini semua nampak baik-baik saja, karena Donghae tak pernah mengeluhkan sakitnya. Membuat Leeteuk mengajak Donghae bicara untuk hal yang satu ini.

"Kau tak merasakannya, kan? Kau belum sembuh?"

Donghae diam.

"Mengapa tak jujur pada hyung?"

"..."

"Kau membuatku menyesal. Mengapa aku begitu jahat padamu? Tak mau mengerti apa yang kau alami? Membuat hidupmu sulit, Hae. Seharusnya aku lebih memahamimu. Seharusnya aku.."

Donghae tersenyum. Ia tahu Leeteuk tak mampu melanjutkan kata-katanya. "Hyung," bisiknya. "Aku pernah mendengar kau berkata, untuk jangan sesali apapun. Itu tidaklah baik, bukan?! Semua jalan hidup kita, telah ditentukan oleh Tuhan. Kita tak boleh menyesalinya. Dan aku sadar, ini jalanku. Bukan karena siapapun.."

"Hae.."

Entah mengapa, dari sekian banyak malam yang mampu Donghae lalui, malam itu Donghae kembali menitikan air matanya di hadapan sang hyung. Maka dengan segera Leeteuk memeluk Donghae. Membawa sang dongsaeng ke dalam pelukan hangatnya.

"Kau tahu, hyung? Aku sudah meminta maaf pada ayah.."

"Begitukah?"

"Hm!" balas Donghae. "Pada ibu juga," tuturnya. "Pada Paman, bibi, Kyuhyun dan Kibum," ucap Donghae.

"Itu bagus.." tanggap Leeteuk dengan tawa kecilnya. Tawa yang tercipta dari bibir yang bergetar karena menahan tangis.

"Padamu?" ucap Donghae.

Leeteuk mempererat pelukannya. "Hyung akan memberikan maaf itu tanpa harus kau minta, Hae. Meski seharusnya, disini hyung yang mengharap maafmu. Kau mengerti?" ucapnya dengan nada yang mulai tak mampu dikendalikan. Ia dapat merasakan Donghae yang mengangguk. Kali ini bahkan Doghae menangis tersedu dalam pelukannya. Maka ia usap rambut Donghae dengan sayang.

"Maafkan hyung. Maaf.. Maaf.. Maafkan aku, Hae.."

Keduanya menangis pada akhirnya. Hingga tiba di detik, dimana Donghae merasa cukup puas dengan tangisnya. Ia kembali berucap, "hyung sepertinya aku kelelahan.."

"Huh?"

Donghae menghirup dalam nafasnya. "Bolehkah aku menyerah sekarang?" tuturnya dengan lirih.

"Hmh?" Leeteuk memberi tanggapan seadanya. Seolah enggan menjawab.

"Bisakah kau membawaku pada ibu? Aku janji, ini yang terakhir kalinya aku meminta padamu.."

...

"Kenapa? Kenapa harus ke Amerika?! Tidakkah kalian tahu kondisi Donghae hyung? Mengapa harus menuruti inginnya! Aku tidak setuju!" raung Kyuhyun sesaat setelah mendengar tentang keberangkatan kedua hyung berteriak sambil mengusap tangisan di wajahnya.

"Kyuhyunie," lirih Leeteuk. "Hyung mohon mengertilah. Ini adalah keinginannya.."

Kyuhyun berikeras untuk menentang hal tersebut. "Tapi kita tak harus menurutinya kan, hyung?" ujarnya dengan air mata terurai. "Ini demi kebaikannya! Kumohon.." isaknya.

Leeteuk mengerti itu. Ia segera mendekap Kyuhyun. "Tak ada cara lain, Kyu," tuturnya turut menangis. "Satu-satunya yang bisa kita lakukan demi kebaikannya saat ini, adalah dengan memenuhi keinginannya!"

Semakin dan semakin Kyuhyun menangis kencang. Dengan bisikan tajam ia berucap, "kau berkata seolah dia akan mati!"

"Kyuhyunie!" lirih Leeteuk, seolah turut tersayat oleh ucapan terakhir Kyuhyun. Namun hal tersebut, bisa terjadi kapan saja..

...

Donghae telah siap untuk pergi dua hari kemudian. Meski ia hanya mampu menyandarkan tubuhnya di atas sofa saat Leeteuk bersiap-siap dengan keberangkatan mereka. Ada sang ibu yang menemaninya dan terus saja menggenggam tangannya. Terduduk di sampingnya, dan mengucapkan beberapa nasihat untuknya.

"Jaga pola makanmu disana, Hae. Hubungi kami setelah kalian sampai.."

"Hmh," balas Donghae.

Tiba-tiba saja Donghae merasakan pelukan yang erat. Ada seseorang yang baru saja tiba dan lalu memeluknya begitu saja. "Kibumie!" sapa Donghae. Ia hanya tersenyum dan membalas pelukan Kibum. Cukup lama bahkan Kibum memeluknya.

"Kenapa harus pergi kesana, huh? Kau tega meninggalkan kami disini, hyung!" rutuk Kibum di bahu Donghae. Rutukan yang mengantarkan satu kepedihan dalam nada yang tertuang disana.

"Aku akan merindukanmu, Kibumie.."

"Akupun.." balas Kibum, masih enggan melepas pelukannya.

"Jaga dirimu. Dan jaga Kyuhyun selalu.."

Kibum hanya mengangguk. Dalam hati ia merutuk, kala tangisannya terlepas dan membasahi baju Donghae. Namun hati kecilnya berkata, 'sekali saja! Ijinkan aku menangis..' hingga dirasanya Donghae menepuk-nepuk pelan punggungnya. "Aku akan selalu mengingatmu, Kibumie.." ucap Donghae, membuat Kibum semakin berani untuk melepas tangisnya.

Sinar mentari begitu redup kala itu. Mungkin matahari tak ingin untuk terlalu menyengat tubuh Donghae yang kian merapuh. Tuan Lee kini yang mendekap Donghae, seolah tak ingin melepasnya. Mereka sudah akan mengantar Donghae hingga di ambang pintu.

"Ayah menyayangimu, nak! Donghae, anakku! Ayah mencintaimu.."

Donghae hanya mampu mengangguk. Ia tak lagi menangis, meski ia biarkan siapapun menangis untuknya kali ini. Ia rasakan sang ayah yang mencium wajahnya. Mencium keningnya, mengusap-usap rambutnya. Seperti tak ingin melepasnya. Namun dengan segera Donghae mengingatkan. "Aku akan selalu di hatimu, ayah.."

Tes.

Ada berapa pasang mata yang menangis kala itu. Namun Donghae tersenyum untuk mereka. Menarik dua ujung bibirnya agar mampu tersenyum seperti biasanya. Ia katakan "aku pergi," meski matanya mencari. Mencari sosok yang menghilang di antara mereka. Ada sedikit gurat kecewa di wajahnya.

"Sampaikan salamku pada Kyuhyun.."

Ya. Kyuhyun yang menyimpan kesal atas keputusan tersebut. Kyuhyun yang enggan mengantar kepergiannya. Kyuhyun yang bahkan enggan menemui sang hyung, yang mungkin untuk terakhir kalinya. Padahal, dalam hati kecilnya Kyuhyun ingin.

Kyuhyun yang hanya mampu terisak pedih, dan meringkuk di atas tempat tidurnya. Enggan membawa tubuhnya untuk menemui Donghae yang berharap atas dirinya. Tidakkah Kyuhyun akan menyesal nantinya? Jika ia ingat kilasan bersama Donghae, lantas tiba-tiba saja Donghae akan pergi dari hidupnya. Tidakkah sesal itu akan hadir?

Namun Kyuhyun menggeleng keras. Dalam hati ia percaya bahwa, "dia akan kembali lagi! Ia akan kembali lagi!" meski pada akhirnya ia luluh. Ia semakin terisak saat telapak tangannya menemukan sebuah kalung di bawah bantal yang ditiduri olehnya. Sebuah kalung yang sangat dihafalnya. Karena, jika bukan karena kalung tersebut semua tak akan terjadi seperti sekarang. Jika bukan karena dirinya, semua tak akan menimpa Donghae. Lalu? Mengapa dirinya sejahat ini sekarang?

Kyuhyun bangkit seketika! Dengan kesadaran yang mampu diperolehnya dalam waktu singkat, ia mencoba bangkit dan segera berhambur untuk menemui Donghae. Keluar dari kamarnya dan mendapati banyak orang di pekarangan rumahnya. Hatinya berdebar kencang. Ia terlalu takut jika harus terlambat!

"Hyung!" jeritnya. Namun benar adanya. Sebuah taksi telah membawa Donghae dan Leeteuk pergi. Hatinya hancur sudah. Dengan kalung milik Donghae yang digenggamnya, ia berjalan cukup kencang, membuntuti taksi yang kian menjauh. Membuat siapapun cemas pada awalnya, namun mereka biarkan.

Mereka biarkan Kyuhyun terus berjalan untuk mengejar taksi tersebut. Bahkan ia melupakan sandal untuk kakinya berjalan. Ia mengabaikan tangisnya yang mengguar begitu saja di hadapan umum. Ia terus melangkah dengan tangisan yang ada. Hingga taksi itu benar-benar pergi menjauh dan menghilang dari pandangannya. Menyisakan hatinya yang pedih luar biasa..

...

"Hyung, apa Kyuhyun ada?"

Leeteuk terseyum tipis. Ia semakin mendekap Donghae.

"Tidak ada ya?"

Leeteuk mengernyit saat pandangannya menjadi buram karena tangis yang ada. Sedang Donghae masih terkulai di bahunya. Sesaat ia tertarik untuk melirik ke arah belakangnya, hingga akhirnya mampu ia lihat Kyuhyun yang berjalan sambil menangis di luar sana. Namun ia tak berniat untuk menghentikan perjalanannya. Ia biarkan dirinya dan Donghae untuk lebih menjauh..

"Katakan aku menyayanginya.."

Akhirnya cairan bening itu menetes dari ujung mata Leeteuk. Menetes dan membasahi helaian rambut Donghae, meski Donghae tak akan mungkin menyadarinya. "Hmh," balasnya dengan susah payah. Suaranya bahkan terdengar parau..

"Kamipun menyayangimu, Donghae.."

...

Menghabiskan waktu berhari, kediaman Lee larut dalam duka mereka. Meski kabar yang ada masihlah samar. Hanya ada satu kabar, yang mengatakan bahwa "aku kembali hari ini" dari Leeteuk. Tak ada yang berani menanyakan apapun. Hanya saja mereka menjadi menunggu dan akan melihatnya secara langsung. Bagaimanapun, dan seperti apapun itu.

Bahkan Kibum turut menunggui kepulangan sang hyung. Berjam-jam di hari itu, mereka hanya berdiam diri saat menunggui kedatangan Leeteuk.

Benar-benar menghitung detiknya, menitnya bahkan berpuluh menit, menapaki jam. Hingga akhirnya bel pintu berbunyi dan membuat debaran jantung mereka berdetak lebih cepat. Ada banyak hal yang mereka harapkan, namun lebih banyak lagi hal yang mereka takutkan. Sebenarnya hanya satu hal..

"Apakah Leeteuk pulang bersama Donghae? Ataukah?"

Tuan Lee begitu bersemangat untuk membukakan pintu, meski sebenarnya semua orang sudah menunggu di ruang depan dimana pintu tersebut berada. Sehingga saat pintu terbukapun, dengan segera sosok Leeteuk dapat mereka lihat. Namun..

Hening..

Semua hanya diam dan saling memandang dalam kecut ludah yang akhirnya mereka telan. Leeteuk datang seorang diri. Leeteuk yang nampak baik-baik saja. Leeteuk yang nampak tegar. Namun, itu semua salah. Karena saat dibukanya kacamata hitam yang dikapainya, maka nampaklah sepasang mata yang sembab menjelaskan satu bekas tangisan yang dalam.

"Aku pulang.." lirih Leeteuk, lalu segera memeluk sang ayah. "Aku pulang.."

Tuan Lee mengerti. Ia merengkuh Leeteuk dan memeluknya erat sambil menepuk-nepuk punggung putranya tersebut. iapun menangis pada akhirnya, setelah meraskan tubuh Leeteuk yang bergetar hebat. Ia biarkan Leeteuk menangis disana.

Di sudut lain Kyuhyun dan Kibum mematung. Keduanya tak dapat berucap apapun, terlebih Kyuhyun yang bersiap mengundurkan dirinya terlebih dahulu kala dilihatnya pelukan Leeteuk dan tuan Lee terlepas. Leeteuk yang lalu menatapnya dalam tangisan itu.

Tidak!

Kyuhyun berusaha membuang wajahnya. Ia mencoba untuk pergi, namun Kibum menahan lengannya cukup kuat. Menahan kepergiannya, hingga akhirnya Leeteuk dapat membawanya ke dalam sebuah pelukan. "Kyuhyunie.." tutur Leeteuk, membuat Kyuhyun akhirnya menangis.

Dengan satu tangannya yang lain, Leeteuk meraih Kibum. Membawa keduanya dalam satu pelukan. Kedua saudara yang menantinya. Namun Leeteuk tak mampu membawa apapun untuk mereka terlebih kabar yang baik. Hanya ungkapan maaf bagi keduanya dengan tulus.

"Donghae menitipkan salam untuk kalian. Ia berkata, ia menyayangi kalian.."

...

"Hyung, kau tahu? Aku pernah berjanji pada ibu.."

"Tidak. Apa yang kau janjikan?"

"Aku akan kembali menemaninya setelah tiga tahun. Dan ini sudah tiga tahun, hyung. Bukankah sudah seharusnya aku menemuinya? Ia menungguku, hyung."

"Kalau begitu, temui dia dan sampaikan salamku pada ibu.."

"Hm.."

...

Donghae yang bahagia. Donghae yang akhirnya pergi sesuai dengan takdirnya. Meski harus hidup dengan segala sakit dan kenikmatan yang tak mampu dikenalnya, ia mencoba untuk terus merangkai hidup hingga batas kekuatannya. Mencoba tersenyum dan pergi setelah memastikan semuanya telah membaik. Tak ada yang perlu disesali, meski ia sadar "ternyata rasa sakit itu penting untuk kita ketahui. Tak ada alasan untuk tak ingin merasaan sakit! Seharusnya kita bersyukur karena mengenal rasa sakit itu!"

Dan semoga ia tetap akan tersenyum dimanapun ia berada. Karena Tuhan menyayanginya. Sangat..

END


Selesai. Akhirnya selesai.. :'))

Saya rasa ini cepat! Dan ini panjang, meski harus nahan nafas nulis beberapa adegan di akhir. Dan soal endingnya? MAAFKAN SAYA! T _T

Ceritanya memang harus seperti ini sejak awal. Target saya memang begini endingnya. Meski harus memutar-mutar dan menciptakan konflik-konflik kecil yang gak jelas di pertengahan cerita. Sedikit penjelasan bahwa konflik yang ada seperti 'Jinwoon' dan 'Hyena / dokter cantik' itu adalah konflik yang saya buat atas permintaan kalian sendiri lho. LOL seperti pertanyaan "kenapa anak-anak itu gangguin Kyu?" atau "lho, jantung Kyuhyun cepet banget sembuhnya?" nah saya juga sedikit bingung, makanya berusaha menjelaskan lewat konflik yang ada meski itu menjadi singkat dan kalian menjadi bingung. Mungkin karena saya buatnya singkat-singkat. Penyelesaiannya tidak mendetail. HeeHee..

OKESIP! Karena cerita di atas sudah panjang, jadi saya harap kalian tak keberatan jika saya tak balas ripiu, ya? Boleh ya? yakinlah saya jawab ripiu kalian dengan chapter di atas. ^ _ _ ^

Meski tetap akan saya utarakan maaf dan terima kasih saya untuk:

rini11888 ^ anggitaeka2315 ^ Vivi Kurnia ^ Guest ^ Nemohaedong ^ WONHAESUNG LOVE ^ Guest

Kim Haemi ^ Chokyu ^ Safa Fishy ^ Love Baby Hae ^ oelfha100194

ShinJoo24 ^ yolyol ^ kyuPuchan15 ^ Sutriia Ningsiih ^ Wapuchi ^ meile ichigo ^ Dydy ^ im fishy

lee haera ^ Cho Kyura ^ Sachiko Yamaguchi ^ Changmin loppie ^ tya andriani

Guest ^ xxx ^ Guest ^ nureazizah ^ Cho KhunRy ^ sfsclouds ^ BryanTrevorKim ^ fikyu

GaemGyu92 ^ Gyurievil ^ Yulika19343382 ^ Mira Haje ^ kihae forever ^ minniekyu ^ teukiangle

auhaehae ^ Guest ^ N. E. Skyu ^ dhedingdong ^ HaElf ^ joanbabykyu ^ Vincent Brianna Cho

blackautumn24 ^ TeukHaeKyu ^ namihae ^ Guest ^ anastasya regiana ^ Guest ^ Arum Junnie

Guest ^ riekyumidwife ^ arumfishy ^ Augesteca ^ lee Kyula ^ 92Line ^ KimKeyNa2327 ^ vicya merry ^ nnaglow


Saya ucapkan terima kasih untuk kalian semua, buat nama di atas! Juga buat kalian semua yang mungkin gak sempet baca chapter kemaren. Atau juga yang baca dan komen di FB, atau juga siders? :'))! Saya sangat berterima kasih, karena mau baca dan nemenin juga nungguin ini fict dari februari kemaren kalu gak salah hingga sekarang. Ada berapa bulan ya? Tidak terasa. HaaHaa.

Ada kata maaf juga yang saya ucapkan untuk banyak hal. Untuk bagian cerita yang kurang berkenan. Untuk moment-moment KyuHae KiHae atau TeukHae yang tidak sempat saya wujudkan seperti ingin kalian. Atau juga ada kata yang kurang berkenan, saya mohon maaf ya. Duh~ banyak omong ya? ^/^

Terakhir tak bosan saya ucapkan TERIMA KASIH! Semoga masih ada kesempatan untuk membuat fict lain yang lebih bagus, lebih bermutu dari ini. Karena saya tahu, fict ini masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak kekurangannya. Dan untuk kakang saya, mas Donghae? x) dengan tulus saya ucapkan maaf saya untuknya. Karena telah mencuri namanya. Saya sadar, real person itu tidak boleh! Jadi akan saya kurangi pembuatan FFnya. Heu, :'))

Juga soal Fict, kalopun ada, saya akan lanjutkan di blog pribadi saya. Baik itu YAOI ataupun brothership. Kalo mau, lihat profil saya disini. Ada alamat FB disana, juga ada alamat wordpress disana. Jadi kalo mau, kalian tinggal klik saja linknya, gak usah dicari namanya (buat FB). Klik saja! :D

Hah, sudah banyak sekali kata. Akhir kata? Wassalam! ^^