CHAPTER I

THE BURNT CHRISTMAS NIGHT

Malam ini adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh para penduduk desa Burgess yang berlokasi di Pennsylvania. Bagaimana tidak, mereka sudah bekerja keras untuk mempersiapkan acara ini dari seminggu yang lalu. Banyak sekali makanan lezat sudah disiapkan di meja kayu yang kokoh, mulai dari daging rusa bakar, buah-buahan segar seperti apel dan cherry, dan pastinya minuman yang tidak pernah terlewatkan di setiap pesta, yaitu anggur. Pada malam yang spesial ini para penduduk desa bersama-sama merayakan malam Natal.

Dengan suara yang bergema, para pria dewasa sibuk bercerita dengan para rekannya sambil menyantap lahap makanan yang disiapkan oleh para wanita. Mungkin lebih tepatnya merekalah pihak yang paling banyak menghabiskan porsi makanan, sampai-sampai beberapa wanita yang terkenal galak berdiri di dekat meja hidangan untuk melindungi makanan dari para pria yang rakus. Para wanita dengan anggunnya berdansa di seputar api unggun yang menghangatkan suasana malam hari yang penuh salju.

Mungkin Anda sudah bisa menebak apa yang dilakukan oleh para remaja di setiap pesta. Para laki-laki remaja memamerkan benda-benda yang diakuinya sebagai hasil buruannya, padahal itu semua benda yang diturunkan oleh nenek moyangnya selama berpuluh-puluh tahun, agar teman-temannya mengakui kekuatannya. Para perempuan sibuk menghias dirinya sendiri agar tidak kalah cantik dari teman-temannya dan bergosip tentang laki-laki yang mereka anggap keren di desa Burgess. Aktivitas ini sangat wajar dilakukan setiap kali ada pesta yang diadakan di desa ini. Hanya ada satu remaja laki-laki yang tidak mengikuti kebiasaan tersebut sehingga para penduduk desa lainnya memandangnya sebagai anak yang unik. Walaupun dia sudah berumur 18 tahun, dia lebih memilih untuk bermain dengan anak-anak yang umurnya jauh lebih muda darinya. Karena keunikannya ini, dia disukai oleh anak kecil, para orang tua, dan para remaja perempuan, kecuali teman laki-laki seumurannya. Para penduduk desa mengenalnya sebagai Jack.

"Ketika pemburu itu sudah menemukan mangsanya, ia menyiapkan busurnya, dan memusatkan pandangannya pada rusa yang berada beberapa meter di depannya. Sang pemburu maju beberapa langkah agar semakin yakin tembakannya tepat sasaran, tetapi dia sangat ceroboh karena tidak melihat batu di pijakannya dan BRUAK! Dia terjatuh!" Jack bercerita dengan memainkan boneka-boneka yang diselipkan di kedua tangannya di balik balok-balok penyimpanan anggur sehingga menyerupai sebuah theater kecil. Para anak kecil menyimak cerita Jack dengan antusias.

"Lalu bagaimana Jack? Apa rusa itu kabur?" tanya seorang anak laki-laki penasaran.

"Atau rusa itu marah dan menyerang si pemburu?!" tanya seorang anak lainnya.

"Aku yakin pasti ada peri yang membantu si pemburu!" lontar seorang anak perempuan dengan lantang.

"Hahaha… kalian penasaran dengan kelanjutan ceritanya?" tanya Jack iseng sambil bangkit dari duduknya dan mulai menampakkan diri dari balik balok-balok anggur.

"Jack muncul! Tandanya cerita semakin seru!" lontar seorang anak yang semakin semangat.

Jack mengambil ranting pohon oak yang sudah disiapkannya dan menempelkannya di kedua telinganya. Jack menirukan gerakan rusa dengan mengangkat kedua kakinya secara bergantian sambil melanjutkan ceritanya.

"Si rusa sadar bahwa dia akan diburu. Rusa yang tidak ingin menjadi santapan sang pemburu pun mengambil ancang-ancang. Kaki kanannya menendang tanah, kepalanya menjulur ke depan, dan si rusa pun berlari dengan kencang ke arah sang pemburu."

"Apa yang terjadi dengan si pemburu, Jack?" tanya seorang anak laki-laki yang duduk di dekat Jack.

Jack mendekati anak itu dan dia berpura-pura menyerangnya, bagaikan rusa dalam ceritanya, "Rusa itu berhasil melumpukan si pemburu. Dan pemburu itu adalah kamu!"

Menyadari bahwa dirinya diincar, anak itu mencoba kabur. Tubuhnya yang tinggi membuat Jack dengan mudah menangkap dan mengangkatnya ke udara, "GROAR, si rusa melempar sang pemburu ke udara!"

"Turunkan aku, Jack!" teriak anak itu dengan nada memohon.

Anak-anak lain tertawa terbahak-bahak. Mereka sangat puas mendengar cerita yang sudah dikarang Jack seharian khusus untuk malam ini. Melihat anak-anak yang tertawa bahagia, Jack ikut merasa bahagia, bahkan melebihi yang dirasakan anak-anak ini.

Jack menurunkan anak itu ke tanah dan mengelus kepalanya, "Maaf aku sudah menakutimu, teman." Jack mengambil permen dari rompi kulitnya dan memberikannya pada anak malang ini, "Karena ekspresimu yang sangat bagus, kamu berhak menerima kado ini."

Raut wajah anak itu berubah menjadi sangat cerah dan dia berterima kasih kepada Jack.

"Jack, maukah kamu menjadi kakakku?" tanya anak laki-laki itu tiba-tiba.

"Hei, kalau aku jadi kakakmu, bagaimana dengan kakakmu di sana?" tanya Jack sambil menoleh kepada seorang cowok di kejauhan yang sedang asyik berada di kerumunan teman-temannya.

"Kakakku jahat. Dia nggak pernah mau menemaniku bermain. Beda sekali dengan Jack. Aku mau Jack menggantikan kakakku."

Jack merasakan kesedihan yang terlontar dari pengakuan anak itu. Memang benar, Jack jarang sekali melihat anak itu bermain dengan kakaknya. Jack pun menjawab, "Tentu saja aku mau. Kalian semua adalah adikku."

"Tidak bisa! Jack adalah kakakku!" bantah seorang anak perempuan berambut coklat sepundak yang menghampiri Jack. Dia menarik tangan Jack, mencoba menjauhkannya dari anak laki-laki itu.

"Hey, tenanglah Jill. Aku cuma bercanda," ucap Jack pada adiknya yang terlihat cemburu.

Jack sangat mengenal adiknya dengan baik. Jill yang berbeda sepuluh tahun darinya cenderung posesif terhadap kakaknya. Jill tidak suka jika Jack terlalu akrab dengan anak kecil lainnya. Jill tidak ingin kehilangan Jack karena dialah yang setia menemaninya bermain setiap hari. Orang tua mereka sibuk bekerja setiap hari, ayah bekerja sebagai penebang pohon, dan ibu sebagai penjahit. Mereka tidak memiliki waktu untuk kedua anaknya. Setiap kali Jill mengajak Jack bermain, Jack tidak pernah menolak. Jill suka bermain hopscotch bersama Jack. Padahal permainan ini tidak sesuai lagi dengan umur Jack yang sudah beranjak dewasa. Seringkali Jack diejek oleh teman-teman sebayanya karena bermain hopscotch, tetapi Jack tidak pernah memedulikannya. Bagi Jack, sebagai seorang kakak, kesenangan adiknya adalah yang terpenting dan tidak ada hal lain yang dapat menggantikannya.

"Uhmm, kamu selalu saja bercanda!"

"Ha-ha. Kamu harus percaya padaku, Jill. Aku tidak akan pernah menggantikan posisimu sebagai adikku satu-satunya dengan yang lain."

"Janji ya?"

"Ya. Aku berjanji."

Mendengar janji kakaknya, Jill pun menjadi tenang dan tersenyum lebar.

Dari kejauhan ibu Jack memanggil, "Jack! Jill! Anak-anak! Ayo kumpul kemari! Acara utama akan segera dimulai."

"Baiklah, Mum!" balas Jack.

Jack memberi aba-aba bubar kepada anak-anak dengan menepuk tangannya.

"Teman-teman, waktu cerita sudah selesai. Ayo semuanya kembali ke ayah dan ibu kalian."

Anak-anak di sekeliling Jack nampak kecewa. Bagi mereka mendengar cerita dari Jack jauh lebih menyenangkan daripada mengikuti pesta bersama keluarganya. Jack pun berjanji kepada mereka bahwa dia akan kembali bercerita di lain kesempatan.

Sudah menjadi tradisi bahwa acara utama setiap perayaan Natal di desa Burgess adalah berkumpul di seputar pohon oak tua yang sudah dihias sedemikian rupa dengan ornamen Natal. Anak-anak menuliskan permintaan mereka di sebuah kertas, memasukkannya ke dalam amplop putih, dan menggantungkannya di ranting-ranting pohon Natal ini. Mereka berharap impiannya akan dikabulkan oleh Santa Claus. Pada kenyataannya, jika anak-anak sudah kembali ke rumah dan tidur lelap, para orang tua akan mengambil amplop milik anaknya dan membaca tulisan di kertas tersebut. Tanpa sepengetahuan anaknya, para orang tua akan meletakkan kado di kamar anaknya.

Jack dan Jill mengikuti arus penduduk desa yang berjalan menuju pohon Natal yang berada di hutan di utara desa. Sesampainya di sana sudah banyak sekali orang yang berkumpul. Musik yang diiringi oleh terompet dan drum meramaikan suasana. Setiap anak berkumpul bersama keluarganya dan menuliskan harapan mereka di selembar kertas yang sudah dibagikan.

Ayah dan ibu Jack meminta Jack untuk menemani Jill menggantungkan amplopnya. Lantas Jack membawa pergi Jill ke dekat pohon.

"Jack, apa yang kamu minta dari Santa Claus?" tanya Jill penasaran.

"Sama seperti setiap tahunnya. Aku hanya ingin terus berkumpul bersama keluargaku. Dad, Mum, dan kamu. Kado ini sudah lebih dari cukup bagiku. Bagaimana denganmu, Jill?"

Dulu Jack selalu meminta mainan kepada Santa Claus. Tetapi setelah beranjak dewasa, Jack tidak meminta kado yang muluk-muluk lagi karena dia mulai meragukan keberadaan Santa Claus. Dia sudah cukup dewasa untuk mengetahui bahwa Santa Claus tidaklah lebih dari sekedar mitos. Hanya saja dia menyimpan pengetahuan ini dari adiknya karena tidak ingin menghancurkan impian adiknya yang masih polos. Walaupun begitu, masih tersimpan sedikit harapan dalam hatinya untuk bertemu Santa Claus.

"Rahasia! Tee-hee."

Dengan cepat Jill memasukkan kertasnya ke dalam amplop supaya Jack tidak bisa membacanya.

"Ah, itu tidak adil. Aku sudah memberitahu isi kertasku. Jangan-jangan… kamu menulis hal-hal yang jelek tentang aku."

"Hmph, ini sebagai hukuman untuk Jack yang selalu membohongiku!"

"Ha-ha. Impian seperti itu tidak akan dikabulkan oleh Santa Claus, loh. Santa hanya mengabulkan permintaan dari anak baik."

"Lalu bagaimana dengan anak nakal? Apa Santa akan menghukum mereka?"

"Tentu saja tidak. Santa sangat sayang kepada anak-anak. Walaupun menurut orang-orang wajahnya menyeramkan, dia tidak akan tega menghukum anak yang nakal."

"Apa Santa akan datang malam ini ke rumah?"

"Yeah. Hanya kalau kamu sudah tidur lelap. Santa tidak ingin kedatangannya diketahui anak-anak. Makanya ayo kita segera menyelesaikan acara ini."

Jill mengangguk dan memberikan amplopnya kepada Jack. Dengan bantuan Jack, amplop Jill digantungkan ke salah satu ranting pohon oak, bersebelahan dengan milik Jack. Setelah semua anak-anak selesai menggantungkan amplopnya, anak-anak membuat lingkaran besar seputar pohon Natal sambil bergandengan tangan satu sama lain. Dengan kepala yang menengadah ke langit, mereka mulai menyanyi:

Hai bulan, sampaikanlah impian kami

Kepada Santa Claus yang berkendara di lautan bintang

Hai Santa Claus, inilah impian kami

Kami berjanji akan menjadi anak yang baik

Karena itu kabulkanlah permohonan kami

Jack dan para orang tua lainnya menonton anak-anak bernyanyi. Suara mereka melengking dan terkadang tidak beraturan karena salah nada. Walau begitu, tidak ada satu pun yang berkomentar. Para orang tua terkesima dengan lagu sederhana ini. Terkadang beberapa dari mereka terharu karena mengingat masa-masa kecilnya yang dipenuhi dengan kepolosan. Kepolosan semurni mutiara, tetapi sudah sirna pada para orang dewasa karena terkikis oleh logika.

Jack ikut memandangi langit. Seolah-olah dia mencari dari langit sebelah manakah Santa Claus akan muncul dengan keretanya sambil membawa gunungan kado. Jack menggerakkan lehernya, dari kiri ke kanan, dari kanan ke kiri, tetapi tidak ada satu pun tanda pergerakan di langit. Hanya ada bintang-bintang yang berkelap-kelip dan awan yang menutupi cahaya bulan di malam ini yang dapat Jack temukan.

Jack tahu betul bahwa usahanya sia-sia. Setiap malam Natal dia melakukan hal yang sama untuk mendapatkan hasil yang sama. Tetapi nampaknya dia tidak kunjung putus asa. Dia hanya ingin menemukan jawaban atas pertanyaannya selama ini: apa Santa Claus benar-benar nyata?

Dalam hatinya Jack melontarkan pertanyaan itu pada bulan. Awan yang tadinya menutupi bulan mulai bergerak dan sebersit cahaya bulan mulai terpancar. Sedikit demi sedikit bulan mulai menampakkan seluruh wajahnya. Di saat yang sama, Jack melihat ada sesuatu yang melaju kencang di langit. Saking kencangnya sehingga Jack sadar bahwa benda itu akan mendarat tepat ke tempatnya berdiri.

Tidak mungkin… Benda itu…

"Awas! Meteor jatuh!" teriak Jack hingga mengejutkan para penduduk desa di sekelilingnya.

Ada yang menganggap Jack hanya berkhayal gara-gara mengantuk. Ada juga yang malah tertawa terbahak-bahak. Tetapi suara gemuruh yang datang dari meteor terdengar sangat jelas hingga menyadarkan mereka bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Mereka melihat ke langit dan memang benar benda itu tampak seperti meteor, besar dan mengeluarkan api. Suasana pun menjadi kacau. Lingkaran anak-anak menjadi hancur karena mereka melepaskan genggamannya untuk berlari. Para orang tua mencari anaknya dalam kerumunan. Teriakan minta tolong dan perintah untuk lari bergema di dalam kekacauan ini.

Jill berlari menjauhi pohon, tetapi dia menabrak seorang pria bertubuh besar sehingga terjatuh dan melukai kakinya. Jill berteriak meminta tolong pada kakaknya. Jack berusaha untuk melawan arus kerumunan orang untuk menolong Jill. Dia tidak memikirkan keselamatannya. Di dalam pikirannya hanya terbesit keinginan untuk menolong adiknya.

Meteor itu jatuh tepat di atas pohon Natal. Setan api melahap habis pohon itu dalam sekejap beserta amplop-amplop yang tergantung di sana. Bau gosong, hawa yang panas, dan suara gemercik pohon yang terbakar semakin mengacaukan suasana di malam ini.

Jack tiba di tempat Jill terjatuh. Untunglah luka di lututnya tidak parah, hanya berdarah karena bergesekan dengan kerikil. Jack segera mengangkat Jill dan menyandarkannya di atas punggungnya.

"Tenanglah Jill, kakak sudah ada di sini," kata Jack menenangkan adiknya yang menangis dan gemetar ketakutan. Bagaimanapun Jill masih terlalu kecil untuk menyaksikan adegan yang mengerikan ini.

Muncul ledakan lainnya dari arah pohon. Ledakan ini begitu besar hingga Jack bisa merasakan angin ikut terseret dan menyebabkan Jack terjatuh tepat ke atas batu. Untunglah Jack sigap melindungi Jill dengan memeluknya. Akibatnya kepala Jack terbentur, namun Jack berusaha sekuat tenaga untuk berdiri lagi. Dari balik punggungnya, Jack mendengar suara gemuruh yang memekikkan telinga. Dengan pandangan yang mulai kabur, Jack menoleh ke arah datangnya suara itu. Jack tidak dapat melihat dengan jelas, yang dapat dilihatnya hanyalah bayangan hitam yang menyerupai monster bertanduk dua. Jack sadar bahwa benda yang jatuh dari langit bukanlah meteor, melainkan seekor monster.

Bulu kuduk Jack berdiri. Keringat dingin mengucur dari keningnya. Jantungnya berdebar dengan kencang. Baru kali ini Jack merasakan ketakutan yang begitu besar.

"Jack, aku takut…," rintih Jill.

"Kamu akan baik-baik saja. Jangan takut, kakak akan melindungimu," ucap Jack yang sadar bahwa sebenarnya rasa takut dalam dirinya tidak kalah dari adiknya.

Dari bayangan yang terbentuk karena kobaran api, Jack bisa melihat bahwa monster ini sedang mencari-cari sesuatu. Tingkahnya mirip sekali dengan pemburu yang mencari mangsa seperti dalam cerita Jack tadi. Si monster menyadari keberadaan manusia di dekatnya. Dia mulai berjalan mendekati Jack dan Jill.

Ini gawat sekali. Kita harus kabur secepatnya! Jack berusaha untuk bangkit, tetapi tidak bisa. Kakinya bergetar dengan kencang. Dia terpaku di bebatuan. Pandangannya juga semakin kabur. Di kala ketidakberdayaannya, Jack memandangi bulan dan memohon pertolongan padanya. Tolonglah kami.

Sedetik kemudian Jack dapat melihat sebuah kereta meluncur di langit yang ditarik oleh enam rusa yang gagah. Kereta itu berwarna merah dan dihiasi oleh emas di pinggirnya. Di kedua sisi terdapat sayap sehingga menyerupai sebuah pesawat. Di bagian bawahnya terdapat besi yang berkilau untuk meluncur di atas es. Terdapat empat penumpang di sana, termasuk dengan pengemudinya.

"Lindungi anak-anak! Segera!" teriak salah seorang dari mereka.

Tanpa keraguan, mereka segera melompat dari kereta dan mendarat tepat di depan Jack dan Jill. Dengan samar-samar, Jack dapat melihat mereka dari belakang.

Fisik keempat 'orang' ini sangat bervariasi, bahkan mereka tidak nampak seperti manusia pada umumnya, kecuali untuk seorang yang berteriak tadi, yang nampak seperti pemimpin kelompok ini. Dia bertubuh besar, mengenakan jubah merah dengan hiasan bulu-bulu hitam di sekitar leher, dan topi berwarna hitam. Seorang lainnya bertubuh kerdil dan berwarna kuning keemasan seperti pasir. Seorang lainnya lagi seperti kangguru yang dipenuhi bulu berwarna putih dan biru. Dan yang terakhir nampak seperti campuran manusia dan burung berbulu hijau dan bersayap.

Jack teringat dengan dongeng yang selalu diceritakan ibunya setiap malam sebelum dia tidur. Perawakan kelompok orang ini mirip sekali dengan tokoh-tokoh di dongeng itu. Si tubuh besar adalah Santa Claus, si kerdil adalah Sandman, si kangguru-yang mirip sekali dengan kelinci adalah Bunnymund, dan si campuran manusia dan burung adalah Tooth Fairy. Jack berpikir apakah ini semua hanyalah mimpi. Keempat sosok di depannya terlalu aneh untuk sebuah realita. Atau mungkin benturan tadi menyebabkannya menjadi gila.

Mereka bersiap-siap untuk bertarung dengan si monster. Santa Claus mengeluarkan pedang dan menggenggamnya di kedua tangannya. Bunnymund melepaskan boomerang berukuran besar yang dipangku di bahunya. Sandman nampaknya bisa menggunakan sihir karena dia membentuk cambuk dari pasir ajaib yang dapat dimunculkan sesuka hati. Sedangkan Tooth Fairy membelah dirinya menjadi ratusan burung-burung kecil.

Sandman menyadari bahwa ada Jack dan Jill di sana. Sebelum Jack dapat menanyakan identitas kelompok ajaib ini, Sandman melemparkan pasir ajaib ke mata Jack dan Jill. Entah apa tujuannya, sepertinya dia tidak ingin ada yang menyaksikan pertarungan ini. Seketika Jack merasa sangat mengantuk. Semakin dan semakin mengantuk.

Kemudian Jack tertidur dengan pulas.