Naruto is Masashi Kishimoto's. I do not take any profit from the real owner.

(Cover by Annria2002)

Rate : T
Genre : Friendship & Romance—a lilbit Humor
Main Characters : Sakura, Sasuke & Naruto.
Warning : HighSchool — Alternative Universe, Typo.

Note: This fic is dedicated for SasuSaku Fanday 2013! (February 20th!) \(^_^)/

Summary : Sakura Haruno, satu-satunya gadis di antara Naruto dan Sasuke. Dalam waktu seminggu ke depan ia berusaha mematahkan teori Naruto yg menyebutkan bahwa: dirinya tak akan memiliki kekasih dikarenakan sikapnya yang jauh dari kata manis untuk seorang gadis. Berhasilkah ia? / Bayangan lelaki itu tersenyum manis mulai muncul di kepalanya. "Kalau begitu ...," bibir Sakura melengkung sempurna, "I got a boy!"


I Got A Boy

© Lucifionne, 2013.

- Part I -


KRIIINNNGGG!

Suara bel berdering panjang terdengar nyaring berbunyi memasuki tiap sudut dan sisi Konoha High School. Sontak para siswa-siswi berteriak gembira disertai rona bahagia di wajah mereka. Kenapa? Karena bunyi bel tadi menandakan berakhirnya jam pelajaran untuk hari ini—jam sekolah telah selesai. Ditambah lagi, besok adalah hari minggu. Hari yang sangat dinanti oleh para pelajar yang telah mengisi waktu enam hari penuh, dari senin hingga sabtu, dengan menimba ilmu di sekolah.

Di jalan menuju gerbang Konoha High School, tampak tiga sekawan yang berjalan beriringan menuju keluar area sekolah. Warna rambut mereka yang berbeda membuat kesan 'pelangi' seolah menaungi langkah ketiganya. Ada anak lelaki berambut kuning terang, lelaki yang satunya berambut biru kehitaman, lalu ada seorang gadis berambut merah jambu di tengah-tengah mereka. Mereka terlihat begitu dekat dan akrab, meski yang paling banyak bicara itu Si Gadis Merah Jambu dan Si Lelaki Berambut Kuning, tapi Si Rambut Biru Gelap sesekali juga ikut tersenyum mendengar obrolan lucu dari dua sahabatnya.

"Oh ya, Sakura-chan, kaubilang mau mentraktirku ramen hari ini?" tanya Uzumaki Naruto, lelaki berambut kuning tadi. Dia adalah anak lelaki yang paling tak bisa diam dan gemar melakukan hal konyol.

"Aku tidak pernah mengatakannya!" bantah Haruno Sakura, satu-satunya gadis di antara mereka. Dahi lebarnya berkedut saat mendengar pernyataan Naruto. Sakura merupakan tipikal gadis ceria dengan sifat enerjiknya yang mampu membuat suasana jadi cerah. Tak heran jika dua sahabat lelakinya betah berada di dekatnya. Meski terkadang lebih merasa kesal saat gadis bawel satu ini mulai mengoceh hal-hal yang tak penting.

"Kau pernah mengatakannya, Sakura-chan!" seru Naruto. "Waktu itu kaubilang, kalau nilai fisikaku dapat sembilan puluh maka kau akan mentraktirku!" Tap! Naruto menghadang langkah Sakura. "Aku berhasil melakukannya hari ini! Ayo cepat traktir aku ramen!" tagih Naruto.

"Jangan sekarang, Baka! Aku sedang tidak punya uang!"

"Aku tidak mau tahu! Pokoknya kau harus—"

"Biar aku yang traktir."

Naruto dan Sakura terdiam sejenak. Keduanya lalu serentak menoleh ke arah makhluk paling pendiam di antara mereka bertiga. Lelaki itu bernama Sasuke, Uchiha Sasuke. Lelaki yang dikaruniai wajah tampan dan harta berlimpah—namun tak membuatnya lupa diri. Kadang Sasuke malah merasa 'ketampanan' yang dia miliki adalah halangan untuknya. Tentu saja jadi halangan, tak jarang saat ia sudah kepepet menuju toilet, ia malah dihadang oleh segerombolan siswi perempuan yang berusaha menggodanya. Hn. Menyusahkan memang punya wajah tampan.

"Kalian makan saja sepuasnya. Nanti aku yang bayar." Suaranya terdengar tenang. Seolah kalimat 'makan sepuasnya' itu bukanlah masalah besar. Hn, apa dia lupa bahwa porsi makan Naruto dan Sakura itu tidak sedikit?

Tapi, berapa pun ryo yang harus dibayarkan Sasuke demi berpuluh mangkuk ramen nanti, tak akan sebanding dengan kehadiran Naruto dan Sakura dihidupnya. Dua makhluk aneh yang sudah masuk ke kehidupannya sejak sepuluh tahun lalu. Dua manusia berisik yang telah mencurahkan sejuta warna ke dalam kanvas putih hidupnya.

"Kau serius, Sasuke-kun?" Sakura malah jadi bersemangat dengan acara makan ramen gratis yang ditawarkan Sasuke.

"Kapan aku pernah bercanda?" Sasuke malah balik bertanya. Wajahnya kelihatan tampan seperti biasanya.

"Asyik!" Naruto berseru sambil melompat gembira. "Ramen gratis!"

.

.

Mereka telah sampai di kedai ramen langganan yang terletak tak jauh dari komplek perumahan Naruto. Sebenarnya kedai ini merupakan tempat makan langganan keluarga Uzumaki—yang sangat menggemari ramen. Awalnya Sasuke dan Sakura tak begitu menyukai ramen. Tapi sejak Naruto mengenalkan sajian mie berkuah itu pada mereka, alhasil keduanya jadi ikut-ikutan menjadikan ramen sebagai makanan wajib mereka. Selain rasanya yang lezat, harganya yang tak begitu mahal juga menjadi alasan utama.

Naruto telah menghabiskan dua mangkuk ramen, kali ini ia tengah menyantap mangkuk ketiganya. Sementara itu Sasuke dan Sakura masih dengan mangkuk pertama.

"Naruto, makannya pelan-pelan saja. Tidak perlu ngebut seperti itu," saran Sakura. Cara makan Naruto yang begitu cepat seperti orang yang kelaparan malah membuat Sakura kehilangan napsu makannya. Tapi lelaki bermata biru safir itu tak perduli, malah mempercepat makannya dan mulai memesan mangkuk keempat. "Baka! Aku bilang makannya pelan-pelan!"

"Aku tidak apa-apa, Sakura-chan! Kau tenang saja," ucap Naruto sesaat setelah meminum air putih seperempat gelas. Ia lalu bersiap untuk menyantap ramen di mangkuk keempat yang sudah tersaji di mejanya. "Selamat makan!"

Sakura memutar bola matanya, "Heh dasar! Kalau tersedak aku pasti akan tertawa!" Sakura kembali menyantap ramennya yang belum habis. Matanya lalu melirik lelaki yang duduk di samping kirinya. "Hei, Sasuke-kun," panggil Sakura, lelaki yang dipanggil pun menoleh, "kenapa termenung?"

"Aku tidak termenung," jawabnya singkat. Tapi Sakura tak langsung percaya begitu saja jawaban dari bungsu Uchiha ini. Gadis musim semi itu masih menatapnya penuh tanda tanya, alisnya bertaut, bibirnya mengerucut. "Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Sasuke yang mulai merasa tak nyaman karena Sakura terlihat begitu mengintimidasinya.

"Jangan bilang kalau kau ... tidak bawa uang?" wajah Sakura mulai terlihat menakutkan.

"Hn?" Sasuke sedikit terkejut. "Sudahlah jangan dipikirkan. Kaumakan saja sepuasnya, aku selalu bawa uang."

"Hmm, baiklah. Awas ya kalau sampai aku yang harus membayarkan ramen Naruto!" sudut mata Sakura melirik lelaki yang tengah lahap memakan ramen. Eh tunggu, sepertinya sudah masuk mangkuk kelima!

"Hn. Sana lanjut makan," perintah Sasuke.

Saat ketiganya sudah selesai makan, mereka tak langsung pulang begitu saja. Biasanya akan menikmati waktu bersantai bersama dulu di sini. Tepat di depan kedai ramen, ada sebuah taman bermain yang tidak terlalu luas, namun ramai dikunjungi oleh penduduk kota Konoha. Dari yang masih anak-anak sampai yang sudah tua. Ada juga beberapa pasangan muda-mudi yang berkencan di sana.

Iris Sakura menangkap sepasang kekasih yang sedang duduk berdekatan di sebuah bangku taman. Kepala Si gadis tampak bersandar manja di dada kekasihnya. Senyum manis terukir sempurna di bibirnya. Sementara itu Si Lelaki mengusap pelan rambut kecoklatan panjang yang menghiasi kepala kekasihnya.

Mereka terlihat begitu damai.

Sakura sangat menikmati pemandangan itu, ia tenggelam dalam angannya dan mulai membayangkan andai saja gadis itu adalah dirinya. Pasti menyenangkan.
Sakura merasa iri. Di usianya yang sudah tujuh belas, sekali pun ia belum pernah merasakan belaian sayang oleh seorang lelaki.

Ya, dia memang memiliki Sasuke dan Naruto, tak jarang mereka saling berpelukan jika mendapat kabar bahagia atau semacamnya. Tapi tetap saja 'sahabat' dan 'kekasih' itu berbeda, kan?

Dan menurut Sakura yang belum pernah memiliki kekasih, ia yakin rasanya pasti akan lebih nyaman jika selalu berduaan bersama kekasih dibanding bersama sahabat sendiri. Benarkah demikian?

"—chan! Hey, Sakura-chan! Kau sedang lihat apa?"

"E—eh apa?" Sakura segera memalingkan pandangannya. "Kaubilang apa barusan, Naruto?"

"Kenapa tiba-tiba kau jadi melamun, sih?" tanya Naruto curiga. "Apa yang sedang kaulihat?"

"A—aku tidak lihat apa-apa," jawab Sakura yang jadi mendadak gugup.

"Kau aneh," timpal Sasuke.

"Aneh apanya?" protes Sakura. "Aku baik-baik saja kok."

"Ah aku tahu! Kau pasti sedang memerhatikan dua sejoli yang sedang bermesraan di taman itu, kan?" tebak Naruto.

Sontak wajah Sakura memerah. "Eh! Aku tidak melakukannya!" bantah Sakura.

Sasuke menyeringai, "Lalu, kenapa wajahmu jadi semerah tomat begitu?"

"Hahahah! Kena kau, Sakura-chan!" seru Naruto sambil menertawakan sahabat perempuannya. "Pasti kau juga mengkhayal, kan? Membayangkan seandainya saja yang duduk di posisi gadis itu adalah dirimu! Iya, kan? Aaah~ Manisnya," goda Naruto. Bahkan Sasuke juga berusaha menahan rasa geli di perutnya.

"Aku tidak sampai mengkhayal seperti itu, Baka!" Sakura mulai mengamuk. Dalam hatinya ia berusaha menahan malu. Kenapa tebakan Naruto bisa setepat itu sih?

"Hahaha, masih awal untuk bermimpi, Sakura-chan. Lagipula kau jangan mengkhayal setinggi itu!" ejek Naruto, "gadis aneh sepertimu ... mana ada lelaki yang tertarik!" tambahnya.

Sakura merasakan aura panas membakar sekujur tubuhnya. "Apa maksudmu, heh?" ia bahkan sampai bangkit dari kursinya.

"Maksudku ... ayolah, mana ada lelaki yang tertarik dengan gadis yang tingkah dan penampilannya seperti lelaki begini." Naruto menatap tubuh Sakura dari ujung kepala hingga ujung kaki. Rambut sebahu, tubuh tak berlekuk seperti gadis pada umumnya, dada rata, gerak tubuh begitu tegas. Hmm...

"Beraninya kaumerendahkanku!" bentak Sakura. "Aku tahu aku memang tidak cantik seperti gadis lain! Aku tahu tubuhku jelek! Tapi aku ini gadis yang baik! Lelaki mana pun pasti akan mudah jatuh hati padaku!" Sakura kesusahan bernapas setelah menyelesaikan omelan singkatnya.

"Benarkah?" tanya Naruto dengan nada kurang yakin, seringai tipis tampak di bibirnya. Sakura menjawabnya dengan anggukan mantap. "Kaupercaya itu, Teme?" Naruto menyenggol pelan bahu Sasuke di sampingnya.

"Hn," respon Sasuke.

"Kalau begitu," Naruto berdiri; mendekati Sakura, "buktikan pada kami. Buktikan kalau kau bisa mendapatkan kekasih, wahai Sakura-chan yang baik hati."

Emerald Sakura menajam. Dengan detak jantung yang bergerak laju, ia pun menerima tantangan itu. "Baik! Kaulihat saja, minggu depan saat kita berdiri di sini, aku sudah menggandeng seorang kekasih!"

"Cuma seminggu? Kau yakin?"

"Tentu saja!" ucap Sakura percaya diri. "Jika aku berhasil, kau harus mengakui bahwa aku ini gadis paling hebat yang kaukenal. Kau juga harus membayarkan kencanku nanti!"

Naruto mengangguk pelan. "Baiklah, Sakura-chan, aku setuju." Naruto mengulurkan tangan kanannya. "Tapi jika kau yang kalah, kau harus mentraktirku ramen selama sebulan. Deal?"

Sakura meraih tangan Naruto dengan cepat, "Deal!"

.

.

.

.

.

Hari ini hari minggu. Hari bermalas-malasan. Hari yang bisa diisi dengan kegiatan menghibur diri. Hari yang bisa digunakan untuk melepas penat setelah sibuk beraktifitas dari senin hingga sabtu. Hari dimana siapa pun bisa menghabiskan waktu bersama sahabat tercinta.

Begitulah yang dilakukan Naruto, Sasuke dan Sakura. Tiga serangkai itu kini tengah sibuk bermain play station di ruang tengah keluarga Haruno. Mereka tengah serius memainkan game balapan mobil. Bagi yang kalah teliganya akan dijepit oleh jepitan kain jemuran. Sore ini Naruto yang sedang kurang beruntung. Sudah ada empat buah jepitan yang melekat di daun telinganya. Sementara itu Sakura sudah dua, dan Sasuke belum ada sama sekali.

Naruto yang bosan menunggu gilirannya, mulai mencari bahan pembicaran. Saat itu ia langsung teringat akan peristiwa kemarin sore di kedai ramen. "Sakura-chan, kau masih ingat perjanjian kita kemarin, kan?"

"Iya, Naruto, tentu saja aku ingat," jawab Sakura sambil menatap lurus layar datar di depannya.

"Aku tidak sabar menunggu hari sabtu," ujar Naruto, "aku penasaran, akan seperti apa wajah lelaki yang mau jadi kekasihmu."

"Tidak perlu sampai hari sabtu, Naruto," ucap Sakura santai. Matanya masih serius menatap ke depan. "Hari ini aku akan berkencan dengan seseorang."

Eh? Cepat sekali.

Sasuke mendelik ke arah gadis di sampingnya. Ia bisa melihat senyum bangga di bibir Sakura. Terlalu memerhatikan wajah Sakura membuat Sasuke kehilangan fokusnya dan—

"AHA! Aku menang!" seru Sakura sambil tertawa. "Hahahaha! Akhirnya aku mengalahkanmu, Sasuke-kun!" dengan bersemangat, gadis bermata hijau laut ini pun menyematkan jepitan berwarna merah di telinga Sasuke. "Hahahaha! Akhirnya aku bisa mengalahkan Uchiha Sasuke Si Raja Game!"

Sasuke cuma bisa mendengus melihat tingkah Sakura yang sepertinya sangat bahagia setelah berhasil mengalahkannya sekali. Hn, Padahal baru sekali.

I got a boy meotjin! I got a boy chakhan! I got a boy handsome boy nae mam da gajyeogan! —suara dering ponsel terdengar berbunyi tak jauh dari mereka.

Ketiganya segera menoleh ke sebuah ponsel yang diletakkan di atas meja kecil.

Dengan senyuman yang menghiasi wajahnya, Sakura pun meraih ponsel itu dan menerima panggilan yang masuk. "Halo?" sapa Sakura dengan suara yang sengaja dilembutkannya.

Sementara itu Sasuke dan Naruto hanya menatapnya bingung. Gadis aneh itu kenapa jadi makin aneh?

"Ya, tentu saja—apa?—tapi aku mau ganti baju dulu—oke, baiklah, sampai ketemu, Menma!"

Klik.

Sakura melipat ponsel flipnya. "See? I got a boy!"

Sasuke menatapnya datar. Sementara Naruto tampak sangat tak terima. "Hey hey! APA YANG KAULAKUKAN PADA SAUDARA KEMBARKU!"

"Aku hanya mengajaknya berkencan," jawab Sakura enteng. "Tapi bisa saja kami langsung jadian hari ini," timpalnya. "Kau tidak membuat peraturan yang melarangku untuk berkencan dengan adikmu, kan, Naruto?"

Naruto tak punya kalimat pembelaan.

"Ya sudah kalau begitu, aku mau ganti baju dulu. Bye!" Sakura segera berlari menuju lantai dua menaiki tangga kayu.

"Kurasa kau akan kalah," ucap Sasuke, mencoba memanaskan suasana.

"Ah tidak mungkin! Baru juga hari pertama!"

"Hn."

Beberapa menit kemudian Sakura turun dan sudah mengganti pakaiannya. Gadis itu mengenakan t-shirt lucu berwarna putih dengan hiasan buah stroberi besar di tengahnya. Untuk bawahan, ia hanya mengenakan jeans biru tua dan sepatu kets putih. Benar-benar simpel.

"Kenapa kalian menatapku seperi itu?" tanya Sakura pada dua sahabatnya—yang tengah menatapnya tak percaya. Ini Sakura, kan? Gadis yang cerewet dan makannya cukup banyak ... benar ia akan berkencan dengan seorang lelaki?

Baru saja Naruto akan menjawab, tiba-tiba terdengar suara seseorang mengetuk pintu rumahnya.

"Ah, sepertinya Menma sudah datang!" Sakura pun menuju pintu utama rumahnya; Sasuke dan Naruto mengekor di belakang.

Klik. Pintu dibuka.

Tampaklah sesosok lelaki tampan yang sangat mirip dengan Naruto. Mulai dari tinggi badan, garis mata dan garis dagunya yang tegas. Yang membuat lelaki ini sangat berbeda dengan saudara kembarnya hanyalah warna rambutnya yang tak berwarna kuning—melainkan hitam legam, dan juga tatapan matanya yang lebih menawan.

"Sore," sapanya ramah.

"Selamat sore, Menma!" balas Sakura penuh bahagia. "Aku sudah tidak sabar untuk menghabiskan waktu bersamamu!"

Menma tersenyum, dan senyumannya lebih baik dibanding cengiran aneh Naruto. "Aku juga."

"Oi, Menma!" panggil Naruto, "Kau serius akan berkencan dengan Sakura-chan?" sampai detik ini Naruto masih belum percaya bahwa sahabatnya yang tomboy itu akan berkencan dengan saudaranya sendiri.

"Naruto-nii, kau ada di sini? Kalian sudah saling mengenal?" Menma malah balik bertanya.

"Iya," jawab Sakura. "Kami berteman akrab di sekolah."

"Begitu rupanya." Menma mengangguk tanda mengerti. "Ada yang salah jika aku berkencan dengan Sakura?"

"Tentu saja—!"

"Ah ayo, Menma, kita pergi saja!" buru-buru Sakura memotong kalimat yang akan diucapkan Naruto. Apapun yang akan diucapkan makhluk berkumis itu, sudah pasti akan sangat merugikan dirinya. "Ah iya, Sasuke-kun, karena kita ini tetangga, aku titip kunci rumahku padamu ya?" ucap Sakura sambil berjalan keluar dari rumah, menyusul Menma yang sudah berada di motor besarnya. "Orang tuaku akan pulang pukul delapan malam."

Sasuke tak berkata apa pun. Lagipula ia tak bisa menolaknya.

"Kami pergi dulu," ucap Menma.

"Dadah~," Sakura yang kini sudah melaju bersama Menma melambai-lambaikan tangannya pada dua lelaki yang masih terdiam di pekarangan rumahnya.

Sulit dipercaya. Dalam waktu secepat ini ia sudah bisa mendapatkan seorang lelaki. Akankah Naruto dikalahkan oleh Sakura?

.

.

Sakura menatap bosan pada layar berukuran besar di depan sana. Saat ini ia dan Menma sedang berada di sebuah kafe yang tengah mengadakan acara nonton pertandingan bola bersama. Suasanan kafe sangat penuh dan gaduh. Tiap meja sudah dipadati pengunjung yang mayoritas laki-laki. Suara mereka yang ramai pun membuat kepala Sakura pusing.

'Mereka ini sedang nonton atau demo sih?' batin Sakura menggerutu. Karena di sini tak ada satu pun penonton yang bisa menutup mulutnya, kebanyakan dari mereka mengomel tak jelas saat Si Bundar yang diperebutkan para pemain di lapangan hijau itu tak berhasil masuk ke dalam gawang. Dan ketika bola tersebut mampu menjebol pertahanan keeper, teriakan membahana terdengar di seisi kafe—bahkan Menma pun melakukannya! Membuat gendang telinga Sakura terasa hampir pecah mendengarnya!

'KENCAN MACAM APA INI!' teriak Sakura dalam hati. Ia benar-benar tak tahan dalam keadaan seperti ini. Kalau tahu begini lebih baik ia menghabiskan waktunya di rumah untuk tidur awal saja, mengingat besok adalah hari senin. Monster Day.

Sakura pun mencoba menenangkan dirinya dengan meminum sebotol air mineral yang tadi dipesannya. Namun sial, saat cairan tersebut sudah masuk ke kerongkongannya, ada seorang pengunjung kafe yang menabrak punggungnya. "Khuk! Khuk!" Sakura pun tersedak.

"Eh, maaf, Nona, aku tidak sengaja," ucap Si Penabrak, seorang lelaki paruh baya yang tak dikenal Sakura.

"Sudahlah tidak apa," ujar Sakura malas. Lelaki itu pun pergi. 'Huh, dasar.'

"Ini," Menma menyerahkan sekotak penuh tisu pada Sakura. "Hati-hati kalau minum."

'Apa dia bilang! Hati-hati?' batinnya protes. Yang harusnya hati-hati itu kan lelaki asing tadi, bukan dirinya yang tengah duduk di kursinya! "Hmm." Sakura mengambil dua lembar tisu untuk mengusap bibir dan wajahnya. 'Harusnya dia membantu mengusap bibirku dengan tisu ini, pasti romantis. Huh, dasar!'

Penilaian Sakura terhadap kencan pertamanya ini, benar-benar buruk!

.

.

.

.

.

.

Langit siang ini begitu cerah. Sang Surya tampak bersemangat memancarkan sinarnya ke seluruh penjuru bumi. Hawa panas yang begitu menyengat membuat cairan tubuh lebih cepat berkurang daripada hari biasanya. Agar terhindar dari resiko dehidrasi, gadis belia bernama Haruno Sakura menyiasatinya dengan meminum minuman segar pelepas dahaga.

Maka di sinilah ia berada, di bawah sebatang pohon rindang, berada tak jauh dari laboratorium fisika. Berhubung pelajaran setelah istirahat ini adalah fisika, makanya ia memilih lokasi strategis ini. Sejuk, dan setelah ini ia tak perlu berjalan jauh lagi.

Tengah asyik menikmati minumannya sendirian melalui sedotan plastik, dari kejauhan ia melihat dua sahabatnya berjalan mendekat. Aduh, bahaya!

Sakura berniat untuk kabur, tapi sepertinya akan keliatan mencurigakan. Sejak pagi tadi Sakura memang terus menghindar dari dua lelaki tersebut. Pergi ke sekolah lebih awal dan sendirian, sampai di sekolah bersembunyi dulu perpustakaan, saat bel istirahat berbunyi dirinya langsung ke kantin tanpa menunggu Sasuke dan Naruto. Hari ini ia sedang tak ingin dekat-dekat dengan dua makhluk itu.

"Sakura-chan!" panggil Naruto. Sakura hanya membalasnya dengan senyuman tak ikhlas. Dari sudut lain, Sasuke bisa merasakan keganjilan di wajah gadis musim semi itu.

"Mau apa kalian ke sini?" tanya Sakura—yang terdengar sedikit ketus.

"Tentu saja kami ingin bersamamu, Sakura-chan!" jawab Naruto jujur. Naruto dan Sasuke lalu mengambil posisi duduk di dekat Sakura. "Boleh minta minumannya?" Naruto menunjuk minuman berbotol biru tua milik Sakura.

"Minum saja," ucap Sakura malas.

Dengan semangat Naruto meraih minuman tersebut, saat sudah di tangan, ia pun langsung meneguknya sampai habis. "Ahhh, segaaarrr~." Setelah memastikan minumannya sudah tak bersisa, sulung Uzumaki ini pun melempar botol plastik tersebut ke dalam tong sampah terdekat. "Arigatou, Sakura-chan!"

"Hmmmhhh," gumam Sakura ogah-ogahan.

"Bagaimana kencanmu semalam?"

JDEEER!

Sontak mata Sakura langsung tertuju pada lelaki berambut raven di depannya. "E—eh, k—kau bilang apa, Sasuke-kun?" Sakura berusaha memastikan apa yg baru saja didengar oleh telinganya. Jangan bilang ia menanyakan soal Menma!

"Ini tentang ... adik Naruto, Menma. Teman kencanmu semalam."

Sial!

"Mengapa kau jadi menanyakan itu sih, Sasuke-kun?" protes Sakura dengan nada sewotnya.

"Hanya penasaran."

"Kalau begitu aku tidak mau membahasnya!"

"Kenapa?"

"HAHAHAHA PASTI KAU GAGAL! IYA, KAN?" Naruto ikut-ikutan.

"Heeh! Diam kau!" bentak Sakura. Inilah alasan mengapa seharian ini Sakura berusaha menghindari Sasuke dan Naruto. Ia tahu, dua sahabatnya ini pasti akan menanyainya soal kencan semalam. Kalau saja kencan itu sukses, pasti saat ini Sakura sudah memamerkan kebahagiaannya pada dua makhluk ini. Ah, sayangnya kenyataan tak semudah yang ia bayangkan.

"Adikmu itu, sama sekali tidak menyenangkan."

"Hahaha, siapa suruh kaupergi kencan dengannya?" sindir Naruto. "Lagipula kau itu terlalu percaya diri. Mana mungkin adikku—yang sama kerennya sepertiku—mau dengan gadis berantakan sepertimu! Hahaha!"

Sakura yang sudah tak tahan lagi mendengar ocehan Naruto, mulai mengumpulkan tenaga di tangannya. Saat sudah merasa cukup, Telapak tangannya membentuk kepalan; melayang menuju jidat Naruto dan—

BUUKK!

"DIAM KAU, BAKA!" teriak Sakura penuh amarah. "AWAS JIKA KAU BERANI MENGATAIKU LAGI!"

.

.

"Hoaahhh," helaan napas panjang melintas di tenggorokan Sakura. Gadis muda ini tengah meregangkan otot-otot tubuhnya di atas kasur; berbaring telentang; merasakan lembutnya sprei hangat berwarna senada dengan rambutnya. Saat ini pikirannya sedang tenang. Merasakan damai saat berada di ruang pribadinya. Membiarkan rasa malas memenuhi tubuhnya. Melepas lelah setelah seharian tubuhnya bergerak aktif di sekolah.

Terbayang akan kegiatannya hari ini sekolah, Sakura jadi teringat kembali pada tantangan Naruto yang ditujukan kepadanya. Ia juga ingat bagaimana tadi Naruto puas mentertawakannya—bahkan saat Sasuke menatapnya, Sakura bisa melihat ada sensasi geli yang coba lelaki itu tahan di perutnya. "Menyebalkan! Awas saja kalau nanti aku dapat lelaki yang lebih keren daripada kalian berdua! ARGHHH!" amuk Sakura sambil meremas guling kesayangannya. Kadang ada waktu dimana Sakura begitu menyayangi Sasuke dan Naruto. Ikhlas mengorbankan waktu demi sahabat tercinta, rela membuang tenaga asal sahabat bisa senang.

Tapi ... ada pula waktu dimana Sakura merasa dua makhluk itu adalah makhluk yang paling mengesalkan di muka bumi ini! Makhluk yang kalau bisa, ingin ia padatkan lalu dimasukkan ke dalam botol kaca!

—salah satunya di saat seperti ini.

"Bagaimana aku bisa mendapatkan kekasih untuk hari sabtu nanti?" tanya Sakura, ia dalam posisi setengah berbaring; punggungnya bersandar di kepala kasur yang terbuat kayu, bagian tubuh bawahnya beristirahat di atas kasur yang empuk. "Apa aku harus menyerah?" Sakura menggigit pelan bibirnya. "Tapi ini baru hari kedua! Mana boleh aku menyerah secepat ini!" semangat menggebu mulai membakar Sakura. "Tapi ... aku harus berkencan dengan siapa?" keluh Sakura. Ia menekuk dua kakinya; memeluknya erat di dada; menyadarkan dagunya di atas sana. "Aku tidak mau kalah..."

"Hooaaam." Rasa kantuk mulai menginvasi matanya. Baru pukul delapan, dan Sakura sudah mengantuk. "Lebih baik aku tidur saja." Ia pun berbaring sempurna, selimut di atas kasur ia tarik hingga menutupi seluruh tubuhnya. "Selamat tidur, Sakura."

Baru saja mata emerald-nya hendak beristirahat, Sakura malah diganggu oleh suara klackson mobil yang memekik nyaring.

'TIIITTT TIIITTT'

"ARGHH!" teriak Sakura frustasi. "Baru saja tenang, sudah ada gangguan!"

'TIIITTT TIIITTT'

"Aduuh, siapa yang bertingkah seperti anak kecil malam-malam begini!" protes Sakura. Ia pun berlari menuju jendela kamarnya. Posisi kamarnya yang terletak di lantai dua memudahkan Sakura untuk memantau keadaan jalan di sekitar rumahnya dan rumah tetangganya. Dari balik kaca transparan, Sakura bisa melihat sebuah mobil hitam berhenti di depan rumah tetangganya, tepat di samping kiri rumahnya. "Mobil itu berhenti di depan rumah Sasuke-kun." Sakura terus memerhatikan mobil yang masih belum berpindah dari tempatnya itu. Tak lama kemudian, keluarlah sosok lelaki dari sana, cara bergeraknya begitu elegan—terlihat dewasa dan menawan. "Lho, itu 'kan Itachi-nii!" seru Sakura sambil berusaha memperbaiki cara memandang agar lebih jelas. Alhasil wajahnya kini telah tertempel rapat pada kaca jendela. "Sudah lama aku tidak melihatnya." Itachi terlihat kembali ke dalam mobilnya, lalu membawa mobilnya masuk ke area rumah kediaman Uchiha. "Kalau dilihat-lihat ... Itachi-nii tampan juga yah," ujar Sakura sambil menutup tirai jendelanya. Bekas uap air dari pernapasan Sakura yang mengendap di kaca jendela masih belum hilang. "Sudah lama aku tidak main ke rumah Sasuke-kun. Sepertinya banyak yang berubah."

Sakura kembali membaringkan tubuhnya di atas kasur. "Itachi-nii itu ... laki-laki, kan?" tanyanya polos. Sakura terdiam sejenak. Bayangan Itachi tersenyum manis mulai muncul di kepalanya. "Kalau begitu ...," bibir Sakura melengkung sempurna, "I got a boy!"

Ahh, besok akan jadi hari yang menyenangkan.

.

.

.

.

.

"Lihat jawaban nomor sembilan!" seru Naruto pada sahabat lelakinya yang duduk di seberang meja.

"Tch. Cari sendiri jawabanmu. Kalau tidak bisa baru liat punyaku."

"Haaahh, dasar Teme pelit!" Naruto langsung memasang muka masamnya. Sasuke—yang dipanggil Teme oleh Naruto—hanya tersenyum tipis.

"Ini," Sasuke menyerahkan kertas coretannya pada Naruto. "Lain kali cari sendiri," pesannya singkat.

"Hehehehe," Naruto tersenyum puas. Sambil menyengir bahagia, ia pun meraih kertas coretan Sasuke. "Arigatou, Teme!" secepat kilat lelaki bermata biru ini menyalin jawaban Sasuke ke dalam buku tugasnya. "Ini 'kan cuma pekerjaan rumah, tidak apa kalau jawaban kita sama."

Sasuke hanya memutar bola matanya. "Terserah."

Sore ini, Sasuke dan Naruto tengah menghabiskan waktu bersama di rumah kediaman keluarga Uchiha. Sebenarnya, tak ada jadwal apa pun untuk mereka berdua hari ini. Beberapa menit yang lalu, Sasuke berniat menghabiskan waktu dengan bermain basket di halaman belakang rumahnya. Tapi niat itu pupus saat Si Penggila Ramen itu berteriak kencang di depan pintu rumahnya. Awalnya Naruto bilang akan 'belajar bersama', namun nyatanya anak itu hanya menyalin bersih semua jawaban pekerjaan Sasuke. Hn, jenius.

Ketika Naruto tengah serius mencatat ulang jawaban Sasuke ke dalam bukunya; Sasuke tengah sibuk menatap gerakan tangan Naruto, mereka dikejutkan dengan suara bel rumah yang berbunyi.

TING TONG.

Keduanya segera menoleh ke arah daun pintu besar yang bercat biru tua.

TING TONG.

Bel kembali berbunyi.

Sasuke sebagai Sang Tuan Rumah pun beranjak bangun dan membukakan pintu tersebut untuk tamu yang datang.

Krieet. Decitan halus terdengar saat bungsu Uchiha ini membuka pintu. Dan ketika sudah terbuka, dari balik papan kayu besar tersebut, tampak seorang gadis dengan gaun berwarna putih susu yang membalut tubuhnya.

Onyx Sasuke melebar.

—tiga puluh detik berlalu dan matanya belum juga berkedip. Ah, jangan lupakan juga bibirnya yang sedikit terbuka.

"Sasuke-kun? Kau kenapa?" tanya Si Tamu heran.

"K—kau, k—kau ... kenapa jadi seperti ini?" Sasuke malah balik bertanya dengan suaranya yang terbata-bata.

"Eh? Aku kenapa?"

"Kau..." Sasuke tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Sedangkan matanya masih menatap wajah gadis di depannya.

"Teme!" panggil Naruto. "Hei!" ulangnya, namun masih tak ada tanggapan dari Sasuke. Penasaran, ia pun menyusul ke tempat di mana sahabatnya berada. "Kau kenapa? Siapa sih yang—!" Naruto mendadak membeku tatkala matanya menangkap sosok gadis berambut merah jambu dengan mini dress manis beserta highheels dua belas senti di kakinya.

"Sakura-chan?"

"Eh, ada Naruto juga? Ah, kau pasti meminta jawaban PR kimia dari Sasuke-kun, kan?" tebak Sakura.

Tapi ekspresi di wajah Naruto tak berubah, begitu pun Sasuke. Ekspresi dua lelaki tampan ini masih sama seperti beberapa detik lalu, terlihat kaget dan tak percaya terhadap apa yang sedang berdiri di depan mereka.

"Kenapa kalian melihatku sampai seperti itu?" tanya Sakura yang mulai resah dengan tatapan menukik dari Sasuke dan Naruto.

"Sakura-chan ... setan apa yang merasuki dirimu?" tanya Naruto serius. Ia bahkan mendekati Sakura dan menyentuh kening gadis tersebut. "APA YANG TERJADI PADA DIRIMU? SEJAK KAPAN KAU BISA MEMAKAI ROK DAN HIGHHEELS" Naruto histeris.

"Baka!" Sakura mendorong Naruto hingga membuat lelaki itu mundur beberapa langkah ke belakang—hampir saja menabrak Sasuke. "JANGAN SENTUH WAJAHKU!" pekik Sakura. "Aku menghabiskan waktu dua jam untuk berdandan seperti ini!" Sakura merapikan kembali tatakan poninya yang tadi sedikit berantakan.

"Apa yang terjadi pada dirimu?" kini giliran Sasuke yang bertanya. Kedua alisnya bertaut, menandakan bahwa lelaki ini begitu serius dengan pertanyaannya.

"Aku? Aku hanya bersikap seperti gadis pada umumnya ," jawab Sakura enteng. Polesan tebal merah menyala tampak menutupi sempurna warna pink alami bibir Sakura.

"Berlebihan," ujar Sasuke.

"Kenapa? Kalian tidak senang?"

"Bukannya begitu, Sakura-chan—"

"Ah sudahlah. Aku berdandan seperti ini karena akan pergi berkencan," jelas Sakura. "Naruto, kau jangan yakin menang dulu ya sebelum hari sabtu tiba. Karena sebentar lagi aku akan mendapatkan seseorang untuk dijadikan kekasih!"

"Jadi kau begini karena seorang lelaki?" —entah mengapa suara Sasuke jadi terdengar sangat dingin.

"Tentu saja! Apa tidak boleh?"

Sasuke tak langsung menjawab. Dikuncinya lekat-lekat tatapan mata Sakura selama beberapa sekon. Sesekali anak rambutnya berayun tertiup angin, namun Sasuke mengabaikannya. "Kau ... bukan seperti Sakura yang aku kenal."

DEG!

Sakura merasakan ada jutaan jarum tajam menerjang dadanya. Kalimat Sasuke barusan terasa begitu mengejutkan sekaligus menyakitkan.

"Sasuke-kun, aku—!"

Sasuke tak memerdulikan Sakura yang memanggilnya, ia langsung berbalik dan melangkah masuk.

"Teme, tunggu aku!" Naruto menyusul di belakang.

Di saat yang bersamaan, datang Itachi yang telah berpakaian rapi dengan kemeja berwarna abu-abu dan jeans hitam pekat. "Sakura? Baru saja aku akan menjemputmu," Ucap Uchiha Itachi yang tak lain adalah kakak laki-laki dari Sasuke.

Mendengar itu, langkah Sasuke terhenti—namun ia enggan menoleh ke belakang.

"Siap untuk menghabiskan waktu bersamaku?" tanya Itachi pada Sakura yang masih berdiri terpaku di ambang pintu.

"Itachi-nii, kau ... kau akan berkencan bersama Sakura-chan?" tanya Naruto.

"Begitulah," jawab Itachi singkat. "Sakura? Kenapa melamun?"

"Eh?" Sakura kembali mengumpulkan kesadarannya. "Ayo pergi. Hari sudah mulai gelap," ajak Sakura sambil pergi menjauh dari muka pintu menuju gerbang rumah Uchiha.

"Hn," respon Itachi. "Sasuke, aku pergi dulu."

Tubuh Sasuke serasa bergidik. Ia bahkan tak menyahut pamitan sopan dari Sang Kakak.

"Oi, Teme," panggil Naruto sambil menepuk bahu Sasuke. "Ternyata Sakura-chan nekat juga ya! Ia bahkan berani mengajak kakakmu kencan!" ucap Naruto tak percaya. "Apa menurutmu kali ini Sakura-chan akan berhasil?" tanya Naruto. "Apa Sakura-chan dan Itachi-nii akan menjadi sepasang kekasih?" lanjutnya.

Tangan Sasuke mengepal kuat. "Aku tak peduli, Naruto," desis Sasuke dingin. "Aku tak tahu dan tak mau tahu apa yang akan terjadi pada mereka berdua."

.

.

.

TBC

Ini kepanjangan ga sih? :o

Aku bingung mau motongnya dimana -_- jadilah sepanjang ini buat part I... part II-nya dalam masa pengetikan. Semoga aja ini cuma nyampe twoshots yaaa.. hahahaha aku gasanggup kalo jadiin MC... trus trus trus fic ini juga insya Allah tamat di tanggal 20 februari, TEPAT di hari kita XD 'SasuSaku Fanday'

Doain aja mengetik fic ini lancar wehehe ^_^

Ayo kalian ikutan partisipasi buat SSFD juga :3

Makasih banyak udah mau menyempatkan waktu untuk baca fic ini :D

Sila berikan komentar kalian, agar aku lebih semangat hihi XD

Ringtone ponsel Sakura: I Got A Boy (c) Girls' Generation.

cuplikan part II

"Apa yang terjadi padamu, Sasuke-kun?" tanya Sakura pada Sasuke yang sudah berada di bangkunya. Lelaki itu benar-benar tak memedulikan Sakura. Dia bahkan bersikap seolah tak ada siapapun selain dirinya sendiri di dalam kelas ini. "Hey! Aku berbicara padamu, Uchiha Sasuke!" pekik Sakura sambil berjalan cepat menuju bangku Sasuke.

.

"Siapa laki-laki itu?" bisik Sasuke. Mata onyx-nya menatap tak suka pada sosok lelaki yang juga satu sekolah dengannya. Lelaki dengan warna rambut coklat tua, ada tato merah terang di dua pipinya.

"Kalau tidak salah, dia itu Inuzuka Kiba, dari kelas 2-C," jawab Naruto. "Kudengar dia anak orang kaya."

.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya :D

With love, Lucifionne.