Ethereal Lie

Disclaimer:

Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Warning:

OOC adalah peringatan utama saya, typos, cracked-pair, etc.

so, seriously, DON'T LIKE DON'T READ

Cinta itu sederhana.

Kau mungkin pernah berharap bertemu jodohmu dalam kejadian-kejadian romantis seperti yang pernah kau tonton atau kau baca dalam kisah romantis. Tapi ternyata kau bertemu dengan orang yang kau cintai dan mencintaimu melalui rangkaian kejadian sederhana. Yah, karena cinta itu memang sederhana kan?

Hinata menunduk takut dalam tatapan yang oh-so-wow tajam dari Sasuke. Sudah lebih dari setengah jam dia diperlakukan seperti ini oleh sang pangeran kampus yang terkenal karena kecerdasannya sekaligus kekejamannya.

Sumpah demi apapun, tak pernah sekalipun dia bermimpi akan berhubungan dengan Uchiha Sasuke yang terkenal ini. Rasanya mereka sama sekali tak pernah berhubungan karena meskipun berada di fakultas yang sama tapi jurusan yang berbeda. Dan tiba-tiba, di salah satu koridor perpustakaan yang sepi ini, pria ini meminta sesuatu seabstrak itu.

Gadis cantik dari keluarga Hyuuga itu menelan ludah saat diam-diam melirik wajah Sasuke sambil menunduk takut. Rahang yang tegas, kulit pucat, mata hitam yang berkilat dingin, bibir tipis yang tak pernah tersenyum tulus, wajah keren yang luar biasa tampan, dan ekspresi yang tidak ramah. Tipe yang sempurna bagi Hinata untuk dijauhi.

Mata segelap batu obsidian itu menatapnya tajam, sebelum kemudian menunduk dan mendekatkan wajahnya pada Hinata. "Ku tanya sekali lagi, Hyuuga, kau mau jadi pacarku kan?"

Itu bukan pertanyaan! Jerit Hinata dalam hati. "A…ah, i… itu…" aku tidak bisa. Aku punya tunangan. Mata segelap malam itu menatapnya intens dan tajam dengan aura dingin yang mematikan. "aku tidak menyukai…" mata itu mendekat dan membuatnya gugup setengah mati.

"Kau menolakku?" Tegas Sasuke tajam.

"A… ah, ti… tidak, Uchiha-san!" Hinata seketika kelabakan. Keinginannya untuk berbohong seketika kandas.

"Jadi kau menerimaku kan?" Lanjut Sasuke semakin tajam.

"I… itu…"

"Jawab yang tegas!"

"I… iya!"

Hinata menutup mulutnya saat secara spontan menjawab pertanyaan yang menyangkut hidup dan matinya ittu. Sementara Sasuke menyeringai puas, lalu membelai wajah Hinata dengan lembut. Membuat gadis yang identik dengan rona wajah itu semakin merah. "Bagus." Sasuke berdiri, sebelum kemudian mengantongi kedua tangannya. "Kalau begitu besok kita kencan. Setelah selesai kuliah kau ku jemput."

"Ta… tapi…"

Doengg.

Hinata terpuruk karena kalah dan Uchiha Sasuke telah meninggalkannya tanpa pernah mendengar keberatan Hinata. Ah, Hinata, kau memang harus banyak belajar bicara dengan orang asing.

Ah, bagaimana caranya dia bilang kalau sebenarnya ada orang lain yang disukainya?

"A… akan ku pikirkan nanti," gumam Hinata. Gadis itu melirik jam di dinding perpustakaan. Sepuluh menit lagi kelasnya dimulai, maka dengan terburu-buru dia membereskan barang-barangnya dan meninggalkan perpustakaan.

Saat Hinata mendengar ajakan 'pulang bareng', dia berpikir kalau itu akan terjadi nanti atau kapan-kapan. Tak pernah sekalipun terpikir kalau kata itu akan berlaku saat itu juga.

Ketika dia keluar kelas, Sasuke telah menunggunya sambil mengantongi kedua tangannya dan merokok. Gaya yang oh-seksi-sampai-mati bagi banyak gadis, tapi oh-berandal-mengerikan bagi Hinata. Karena berpikir Sasuke tidak sedang menunggunya, maka gadis manis itu berjalan diam-diam diantara para fans Sasuke agar tidak menarik perhatian Sasuke.

"Hyuuga"

Dan… gagal.

Wajahnya seketika berubah gugup ketika sang Uchiha itu berjalan mendekatinya dengan wajah garang dan rokok yang dihisap kuat. "Ah, Uchiha-san," sapanya kaku.

Rokok yang masih tersisa setengahnya itu dibuang santai di tong sampah, sebelum kemudian merangkul Hinata. Hal yang seketika membuat banyak gadis histeris.

"Sasuke-kun!"

"U… Uchiha-san?"

"Jangan pedulikan. Ayo pulang."

"E… eh, tapi…"

Mata hitam itu berkilat ingin dan tajam. "Pulang."

Dan sukses membuat Hinata takluk dan menurut. Gadis itu berjalan tertunduk dibawah tatapan tajam para fans Sasuke yang memandang iri tapi tak bisa berbuat apa-apa. Yah, Sasuke telah memasang status di berbagai akun jejaring sasoalnya yang intinya menyatakan telah berpacaran dengan Hinata Hyuuga dan menuntut semua yang mengaku fansnya jaga jarak dengan mereka.

Sepanjang perjalanan ke tempat parkir mereka lalui dalam diam, tapi rangkulan Sasuke semakin lama semakin protektif terhdap Hinata.

"Uchiha-san…"

"Panggil namaku mulai sekarang," tangannya meremas lambut bahu Hinata. "Hinata."

Wajah Hinata seketika berubah menjadi merah. "A… ah, ba… baik, Sa… Sasuke-san."

"Dan jangan pakai akhiran seperti itu lagi. Kau tidak berniat dekat denganku, eh?"

Tidak. "A… aku…"

"Setidaknya, berpura-pura baiklah padaku," potong laki-laki itu tajam. "Mulai panggil namaku seperti kau memanggil Naruto." Jantung Hinata terasa berhenti seketika. Apa Sasuke tahu kalau…

"Atau ku bocorkan rahasiamu padanya."

Langkah Hinata terhenti. Dia menatap Sasuke dengan bingung dan takut.

"Sa… Sasuke-san tahu kalau aku…"

Menyukai bocah kuning tolol itu? "Ya." Pria itu membiarkan mata mutiara sang gadis menatapnya, menginvasi lagi kesadarannya dan loyalitasnya pada apapun. Damn, inikah cinta itu? Tak peduli bagaimanapun caranya, kau selalu ingin bersama gadis yang kau cintai selama kau yakin bisa membahagiakannya? "Makanya, panggil aku seperti kau memanggil Naruto."

Hinata tahu sejak awal kalau dia berada di pihak yang kalah. Tapi dia tidak pernah menyangka kekalahannya datang padanya secepat dan setelak ini.

"Sa… Sasuke… kun."

Sebuah senyum tipis tergores di wajah stoic Sasuke, sedikit membuat Hinata heran. Tangan pria itu mengacak rambut gelapnya dengan lembut. "Bagus."

Pipi Hinata memerah ketika jemari tangan Sasuke menelusup ke jemari tangannya yang dingin, sebelum kemudian menariknya berjalan ke parkiran lagi.

Yang makin membuat Hinata bingung adalah saat tahu Sasuke tidak membawa mobil seperti biasanya, melainkan motor besar yang… garang dan terlihat berbahaya. Astaga!

"Sa… Sasuke-kun… ini…"

"Hn." Wajah pria itu kembali datar saat memaasangkan helm hitam nya pada Hinata, lalu memakai helmnya yang berwarna sama dan menaiki motornya. "Ayo."

"A… ah, ano, aku bisa… naik kereta…"

"Aku punya nomor dan email Naruto. Menurutmu mana yang cocok untuk memberitahunya…"

"Baik!" Dengan cepat Hinata menaiki motor hitam itu, lalu kembali merutuki spontanitasnya yang semakin parah.

Sasuke menyeringai melihat sikap gadis itu. Manis sekali. Tipe penggugup lembut yang butuh dilindungi. Tipe impian Sasuke. "Pegangan."

Tangan putih itu mencengkram kemeja Sasuke yang berkibar karena tidak dikancingkan, membuat pria itu memutar bola matanya. Jika gadis lain yang ada diposisinya sekarang, pasti sudah banyak kejadian tak-diinginkan yang terjadi, meskipun jika Hinata yang melakukannya akan jadi kejadian-yang paling-diinginkan bagi Sasuke.

"Lingkarkan tanganmu di pinggangku, Hinata."

"Um," bahkan tanpa melihat gadis itu pun Sasuke sudah tahu dengan sangat betapa merahnya wajah Hinata sekarang. Ragu-ragu, Hinata melingkarkan tanganya dan, hei, ini Sasuke. Mana pernah dia bersabar?

Maka dengan cepat ditariknya tangan itu melingkari pinggangnya. Telapak tangannya yang sedikit kasar bersentuhan dengan kulit hiinata yang lembut, memberikan efek morfin bagi pikiran Sasuke. Gadis yang sangat sempurna dilihat deri sisi manapun. Dan dia butuh gadis ini sebagai pengisi sebagian wilayah hatinya, apapun caranya.

Sasuke beruntung karena Hinata adalah gadis polos yang pemalu, yang serba takut jika Naruto tahu perasaannya dan menjauhinya. Padahal, hell, Sasuke sendiri tahu dengan jelas jika Naruto secara tidak sadar terarik pada Hinata. Dan sebelum kekalahan itu mencengkramnya, dengan licik Sasuke memanipulasi ketekutan Hinata pada apapun yang tidak akan terjadi.

Aroma tubuh Hinata begitu lembut dan memabukkan, membuatnya merasa oleng sesaat. Bagaimana bisa gadis itu tampil seindah ini?

Sejauh ini segala sesuatunya begitu sempurna bagi sang Uchiha kecuali fakta bahwa ada nama lain yang mengisi kesadaran gadis itu hingga saat ini. Menguasainya dan hanya menyisakan sedikit tempat baginya untuk mencoba. Terlambat memang, sangat terlambat malah, tapi Sasuke tak bisa berhenti lagi. Terakhir kali dia berusaha menyerah, gadis itu telah begitu jauh. Perasaannya terlalu dalam bagi Naruto dan itu begitu menyakitkan.

Hanya ada satu kata dalam pikirannya, yang mengalir tanpa henti dan memenuhi seluruh sistem peradaran darahnya, membawakan detak dan getar jantungnya yang begitu asing. Miliknya.

Hinata miliknya sampai kapanpun.

Dia menarik tangan gadis itu yang masih juga melingkar dengan ragu-ragu secara kasar. Dan dengan satu sentakan tepat, wajah sang Hyuuga telah menubruk punggunggnya dnegan kasar dan keras. "Kubilang pegangan." Dan dengan dingin dia menambahkan.

Hinata menunduk. Kepalanya terasa sangat pusing saat aroma Sasuke yang maskulin menyerbu penciumannya dan tangannya yang dibebat kuat oleh jemari Sasuke yang sedikit kasar. Ini adalah kontak fisik terjauhnya dengan lawan jenis. Dan cukup dengan pikiran itu, wajah Hinata kembali dikuasai rona merah yang hebat. Hal paling manis yang pernah ditawarkan dan dilakukan Sasuke pada seorang gadis yang bukan siapa-siapanya. Oh, sekarang sudah jadi miliknya sepenuhnya.

Sayangnya Hinata masih juga bingung kenapa diantara gadis-gadis yang ada di kampus elit ini, harus dia yang jadi korban.

Karena Sasuke hanya tahu Hinata yang suka Naruto.

Karena Sasuke itu sahabat Naruto.

Karena hanya Hinata yang tidak pernah meliriknya sedikitpun, padahal tidak pernah ada satu hari pun terlewatkan dalam hari-hari bocah Uchiha itu tanpa memandanginya. Menghitung perasaannya yang tumbuh tak terkendali seiring dengan tumbuhnya juga perasaan gadis Hyuuga itu pada Naruto.

Sampai kemudian dia sadar, perasaan itu telah menjadi dirinya sendiri. Hinata adalah dunianya.

"Sa… Sasuke-kun," terasa ada aliran dingin di dada bidangnya saat suara itu muncul ditengah gerungan motor kesayangannya. Motor yang sampai mati tidak akan dipinjamkan atau dibiarkan ditumpangi oleh orang lain selain dirinya dan Hinatanya. Sengaja dia memakai motor itu karena ada hal yang ingin dia capai. Aroma Hinata dan kedekatan dengan gadis ini yang dulunya hanya bisa dikhayalkan dalam gertak geramnya, kini jadi nyata dengan mudah.

"Hn."

"A… ano… apa kau tahu di… dimana ru… rumahku?"

Bodoh. "Ya."

"Eh?" Apa mungkin Naruto-kun yang memberi tahu ya?

Blush!

Hinata menggeleng-gelengkan wajahnya yang kembali memerah. Senyum kecil terbentuk saat ingat kemungkinan bahwa Naruto masih ingat rumahnya. Rasanya… senang sekali.

Dukk!

Hinata mengerang pelan saat Sasuke berhenti mendadak, dan ketika dia sadar, ternyata dia sudah ada di depan rumahnya. Untung ayahnya tidak pernah ada di rumah pada jam-jam ini, kalau tidak, mungkin akan jadi penjelasan yang sangat panjang nantinya.

"Turun."

Gadis sulung Hyuuga itu menurut dan melepas helmnya. Biarpun jelas dia tidak peka, dia tahu dari wajah Sasuke yang makin dingin itu kalau laki-laki itu dalam mood buruk.

"A… ano, te… terima kasih… sudah mengantar," pipi Hinata merona saat Sasuke mendekatkan wajahnya. "A… ano…" bisa menjauh tidak?

"Kau membayangkan Naruto ya?" Dingin, jelas, langsung.

"E… eh?" Hinata gelagapan, terutama saat mata gelap dan kokoh itu seolah melekat kuat dan sulit dihindari. "A… aku…"

Sasuke mendesah sambil meremas dadanya yang bidang. Wajah pucatnya menunduk sejajar dengan Hinata. "Di sini perih," katanya pelan. "Kalau orang yang kau suka malah memikirkan orang lain," dan kalimat selanjutnya malah membuat Hinata merasa bersalah. "Apalagi saat dia ada di dekatmu. Perih, loh." Sasuke menyeringai diam-diam ketika Hinata menunduk semakin dalam.

Pasti sekarang gadis ini merasa bersalah dan mulai melihat perasaannya. Pasti setelah ini Hinata akan mulai melupakan Naruto. Pasti setelah ini Hinata akan—ehm, mencintainya.

"Maaf," tuh kan? "A… aku tidak… bermaksud… merebut Na… Naruto-kun da… dari Sasuke… kun."

Haha, your wish, Sasuke.

Kalau boleh, rasanya Sasuke ingin mencekik gadis di depannya sambil berteriak kalau bukan Naruto yang dia maksud. Kalau dia itu masih NORMAL dan menyukai wanita.

Tapi demi melihat kepolosan dan kemanisan gadis di depannya, dia mendesah dan memilih menahan diri. "Kau itu bisa mencintai orang tapi tidak siap dicintai orang lain ya?" Tanyanya sinis.

Kening Hinata berkerut, menampilkan ekspresi polos yang khas. "Ano…"

"Lupakan saja." Sebuah seringan muncul di wajah Sasuke. "Yang jelas sejak hari ini kau dan aku pacaran."

Wajah gadis itu tiba-tiba berubah pucat seolah mendengar berita kematian. Hell, keterlaluan sekali dia, geram Sasuke diam-diam. Yah, bukan salahnya kalau dia merasa marah. Toh selama ini dia tidak pernah menunjukkan sikap buruk di depan Hinata, lalu kenapa sekarang gadis itu bersikap seakan-akan dia itu preman?

Yah, dia memang preman sih, tapi entah melalui apa, kata itu terasa buruk jika bersanding dengan Hinata; sederhananya, dia tidak pantas bersanding dengan Hinata. satu fakta ini membuatnya begitu muak.

"Ta… tapi… a… aku juga pasti… a… akan menyatakan pe… perasaanku pada Na… Naruto-kun, suatu… hari nanti," suara yang lembut dan sederhana itu seolah menghentakkan Sasuke pada realitas yang menyakitkan. selalu ada yang harus dibayar saat merebut paksa sesuatu yang bahkan tidak memiliki pemilik, tapi dia juga tidak menyangka Hinata memiliki keberanian itu. Dan Sasuke bersumpah lebih memilih mati berkali-kali daripada melihat Hinata bersama dengan laki-laki lain. Terutama Naruto.

"Kalau begitu," suaranya yang dalam dan maskulin menarik perhatian Hinata. "Sampai hari itu tiba, kau tidak bisa lepas dariku." geramnya.

TBC

Aah, akhirnya libur panjang. setelah saya hitung, ternyata sudah satu tahun menghilang dari dunia fanfiction. well, sebenarnya saya tidak suka dengan fict bersambung, tapi kalau saya paksakan fict ini jadi one-shot bakalan jadi pain in eyes. pairing ini hanya hasil eksperimen saya, jadi kalau hasilnya tidak memuaskan, gomen. di sini saya benar-benar sedang belajar dan berlatih hidup di dimensi lain. ahahaha, but I do miss this site, setahun dan bertebaran fict-fict luar biasa.

akhir kata,

Mind to review?