WARNING: This fanfiction may contain harsh words and adult things. Readers whom age under the specified story rating are not allowed.

Some typo, OOC type of characters, AU is the part of this fanfiction.


All characters of Naruto are © Masashi Kishimoto

The song in this fanfiction, "Marry Your Daughter" popularized by Brian Mcknight


"Kenapa tidak coba dinyanyikan saja, Shika? Bukankah lebih baik begitu?"

Shikamaru mendengus. "Aku tidak bisa bernyanyi, Sakura."

"Seorang pianis seharusnya paling tidak bisa bernyanyi dengan nada yang benar."

Shikamaru menghentikan kegiatannya di depan komputer. Ia lalu memutar kursi untuk dapat menatap Sakura yang berdiri di belakang kursinya.

"Kau menyindir? Lagian, aku bukan professional."

Wanita itu hanya memutar bola mata beriris emeraldnya. "Aku tahu, tapi bukan berarti kau benar-benar tidak bisa bernyanyi kan?"

"Iya tapi masalah piano itu urusan Naruto."

"Ayolah, Shika! Aku tahu kau bisa bernyanyi dan aku harap kau mengabulkan mimpi Ino bahwa seorang akan menyanyikan lagu favoritnya ini saat ia dilamar," Sakura memohon-mohon Shikamaru dengan puppy eyes andalannya.

"Sakura benar," jawab seorang pemuda dengan paras tampan yang duduk di pinggir kasur Shikamaru. "Lebih baik kau bernyanyi, Shika."

Shikamaru mendengus, apalagi ketika melihat Naruto mengiyakan perkataan Sasuke dengan memberikan anggukan yang mantap. "Sudah berapa kali kubilang aku akan melakukannya dengan caraku, guys."

Sedetik kemudian terdengar erangan kecewa Sakura karena ia tidak bisa membantu Ino mewujudkan impiannya.


.

Flo Deveraux present you a Shikamaru-Ino fanfiction:

Can I Marry Your Daughter?

.


"Kau ini lama sekali, pig! Shikamaru sudah menunggu dari tadi!" celoteh seorang wanita dari dalam ponsel yang kini digenggam oleh Yamanaka Ino.

"Kalau bisa teleportasi, sudah dari tadi aku di sana, forehead. Masalahnya ini sedang ada pembenahan jalan dan aku terjebak macet, bukan salahku dong!"

Wanita dari dalam ponsel tersebut terdengar sedang menghembuskan nafas panjang, menunjukkan bahwa dirinya sedang malas mengikuti acara menunggu Ino, sahabatnya. "Memangnya ada apa sih? Sampai Ibu menelponku segala?" tanya Ino.

Wanita berambut pirang panjang itu membunyikan klakson mobilnya untuk kesekian kali. Dia mengeuh berkali-kali bahwa seharusnya pembenahan jalan tidak dilakukan saat lalu lintas sedang padat seperti ini. Entah apa yang dipikirkan pemerintah sampai harus melakukannya disaat jadwal Ino sedang tak karuan begini.

"Jangan banyak bicara, sebaiknya carilah jalan keluar agar kau tidak berlama-lama terjebak macet."

"Hei! Tidak bisa begitu dong! Kau harus memberitahuku sekarang!"

"Why?"

"Karena aku mengeluarkan surat ijin tanpa ada keterangan yang jelas di saat rumah sakit sedang banyak pasien, jidat!"

"Katanya masalah itu sudah teratasi?"

Ino memutar bola matanya. Tidakkah sahabatnya mengerti bahwa meninggalkan pekerjaan sebagai dokter untuk sesuatu yang tidak jelas benar-benar tidak sesuai etika? Bagaimana kalau ada pasien yang tidak tertolong gara-gara dia ijin pulang lebih awal? Apa lagi dokter yang seharusnya hari itu bekerja shift malam sedang dikirim ke luar kota untuk menangani pasien di cabang rumah sakit di sana.

"Tsunade-san memang sudah mengambil shiftku. Tetapi aku tidak bisa menyerahkan tanggung jawabku begitu saja, Sakura."

"Iya, iya, aku tahu kau ini sibuk," jawab Sakura yang ada di seberang santai.

Ino mengendus. "Santai sekali kata-katamu?" Ia memindahkan mode bicaranya di ponsel ke mode speaker agar dia bisa berbicara dengan Sakura sambil tetap fokus ke jalanan. "Mentang-mentang kau itu model dan bisa seenak jidatmu ijin kerja kau meremehkan profesiku?"

"Aku tidak bilang begitu! Sudahlah, Ino. Kutunggu kau saja di sini. Ja-ne!"

"Hei!" protes Ino tidak jadi ia sampaikan karena lawan bicaranya sudah duluan mengakhiri pembicaraan tersebut.

Ino mengendus lagi. Melanjutkan fokusnya untuk menyetir. Ah, benar-benar menyebalkan. Rasanya Ino ingin menabrak barisan mobil-mobil di depannya itu jika ia bisa. Kenapa sih, ibunya selalu membuat dia repot ketika pekerjaan sedang benar-benar tidak bisa ditinggalkan.

Otaknya terus saja berpikir mengenai nasib pasien yang ia tinggalkan. Anehnya, Tsunade, seniornya sama sekali tidak keberatan ketika Ino menyerahkan kewajibannya kepada wanita tersebut. Kalau biasanya Ino yakin pasti sang senior akan marah-marah.

Sebenarnya apa yang dilakukan ibunya dan Sakura di rumah sampai menyuruh dia untuk segera pulang?

Adakah suatu rencana? Ya, tentu saja ada. Ino adalah bagian dari rencana ini.

.

Two days before…

.

Senyuman di wajah Shikamaru yang jarang terlihat kini mengembang. Ketika ia memastikan bahwa Tsunade, senior kekasihnya di rumah sakit tidak keberatan untuk ambil bagian dalam rencana, ia semakin percaya diri bahwa upaya yang ia lakukan nanti akan berhasil.

Ia menggumamkan "Arigatou gozaimasu" dan "Sayonara" kepada lawan bicara yang ia panggil 'Tsunade-san' di telepon. Ia memutus sambungan mereka. hatinya kini merasa sangat lega ketika mengetahui semuanya akan berjalan sesuai rencana.

Shikamaru menoleh kepada seorang wanita yang sama gembiranya seperti dia. Yamanaka Hana. Ibu dari kekasihnya.

"Aku tidak sabar, nak! Aku yakin kau bisa melakukannya."

Shikamaru hanya tersenyum manis. Ya, manis. Kau tidak salah baca. Shikamaru yang pemalas dan selalu menganggap hampir semua yang pernah tercipta di dunia ini merepotkan tersenyum manis pada nyonya besar Yamanaka itu. Ia menatap kedua sahabatnya yang tengah sibuk dengan ponsel masin-masing semenjak Shikamaru menghubungi rumah sakit tempat Ino bekerja.

"Berjanjilah tidak ada yang memberitahu paman Inoichi dan Ino dulu."

"Itu sih pekerjaan mudah," sahut Naruto santai. "Aku akan menghubungi event organanizer dulu. Kupastikan tim mereka sudah siap untuk acara lusa."

"Oh, ya bagaimana dengan paman Inoichi?" tanya Sasuke.

"Acara ini memang sengaja disesuaikan dengan jadwalnya. Masalah Inoichi, biar bibi saja yang mengurus."

"Baiklah, tinggal pentas," sahut Shikamaru senang. Ia tidak percaya ia akan melakukan hal yang paling merepotkan yang pernah ia lakukan.

Sasuke hanya mengangguk sembari memasang senyum mengejek Shikamaru. "Tak kusangka kau akan melakukan ini. Kukira semua yang berbau romantic itu sangat merepotkan," sindir Sasuke.

"Biarlah sekali-kali Shika jadi anak yang romantis, Sasuke-san," ujar ibu Ino.

Sasuke dan Naruto tertawa kecil mendengar wanita itu berkata demikian. Shikamaru tidak mempedulikan mereka bertiga. Kakinya melangkah ke arah grand piano hitam yang terletak di tengah-tengah ruang tamu kediaman Yamanaka yang terbilang sangat luas tersebut. Ia duduk di atas kursi yang berhadapan dengan piano. Jemarinya mulai memainkan melodi sebuah lagu yang sudah terpatri permanen di otaknya. Melodi lagu yang akan ia persembahkan khusus untuk sang ayah kekasih dan pujaan hatinya lusa. Seharusnya bagian piano memang urusan Naruto, berhubung ia juga sudah mulai menghapal setiap not yang tertera di partiture lagu tersebut, Shikamaru memutuskan untuk memainkannya kala itu.

Kini ia hanya perlu berharap semuanya akan berjalan sempurna. Tapi akankah semuanya berjalan sempurna dengan rencananya ini?

'Mendokusai…' pria tersebut kembali mengucapkan mantera andalannya dalam hati ketika otaknya mempunyai ide yang sebenarnya sangat brilian. Ya, Shikamaru butuh rencana B.

.

Present…

.

Fajar sudah merangkak ke peraduannya. Cahaya matahari yang menerangi bumi sudah tak seterang tadi siang. Jarum panjang jam tangan Yamanaka Inoichi sudah bergerak tiga puluh menit semenjak dirinya keluar dari bandara. Kini, sedan hitam yang digunakan untuk menjemputnya telah memasuki halaman depan rumahnya yang luas.

Ia sempat melihat beberapa mobil yang sedang terparkir di halaman tersebut dan berjajar rapi di depan rumah. Mobil-mobil yang ia pikir milik teman-teman Ino. Istrinya sempat mengatakan di telepon dua hari yang lalu bahwa putrinya tersebut akan mengadakan pesta di rumah bersama kekasihnya, Shikamaru. Tidak tahu menahu dirinya mengenai acara dalam rangka apa yang diselenggarakan putrinya tersebut. Inoichi terlalu capek dengan beban pekerjaannya untuk memikirkan hal sekecil itu.

Tapi sepertinya rencana untuk istirahat nyaman malam ini akan sedikit terganggu karena pria tersebut yakin anaknya akan menyetel musik dengan keras.

Inoichi menghela nafas sebelum seorang pelayan membukakan pintu mobilnya. Pelayan tersebut ber-ojigi kemudian memberikan salam,"Selamat datang kembali, Yamanaka-sama."

Inoichi hanya tersenyum. "Turunkan barang-barang di bagasi ya!"

"Hai!"

Kepala keluarga Yamanaka tersebut melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah. ia celingukan mencari istrinya.

"Rupanya kau sudah pulang ya?" suara lembut istrinya masuk ke dalam indera pendengarannya. Bukannya mencium pipi pria tersebut –seperti yang biasa sang istri lakukan ketika dirinya pulang dari luar kota, Hana malah menyeret suaminya ke halaman belakang.

"Hei, aku ini baru sampai. Mau kemana?"

"Ke acaranya Ino."

"Kukira itu pesta dengan teman-temannya?"

Hana tersenyum kepada suaminya. "Bukankah lebih sopan kalau tuan rumah menyapa teman-teman Ino?" Inoichi menghembuskan nafas, pasrah. Padahal ia ingin langsung ke kamarnya, kenapa malah jadi begini?

Ketika mereka sampai di halaman belakang rumah, yang Inoichi lihat hanya beberapa teman akrab Ino dan Shikamaru –yang jelas ia tidak kenal. Namun, pria separuh baya tersebut kaget karena tidak menemukan pasangan yang menyelenggarakan acara tersebut. Malah ia menemukan beberapa sanak saudara yang hadir. Tidak ketinggalan keluarga Nara. Tapi apa yang mereka lakukan di acara Ino ini?

Dahinya semakin berkerut melihat grand piano kesayangan putrinya sudah ada di atas taman di samping kolam renang. Tidak hanya itu, halaman belakang rumahnya sudah dipenuhi dengan dekorasi lampu kecil berwarna-warni yang dinyalakan beriringan dengan tenggelamnya sang surya, menggantikan cahaya abadi itu dengan kelap-kelipnya. Beberapa meja yang sudah terisi dengan makanan dan minuman serta meja untuk makan bersama tertata rapi di taman yang mengelilingi kolam renang.

"Paman Inoichi!" seorang memanggilnya dari kumpulan yang ia tahu benar adalah keluarga Namikaze. Salah satu anggota dari keluarga besarnya.

"Naruto?" kini ia menatap Naruto dan istrinya bergantian. "Sebenarnya acara apa ini? Mana Ino?"

Naruto terekeh. "Ino belum pulang, paman."

"Kan dia yang mengadakan acara ini-"

"Sudahlah, sebaiknya kau duduk saja menunggu Ino," bujuk istrinya.

"Itu benar! Aku akan membuatkan paman teh saja," sahut Naruto sambil menuju ke meja minuman di mana terdapat dispenser berisi teh, jus, air ineral, beberapa botol wine dan vodka di atasnya.

Inoichi yang pasrah akhirnya mendudukan diri di atas salah satu kursi di pinggir kolam renang. Ia kemudian mengucapkan "Arigatou" pada Naruto yang menyodorkannya secangkir teh hangat. Masih dengan sejuta pertanyaan yang terlintas di dalam benaknya, sesekali Inoichi menyesap tehnya. Ia terlalu lelah untuk memberikan banyak komentar.

Retinanya kemudian menangkap dua orang perempuan yang baru saja keluar dari dalam rumahnya.

"Konichiwa, paman Inoichi!" seru seorang gadis berambut merah muda yang Inoichi kenal sebagai sahabat Ino.

Gadis itu dan seorang lainnya yang berambut ungu tua menunduk, melakukan ojigi. Inoichi membalasnya dengan sekali anggukan. "Kalian tidak lihat Ino?"

"I-Ino barusan s-sampai, paman. Sebentar lagi a-acaranya dimulai," jelas putri sulung dari rekan bisnisnya tersebut, Hyuga Hinata.

Inoichi menaikkan alisnya. "Sebenarnya ini acara siapa sih? Kenapa Ino malah terlambat?"

"Sudah, paman lihat saja nanti," kata Sakura sembari tersenyum. Ia kemudian mengumumkan kepada seluruh penghuni halaman belakang tersebut mengenai Ino yang baru saja sampai di rumah. Tak lupa gadis tersebut meminta semuanya untuk bersiap.

"Bersiap?"

"Sudahlah, Inoichi. Nikmati saja pertunjukannya," sahut seorang yang ia kenal. Kerabatnya, Namikaze Minato. Pria tersebut memegang gelas yang setengahnya berisikan wine, sementara tangannya yang lain menepuk pundak Inoichi pelan.

Sekali lagi Inoichi pasrah. Ia kemudian berdiri ketika melihat putrinya yang terbengong-bengong menatap halaman belakang rumahnya yang didekorasi. Hinata menuntun wanita itu untuk memasuki halaman belakang. Ino melepas jas dokternya, memberikan benda itu kepada Naruto sembari masih tidak percaya.

"Ada apa ini?"

"Menurutmu?" tanya balik Naruto.

Pria tersebut kemudian menggantungkan jas Ino di salah satu leher kursi. Ia menggandeng adik sepupunya tersebut ke depan piano dan tersenyum penuh arti.

"Aku tahu kau pasti bingung, paman Inoichi juga," katanya memulai sesi sore itu. "Tetapi ini semua didedikasikan untuk kalian berdua. Khusus." Naruto menatap iris biru di hadapannya. Ia meraih kedua tangan Ino dan berkata,"Aku rasa sudah cukup kau terlalu sibuk dengan profesimu, Ino. Aku juga merasa sudah seharusnya kau mengakhiri hubungan asmaramu."

"Apa?!" tanya Ino tidak percaya. Jadi semua ini dibuat untuknya demi memutuskan Shikamaru? Hell no!

"Bukan begitu. Kau sudah seharusnya bertunangan dengan Shikamaru, pig!" celoteh Naruto kesal karena Ino salah mengartikan kata-katanya. "Aku tahu kau sibuk, tapi aku tidak mau kau jadi perawan tua." Ino menggembungkan pipinya mendengar kata-kata sang kakak yang meledeknya barusan.

"Lalu aku harus 'gimana, onii-chan?" tanyanya dengan suara manja.

"Hei dengar, aku tidak mau paman Inoichi marah-marah seperti dulu semasa kau masih pacaran dengan Shikamaru. Jadi kali ini, dia melakukannya dengan cara berbeda."

"Dia? Melakukan apa?"

Naruto tersenyum kemudian ia mencium kening sang adik dan membalikkan badan Ino. Sungguh tidak percaya, Ino kini melihat Shikamaru yang keluar dari dalam rumah. Ia melihat pria tersebut berjalan ke arah sang ayah yang tengah duduk.

"Inoichi-sama…"

Inoichi bereaksi, ia berdiri dari tempat duduknya dengan masih menyimpan tanya. "Ada apa?"

Shikamaru tersenyum. "Mari, kita ke sana saja." Shikamaru mempersilakan Inoichi untuk berjalan dahulu ke tempat di mana Ino berdiri.

Naruto terlihat memposisikan diri untuk duduk di atas bangku piano. Sementara Shikamaru berdiri di hadapan Ino dan ayahnya. "Aku tidak keberatan kalau paman setelah ini akan memarahiku lagi seperti dulu. Aku tidak keberatan paman mengusirku setelah ini, tapi biarkan aku sedikit berusaha."

"Maksudmu apa, Shika? Paman tidak mengerti."

"Semuanya akan aku jelaskan di sesuatu yang aku persembahkan khusus untuk kalian berdua."

Naruto pun memulai aksinya memainkan sebuah lagu tanpa vocal yang mengiringinya ketika Shikamaru selesai mengucapkan kalimat yang menjadi kode.

Seketika lampu-lampu yang menggantung di sekitar kolam renang menyala. Cahaya lampu tersebut menyamai terangnya dengan lampu kelap-kelip yang memang sedari tadi sudah dinyalakan. Yang membuat hati Inoichi dan putrinya terenyuh adalah deretan lampu tersebut membentuk sebuah tulisan yaitu…

"Yamanaka Ino, let me be your last, your heart, your only one. Let me be yours," tulisan yang sama dengan kalimat yang disampaikan ke Ino. Shikamaru menyampaikan sebuket bunga mawar putih yang sedari tadi tergeletak di atas pianonya. Ino menerima buket itu. Ia menatap sang kekasih dengan tatapan tidak percaya saat Shikamaru kali ini berujar untuk sang ayah,"Paman Inoichi…"

Kata-katanya menggantung. Setelah itu kata per kata yang disampaikan Shikamaru bersamaan dengan diangkatnya deretan gabus yang sudah dibentuk kata-kata oleh orang-orang yang berdiri di sekitar kolam renang. "Can I marry your daughter?"

Ino menutup mulutnya yang terbuka karena tidak percaya. Sementara sang ayah justru tidak berkata apa-apa. Pria tersebut rupanya juga kehabisan kata-kata.

1 menit…

2 menit…

3 menit tidak ada jawaban dan suasana malah menjadi canggung. Otak Shikamaru kemudian berencana untuk menjalani strategi selanjutnya. Ia kemudian menarik tangan Ino untuk berdiri di sisi piano, mengajak sang ayah pula untuk berdiri di sampin putri tercintanya lalu mengusir Naruto dari bangku piano dan mengambil alih tugas sahabatnya itu.

"Mau apa kau?"

"Plan B!" bisik Shikamaru pada Naruto. Naruto hanya manggut-manggut lalu undur diri dari tempat dan menuju ke tempat Sasuke yang sedang merekam momen tersebut.

Shikamaru kemudian mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan menaruh benda tersebut di atas piano. Sejurus kemudian dentingan piano mulai terdengar kembali.

Shikamaru menghentikan permainan pada intro lagunya sebentar sebelum akhirnya ia menoleh melanjutkan.

"Sir, I'm a bit nervous about being here today," Shikamaru memulai untuk bernyanyi. Ya, rencana Bnya adalah bernyanyi. Memang sangat dan sungguh merepotkan. Tapi ini demi kekasihnya, apa ruginya bagi ia sih?

"Still not real sure what I'm going to say. So bare with me please if I take up too much of your time.."

Shikamaru menaruh pandangan teduhnya kepada sang kekasih. "See in this box is a ring for your oldest, she's my everything and all that I know is it would be such a relief if I knew that we were on the same side. Very soon I'm hoping that I.."

Sakura memilih untuk menyetel lagu tersebut di versi drum ringan dan iringan lainnya agar nampak seperti lagu asli. Yah, dia yakin Ino akan speechless setelah lagu ini selesai nanti.

"Can marry your daughter and make her my wife, I want her to be the only girl that I love for the rest of my life…"

Shikamaru kini bernyanyi dengan tulus dari lubuk hatinya yang terdalam.

"And give her the best of me 'till the day that I die, yeah… I'm gonna marry your princess and make her my queen. She'll be the most beautiful bride that I've ever seen…"

Ino mengeratkan genggamannya pada tangan sang ayah. Ia menatap ayahnya yang sama sekali tidak berkutik. Senyum putri Yamanaka tersebut terus mengembang.

"I can't wait to smile when she walks down the isle, on the arm of her father…"

Ino kembali menatap sang kekasih dan membiarkan kepalanya bersandar di lengan sang ayah.

"On the day that I marry your daughter…"

Shikamaru kembali memainkan melodi. Dan suaranya –yang sebenarnya merdu, kembali mengalun diiringi melodi piano.

"She's been hearing for steps since the day that we met, I'm scared to death to think of what would happen if she ever left…"

Seisi penghuni halaman belakang tersebut semakin tersenyum penuh arti menyaksikan aksi Shikamaru.

"So don't you ever worry about me ever treating her bad. I've got most of my vows done so far. So bring on the better or worse…"

Shikamaru menoleh ke arah calon mertuanya yang kini terlihat bergetar.

"And tell death do us part, there's no doubt in my mind…"

Inoichi terpaku, pandangannya menjadi tidak tentu. Anak ini… benar-benar mencintai putrinya.

"It's time… I'm ready to start."

Shikamaru tersenyum kepada ayah sang kekasih kemudian menunjuk dadanya ketika ia sampai pada bagian selanjutnya. "I swear to you with all of my heart..."

"I'm gonna marry your daughter and make her my wife, I want her to be the only girl that I love for the rest of my life and give her the best of me till the day that I die…"

Ino berusaha matia-matian untuk tidak mengeluarkan air yang menggenang di pelupuk matanya sekarang. Tapi sia-sia, pipinya mulai dialiri dengan derasnya air mata yang keluar. Ia kemudian beralih ke belakang Shikamaru dan memeluk pria itu erat dari belakang.

"I'm gonna marry your princess and make her my queen. She'll be the most beautiful bride that I've ever seen. I can't wait to smile…"

Pria tersebut menoleh ke arah wanita yang tangannya mengalungi leher Shikamaru.
"As she walks down the isle on the arm of her father. On the day that I marry your daughter…"
Shikamaru meraih tangan Ino dan menciumnya lembut.

"The first time I saw her… I swear I knew that I say I do…"

Ino menarik tangan ayahnya dan memeluk pria terhebat yang pernah Ino temui tersebut. Memandang wajah sang ayah yang juga sudah dibasahi dengan air mata haru.

"I'm gonna marry your daughter and make her my wife

I want her to be the only girl that I love for the rest of my life and give her the best of me 'till the day that I die…"

Ino tidak peduli dengan wajahnya yang sudah entah berbentuk seperti apa kini. Ia benar-benar tidak peduli. Satu hal yang ia pedulikan kini adalah pria yang sedang mendentingkan piano itu adalah pria yang mencintainya sungguh. Lagu tersebut sudah berhasil membuktikan seberapa besar cinta sang romeo untuknya.

"I'm gonna marry your princess and make her my queen

She'll be the most beautiful bride that I've ever seen

I can't wait to smile as she walks down the isle

On the arm of her father…"

Shikamaru berhenti sebentar, ia menoleh ke arah Ino sekali lagi.

"On the day that I marry your daughter."

Baris terakhir tersebut diiringi dengan alunan melodi akhir yang menutup rencana B Shikamaru.

Inoichi langsung menarik lengan kekasih putrinya tersebut ketika pria nanas tersebut beranjak dari bangku pianonya, memeluk pria itu hangat seperti saat ia memeluk anaknya sendiri. Ia tidak dapat memungkiri bahwa Shikamaru telah menyentuh hatinya yang terdalam, membuatnya merasakan haru yang teramat sangat.

"Ya, Shikamaru! Ya, kau boleh menikahi putriku!" serunya membuat Shikamaru terbelalak namun sedetik kemudian tersenyum lembut. Rencananya berhasil.

"Arigatou, paman."

Inoichi melepaskan pelukannya. Kedua tangannya kini memegangi pundak Shikamaru erat. "Tidak, seharusnya aku berterima kasih kepadamu sudah mencintai Ino."

Ayah Ino kemudian melepaskan genggamannya pada pundak Shikamaru dan membiarkan sang romeo bertemu dengan julietnya. Shikamaru menghampiri Ino yang masih tersenyum dengan mata yang masih dialiri air.

Ia meraih kedua tangan Ino dan meremasnya pelan. Tangan kirinya mengambil kotak merah yang tadi ia letakkan di atas piano, membukanya dan menyodorkan kotak tersebut ke hadapan Ino. "Will you marry me?" tanya Shikamaru.

Iris biru Ino masih menatap isi kotak itu. Sederhana namun indah. Dengan mantap dan tanpa keraguan ia menganggukan kepalanya.

Shikamaru tersenyum bahagia, sama seperti semua orang yang menyaksikan drama di depan mata mereka. Sepertinya kejutan dan rencana Shikamaru berhasil!

Ia mengangkat tubuh sang pujaan hati dan mencium bibir mungil gadis itu, memutar-mutarkannya di udara diiringi dengan tepuk tangan meriah dari saksi mata yang ada.

Shikamaru menurunkan tubuh Ino, menempelkan dahinya dengan dahi wanita yang ia kasihi itu.

"I love you," bisik Shikamaru.

"I love you more," jawab Ino tak mau kalah.

"I love you most, Ino."


~ The End ~


Flo: Yeee, Shika mah ga konsisten. Katanya lagunya mau dibikin kayak waktu si Gadhing Martin nembak Giselle? Mana?!

Shika: *njitak Flo* Sutradaranya siapa juga?

Flo: Ini nih, gara-gara RED fic ini sampai terlantar. Naruto sih ga ngasi ide! Kurang greget kah? :(

Naru: *rasengan Flo*

Flo: Oke, oke! Gomen! Yang penting ini udah update kan? Readers suka saya senang, readers review and fav saya bahagia :D YOSH! Maaf kalau banyak typo dan alur terasa sangat rush. Dan saran nih waktu baca bagian Shika nyanyi sambil ndengerin lagunya Brian Mcknight - Marry Your Daughter (sudah tercantum di disclaimer). Arigatou gozaimasu, minna-san!

.

Special thanks to:

Alleth-chan, Miss Kurama-chan, WIKAN, Yola-ShikaIno, Natsuya32, kanamd, NaMIKAze Nara, Chika, Minori Hikaru, Puput Mochito, Saqee-chan, Hee-RinA

And all the readers who don't give the review.

You guys had support me so much! I'm not a word person but all I gotta say is I love you and I hope you don't mind if give a review to my other fanfiction!

Sayounara 3

.

Monday, February 11, 2013

12:52 AM

Flo Deveraux