Rated: T , T+, M
Main pair: Uchiha Sasuke X Uzumaki Naruto,
Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto
Genre: Romance, Drama,Hurt/Comfort,
Warning: Shounen Ai, BL, Yaoi, Slash, Non-Canon, AU, OOC,OC, Smut, Badfic, Many Typo (s) maybe, M-Preg maybe (?) , dll….
Read and Review please?
Summary edited:
Kelanjutan kisah sepasang kekasih yang telah melalui banyak cobaan yang berat dalam hubungan mereka, dengan seorang diantara mereka tak mengingat kebersamaan yang mereka lalui sebelumnya. Masihkah sama rasa cinta yang dimiliki oleh keduanya, ataukah hanya satu pihak saja yang memiliki rasa cinta yang begitu besar? Bagaimana kelanjutan hubungan mereka berdua? Akankah ingatan sang kekasih kembali? Yoshh ini sekuel dari "Love You, Touchan"…
"SPECIAL NATAL"
Qqq Chapter 04 Qqq
"Touchaaaaaaaaa~nnnnnnnnnn~" Ryuu berlari menghampiri Naruto yang tengah berdiri didepan pintu gerbang sekolahnya.
"Hati-hati sayang…" tegur Naruto. Ia menatap Ryuu dengan pandangan khawatir seorang ayah.
"He he~" yang dibalas cengiran yang biasa putranya perlihatkan.
"Nah, bagaimana sekolahmu hari ini sayang?" Naruto berjongkok, menyajarkan tubuhnya agar sama tinggi dengan sang putra.
"HEBATTTT!" serunya kencang. Beberapa siswa yang lewat bersama dengan orang tuanya langsung menolehkan kepalanya begitu mendengar suara yang amat sangat keras bin nyaring itu. Shock!
"Ha ha ha,, maaf.. maaf…" Naruto hanya bisa tertawa hambar sambil membungkuk meminta maaf pada para siswa beserta orang tuanya yang menampakkan ekpsresi wajah, "suara apa itu tadi?!".
"Umm….Touchan?" tanya si kecil melihat Naruto tertawa dan membungkuk-bungkukkan tubuhnya pada teman-teman serta orang tua teman-temannya.
"Ssssttt…. Ayou kita pulang.." ditariknya lengan sang putra pelan, ia tak ingin lama-lama berada di tempat ramai bersama suara sang putra yang akan mengganggu ketenangan rakyat sekitar—tentu sajalah, keturunan siapa coba?
"Yeiiiyyy…" sorak riang sang putra lagi-lagi dengan suara petirnya.
Dan lagi-lagi orang-orang yang berada di sekitar tempat tersebut menatap kearah mereka seolah-olah mengatakan, "Suruh diam anakmu?!"
.
"Akhirnya kalian sampai juga, okaeri…" ucap sang nyonya rumah—Uchiha Mikoto—kepada dua orang bersurai pirang itu.
"Maaf tellambat Baachan.. Tadaima," ujar si surai pirang yang paling kecil pada Mikoto.
"Tadaima," ujar si pirang yang lebih besar.
Mereka berdua setelah melepaskan sepatu serta mantel yang mereka pakai, mereka langsung menuju ke ruang tamu keluarga Uchiha tersebut.
"Sebaiknya kalian mandi, lihat bibirmu pucat Naruto, Ryuu juga…" saran sang nyonya rumah pada kedua pirang itu ketika melihat keadaan mereka yang nampak pucat karena terlalu lama berada diluar rumah.
"Hai…"/ "Ssiippp.. Baachan~" jawab mereka berdua.
"Aa! Naruto," panggilnya sebelum Naruto menghilang di belokan tangga menuju kelantai dua.
"Ya?" ujarnya nampak sedikit bingung ketika namanya dipanggil oleh Mikoto.
"Ini, tolong bawakan ke kamar Sasuke ya," diberikannya beberapa lipatan handuk bersih pada Naruto.
"Baiklah," ia menggangguk mengiyakan permintaan dari Mikoto.
Ia kemudian menuju ke lantai dimana kamarnya serta kamar putra kedua dari pasangan Uchiha Fugaku-Mikoto berada.
"Sasuke," panggilnya sambil mengetuk pintu didepannya.
"…." , Naruto mendekatkan telinganya ke pintu, mencari suara dari balik pintu itu. Namun, pencariannya nihil.
"Kok tidak ada suara ya?" gumamnya kecil.
Setelah berpikir sebentar ia memutuskan untuk masuk kedalam. Ia putar knop pintu itu pelan dan CKLEK! Pintu itu untungnya tidak terkunci. Dibukanya perlahan, ia menengokkan kepalanya kedalam kamar milik Sasuke.
"Teme…." Panggilnya lagi, namun dari apa yang ia lihat, kamar tersebut nampak kosong.
Dengan berat hati—antara masuk atau tidak—ia memilih masuk untuk meletakkan tumpukkan handuk bersih ditangannya diatas tempat tidur yang terdapat dalam kamar itu kemudian segera keluar dari kamar itu.
"Maaf ya aku masuk…" gumamnya kecil. Ia buka pintu itu semakin lebar hingga menampakkan sebuah ruangan yang dilengkapi sebuah ranjang, meja belajar, lemari pakaian, dan rak buku. Ia cukup terkesan dengan dekorasi kamar dengan dominasi warna biru itu.
"Rapi juga ternyata," ujarnya kecil. Matanya masih berkeliling menatap sejenak kamar yang selama ini ditinggali oleh Sasuke.
Dan tanpa ia sadari, seseorang pemuda bersurai raven keluar dari pintu yang letaknya bersebelahan dengan pintu kamar tersebut. Pemuda itu hanya mengenakan celana hitam ketat tanpa atasan. Pemuda yang tak lain dan tak bukan adalah sang pemilik kamar—Sasuke—hanya menatap si pirang dihadapannya yang masih asyik memandangi kamarnya, hingga si pirang meletakkan tumpukkan handuk bersih diatas ranjang miliknya.
Setelah Naruto meletakkan tumpukan handuk ditanganya tadi diatas ranjang, ia segera berbalik untuk meninggalkan kamar itu.
"AAAA!" pekikknya terkejut ketika mendapati Sasuke tengah menatapnya. Dan karena saking terkejutnya ia jatuh terduduk diatas ranjang.
"Se—sejak kapan kau disana?!" tanyanya heran melihat sosok pemuda yang nampak seksi dimatanya kini. Eh?
"Sejak kau sibuk memandangi kamarku Dobe," jawab Sasuke tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari dua manic milik Naruto.
"Ming—minggir dari sana Teme, aku mau keluas," entah mengapa suaranya terdengar terbata ketika menyuruh Sasuke untuk minggir dari tempat ia berdiri saat ini yaitu pintu keluar dari kamar itu.
"Hn?" ujarnya menatap Naruto dengan seringaian yang tergolong mesum itu.
"Aku mau keluar Teme!" serunya yang terdengar mulai panik.
Sasuke bukan menyingkir dari sana tapi ia malah mendekat kearah Naruto. Hal itu tentu saja membuat si pirang itu makin panic, ia takut diapaapakan oleh si raven mesum itu.
"Ma—mau apa kau Teme?" tanyanya takut akan apa yang mungkin saja akan terjadi diantara mereka berdua didalam kamar itu.
"Hn.." masih dengan kata khasnya yang bermakna sangat-sangat ambigu.
TAP
Sasuke berhenti tepat dihadapan Naruto. Jarak mereka saat ini kurang lebih 30cm. Keringat sebesar telur cicak bertengger di pelipis Naruto. Ia panik. Ia tak mau menatap kearah depan dimana Sasuke tepat berada.
"Te—teme.." ia makin panic ketika Sasuke mencondongkan tubuhnya semakin dekat dengan Naruto.
Hanya tinggal 20 cm lagi…..
10 cm lagi…
7 cm lagi..
4 cm lagi…
2 cm lagi…
0.4 cm lagi…
BLUSH…
Memerah sudah wajah dari si pirang. Dan ternyata Sasuke hanya ingin mengambil handuk bersih yang berada tepat dibelakang Naruto.
"Pfttt…" ia terkikik pelan mendapati wajah si pirang sudah benar-benar sangat-sangat merah.
"….." si pirang tak mau menatap kearah Sasuke, ia malu. Malu karena berpikir ia akan diapa-apakan olehnya.
"Kau pasti membayangkan hal yang kotor dalam otak bodohmu itu Dobe,"
"Tidak!" bantahnya cepat, walau sudah kelihatan sekali bohongnya. Mana mungkin ia tidak memikirkan yang tidak-tidak ketika pemuda yang selalu membuat hatimu berdebar-debar berada dengan jarak kurang dari 1 cm di depan wajahmu.
"Ooo.. benarkah?" pertanyaan yang sangat disangsikan oleh Sasuke setelah ia sendiri yang melihat bukti dari si pirang—dengan wajah super merahnya.
"TEME!" kesal, ia melempar Sasuke dengan bantal. Dan untuk yang kesekian kalinya, wajah manis milik si pirang bertambah merah, campuran kesal dan malu.
Setelah puas menembaki Sasuke dengan bantal serta barang-barang yang bisa ia jangkau, Naruto dengan segera berlari keluar kamar itu. Meninggalkan Sasuke yang masih saja terkikik dapat membuat kekasihnya itu kesal seperti itu.
.
"Touchan~"
"Ya, sayang" Naruto yang tengah melipat baju-baju milik si kecil, menolehkan kepalanya kearah Ryuu.
"Tousan, apa santa itu ada?" tanyanya polos. Ia duduk disamping Naruto, sambil memeluk boneka rubah miliknya.
"Tentu sayang," jawabnya.
"Tapi, Jilou bilang Santa itu palsu.." raut wajahnya menjadi lesu ketika mengatakan pendapat teman sekolahnya mengenai kakek berbaju tebal merah serta berjenggot putih itu.
"Ryuu.." ia membalikkan tubuhnya supaya bisa menatap si kecil. Kini keduanya duduk berhadapan.
"Apa yang dikatakan Jirou, itu tidak sepenuhnya salah sayang," dielusnya helaian surai pirang yang sama dengan milikknya.
"Mmm?" tanyanya bingung atas pernyataan yang diberikan oleh ayahnya itu.
"Sayang… Santa itu ada karena ada yang mempercayainya, sedangkan bagi mereka yang menganggap ia tak ada karena orang-orang tak mempercayainya," jelas Naruto pada Ryuu.
"Jadi kalau Lyuu percaya Santa itu ada belalti nanti Santa bakalan datengin Lyuu touchan? " ditatapnya sang ayah dengan polosnya.
"Mungkin saja sayang…" Naruto mengangkat si kecil dan meletakkannya diatas pangkuannya.
"Memang apa yang ingin Ryuu minta pada Santa?" tanya Naruto penasaran akan keinginan sang putra.
"Lyuu ingin punya mainan yang banyakkk…"
"Hehe, itu saja?"
"Unn.." Ryuu menggelengkan kepalanya.
"Lyuu juga ingin agal Touchan sama Sasuke telus sepelti ini.." Naruto yang mendengar ucapan si kecil nampak tegang, ia tak menyangka putranya menginginkan ia bersama dengan Sasuke.
"Ngg… Touchan.. dengan Sasuke?" ditanyakan lagi kalimat yang baginya memiliki arti tersendiri padasang putra yang tetap memeluk boneka rubah miliknya erat.
"Un! Kalna Lyuu sayang sama Touchan, Lyuu juga sayang sama Sasuke," jawabnya jujur. Dan jawaban tersebut membuat dada Naruto tiba-tiba merasakan perasaan berdebar yang hangat.
"…." Keheningan terjadi. Naruto masih sibuk dengan perasaan yang kini hinggap di dadanya, sedangkan Ryuu masih asyik memainkan boneka rubahnya.
Nampaknya natal nanti Santa benar-benar harus mendatangi si kecil…
.
.
"Baachan, kapan mau menghias pohon natalnya?" tanya si kecil yang tengah duduk di meja makan keluarga Uchiha.
"Kapan ya?" Mikoto nampak bingung menjawab pertanyaan si kecil.
"Nanti saja dibahas, habiskan makanmu dulu," ujar Fugaku datar. Ya, mereka kini tengah menikmati hidangan makan malam yang telah tersaji dengan apik diatas meja makan.
"Mou, Tousan, biarkan saja namanya juga anak kecil," ujar Itachi yang datang dan duduk di meja tepat disebelah sang kepala keluarga.
"Aniki benar Tousan," Sasuke turun dari tangga. Ia hanya memakai kaos putih polos dengan celana hitam pendek, membuatnya terlihat casual namun seksi.
Naruto yang sejak tadi sudah berada di sana, membantu Mikoto menyiapkan hidangan untuk makan malam mereka, ketika melihat Sasuke turun dan mendekat debaran didadanya semakin kencang. Kembali ia mengingat akan percakapan yang beberapa jam yang lalu ia lakukan dengan putranya. Percakapan yang berhubungan dengan Sasuke dan debaran dihatinya.
"… chan.. Touchan.." Naruto tersentak ketika snag putra memanggilnya.
"y—ya?" jawabnya. Segera ia alihkan perhatiannya dari Sasuke.
"Ayou duduk Touchan," tepuk si kecil pada kursi disebelahnya. Yang membuat ia kaget adalah ia duduk diantara Sasuke dan Ryuu. Ia merasa canggung ketika harus duduk disebelah Sasuke.
"Kau kenapa dobe?"
"U—uh?"
"Itu." Sasuke menunjuk kerutan yang terdapat di antara alis kanan dan kirinya dengan menggunakan jari telunjuknya yang panjang.
"Haa?" ia tak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh pemuda bersurai raven itu.
"Wajah Touchan menakutkan," ungkap sang putra. Barulah Naruto mengerti apa yang ingin di ucapkan oleh Sasuke.
"Ada apa Naru? Apa ada masalah?" tanya Mikoto yang memandangi wajah si pirang.
"Ah, tidak." Dengan segera ia mengambil posisi disebelah Sasuke dan Ryuu. Kemudian ia menghilangkan kerutan tersebut dengan memberikan senyum yang terlihat kaku pada semua penghuni disana.
'Sialan. Gara-gara itu aku jadi seperti ini, ck!' umpatnya dalam hati.
Sedangkan Sasuke, ia diam-diam menyeringai kecil. Ya, ia tahu apa yang tengah menjadi perdebatan dalam hati sang kekasih, karena yang mengerti dan tahu apa yang dipikirkan oleh mahkluk manis disebelahnya ini hanyalah dirinya, Uchiha Sasuke.
.
.
"Oyasumi, Ryuu.." dikecupnya kening sang putra lembut.
"Oyasumi Tousan," balas si kecil yang balik mencium kening sang ayah.
Selimut bergambar rubah itu dinaikkan oleh Naruto hingga mencapai leher sang putra. Ia menepuk pelan dada berselimut itu lembut. Menatap wajah sang putra yang telah damai di alam mimpi, lagi ia kecup kening sang putra. Kemudian ia keluar kamar itu setelah mematikan lampu. Ia memilih untuk berjalan-jalan sebentar diluar, karena ia belum merasa mengantuk saat ini.
Seluruh ruangan telah sepi, lampu telah dipadamkan. Yang ada hanya penerangan di luar rumah. Penerangan dari lampu-lampu taman yang berjejer.
Naruto melangkahkan kakinya menuju bangku taman yang terdapat di halaman rumah. Ia menghirup udara malam hari. Walaupun sekarang musim dingin menyerang, dan betapa dinginnya udara di luar, namun bagi sosok pirang itu, udara malam ini baginya tetap tidak sedingin yang orang lain rasakan. Aneh memang.
Setelah sampai di bangku yang ia tuju, ia langsung menjatuhkan pantatnya disana. Hembusan nafasnya terlihatb seperti uap yang mengepul di udara, menandakan dinginnya udara di luar.
Ia duduk sambil menatap jatuhnya salju dari langit, satu persatu. Ia julurkan tangan kirinya untuk menangkap butiran-butiran salju yang jatuh itu.
"Sedang apa kau disini?"
Sebuah suara yang sangat ia kenal mengagetkannya. Ia berdiri dengan cepat. Menatap terkejut pada sosok bersurai raven dihadapannya.
"Teme.." gumamnya rendah. Bersamaan dengan itu udara yang keluar dari mulut Naruto mengepul semakin banyak.
"Masuklah, kau bisa mati kedinginan disini Dobe," sarannya pada Naruto. Sasuke memasukkan kedua tangannya ke saku jaketnya. Ia berdiri kurang lebih 10 langkah dari tempat Naruto.
"Sebentar lagi, kau masuk saja dulu," ia menolak saran yang diberikan Sasuke. Hal ini membuat pemuda tampan itu mengernyitkan dahinya.
"Kau mau membuat cemas Ryuu ha?" ujar Sasuke tak menerima tolakan dari Naruto.
"Ya aku masuk tapi nanti. Aku masih mau disini. Dan aku jamin aku tak akan sakit. Sudah sana," usir Naruto. Yang tengah ia rasakan saat ini adalah rasa berdebar yang sangat didadanya. Karena itu ia tak merasakan betapa dinginnya udara malam ini.
"Che!" dengusnya kesal. Namun tanpa diduga oleh Naruto. Sasuke malah mendudukkan dirinya disebelah Naruto.
"Kau!" seru Naruto antara kaget dan gugup mendapati Sasuke disebelahnya.
"Hn," jawabnya singkat. Ia tak memperdulikan tatapan tak suka yang dilayangkan oleh mahkluk pirang disebelahnya.
"….. Chk!" dengusnya kesal dan ia malas untuk memulai sebuah perdebatan diantara mereka.
"….." mereka berdua diam. Yang satu terlihat asyik melihat jatuhnya salju, sedangkan yang satu hanya menatap pemuda pirang sebelahnya.
"Te—Sasuke," ujar Naruto pelan.
"Hn," sahut si surai raven.
"Maaf jika aku masih belum bisa mengingatmu," ujarnya pelan, terdengar seperti bukan sosok Naruto yang biasa.
"…." Sasuke yang tiba-tiba mendapat pernyataan seperti itu merasa sedikit terkejut.
"Maaf, mungkin selama aku melupakanmu kau merasa tersiksa. Akupun ingin mengingat apa yang terjadi padaku sebelumnya, kenangan-kenangan yang dulu, apakah itu menyakitkan, atau menyenangkan, aku ingin mengingat semuanya," paparnya masih dengan suara rendah.
"Tidak. Kau tak perlu meminta maaf padaku." Naruto menatap Sasuke bingung. Ia menghentikan kegiatannya menangkap jatuhnya butiran-butiran salju.
"Kenapa?" ia bertanya.
"Seharusnya aku yang meminta maaf padamu, karena akulah yang menyebabkan kau sampai kehilangan ingatanmu," terdengar rasa penyesalan dalam nada suara Sasuke.
"Eeh?" Naruto yang sejak awal memang tidak tahu apapun, ia sungguh kaget mendengar pernyataan yang dilontarkan Sasuke.
"Saat itu, ketika kau mengantar Ryuu untuk menemuiku, kau melihat aku tengah berjalan bersama Neji, mungkin saat itu kau berpikir bahwa kami terlihat sangat mesra, tapi kau salah kami hanya teman tidak lebih, dan saat itu kau ditabrak oleh mobil taksi yang melaju sangat kencang, sedangkan Ryuu kau lempar ke arah trotoar sehingga ia tidak terluka dan sebagai gantinya kaulah yang terluka parah, hingga membuatmu koma selama empat setengah bulan." Sasuke yang kini mengalihkan pandangannya menatap kearah Naruto. Ia melihat kedua mata biru itu memancarkan ekspresi yang tak terbaca olehnya.
"Dobe…" ujar Sasuke pelan. Udara disekitar mereka tak lagi dirasakan dingin.
"Maafkan aku," ia menunduk, meminta maaf dari Naruto.
"Sungguh, aku belum mengerti, mengapa aku harus kecewa melihatmu bersama dengan Neji, dan entah mengapa jika aku berada bersama dirimupun dada ini selalu berdebar kencang," paparnya bingung. Bingung bagaimana menanggapi penjelasn yang dijelaskan Sasuke perihal kecelakaannya.
"Itu karena kau mencintaiku, kau mencintaiku, Naruto," ditangkupnya wajah mungil milik si pirang dengan kedua tangannya, ia mendekatkan dahinya dengan dahi Naruto. Naruto yang menerima perlakuan seperti itu hanya diam, ia tak ingin memberontak.
"Cepatlah ingat Dobe, ingat aku sebagai kekasihmu, dan maafkanlah aku," ujarnya. Hembusan nafasnya berbenturan dengan hembusan nafas milik Naruto.
Udara malam yang semakin dingin tak membuat mereka menggigil, keduanya merasa hangat. Hangat akan sentuhan satu sama lain.
"…." Sasuke mendekat, ia mengecup kedua kelopak mata Naruto. Ciumannya turun ke hidung hingga sampailah di bibir bagian atas milik si pirang.
Naruto tak melawan, kedua tanganya terkulai di samping tubuhnya. Ia tak tahu harus berbuat apa, menolakkah? Menerimakah? Ia masih bingung, walau di hatinya ia sudah memilih untuk menerima pemuda ini, namun pikirannya belum siap untuk menerimanya.
"Nggg….." desah Naruto, Sasuke mengecup lembut kedua belah bibir milik Naruto. Menikmati setiap sensasi yang dulu ia rasakan. Sensasi yang selalu ia rindukan.
TES
"Eh?" ujar Naruto pelan ketika dirasakannya tetesan air mata di bahunya.
"Biarkan sebentar seperti ini Dobe," ujar Sasuke yang tengah memeluk tubuh mungil si pirang. Menikmati tiap aroma citrus yang menguar drai tubuhnya.
Sasuke menangis, ia menangis karena bahagia. Bahagia karena ia bisa menjangkau si pirang dengan kedua tangannya. Sungguh, hanya pemuda mungil bersurai pirang ini saja yang bisa membuatnya menumpahkan perasaan hingga seperti ini.
Salut untukmu Naruto!
Naruto, ia akui, ia menikmati pelukan yang tengah mereka lakukan saat ini. Dan ia sepertinya mulai bisa mengerti sedikit perasaan hangat yang menjalari dadanya setiap berada bersama dengan Sasuke.
Inilah yang namanya cinta..
.
.
Saat Malam Natal
"Baachan, kira-kira Santa datangnya jam belapa ya?" pertanyaan lugu dari si bocah pirang pada Mikoto.
"Tengah malam nanti sayang," ujar Mikoto yang terkikik geli mendengar pertanyaan lugu milik Ryuu.
"Anak zaman sekarang masih saja percaya dongeng," ujar Fugaku datar. Ia membaca surat kabar dengan tenang di sofa dalam ruang keluarga.
"Buuu~ jiichan jelek," ejek Ryuu yang tak terima bahwa Santa yang ia tunggu kedatangannya hanya disebut sebuah dongeng.
"Ara, Tousan, biarkan saja," ujar Mikoto yang mendukung sosok kecil itu.
"Che," ia menatap Mikoto dan Ryuu bergantian lewat kacamatanya yang melorot.
"Kalian berdua memang cocok," ujarnya lagi.
"Hi Hi Hi~" tawa mereka geli mendengar ujaran dari sang kepala keluarga.
"Touchan~" Ryuu segera berlari menghampiri Naruto yang baru saja turun dari kamarnya. Kali ini ia sudah mengenakan piyama tidurnya.
"Tumben kau sudah memakai piyama Naru?" tanya Mikoto.
"Aku cukup lelah hari ini Basan, jadi mungkin aku akan tidur lebih cepat nanti," jelasnya yang memang terlihat cukup lelah.
"Pasti karena pekerjaanmu lagi, kan?" tebak Mikoto.
"Ee, belakangan ini banyak sekali hal yang perlu kukerjakan di kantor Basan," Naruto menghampiri sofa single yang terdapat diruang keluarga itu.
"Duduklah, akan aku buatkan susu panas untukmu," Ia menuju dapur untuk membuatkan sesuatu untuk Naruto.
"Arigatou, basan," ujarnya sambil mendudukkan dirinya diatas sofa empuk itu.
"Jangan terlalu memforsir diri," suara baritone dari Fugaku membuat Naruto cukup tersentak. Pasalnya sang kepala keluarga jarang sekali memberi saran padanya—tidak pernah malah.
"Y-ya, Jisan," jawabnya gugup.
"….." Ryuu yang sejak tadi berada dipangkuan Naruto hanya menatap keduanya dengan tatapan tak mengerti. Dan suasana semakin awkward.
" Tadaima,"
"Yeiy, Suke pulang, Okaeliiiii~" Ryuu langsung meloncat turun dari pangkuan Naruto. Ia berlari menghampiri Sasuke yang ternyata baru saja pulang dari supermarket bersama anikinya.
"Kenapa hanya otouto yang disapa? Untukku mana?" ujar Itachi saat mendengar seruan dari si kecil.
"Itu karena kau tak disukai sama Ryuu, aniki," jelas Sasuke gamblang.
"Che," dengusnya pelan.
"Tadaima, kaasan, tousan, Naruto," sapanya pada penghuni rumah.
"Hn/ Okaeri/ Okaeri itachi-san" sahut ketiga penghuni rumah.
"Nee~ Suke, apa ada oleh-oleh untu Lyuu?" harap si kecil dengan mata berbinar-binar menatap Sasuke.
"Tentu, ini," dikeluarkan sebuah kotak coklat dari dari bungkusan kantong plastic yang dibawanya.
"Ayeee~" soraknya senang.
"Aligatou Suke~"
"Hn," Sasuke hanya tersenyum mendapati reaksi yang diberikan oleh si kecil.
"Kalian sudah seperti ayah dan anak saja," komentar yang dikeluarkan oleh Itachi.
"Memang," tanggap Sasuke. Ia melirik kearah Naruto sekilas.
"Kau nampak sangat lelah lagi," ujar Sasuke menghampiri sofa yang diduduki Naruto.
"…" nampaknya pemuda bersurai pirang itu terlalu lelah untuk sekedar membalas ucapan Sasuke.
"Tidurlah, kau butuh itu sekarang," sarannya. Ia memberikan kantung plastic itu pada Itachi.
"…." Naruto hanya memandang sekilas Sasuke. Sebenarnya ia tidak mengantuk, kepalanya saat ini sedang berdenyut sakit. Namun ia tahan, ia tak ingin membuat khawatir orang lain. Dan sekarang, ia hanya diam menanggapi perkataan Sasuke.
"Tidurlah dobe," melihat Naruto yang hanya diam ia merasa khawatir.
"Baiklah," suara serak nan lemah itu terdengar, namun belum sempat ia bangun dari duduknya, denyut dikepalanya semakin menjadi, tubuhnya oleng kedepan.
Naruto pingsan.
Ryuu yang tengah bersusah payah membuka bungkusan coklat itu melempar begitu saja bungkusan yang tadinya ia pegang begitu melihat ayahnya pingsan.
Fugaku yang tadinya membaca surat kabar, langsung menghampiri Naruto yang hampir saja membentur sofa.
Mikoto, yang datang membawa nampan berisi susu hangat untuk Naruto segera meletakkan nampan tersebut ditempat terdekat kemudian menghampiri Naruto.
Itachi yang tengah membawa bungkusan yang diberikan Sasuke padanya hanya bisa berseru.
"Naruto!" jerit Sasuke yang dengan sigap menangkap tubuh mungil itu.
"Astaga! Naruto," semua khawatir ketika mendapati si pirang jatuh pingsan.
"Touchan! Hiks…" seru Ryuu yang mulai meneteskan air matanya.
"Tenanglah, bawa dia kekamarnya," ujar Fugaku.
Sasuke mengangguk, diangkatnya tubuh Naruto, ia bawa naik kelantai dua—kekamar Naruto dan Ryuu.
"Kenapa Naruto bisa pingsan?" gumam Mikoto khawatir.
.
.
Jam menunjukkan pukul 03.17, hari ini adalah hari natal.
"Ngghhh….." erang pemuda pirang yang sempat membuat khawatir seluruh penghuni rumah Uchiha.
"Dobe?" ujar Sasuke yang ternyata tetap setia menanti bangunnya sang kekasih.
"Apa yang terjadi?" tanya Naruto. Ia merasa bahwa ia tadi masih berada di ruang keluarga. Namun ternyata kini ia sudah berada di kamarnya.
"Ryuu? Dimana dia?" tanyanya lagi, masih sambil memegangi kepalanya yang sedikit terasa sakit.
"Kau tadi pingsan. Ryuu, dia tidur dikamarku, ini minum," Sasuke menyerahkan segelas air mineral pada si pirang.
"Arigatou," Naruto menerima gelas itu dan perlahan meneguk isi dalam gelas itu.
"Masih pusing?" tanyanya sambil mengambil gelas yang masih terisi setengahnya.
"Sedikit," ujarnya masih terdengar lemah.
"Tidurlah lagi, aku akan menjagamu disini," Sasuke merebahkan tubuh si pirang. Ia menaikkan selimut itu hingga dada.
"…." Angguknya pelan, setelah merasa nyaman dengan posisi tidurnya, Naruto segera memejamkan matanya.
"….." Sasuke hanya memandangi wajah si pirang.
Sambil ia mengelus pelan sisi wajahnya ia mengucapkan sesuatu dengan suara yang kecil, "Jangan membuatku khawatir seperti ini lagi Dobe, jantungku nyaris berhenti berdetak," ia mengecup puncak kepala si pirang.
"….." suasana kembali hening.
'Maafkan aku Teme,' batin si pirang yang tadi hanya pura-pura tidur. Ia kini yang balik menatap wajah terlelap Sasuke. Dan, tadi ketika ia pingsan, memori-memori masa lalunya berputar seperti kaset didalam kepalanya.
Ya, kini ia sudah mengingat semua memorinya bersama dengan Sasuke. Pahit, manis, sakit, bahagia, semua perasaan-perasaan yang pernah terlupa itu kembali ia ingat.
Di hari natal ini, ia telah mengingat semuanya.
Ia memang ingat, tapi sayangnya ia tak ingin mengatakan pada siapapun bahwa ia sudah mendapatkan kembali potongan-potongan memorinya itu. Tidak untuk saat ini. Dimana semuanya terlihat damai. Ia tak ingin lagi mengungkit rasa sakit yang dulu mereka rasakan. Sudah cukup saat itu, dan sekarang setelah semuanya menjadi damai, ia tak mungkin untuk mengungkapkan kenyataan ia yang telah mengingat semuanya.
.
.
"Selamat Natal~" seru semua penghuni rumah bersamaan. Dan suara lonceng, serta musik natal menambah ramai suasana dalam ruang keluarga itu. Hiasan pohon natal serta tumpukkan kado-kado berjejer rapi dibawahnya menambah suasana menjadi semakin ceria.
"Apa kau sudah sehat?" tanya Itachi sambil memberikan kue-kue berbentuk potongan manusia pada Naruto.
"Aku sudah baikkan Itachi, terima kasih," Naruto mengambil kue-kue diatas piring yang disodorkan padanya.
"Kami sempat khawatir melihatmu oleng seperti kemarin Naru," ujar Mikoto menimpali pernyataan Itachi.
"Sudah kubilang jangan terlalu memforsir diri," kali ini Fugaku yang berujar.
"Tuh, dengerin katanya tousan~" goda Sasuke yang masih asyik menerka-nerka tumpukan kado bersama si kecil Ryuu.
"Diam kau Teme," ucapnya kesal digoda oleh si raven tengil itu.
"Nee~ nanti Lyuu dapat kadonya siapa ya?" tanya si kecil penasaran, namun tetap menatap tumpukan kado dihadapannya.
"Ryuu maunya dari siapa?" tanya Mikoto lembut. Ia menyesap cangkir yang berisikan teh itu pelan.
"Lyuu mau punyanya Tousan!" ujarnya mantap. Naruto tersenyum menatap sang putra.
"Lalu kalau yang Ryuu dapat kado dariku bagaimana?" tanya Sasuke.
"Lyuu mau!" jawabnya mantap lagi. Kali ini Naruto memasang wajah sedikit masam.
"Punyanya Jiisan, Baasa, Itachi-nii, Lyuu mau semuanya," serunya polos.
Mikoto hanya terkikik geli melihat tingkah polos anak-anak milik Ryuu.
Fugaku hanya tersenyum tipis, namun dalam hati siapa yang tahu? Mungkin saja tertawa.
Itachi tertawa melihat betapa polosnya Ryuu.
"Saa, mari kita buka kadonya," ujar Mikoto.
"Nah Ryuu, silahkan dipilih kadonya," ujar Mikoto, ia memberikan kesempatan pertama untuk memilih kadonya.
"Lyuu mau yang ini~" ia mengambil kado dengan bungkusan berwarna merah dengan pita biru melilit indah diatasnya.
"Pilihan yang bagus," ujar Mikoto.
"Nah selanjutnya, Naru,"
"Aku nanti saja Basan, " Naruto menolak karena ia merasa tak enak mengambil lebih dahulu .
"Baiklah, Sasuke ayo ambil kadomu," Mikoto mengerti alasan mengapa naruto menolak, Ia masih terlihat canggung berada dalam keluarga ini.
"Hn," Sasuke mengambil kado dengan bungkusan berwarna orange dengan pita biru diatasnya.
Ia sempat melirik sekilas kearah Naruto.
"Itachi," itachi mengambil kado dengan bungkusan berwarna hijau dengan pita berwarna biru dongker.
"Tousan, ayou ambil kadomu,"
"Hn," Fugaku yang terlihat malas-malasan mengambil kado bungkusan coklat dengan pita putih.
"Nah, Naruto, ayou giliranmu,"
"Baiklah," Naruto yang enggan untuk menolak lagi dengan terpaksa ia maju. Ia mengambil sebuah kado berbungkus warna biru dan pita merah.
Ketika Naruto mengambil kado dengan bungkusan biru itu, Sasuke menyeringai menatapnya.
"Nah, yang terakhir aku~" mikoto mendapatkan kado dengan bungkusan berwarna putih berpita ungu.
Setelah semua penghuni rumah memilih kadonya masing-masing, aba-aba dari Mikoto untuk membuka isi kado itu diserukan.
"Nah, sekarang ayou buka kadonya sama-sama~" ujarnya senang.
"Satu.. dua.. tiga!" dan mereka semua membuka bungkusan yang menghalangi isi kado itu.
Ryuu, ia mendapat tumpukan mainan gundam edisi terbaru.
Sasuke, ia mendapatkan sebuah rajutan berwarna biru gelap—ia tahu siapa yang membuatnya.
Itachi, ia mendapatkan sebuah miniature pulau.
Fugaku, ia mendapatkan sepasang sepatu kerja.
Mikoto, ia mendapatkan seperangkat alat-alat make up.
Naruto, ia nampak shock ketika membuka bungkusan kadonya. Kenapa?
Ternyata yang ia dapatkan adalah tiga lusin celana dalam, kaos dalam, serta satu pack kondom!
Bagaimana ia membuka isi kadonya kalau ternyata isi didalamnya adalah sebuah ranjau?
Ia kesal, ia merasa sedang dikerjai, dan ia tahu siapa pelaku dari hal ini. Siapa lagi kalau bukan Uchiha termuda. Uchiha Sasuke.
"Touchan? Touchan kenapa?" ryuu merasa heran mendapati ayahnya sejaktadi terdiam.
"….grr…"
"Touchan?" tanya Ryuu lagi. Dan yang selanjutnya yang terjadi adalah teriakan kekesalan dari si pirang yang menggema di kediaman uchiha.
"TEMEEEEEEE!"
:::TZUSUKU::::
Merry Christmast All~
Kurisumasu Omedetou Gozaimasu Minna~
maaf atas keterlambatan ficnya ya minna...