Disclaimer : EXO-M's Kris dan Chen, GD&TOP, JYJ's Jaejoong, dan 2NE1's Dara punya agensi mereka, diri mereka, dan orang tua mereka masing masing.

Pair : KrisChen, sedikit bumbu YunJae.

Genre : Romance, Friendship.

Rating : Berkembang menjadi M(?), enggak M banget sih tapi menjurus sedikit

Warning : Yaoi, crack-pair.

Note: Karena sebagai remaja akupun sering membangkang.

Omong omong, waktu itu ada yang pernah bertanya aku pergi kemana, jawabannya adalah Singapura.

+Tato+

"Lihat bagaimana caramu mendidik anak!"

"Itu karena kau tidak memperhatikannya!"

"Kau juga! Urusi saja pekerjaan sialanmu!"

"Memangnya kau sendiri tidak bekerja!"

Kris mengeraskan volume musiknya, Sleeping Child dari Haggard. Dia melihat dirinya di kaca, rambutnya sekarang berwarna coklat pasir, dia mengacaknya, lalu memperhatikan bagaimana surai surai coklat pasir itu jatuh menutupi wajahnya, dia lebih bagus dengan rambut pirang dari pada hitam sebenarnya.

Dan itulah yang membuat kedua orang tuanya bertengkar. Walaupun kalau Kris tidak merubah warna rambutnya sekalipun, orang tuanya akan tetap bertengkar. Itu hal lumrah yang membuat Kris tidak betah di rumah.

Sebelumnya masalah Haggard. Baiklah, mereka adalah band metal, tapi Kris menyukai bagaimana mereka memadukan orkestra dengan musik metal, mungkin suatu saat nanti Kris akan ikut menggesek biola atau bernyanyi dengan suara baritone bersama Haggard. Lebih tepatnya Haggard adalah band orkestra metal, walaupun orang tuanya memandang band itu sebagai band metal biasa.

Lalu Kris yang mulai kesal dengan pikiran keduanya yang terlalu negatif mulai menindik telinganya. Itupun menjadi masalah, tapi bukannya memarahi Kris atau mengarahkannya mereka malah menyalahkan satu sama lain, memarahi satu sama lain dan bukannya Kris.

Dia sungguh ingin lepas dari kehidupan ini. Itulah alasannya kenapa dia belajar dengan tekun dan jadi juara kelas di sekolah, semoga dia menjadi orang hebat yang jauh dari kehidupan penuh amarah seperti ini, itu doanya.

+Tato+

"Apa kau suka tato?" Tanya GD, Jaejoong di sebelahnya membuka jas seragam mereka.

"Tato?" Tanya Kris, Jaejoong melepas kancing kemejanya, menunjukan tato di dadanya, Always Keep The Faith.

Tato adalah hal yang menarik sebenarnya, tapi itu membekas sampai mati, membuat Kris penasaran. Dia menatap tato yang ditunjukan Jaejoong dan GD dengan seksama, seperti mengundangnya untuk setidakknya membuat satu tato kecil.

"Iya."

Dan itu berlanjut sampai dia ada di sini.

"Calm down, Bro. Chen Chen selalu menjamin kau aman di bawah jarumnya." Kata GD, Kris mencernanya sebagai, Chen Chen –entah siapapun dia- selalu menjamin bahwa kliennya tidak akan terluka, iritasi, dan yang paling parah terkena AIDS.

"Thanks." Kata Kris.

"Tapi maaf aku tidak bisa menemanimu, aku ada urusan lain." Kata GD lagi, Kris mengangguk.

"Easy, G." Dan dia meninggalkan GD.

Sebuah apartermen kecil dengan nuansa yang memadukan mewahnya beludru dengan hangatnya kayu dalam satu ruangan redup, terkesan gila tapi menyenangkan. Ada dua rak buku besar yang mengapit satu meja dimana tempat itu adalah tempat yang paling terang di sana. Di sana duduk seorang pemuda.

"Apa itu kau, Jiyong?" Tanyanya, Kris hanya terdiam.

Kaca mata menggantung di batang hidungnya, rambutnya yang benar benar hitam tumbuh panjang dan menutupi wajahnya, membuat Kris penasaran, pemuda itu seperti mengundangnya untuk mengenalnya lebih jauh.

"Sepertinya kau bukan Jiyong?" Tanya pemuda itu, Kris hanya bisa memandangnya.

Dia menyisir rambut yang menutupi wajahnya dan melepas kaca matanya, menunjukan garis rahangnya yang tegas dan wajahnya yang terkesan nakal tapi juga sangat lembut, dia tidak terlihat seperti orang Korea menurut Kris, lebih seperti orang Mediterania mungkin, tapi mungkin dia salah, salahkan mencahayaannya.

"Aku temannya Jiyong." Jawab Kris.

"Oh, kau yang minta tato kalajengking itu, kan?" Tanya pemuda itu, tatapannya seakan menghakimi sekaligus memandang rendah dirinya, meskipun dia pasti tidak berniat begitu. Dia hanya mengangguk.

"Aku Kris." Katanya, sementara pemuda itu menyiapkan tempat untuk mulai melukis tato di tubuh Kris.

"Tato kalajengking di bahu kiri, tentu aku tahu siapa dirimu, Kris Wu." Katanya, menatap Kris langsung ke mata.

"Aku yakin kau akan suka disainku." Dia menyerahkan disain tatonya pada Kris, kalajengking yang manis, tentu Kris akan menyukainya.

"Tentu aku suka." Katanya.

"Dan sebentar lagi aku akan menggambarnya di lenganmu." Kata pemuda itu.

"Ngomong ngomong, aku Chen." Tambahnya.

"Chen Chen?" Nama itu meluncur begitu saja dari mulut Kris, Chen tertawa.

"Jiyong dan Jaejoong selalu memanggilku seperti itu." Dia tersenyum, sangat manis.

Waktu berlalu dengan cepat, Kris bertanya Tanya apa orang tuanya sudah pulang, terkadang dia berharap mereka tidak pulang, setidaknya tanpa mereka dia bisa tidur dengan nyenyak.

"Kenapa kau mewarnai rambutmu?" Tanya Chen.

"Hanya mencoba." Jawab Kris singkat, walaupun GD bilang Chen menjamin keamanan kliennya, tapi tetap jarum yang menusuk kulit itu sakit, beberapa kali Kris meringis kecil.

Chen tertawa lepas, seperti buta akan rasa sakit dari jarum. "Dan kau merasa lebih cocok berambut pirang ketimbang hitam." Katanya. Kris hanya tertawa saat mendengar tebakan Chen.

"Lalu kenapa kau menindik telingamu sebanyak ini?"

"Juga coba coba." Chen tertawa lagi.

"Kris, kau harus belajar mencintai apa yang ada saat ini, karena saat kau kehilangannya itu akan jadi penyesalan yang paling dalam." Kata Chen, Kris menoleh ke arahnya, menatap heran.

"Hanya ingin bicara begitu padamu, tidak ada maksud lain." Kata Chen.

"Nah, selesai."

"Terima kasih."

Chen melepasnya dengan senyuman, yang entah mengapa terus membekas dalam pikiran Kris.

+Tato+

Kris pulang seperti biasa, untunglah saat itu orang tuanya belum pulang, mereka lembur, mungkin? Dan mereka kembali saat sudah benar benar larut, Kris sudah bersiap tidur saat dia mendengar pintu depan dibuka, lalu dikunci lagi. Entah siapa yang pulang, dia tidak peduli.

Dan kehidupan di sekolahpun seperti ini saja, masuk kelas, tidak pernah memperhatikan, lalu menjadi juara kelas di setiap kesempatan. Sekolahnya itu tidak bisa mengeluarkan mereka, bahkan tidak bisa menghukum Kris dan kawan kawannya, karena sekolah swasta butuh penyumbang yang kaya, mengerti maksudnya, bukan?

Kris jadi berpikir bagaimana dia bisa bertemu dengan kawan kawannya saat ini.

GD, si Jiyong itu. Pernah jadi musuh bebuyutan para senior karena sikap kurang ajarnya, dia sudah lama berteman dengan Sandara, pindahan dari Filipina yang bahasa tagalognya sangat sangat bagus, perempuan yang tetap cantik dengan gayanya yang gila, bahkan dia adalah ratu lebah di sekolah. Mereka berdua duduk di depan dirinya dan Jaejoong, Jaejoong yang seperti malaikat, terlihat sebagai anak baik baik walaupun sebenarnya dia sama gilanya dengan GD. Dan dari obrolan di sela pelajaran setiap hari, mereka menjadi dekat, walau tak ada satupun yang saling mengetahui satu sama lain luar dalam.

Teman untuk melakukan hal gila mungkin adalah panggilan yang cocok untuk mereka, kalau ingin disamakan, Kris merasa dirinya mirip dengan Choi Seunghyun, TOP nama panggilannya, anak kelas sebelah yang terlihat bak pangeran – menurut para gadis di sekolahnya- dengan seragamnya yang selalu rapih, rambut mint-nya yang menyilaukan justru membuat Kris penasaran, TOP seperti mengundang Kris untuk tahu seberapa gila orang itu sebenarnya.

Kalau dibandingkan dari semua temannya, TOP inilah yang paling terlihat seperti anak baik baik, bersama dengan Jaejoong, tapi dibanding teman temannya Kris sendiri yang sebenarnya masih berada di jalan aman, dibanding mereka Kris adalah satu satunya yang sebenarnya tidak ingin semembangkang itu, dia hanya ingin mencoba, lalu mencari yang nyaman, dan bersama mereka sudah membuat Kris nyaman.

Dia masih memikirkan masa depannya nanti, juga orang tuanya, Kris tidak membenci mereka, hanya merasa tidak kenal, sama sekali tidak nyaman. Saat paling nyaman untuk saat ini adalah mendengar tawa Chen. Chen?

"Aku ingin menambah tato." Kata GD.

"Omo, Jiyong! Kau bisa jadi kanvas berjalan nanti!" Seru Sandara.

"Biar saja, Dara. GD itu laki laki, laki laki gila lebih tepatnya." Kata Jaejoong, dan GD menghadiahkan pukulan ringan di kepalanya, mereka tertawa.

"Oh iya, Kris. Aku dengan kau juga membuat tato, boleh aku melihatnya?" Tanya Sandara, melupakan sejenak kedua teman mereka yang mulai bertengkar.

"Tentu, tapi tidak di sini, aku bukan Jae yang bisa semudah itu memamerkan tato." Jawab Kris.

"Tentu, aku tidak memaksa untuk melihat sekarang, kan." Sandara tertawa dengan manis.

"BooJae~ BooJae~" GD mulai meledek Jaejoong.

"Diam kau, hanya Yunho yang boleh memanggilku seperti itu!" Seru Jaejoong.

"BooJae~" GD pura pura tidak mendengar dan masih meledek.

"BooJ-" Dan Jaejoong mengcengkram kerah seragamnya.

"Calm down, Jae." Kata GD, dia terlihat kesulitan bernapas dalam cengkraman Jaejoong.

"Aku tidak ingin mengingat tentang orang itu lagi." Dia menghempas GD ke lantai.

"Setidaknya untuk saat ini." Kata Jaejoong, dia menenggelamkan wajahnya di antara lengannya yang terlipat di atas meja.

"Ada apa, Jaejoong?" Tanya Sandara, itulah tugas wanita di antara dua pria berunsur api, menenangkan bagai air.

"Orang tuanya tahu tentang kami dan kalian bisa tebak kelanjutannya." Katanya. Kris bisa melihat airmatanya mengalir saat GD juga itu mengelus punggungnya, Kris yang duduk di hadapan Jaejoong yang juga tempat terjauh dari pemuda itu hanya bisa menatapnya sedih.

"Aku tidak ingin berpisah dengannya." Katanya.

Ada kalanya Kris tidak menyukai dunia, seperti saat ini, saat dunia bahkan menghakimi cinta, bagaimana kalau Jaejoong atau Yunho, kekasihnya, menikahi seorang wanita dan menjadi sepasang suami istri seperti orang tua Kris? Kris sendiripun sudah bingung mereka itu suami istri atau musuh, satu lagi alasannya untuk tidak menyukai dunia, orang tuanya.

+Tato+

Dan sepertinya Kris telah jatuh pada Chen, entah menjadi cinta, sayang, tertarik, penasaran, atau apa, tapi yang jelas saat ini dialah yang menemani GD menambah tato.

"Yo, Chen Chen!" Serunya saat memasuki apartemen Chen yang kecil.

"Kau bisa duduk di ranjangku kalau mau, sejak aku tidak punya kursi lagi, Kris." Kata Chen pada Kris, dia menunjuk ranjangnya yang berantakan.

Kris duduk di atasnya, empuk tapi terlalu berantakan, sepertinya akan sangat nyaman tidur di atasnya.

"Boleh aku tidur di atasnya?"

"Kalau kau tidak keberatan, karena aku belum membereskannya sejak mimpi basahku yang terakhir." Kata Chen, Kris terkejut.

"Bohong kok, tidurlah. Ranjangku memang berantakan, tapi aku belum tidur untuk beberapa hari." Katanya, tangannya bekerja dengan cekatan di atas lengan GD, Kris mulai tidur dan memperhatian Chen, dia sudah tidak perduli tato apa lagi yang ingin GD buat.

"Aku juga ingin tato baru." Kata Kris.

"Boleh, mau yang seperti apa?" Tanya Chen, saat ini dia sudah selesai dengan tato baru GD.

"Tapi aku tidak bisa menemanimu, jadi kalian bersenang senanglah berdua." Kata GD, dia sudah bersiap untuk pulang.

"Thanks Chen Chen! Bye guys!"

Dan dia menutup pintu.

"Jadi kau ingin tato seperti apa?" Tanya Chen, Kris melihatnya menganti peralatannya, benar benar menjamin keamanan klien, bukan?

"Terserah kau." Kata Kris, dia menanggalkan pakaiannya.

"Di lengan kananku, agar tidak terlalu terlihat."

"Ini akan jadi kenang kenangan untukmu, Kris. Setelah ini aku harus pergi."

"Pergi?" Tanya Kris, Chen mulai melukis tato di lengan kanannya.

"Iya, harta peninggalan orang tuaku habis, waliku hanya bisa membiayai kebutuhan dasarku, dan penjualan novelku menurun, mudahnya aku bangkrut."

"Kau seorang novelis?" Tanya Kris.

"Ya, dan hampir jadi yatim piatu putus sekolah." Katanya pada Kris, senyumnya mengandung luka sekarang.

"Aku dulu seperti dirimu, aku tebak orang tuamu selalu bertengkar, bukan?"

Kris terdiam. "Iya."

"Itulah kenapa aku mengatakannya padamu." Kata Chen, Kris menatapnya.

"Kau harus belajar mencintai apa yang ada saat ini, karena saat kau kehilangannya itu akan jadi penyesalan yang paling dalam." Ulang Chen, Kris masih terdiam.

"Selesai." Katanya, Kris beranjak menuju satu satunya cermin di ruangan itu, cermin besar.

"You are…" Dia mencoba membaca tato yang baru saja Chen buat lewat cermin itu.

"You are the journey." Jawab Chen, Kris menatapnya heran.

"Maksudnya?" Itu kiasan, dan kiasan bisa berarti beda di setiap kesempatan.

"Entahlah." Jawab Chen.

Dia berjalan mendekati Kris. "Kau harus bisa mempertanggung jawabkan apa yang lakukan sebagai lelaki, termasuk tato ini."

"Hanya ingin bicara begitu padamu, tidak ada maksud lain." Kata Chen, persis seperti waktu itu.

"Aku menulis apa yang bisa kau pelajari dari hidupku." Katanya.

"Aku harap kau mau membaca ini." Dia memberi Kris novelnya, 'Yatim' adalah tulisan yang tercetak besar di covernya.

"Aku tidak mau berakhir seperti si tokoh utama."

"Terima kasih, Chen."

+Tato+

'Yatim' memiliki kisah yang nyaris serupa dengan kisahnya, ini pasti kisah Chen yang sebenarnya, mungkin dengan beberapa perubahan.

Belajar mencintai apa yang ada saat ini sebelum dia pergi. Itu adalah inti dari apa yang Chen katakan padanya, perkataan Chen dan novelnya membuat pikirannya tertuju langsung pada orang tuanya, Kris tidak membenci mereka, hanya merasa tidak kenal, sama sekali tidak nyaman, tapi sesekali bersikap baik pada mereka seharusnya bukan hal yang salah.

Ibunya pulang lebih dulu malam itu, Kris sedang membaca 'Yatim' di tengah rumah.

"Apa yang kau baca, Kris?" Tanya wanita itu.

"Hanya sebuah novel." Jawab Kris, dia membatas halaman terakhir yang dia baca.

"Mau lihat?" Tanya Kris, dia menyerahkan novel itu pada Ibunya, mata mereka bertemu.

"Kau terlihat lelah sekali, Mama." Kris bisa melihat Ibunya terkejut, Kris sendiri juga terkejut, sudah lama dia tidak mengucapkan 'Mama', sudah sangat lama rasanya.

Tentu Ibunya itu sangat lelah, lelah karena pekerjaan juga lelah karena pertengkarannya. "Aku tidak apa apa, Kris." Tapi itu yang dia katakan.

Setelahnya Ayahnya pulang.

"Kenapa kau masih di sini? Sana tidur." Katanya.

"Aku sedang membaca." Balas Kris.

"Sini aku lihat." Ayahnya mengambil paksa novel itu dari tangan Kris, tapi tetap membatasi halaman terakhir yang Kris baca.

"Jadi kau menyukai tulisan Scorpius Im?" Tanya ayahnya, menunjuk nama penulis di cover 'Yatim'.

"Ah, ya. Begitulah." Jawabnya kaku, Ayahnya tertawa dan mengacak rambut Kris, dia mengembalikan novel itu pada Kris.

"Apa kau sudah tahu sebentar lagi dia akan merilis novel baru? 'Bahkan dengan satu sentuhan' kalau aku tidak salah." Katanya, lalu dia meninggalkan Kris.

"Papa!" Seru Kris.

"Selamat malam." Katanya lagi.

"Malam." Hanya itu jawaban dari Ayahnya, Kris harap itu adalah langkah baik untuk menyatukan keluarganya lagi.

+Tato+

Scorpius Im, Kris merasa bodoh baru menyadari nama itu sekarang, selama dia membaca 'Yatim' harusnya dia pernah melihat nama itu, setelahnya dia mencari nama Scorpius Im.

Scorpius Im

Seorang penulis yang informasi pribadinya tidak diketahui. Dia mulai menjadi sorotan publik saat novel pertamanya yang berjudul 'Yatim' menjadi bestseller di Korea Selatan. Pada tanggal 21 September nanti dia akan merilis novel terbarunya yang juga menyudahi masa hiatusnya, 'Bahkan Dengan Satu Sentuhan'.

Chen adalah orang yang misterius, bisa jadi apa yang Kris baca tentang Scorpius Im adalah kehidupan Chen yang asli, tapi bisa jadi bentuk dari kebohongan, Tapi Kris harus mendapatkan Chen.

+Tato+

Kris merapatkan cardigannya, dia butuh sesuatu di atas baju putihnya untuk menutupi tato. Perilisan novel 'Bahkan Dengan Satu Sentuhan' adalah tempat dimana dia berada sekarang, dari tempatnya berdiri saat ini dia bisa melihat sang penulis –Scorpius itu sendiri- menanda tangani novel novelnya sendiri.

Rambutnya yang memanjang disisir rapih, Scorpius adalah pemuda yang manis, terkesan polos dengan senyum malu malu, sayangnya hanya sedikit orang yang tahu dia adalah Chen yang melukis di atas kanvas hidup.

Matanya bertemu dengan mata Chen, pandangan padanya masih tetap sama, itu milik Chen. Pandangan itu justru membuat Kris penasaran, Chen seperti mengundangnya untuk mendekat dan bicara padanya. Kris dengan 'Bahkan Dengan Satu Sentuhan' perlahan berjalan menuju barisan, antrian untuk mendapat tanda tangan sang novelis, Scorpius Im.

"Hai." Sapa Chen. Dia masih terlihat seperti Chen walaupun sedang menjadi Scorpius Im.

"H-hai." Jawab Kris canggung.

"Kau membaca tandaku?" Tanyanya pada Kris.

"Nama." Jawab Kris singkat, Chen hanya tersenyum.

"Aku harap kau juga mau membaca novelku yang ini." Chen menyodorkan novelnya yang tadi ditanda tangani pada Kris.

Kris membuka halaman pertama novel itu, halaman yang tepat ada di belakang cover. Chen menulis nomer, apa ini perintah untuk menghubunginya?

+Tato+

Alkisah di suatu kota tinggallah seorang pemuda yang bisa meramal. Datanglah padanya pemuda dengan rambut sewarna emas dan mata sebiru samudra, dia pantas menjadi pangeran, tapi gadis itu melihat kegelapan mengitari pemuda itu. Nyatanya, dia dikejar kemalangan, pencuri di istana harus ditangkap. Walaupun mereka tidak saling mengenal sebelumnya, tapi itu juga berarti menangkapnya. Dia harus menyelamatkan pemuda itu, juga menyelamatkan dirinya sendiri. Dia harus lari tapi tak terlihat, dia meminta untuk kabur sebelum tertangkap, tapi penyelidikan kerajaan sudah hampir sampai pada dirinya, dia sendir harus kabur, dan menuju suatu danau yang menyejukan nan cantik, tempat dimana dia bertemu dengan pemuda dengan rambut sewarna emas dan mata sebiru samudra itu lagi.

Itulah garis besar cerita 'Bahkan Dengan Satu Sentuhan' menurut Kris, akhir cerita novel itu masih menggantung, jadi kisah dalam 'Bahkan Dengan Satu Sentuhan' masih bisa terus berlanjut sesuai apa yang dirinya dan Chen lakukan. Kris meletakan novel itu di meja, dia merasa mirip dengan tokoh pemuda dengan rambut sewarna emas dan mata sebiru samudra, dan Chen adalah pemuda yang bisa meramal, dan mereka berdua kabur dari suatu hal yang Kris artikan sebagai kehilangan orang tua, kalau disambungkan dengan 'Yatim' menyayangi orang tua adalah arti dari pesan pertama Chen untuknya, sebelum dia benar benar kehilangan mereka. Dan kalau disambungkan dengan 'Yatim' lagi, Chen sudah kehilangan mereka.

Sepertinya dia terlalu keras memutar The Great Escape dari Girls' Generation, selera musiknya benar benar tidak bisa ditebak, suatu saat mendengarkan Haggard, lalu Mecano, kemudian ABBA dan The Carpenters, lalu Big Bang dan sekarang Girls' Generation. Hanya ada satu hal yang sama, dia selalu mendengarkan music dengan suara keras, biasanya itu adalah pelarian dari dia yang tidak ingin mendengar pertengkaran orang tuanya. Dia sudah tidak pernah mendengar mereka bertengkar lagi, dan itu bagus untuknya.

Di hari minggu yang tenang saat dia sudah menyelesaikan 'Bahkan Dengan Satu Sentuhan', dia mennghubungi Chen.

"Halo Hyung, bisakah kau meneleponku nanti, aku masih belum menyelesaikannya, ma-"

"Chen." Kris tersenyum mendengar Chen yang langsung berbicara, tanpa memastikan siapa yang menghubunginya.

Chen terdiam. "Chen Chen." Kris memanggilnya lagi.

"Jangan bilang kau adalah Kris." Katanya.

"Memangnya kenapa kalau aku adalah Kris Wu?"

"Seharusnya itu bukan masalah."

Kris tertawa mendengar apa yang Chen katakan. "Aku sudah selesai membaca novelmu."

"Oh, bagaimana? Apa kau menyukainya?"

"Ya, begitulah."

Mereka terdiam.

"Hey, Chen. Bagaimana kalau kita menjadikan akhir 'Bakhan Dengan Satu Sentuhan' jadi nyata."

Chen tertawa. " Aku dan kau bersama, seperti itulah seharusnya." Kata Kris, mengutip dari novel Chen.

"Itulah yang aku maksud dengan kau harus bertanggung jawab." Dia tertawa kecil untuk yang kesekian kalinya.

"Kau harus tanggung jawab atas perasaanku padamu."

Apa dunia sebenarnya begini mudahnya? Atau kita saja yang membuatnya rumit? Atau justru dia sendiri memang rumit? Seperti apapun dunia sebenarnya Kris tetap saja orang yang tidak suka mempersulit apa yang dia lalui di dunia ini, termasuk percintaan mungkin.

"So, apa Jum'at ini kau kosong?"

Chen terdiam, sepertinya dia sadar kalau ini adalah ajakan kencan.

"Aku harus mengurus segala sesuai untuk melayar lebarkan 'Bahkan Dengan Satu Sentuhan.'"

"'Bahkan Dengan Satu Sentuhan' akan difilmkan, maksudmu?"

"Ya, jadi ada banyak hal yang harus kuurus agar filmnya tidak melenceng dari novel."

"Hm, tapi aku kosong sabtu malamnya, kita bisa pergi." Lanjut Chen.

"Baiklah, akan aku jemput di apartemenmu."

Ini bisa disebut sangat nekat, karena dia belum mengenal Chen, tapi di samping itu Kris juga ingin bertemu dengan pemuda itu lagi, apa dia sudah jatuh cinta?

+FIN+