YA-HA….!

Yaaa… saia datang dengan janji yang lebih dari setahun lalu saia omongin… semoga aja masih inget ya sama Sora, Izumi, Yutaro, dan Yuya junior… buat yang lupa silahkan baca lagi Wakareru?-nya XDD

Ini cuma cerita ringan tentang keluarga Hiruma dan Kobayakawa. Gomen yang nunggu SenaSuzu, buat chap pembuka ini HiruMamo,, ehehe

saia berterima kasih banyak, buat yang udah ngikutin cerita ini, dari Devil Babysitter, Wakareru?, dan Shiawase. saia udah banyak baca fic yang bertema keluarga dengan pair HiruMamo. dan saia sangat berterimakasih karena banyak juga yang suka sama Sora dan Izumi, dan yang pasti... terima kasih banyak juga, karena Wakareru? menang di IFA 2011, bahagia banget rasanya, pokoknya saia mau ngucapin makasih karena selalu mendukung cerita ini, dan setia juga nunggu lanjutannya yang sangat lama ini.

HIIEEE... kata makasihnya banyak banget ya... ya udah kita mulai aja ceritanya..*buka tirai*

Dislaimer: Riichiro Inagaki & Yusuke Murata

Pair: Sena Kobayakawa x Suzuna Taki

Youichi Hiruma x Anezaki Mamori

Genre: family, humor, drama

Rate: K+

Warning:Sequel of Wakareru?, OOC, OC, typo, gabungan dari fic Wakareru? dan Akuma Island*lagi*, gaje, abal, jelek, gagal, dan segala keburukan lainnya…

Happy Reading..

LIBURAN KE NERAKA

.

.

.

Chapter 1

One Night at the Devil's House


"Tadaima…!"

Suara-suara malaikat kecil itu terdengar bergema di kediaman keluarga Hiruma. Mamori yang kini tengah menggendong bayi laki-laki berusia delapan bulan tersenyum kecil sebelum akhirnya menyambut mereka.

"Okaeri… Sora-kun, Izumi-chan," ia tersenyum pada dua anak manis itu.

Si kembar kebanggaannya balas tersenyum. Bahkan Sora. Dia yang dulu sangatlah mirip dengan ayahnya yang menyebalkan itu kini sedikit berubah menjadi manis sejak memiliki adik.

"Halo… adik sialan," sapa Sora pada Yuya yang berada dalam gendongan ibunya. Oh… ternyata dia masih seperti Youichi. Memang benar-benar anaknya.

Izumi mengecup pipi Yuya yang tembem dengan gemas sementara Sora menatapnya dengan satu alis terangkat, "Kau mau membunuh adik sialanku, heh, adik sialan?!" hardik Sora tajam.

"Sudah, kalian berdua cepat mandi dan ganti baju, sebentar lagi makan malam," Mamori menatap dua malaikat itu lekat-lekat.

Sekali lagi mereka tersenyum. "Baiklah, bu," jawab mereka kompak lalu mulai berlarian menuju kamar mereka masing-masing.

"Kau tunggu di sini ya sayang, ibu mau menyiapkan makan malam, sebentar lagi ayahmu pulang… kau rindu padanya?" Mamori berbicara pada bayi mungil dalam gendongannya yang direspon dengan sebuah tawa kecil. Kalau sedang tertawa begini, dia benar-benar mirip ayahnya. Pelan-pelan wanita berparas cantik itu menidurkan Yuya kecil dalam box bayi yang sengaja diletakan Youichi di ruang keluarga.

Sebentar lagi pria itu pulang dari latihannya. Mamori tersenyum kecil, ia harus segera menyiapkan makan malam dan air panas untuk mandi. Suaminya itu pasti sangat lelah.

"Istri sialan!"

Panjang umur. Pikir Mamori. Baru saja memikirkannya, Youichi sudah pulang. Mamori bergegas menemui sang suami. "Okaeri… Youichi!" sambutnya sambil menunjukan senyum paling manis.

"Hm," Youichi menjawab seperlunya sambil mengangsurkan sport bag pada Mamori. Ia sendiri melepas sepatu.

"Kau mau makan dulu atau mau mandi dulu?" tanya Mamori. Sebuah pertanyaan rutin yang selalu ia ungkapkan saat Youichi pulang.

"Aku lapar, istri sialan. Aku harap kau masak makanan enak hari ini." Youichi menjawab, nada bicaranya santai dan tegas seperti biasa. Sebuah seringai yang makin membuat wajahnya terlihat tampan muncul di bibirnya. Satu tangannya merangkul bahu Mamori, sedikit menyeret istrinya itu masuk.

"Berikan salam dulu pada si jenius, dia kangen padamu tuh." Mamori menunjuk Yuya yang berbaring dalam box sambil menendang-nendang udara.

"Aku mau ganti baju dulu, aku tidak mau kalau bayi sialan itu mengompoliku lagi!" Youichi menggerutu sambil melangkah masuk ke kamar meninggalkan Mamori yang terkikik pelan.

Sedetik setelah tawanya berrhenti, Mamori menyusul suaminya ke kamar. Ia meletakan sprot bag milik Youichi lalu kembali ke dapur untuk mengangkut masakannya yang masih hangat ke meja makan.

"Youichi, Sora-kun, Izumi-chan, makan malam sudah siap!" Mamori mengumumkan. Dan tidak lebih dari tiga menit, suami serta anak-anaknya sudah duduk manis di ruang makan.

"Sebentar lagi liburan musim panas." Izumi memulai pembicaraan.

Mamori yang tengah memberikan botol susu pada Yuya menatap putrinya dengan pandangan lembut. "Lalu?" tanyanya. Padahal Mamori tahu kemana arah pembicaraan putri kecilnya itu. Ia beranjak ke tempat anak-anak serta suaminya berada.

"Tentu saja liburan!" Sora menjawab pertanyaan ibunya.

Ah, mereka memang tambah kompak. Pikir Mamori. Wanita itu tersenyum lalu melirik suaminya. "Bagaimana, Youichi?" ia meminta pendapat. Bagaimana pun, Youichi adalah orang sibuk yang selalu sudah mengatur jadwal kegiatannya sampai berbulan-bulan ke depan.

"Memangnya apa yang kalian inginkan, bocah-bocah sialan?" Youichi bertanya.

"Tentu saja liburan, ayah!" jawab Izumi dan Sora kompak.

"Sudah, sekarang kalian makan dulu, nanti kita bicarakan lagi." Kata Mamori mengakhiri pembicaraan itu. Ia mengambilkan nasi untuk mereka dan dirinya sendiri. Kemudian keluarga kecil itu makan dalam diam. Sesekali terlihat Mamori mengecek Yuya yang 'tak jauh dari mereka. Memastikan kalau jagoan kecilnya baik-baik saja.

"Bagaimana kalau pulau Akuma?" tanya Youichi setelah semuanya selesai makan.

"Uhuk!"

"Kau baik-baik saja, istri sialan?"

Pertanyaan Youichi itu tiba-tiba saja membuat Mamori tersedak. Ia menatap Youichi serta Sora dan Izumi yang tampak cemas. Baiklah, Izumi terlihat cemas, Sora biasa saja, sementara Youichi terlihat bingung.

"Tidak apa-apa, hanya saja, kenapa tiba-tiba kau menanyakan soal pulau itu?" mata Mamori menatap emerald kesukaannya sambil meneguk minumannya.

"Bukannya bocah-bocah ini minta liburan?" Youichi balik bertanya sambil menaikan sebelah alisnya.

"Pulau Akuma?" Sora dan Izumi memekik bersamaan.

"Maksud ayah, ayah mau mengajak kami ke sana?" tanya Izumi antusias.

Youichi hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Ayo ke sana!" seru Sora dan Izumi berbarengan lagi.

"Huuuuuwwwwwaaaaaa…..!"

Yuya kecil memekik keras saat mendengar seruan dua kakaknya. Dia pasti kaget. Mamori segera melesat dari tempatnya menuju malaikat kecil itu. Ia mengangkatnya perlahan. Yuya masih menangis dengan keras.

"Sayang, cup-cup-cup, maaf ya… kakak memang berisik, Yuya kaget ya?" Mamori menepuk punggung mungilnya dengan sangat lembut. Wanita itu merasakan Yuya beringsut ke dadanya, mencari perlindungan. "Ibu di sini sayang, jangan menangis lagi ya," malaikat cantik itu memberikan sebuah kecupan ringan di kepala Yuya sambil berjalan menuju anggota keluarganya yang lain.

"Eeh… ?"

Mamori sedikit tercengang. Ruang makan ini sudah bersih. Tampak Youichi bersama Sora dan Izumi tengah sibuk di dapur. Apa yang sedang mereka lakukan? Pikir Mamori, ia berjalan pelan dan mengintip dari balik pintu yang terbuka. Mereka sedang membereskan bekas makan malam tadi ternyata. Diam-diam wanita cantik itu tersenyum kecil.

"Terima kasih, semuanya, kalian membantu pekerjaanku." Mamori menghampiri mereka sambil tetap tersenyum.

"Sudah seharusnya kau berterima kasih, istri sialan." Balas Youichi sambil menyeringai.

"Yaah…" Yuya menggeliat dalam gendongan Mamori. Sepertinya dia ingin digendong Youichi. Tangannya yang mungil seolah berusaha menggapai ayahnya.

"Yaah.."

Yuya masih mengulurkan tangannya. Ia berusaha lepas dari gendongan Mamori. Sepertinya dia benar-benar ingin bersama sang ayah. Tidak bertemu seharian ternyata membuat bayi mungil ini rindu pada Youcihi.

"Apa setan kecil sialan?" tanya Youichi sambil sedikit membungkuk. Menyetarakan tingginya dengan Yuya.

"Jangan memanggilnya dengan sebutan sialan!" Mamori mendesis. Meski ia tahu, berapa kali pun memprotes, Youichi tidak akan pernah mendengar.

"Ya… yaa… Yaah…." Tangan Yuya meraih kaos hitam yang dipakai Youichi. Ia lagi-lagi berontak dari gendongan ibunya dan memaksa masuk dalam dekapan Youichi.

"Dasar merepotkan." Youichi menggerutu sebelum akhirnya mengambil alih Yuya dari gendongan istrinya.

Mamori tersenyum kecil saat jagoannya itu tertawa renyah begitu Youichi menggendongnya. "Jangan nakal pada ayah ya sayang." Ia mengecup Yuya sebelum membantu Sora dan Izumi yang tengah mencuci piring. "Terima kasih banyak, sayang. Sudah, biar ibu lanjutkan. Kalian belajarlah." Mamori mengusap puncak kepala dua buah hatinya bersamaan.

"Kita benar akan berlibur ke pulau Akuma kan, bu?" tanya Izumi seraya mencuci tangannya.

"Yah… tentu saja." Jawab Mamori sambil mengangsurkan handuk kecil pada Izumi.

"Kita ajak Yutaro dan ayah-ibunya?" Izumi bertanya lagi.

"Tidak," jawab Sora cepat. "Ini 'kan liburan keluarga, ngapain ngajak mereka?!"

"Kau tidak boleh begitu, Sora-kun. Mereka itu sudah seperti keluarga kita," Mamori menasehati. "Kita akan mengajak mereka." Ia melanjutkan sambil menoleh pada Izumi. Berusaha tidak memperdulikan cibiran Sora.

"Kuharap bocah itu tidak lagi mengganggunya." Sora menggerutu.

Mamori tersenyum maklum, ia tahu kemana arah pembicaran putranya. Tapi Mamori tidak menjawab, hanya mengacak rambut Sora pelan sebelum pria kecil itu menyusul ayahnya.

Izumi menatap Mamori. Matanya mengatakan ia tidak mengerti dengan tingkah kakaknya.

"Kita akan ajak mereka, sayang." Ucap Mamori seraya tersenyum pada Izumi.

Putri kecilnya balas tersenyum. Ia kemudian menyusul kembarannya, menemui sang ayah dan adik tersayangnya. Membiarkan Mamori meneruskan pekerjaan.

Tidak sampai lima menit, pekerjaan Mamori sudah selesai. Ia melangkah ke ruang keluarga dan memperhatikan putra-putrinya yang tengah bermain, sepertinya mereka sedang lomba merangkak. Youichi sendiri tampak mengawasi anak-anaknya. Mamori tersenyum kecil. Ia jarang melihat wajah suaminya yang bahagia begitu.

Wanita itu menghela nafas pelan lalu menuju telepon rumah yang diletakan di pojok ruangan. Ia ingin menghubungi seseorang. Jemarinya yang ramping menekan tombol dengan lincah. Dan menunggu panggilan tersambung.

"Moshi-moshi, dengan keluarga Kobayakawa."

Terdengar suara merdu yang sangat familiar di seberang telepon.

"Moshi-moshi, Suzuna-chan." Sapa Mamori.

"Yaaa~! Mamo-nee… tumben telepon malam-malam begini? Ada apa?" tanya Suzuna dengan nada yang sangat ceria seperti dulu.

"Ahaha… tidak apa-apa, aku hanya ingin mengajak kalian liburan." Mamori to the point.

"Kemana?"

"Pulau Akuma."

"HIIIEEEE!" Suzuna kaget ala Sena. Sepertinya kebiasaan itu menular.

"Eh…? Ke-kenapa, Suzuna-chan?" tanya Mamori yang sedikit terkejut.

"Ano… itu pulau apa ya?" tanya Suzuna balik yang sepertinya sudah kembali normal.

"Pulau pribadinya Youichi," jawab Mamori singkat. "Liburan musim panas nanti kita ke sana yuk?"

"YAAAA~~! Tentu saja! Aku ikut Mamo-nee!"

"Hahaha… Iya, kau harus ikut, Sena dan Yutaro juga…."

"Tentu… tentu… tentu…!" sahut Suzuna girang.

Mamori tersenyum lembut. "Suzuna, bagaimana kondisi janinmu?" Mamori mengalihkan pembicaraan.

Pengumuman semuanya…! Saat ini Suzuna Kobayakawa tengah hamil lima bulan! YA-HA! Akhirnya keinginan Suzuna dan Sena keturutan. Tinggal tunggu saja sampai bayi mungil itu keluar dan menghiasi hidup keluarga unik tersebut.

"Ah… Iya Mamo-nee, semuanya baik. Seperti kata Mamo-nee, aku selalu rajin makan yang bergizi, minum susu juga teratur, beberapa pekerjaan dikerjakan Sena, over protectivenya kumat akhir-akhir ini, dia maunya marah kalau melihatku bekerja terlalu berat. Padahal 'kan ini bukan kehamilan pertama. Tapi aku senang Mamo-nee."

Lagi-lagi Mamori tersenyum. Ia ingat bagaimana Youichi begitu perhatian ketika dia hamil. Ah, jadi pengen hamil lagi, biar dapat perhatian lebih dari Youichi. Pikiran Mamori mulai ngaco.

"Syukurlah," ungkap Mamori senang. "Dengan liburan kau juga bisa refreshing ya, jadi tidak stress dengan rutinitas."

"Cukup ngegosipnya. Wanita tua sialan!" sentak Youichi dari belakang Mamori.

Wanita itu menoleh manatap suaminya yang kelihatan tidak senang. "Aku hanya sedang membicarakan soal liburan itu dengan Suzuna-chan." Mamori memberi alasan.

"Tch! Kalau soal liburan ya liburan saja. Nggak usah bicara nggak penting lainnya! Kau menyuruh suamimu mengasuh anak sementara kau malah santai-santai ngobrol di telepon, dasar sialan!" sentak Hiruma.

Mamori baru akan menjawab saat Youichi merebut gagang telepon dari tangannya dan menempelkan benda itu ke telinga.

"Heeh! Dengar ya, cebol sialan! Jangan ajak istri sialanku membicarakan hal-hal enggak berguna! Dia banyak kerjaan!" Youichi kembali menyentak. Kali ini pada Suzuna yang masih ada di seberang telepon. Setan itu hampir membanting telepon dalam genggamannya.

"Youichi! Kau seharusnya tidak berteriak pada Suzuna-chan!" marah Mamori.

"Tch! Tidak usah perhatian padanya!" jawab Youichi santai.

"SUZUNA-CHAN SEDANG HAMIL! KAU SEHARUSNYA TIDAK MEMBENTAKNYA BEGITU!"

"Terus…? Kau pikir aku peduli kalau dia hamil? Dia 'kan hamil anaknya si cebol, bukan anakku." Lagi-lagi Youichi menjawabnya dengan santai.

"MAKA DARI ITU! SUZUNA-CHAN ITU ISTRI ORANG! KAU TIDAK BERHAK MEMBENTAKNYA!" amuk Mamori. "Minta maaf padanya!"

"Kau berlebihan istri sialan." Youichi melangkah menjauhi Mamori.

"Kau selalu saja menggampangkan semua hal! Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan janinnya?!"

"Kau yang selalu menganggap semuanya rumit." Dengan itu Youichi resmi mengakhiri debatnya malam ini dengan Mamori. Pria itu melangkah pergi ke ruang kerjanya. Meninggalkan Sora dan Izumi yang menatap mereka dengan pandangan sedih.

"Aku mau belajar di kamar," kata Sora sebelum beranjak dari tempatnya.

"Aku juga," Izumi mengangsurkan Yuya dalam gendongannya pada Mamori sebelum menyusul kakakknya.

"Ya-yah…" Yuya berbicara dengan bahasa bayinya, tapi suaranya terdengar bergetar. "Yaaah…." Ia mulai merengek di gendongan Mamori. Ingin bersama ayahnya.

"Kau juga berhentilah merengek, ayahmu tidak akan peduli!" sentak Mamori yang kehilangan kontrol.

"Hik…."

Mamori bisa mendengar suara isakan kecil. "Astaga," ia bergumam pelan. Dikecupnya kening bayi mungil itu. "Maafkan ibu," ia berkata lirih. Air matanya menetes.

.

Sementara itu di kediaman Kobayakawa.

Suzuna memasang wajah bête saat mendengar teriakan Youichi dari ujung telepon. Tapi sedetik kemudian ia mengangkat bahu, tanda kalau dia tidak peduli pada kata-kata Youichi.

"You-nii itu sudah tua bukannya tobat, masih aja suka bentak-bentak orang. Padahal 'kan anaknya sudah tiga. Dasar You-nii, lihat saja, nanti dia akan lebih cepat tua disbanding Mamo-nee," Suzuna menggerutu sendiri. Ia menghampiri putranya yang tengah belajar di ruang keluarga.

"Maksud ibu ayahnya Sora-kun ya?" tanya Yutaro yang mendengar gerutuan ibunya. "Ayahnya Sora-kun memang menyeramkan ya, Sora-kun juga, dia galak, tapi Izumi beda, Izumi itu cantik dan baik, Izumi-chan malaikat."

"Heeh…Yuta-chi, kalau belajar ya belajar, jangan ngelamunin Izumi-chan terus." Tegur Suzuna.

Yutaro merengut lalu melanjutkan aktivitasnya.

"Sena… Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Suzuna sedikit berteriak.

"Iya Suzuna-chan, sudah selesai kok, hehe…." Sena kelihatan muncul dari dapur, tangannya agak basah dan wajahnya berkeringat.

Suzuna tersenyum kecil melihat suaminya. "Makanya, kau tidak boleh kalah lagi… jadi tidak dapat hukuman," Suzuna terkikik pelan.

"Tidak apa-apa, tanpa taruhan itu juga, aku pasti akan membantumu mengerjakan pekerjaan rumah. Kau tidak boleh capek." Ungkap Sena yang duduk di samping Suzuna. Mengawasi putra mereka belajar.

"Apa… ayah dan ibu taruhan apa memangnya?" tanya Yutaro penasaran.

"Ra-ha-si-a…." jawab Suzuna misterius.

"Huuh… Menyebalkan!" Yutaro menggerutu lalu melanjutkan belajar.

Sena tersenyum kecil lalu mengusap perut Suzuna yang sudah mulai membesar. "Jagoanku sedang apa ya?" tanyanya pelan.

Lagi-lagi Suzuna tersenyum melihat tingkah suaminya.

.

Kembali ke rumah sang setan.

Youichi meregangkan tangannya. Agak capek. Sudah dua jam ia bergelut dengan pekerjaan kantornya—sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang retail, yang memproduksi segala perlengkapan amefuto, dan juga merancang menu latihan tim nasional amefuto Jepang. Youichi melirik jam kecil di meja kerjanya, benar, dia sudah ada di ruangan ini selama dua jam dan Mamori belum masuk untuk membawakannya kopi.

Cklek.

"Kau terlambat ist—"

"Ouh… Sayang sekali ya, aku bukan ibu." Sebuah suara kecil memotong ucapan Youichi. Pria kecil berambut coklat gelap itu melangkah masuk menuju meja sang ayah. Menghiraukan pandangan ayahnya yang kelihatan tidak senang.

"Mau apa?" tanya Youichi langsung.

"Bicara." Sora menjawabnya tegas.

Youichi menaikan sebelah alis. Ia membiarkan putranya terus mendekat sampai akhirnya pria itu naik ke pangkuan Youichi.

"Baik, kau mendapatkan perhatianku sepenuhnya, anak jelek. Ada apa?" tanya Youichi. Ia menyandarkan punggung di kursi kerjanya yang empuk sementara tangannya merangkul Sora.

"Ibu menangis," Sora memulai. Ia memainkan kotak rubik di tangannya dengan malas.

"Aku sudah sering melihatnya menangis. Apanya yang istimewa dari seorang wanita yang menangis?" Youichi mendengus.

"Dia marah padamu," kata Sora lagi. Pandangan matanya belum beranjak dari rubik, ekspresinya juga masih sama. Malas.

"Setiap hari juga dia marah," jawab Youichi enteng.

"Tch," Sora berdecak. Kesal dengan sikap egois ayahnya. "Berhentilah bertengkar, aku benci melihatnya." Ia turun dari pangkuan Youichi dan berjalan meninggalkan pria itu di ruang kerja.

"Anak jelek sialan." Rutuk Youichi kesal. Ia bangun dari posisinya. Merapihkan beberapa berkas sebelum meninggalkan ruangan itu. Langkahnya pelan-pelan menyusuri seisi rumah. Mamori tidak ada di ruang tamu, ruang keluarga, dapur, halaman, sudah pasti dia dia kamar. Pikir Youichi.

Pria itu membua pintu dengan pelan. Di sana ia menemukan malaikat tercintanya tengah tidur sambil memeluk Yuya. Youichi mendekatinya, ia mengusap rambut berwarna unik milik istrinya perlahaan lalu mengucapkan sebuah kalimat ajaib yang mungkin tabu diucapkan oleh seorang Youichi Hiruma.

"Gomen."

Youichi mengangkat tangan Mamori perlahan, membebaskan putra kecilnya dari pelukan sang malaikat. Youichi menggendong tubuh kecil Yuya yang tengah tertidur dan memindahnya ke dalam box. Ia menyelimuti tubuh mungil anaknya dengan gerakan hati-hati agar tidak membuat buah hatinya terbangun. Sang Setan tersenyum kecil. Takjub pada makhluk yang tengah tidur itu. Tangannya terus membelai pipi tembem anak bungsunya dengan lembut.

"Oyasumi," Youichi berbisik pelan.

Pria itu menghela nafas pelan setelah meninggalkan Yuya dalam box, ia membuka kaus hitamnya. Malam ini panas, padahal masih musim semi, mau pakai AC juga tidak bisa sampai terlalu dingin, takut kalau Yuya akan kedinginan. Akhirnya Youichi melangkahkan kakinya kearah jendela. Membukanya sedikit. Menikmati semilir angin musim semi yang wangi.

Tiba-tiba saja pikirannya berkelana ke masa lalu, saat pertama bertemu Mamori, saat 'menembak'nya, dan terakhir, saat melamar malaikat itu. Matahari terbenam. Lagi-lagi di saat matahari terbenam. Padahal Youichi tidak merencanakannya. Tapi benar kata Mamori dulu, semua hal manis itu terjadi saat matahari terbenam.

Mata hijau setan itu terpejam. Menonton lagi saat ia dan Mamori berada di tepi jalan Sapporo, Hokaido. Mereka baru saja lulus kuliah dan berlibur bersama, melihat laut, dari tepi jalan yang cukup tinggi hingga bisa melihat hamparan laut. Waktu itu mereka berdua duduk di kap depan mobil yang Youichi sewa, pria itu memeluk pinggang Mamori dengan lembut, satu tangan lainnya menggenggam jemari Mamori yang bersandar di lututnya. Mamori sendiri menyandarkan kepalanya di dada bidang Youichi.

Ah, masa-masa romantis yang begitu indah.

Saat itu, Youichi memakaikan cincin pada jari Mamori secara tiba-tiba, membuat Mamori kaget serta bingung.

"Menikah denganku, Mamori?"

Tidak ada seringai, tidak ada kata kotor, tidak ada paksaan. Hanya sebuah pertanyaan yang sangat tulus dari Youichi. Meski pria itu mati-matian mengatakannya, menahan debaran jantungnya yang sangat cepat.

Tidak ada jawaban dari Mamori. Yang ada, wanita itu mengalungkan tangannya di leher Youichi dan membawa pria yang sangat dicintainya itu masuk dalam sebuah ciuman yang lembut dan basah, karena Mamori menangis terharu.

"Kau tidak membutuhkan jawabanku."

Youichi menyeringai nakal dan mendorong Mamori pelan hingga merubah posisinya jadi tiduran di kap dan Youichi mulai merayap mendekatinya untuk memberikan kecupan-kecupan ringan di seluruh wajah sang malaikat.

Greb.

Youichi sontak membuka mata dan mendapati dirinya tengah berdiri di belakang jendela dengan telanjang dada dan didekap seseorang dari belakang. Pria itu melirik ke bawah, ke tangan ramping yang memeluknya dengan erat dan hangat. Pria itu tersenyum kecil.

"Kau masih marah, heh?" tanyanya dengan nada ketus yang biasa.

Alih-alih jawaban, Youichi malah merasakan kecupan punggungnya.

"Tch, dasar wanita tua agresif!" gerutunya. Ia melepaskan tangan yang memeluknya lalu berbalik, menatap wajah cantik istri yang sangat ia cintai. "Masih marah?"

Istrinya menggeleng.

"Baguslah, jadi aku tidak perlu repot-repot menyerangmu," Youichi menyeringai jahil sambil menutup dan mengunci jendela.

"Apa maksudmu?!" Mamori hampir memekik.

"Ssstt… Pelankan suaramu, istri sialan, atau kau mau malam kita terganggu gara-gara setan itu bangun?" Youichi berbisik pelan di telinga Mamori.

Wajah wanita itu memerah. Tapi ia menurut saja saat Youcihi menuntunnya ke tempat tidur. Ia merapat ke pelukan Youichi lalu memejamkan matanya.

"Sejak kapan kau bangun?" tanya Youichi yang membuat Mamori kembali membuka mata.

"Sejak kau masuk," Mamori menjawab. "Aku dengar kau minta maaf, aku tahu kau memindah Yuya dan terus-terusan memperhatikannya, aku juga melihatmu melamun."

Youichi mendengus. Ia tidak tahu kalau ternyata Mamori mengetahui semua tindakannya.

"Maafkan aku Youichi, mungkin kau benar. Aku keterlaluan ya…."

"Kau memang keterlaluan, cuma gara-gara si cebol itu. Kau lupa dulu dia pernah pakai in-line skate waktu hamil? Dia itu tidak waras, jadi kalau aku berteriak padanya dia tidak akan peduli."

Mamori terkikik pelan. Ia tentu saja ingat, saat Suzuna meluncur dengan ceria menggunakan in-line skate seperti biasanya. Padahal saat itu dia sedang hamil enam bulan. Gara-gara itu Mamori dan Sena jadi panik setengah mati. Khawatir kalau terjadi apa-apa dengan kandungan Suzuna.

"Kau benar, dia 'kan super women," celetuk Mamori.

"Tch, enggak berguna ngomongin dia. Cepat tidur." Youichi mulai memejamkan matanya sesaat setelah mengeratkan pelukannya pada Mamori. Ia sangat menikmati masa-masa seperti ini. Berdua saja dengan Mamori, memeluknya erat semalaman, Youichi tidak akan pernah bosan pada rutinitasnya ini. Pria itu akhirnya larut dalam dunia mimpinya.

.

.

"Oh… jadi hari ini kau akan pulang terlambat ya?" Mamori mengulang pernyataan suaminya tanpa menghentikan aktivitasnya memakaikan Youichi dasi.

"Hm, pulang kerja aku mau rapat sama si rambut liar sialan, cebol sialan, dan mata merah sialan."

"Buat apa kau mengumpulkan para Eyeshield?" Mamori mengernyit. Ia merapihkan kerah kemeja putih yang dipakai suaminya.

"Tidak apa-apa, soalnya cuma tiga idiot itu yang punya waktu senggang nanti sore."

"Oh… Baiklah, sudah selesai." Mamori tersenyum. Ia melangkah ke box bayi tempat Yuya tiduran dan mengangkat bayi mungil itu. "Lihat sayang, ayahmu tampan 'kan?" tanyanya pada Yuya.

"Iieiieiie…." Jawab Yuya sambil bertepuk tangan.

"Apa…? Tidak? Ah, iya, habis… Yuya 'kan lebih tampan dari pada ayah ya?" goda Mamori menahan senyum mendengar suara putranya.

"Keh, dasar setan kecil sialan. Awas kau, tahu rasa kalau aku tidak membelikanmu susu!" jawab Youichi.

Yuya malah menjulurkan lidahnya lalu tertawa girang melihat wajah seram sang ayah.

"Setan kecil…? Kalau Yuya setan kecil, kau apa? Setan tua?" celetuk Mamori.

"Huuh!" Yoiuichi mendengus. "Dasar istrinya setan!"

Mamori tertawa lepas mendengar ledekan suaminya.

Dari kejauhan si kembar Sora dan Izumi saling pandang melihat kedua orang tuanya sudah akur lagi pagi ini. Sora mengangkat bahu saat Izumi menaikan alis.

"Paling mereka sudah baikan," ujar Sora. Ia melangkah lebih dulu menghampiri orang tuanya. "Ohayou~!" sapanya.

"Yayou…Yayou…." Yuya menirukan.

"Ohayou ayah, ibu…!" sapa Izumi ceria.

"Nee….chang…."

"Iya adik manis… ohayou!" Izumi merebut Yuya dari gendongan ibunya dan menciuminya dengan gemas.

"Ohayou anak-anak, ayo… sarapan dan berangkat sekolah." Komando Mamori setelah mengucapkan salam. Ia mengajak keluarga kecilnya sarapan pagi sebelum mulai aktivitas mereka.

Hari-hari yang ceria, dengan cinta dan pertengkaran. Sepertinya baik Youichi maupun Mamori, masih akan terus bertengkar sampai mereka bosan suatu saat nanti. Atau mungkin malah mereka tidak akan pernah bosan untuk bertengkar?

Tsuzuku

itulah chap pembukanya...semoga cukup ya..hehehe... besok kita akan lihat hebohnya liburan 'neraka' dua keluarga unik ini ya...

oke, arigatou gozaimasu...udah sempetin baca, dan mohon reviewnyaaaaaa... XDD