Title: Jumping The Gun — chapter 4: Slowly But Surely

Author: aalterna

Fandom: NARUTO

Rating: T+

Disclaimer: NARUTO isn't mine

A/N:

Saya ucapkan terimakasih banyak untuk semua orang yang telah memberikan review-nya:

Aquarian lee, huhuhu, tryintohelp, Chizu, oxygen, finallycanreadthisdeliciousthing, hanazawa kay, Yeonra Gekikara, MJ, Momo Kim, ueshima-sama, kkhukhukhukhudattebayo, autumn. aoki, sheren, OchiCassiJump, kinana, Guest, Gunchan CacuNalu Polepel, aster-bunny-bee, Dobe siFujo, Mikazuki Aozora, CherryBlossomDreamness, Dee chan – tik, shizu indah, tsubasa. raa, yure, RaFa LLight S. N, NamikazeNoah, Ve, Lee Kiamho, mamitsu27, En Yuu Kitsune, Amach cuka'tomat-jeruk, Faicentt, kannabelle b, Miyamoto Arufina – Jung Hye Ra, Frilia269, Billaster, Red-Roslyn, Icah he, dhiya chan, sanaki chan, dan hi aldi...

... karena kalianlah yang membuat saya kembali hidup *teary eyes

Dan percayalah saudara-saudara, orang yang paling menginginkan fanfiction ini untuk berlanjut sampai akhir dengan lancar tanpa gangguan adalah saya.

Begin

writeln('-');

6 Juli
Jum'at
03:50 AM
Apartemen Sasuke

Sasuke terbangun dari tidurnya saat ponselnya berbunyi dengan suara yang terlampau keras. Pemuda itu mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian menengok ke sumber suara yang tergeletak di atas meja lampu. Meskipun masih setengah sadar, Sasuke mengambil ponsel itu dan mendapati nama Suigetsu-lah yang berkedip-kedip di layar ponselnya.

Suigetsu sendiri adalah seorang pemuda berambut putih yang memiliki gigi runcing seperti hiu, dia adalah orang yang memberikan apartemen yang selama ini Sasuke tinggali. Tapi meskipun mengingat fakta itu, Sasuke tidak akan berterimakasih karenanya. Dulu Sasuke lebih memilih untuk mencari sebuah kos sendiri, tapi dengan caranya yang menyebalkan Suigetsu mampu membujuknya untuk tinggal di apartemen itu.

Dan sekarang orang yang sama sedang menghubunginya di jam seperti ini... Sasuke menatap jam dindingnya yang menunjukkan pukul tiga pagi dengan mata memicing... benar-benar Suigetsu.

Sasuke berdecih tapi tetap menerima panggilan itu meskipun sambil menggerutu, "Apa maumu?" tanyanya dengan suara serak.

Lawan bicaranya terdiam. Sepertinya masih memproses balasan ketus dari Sasuke tadi sebelum bicara ragu, "Err... Tidak ada 'halo'?"

Sasuke memutar bola matanya. Pemuda itu mendudukkan dirinya dan berusaha untuk mengenyahkan rasa kantuknya namun tidak berhasil. Sasuke menyerah, pemuda itu kembali merebahkan tubuhnya ke ranjang dan kembali menutup matanya sambil bertanya—menggeram, "Apa yang kau inginkan, Suigetsu?"

Suigetsu balik bertanya riang, "Bagaimana kabarmu Sasuke?"

"Katakan apa maumu."

"Apa kau sudah makan? Kau tahu, aku sedang berada di kafe yang keren! Mereka memberiku eclair gratis, ah sebenarnya mereka memberikannya pada semua pengunjung sih. Tapi ini enak! Kau harus menyesal karena tidak ikut ke Jerman Sasuke! Hei hei, apa kau masih menyukai tomat?"

"Sui—"

"Apa berat badanmu bertambah? Apa warna rambutmu masih raven? Apa kau punya motor baru?"

"... katakan apa maumu Suigetsu. Aku tidak punya waktu seharian untuk mendengarkan ocehanmu,"

Sasuke bisa membayangkan Suigetsu merengut saat bicara, "Aku ingin tahu keadaanmu Sasuke! Rasanya seperti sudah bertahun-tahun sejak terakhir kali aku menghubungimu,"

"Aku baik-baik saja," dengus Sasuke, "Sebaiknya kau tidak membangunkanku di jam tiga pagi hanya untuk menanyakan pertanyaan bodoh itu. Karena jika ya, aku akan mematikan—"

"Tunggu! Tunggu! Sasuke! Jangan matikan!" Suigetsu memanggil panik dan Sasuke menuruti permintaannya. Si raven kembali menempelkan ponsel itu ke telinganya saat didengarnya Suigetsu menghela nafas, "Haaah... Dasar Uchiha bungsu tidak tahu basa-basi. Satu tahun lepas dari Orochimaru ternyata tidak membuatmu banyak berubah,"

'"Satu tahun 'lepas' dari Orochimaru" katanya?' Sasuke hampir tertawa sinis mendengar kata-kata Suigetsu. 'Tapi toh dua tahun lagi aku harus kembali padanya,' pikir Sasuke malas.

Sasuke tidak mengomentari kata-kata yang baru saja diucapkan Suigetsu, dia memilih diam saat Suigetsu bicara, "Hei Sasuke, apa kau sudah mendapatkan informasi tentang kakakmu?"

Kata-kata itu sukses membuat Sasuke membeku.

Sungguh, jika Suigetsu tidak mengatakannya, Sasuke pasti sudah lupa pada alasan utamanya sekolah di Akatsuki Gakuen. Tapi jika diingat-ingat...

"Tidak banyak," Sasuke mengatakan kenyataannya, "Mencari data tentangnya ternyata tidak semudah yang kubayangkan. Tapi aku masih punya waktu dua tahun lagi sebelum aku lulus dari Akatsuki Gakuen, jadi siapa peduli?"

Suigetsu terdengar tidak suka, "Aku peduli Sasuke. Dua tahun itu bukan waktu yang singkat. Dengan rentang waktu selama itu, aku takut jika itu akan memberi kesempatan bagi Orochimaru untuk tahu tentang masalah ini,"

"Dia tidak akan tahu,"

"Tidak. Dia pasti akan tahu,"

"Kenapa? Karena kau yang akan memberitahunya?"

"Tentu saja tid—"

"Dia tidak akan tahu selama kau tidak memberitahunya. Masalah selesai." ucap si raven keras kepala.

"Tapi Sasuke,"

"Apa?"

Sebuah helaan nafas, "Sebaiknya kau tidak terlalu membuang-buang waktumu. Ya, kau punya waktu dua tahun lagi, tapi bagaimana jika bulan depan Orochimaru sudah tahu jika kau sekolah di Akatsuki Gakuen? Bagaimana jika dia tahu minggu depan? Atau besok? Padahal kau belum mendapatkan apa-apa," Kali ini suara Suigetsu terdengar dalam, "Kau tidak bisa mengandalkan waktu, Sasuke."

Keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing selama beberapa saat yang terasa lama. Samar-samar Sasuke bahkan dapat mendengar suara berisik dari orang-orang yang berada di sekitar Suigetsu. Tapi tak lama kemudian Suigetsu memilih untuk memecahkan keheningan itu dengan bicara riang, "Hei, Karin setiap hari menanyakan keadaanmu. Dia terus memaksaku untuk meneleponmu tapi ka—"

Sasuke langsung mematikan ponselnya, tidak peduli dengan apapun yang coba Suigetsu bicarakan. Pemuda itu meletakkan ponselnya di sembarang tempat kemudian membiarkan dirinya duduk termenung di tempatnya. Dia mengulang pembicaraan tadi di kepalanya.

Apa kau sudah mendapatkan informasi tentang kakakmu?

Sasuke agak tidak percaya jika dia bisa lupa sama sekali dengan tujuan utamanya sekolah di Akatsuki Gakuen. Dan Sasuke bertanya-tanya bagaimana bisa dia melupakan sesuatu yang seharusnya menjadi hal yang sangat penting seperti itu. Mengingat jika dia, bungsu Uchiha yang ditinggalkan oleh kakaknya, yang kemudian hidup di bawah naungan Orochimaru, yang kemudian membenci kakaknya dengan sepenuh hati karena meninggalkannya, dia yang kemudian berikrar untuk menghancurkan kakaknya, dia yang sejak awal masuk ke Akatsuki Gakuen untuk mencari informasi tentang keberadaan kakaknya... bisa lupa begitu saja dengan salah satu tujuan hidupnya itu.

Sasuke kembali terdiam.

Ya, sejak awal tujuannya hanyalah untuk mencari informasi tentang kakaknya... Tapi jika dia ingat-ingat... SEJAK AWAL Sasuke tidak punya kesempatan untuk menjalankan misi pribadinya.

Sebuah senyum sinis mengembang di bibirnya.

Tentu saja dia tidak bisa karena SEJAK AWAL Sasuke sudah bertemu dengan si Dobe pirang naif itu. Hanya teringat dengan saat pertama kali mereka bertemu saja sudah cukup untuk membuat Sasuke sebal.

Sasuke ingat, di hari pertama masuk sekolah dia terlambat. Karena malas menghadapi satpam yang sudah siap sedia di depan gerbang untuk menangkap siapa saja yang terlambat, Sasuke akhirnya memilih untuk melewati jalan lain. Disana, saat dia mengelilingi daerah sekitar sekolah itu, dia melihat satu-satunya pohon di antara pohon-pohon lainnya yang berdiri dekat dengan tembok belakang Akatsuki Gakuen. Satu-dua cabang pohon itu mengarah naik di atas tembok dan meskipun cabang-cabang itu terlihat tidak terlalu besar, tapi bagi orang yang sedang terdesak seperti Sasuke, batang itu terlihat cukup kuat untuk menjadi pijakan.

Tanpa membuang waktu Sasuke segera memanjat pohon itu dan duduk di cabang yang mengarah ke atas tembok. Di luar dugaan, cabang yang dia duduki ternyata lebih kuat dari yang dia duga. Dengan itu, dia hanya perlu melompat untuk berada di atas tembok belakang sekolah, merayap turun dari sana, dan semuanya akan baik-baik saja.

Tapi tiba-tiba sebuah suara membuat Sasuke was-was. Dia segera menengok ke sisi kanannya dan saat itulah Sasuke melihat pemuda pirang yang sepertinya memiliki jalan pikiran yang sama dengannya. Keduanya menatap satu sama lain selama satu menit yang terasa seperti bertahun-tahun sampai si pirang memilih untuk berjalan mendekat.

"Kau juga terlambat?" si pirang bertanya begitu padanya.

Sasuke tidak menjawab pertanyaan bodoh itu dan hanya memutar bola matanya.

Si pirang bertanya lagi, "Kau juga kelas satu?"

Dan Sasuke tidak menjawab lagi. Pemuda itu tetap berada di posisinya, tidak peduli sedikitpun pada keberadaan orang lain di bawahnya. Sasuke melihat ke depan, mempersiapkan dirinya untuk melompat.

Merasa tidak diperhatikan, si pirang di bawah sana mulai jengkel, "Aku tidak suka kau,"

Mendengar itu Sasuke mengerutkan keningnya. Dia menatap si pirang dengan pandangan tidak percaya sebelum bicara dengan suara dalam, "Tidak ada yang menyuruhmu untuk menyukaiku, dasar bodoh."

Kata 'dasar bodoh' yang baru saja diucapkan Sasuke sukses membuat si pirang bertambah kesal.

Keduanya saling melempar death glare selama beberapa saat. Namun setelah Sasuke ingat pada situasi mereka, akhirnya Sasuke menghela nafas dan mengulurkan tangannya pada pemuda pirang di bawahnya, "Sampai kapan kau mau berdiri disana hah? Menunggu sampai seorang satpam menangkapmu?"

Si pirang masih menatap Sasuke dengan pandangan tidak suka tapi dia tetap meraih tangan Sasuke untuk membantunya memanjat. Begitu si pirang berada di cabang yang sama dengan si raven, si pirang segera bertanya, "Hei, kau manusia menyebalkan. Siapa namamu?"

Sasuke ragu antara menjawab atau tidak. Atau lebih baik: mengaku sebagai orang lain. Tapi Sasuke sadar jika tidak ada gunanya menutupi nama aslinya. Jadi si raven bicara pelan, "... Sasuke."

"Well, Sasuke," si pirang sudah tidak terlalu sebal saat melanjutkan bicara, "Selamat. Sepertinya kau akan berhasil melakukan tindakan kriminal pertama-mu di sekolah ini."

Sasuke mengarahkan pandangannya melewati tembok sambil menyeringai, "Selamat juga untukmu, Dobe."

"Dobe?" tanya si pirang bingung, "Namaku Naruto, Sasuke. Kau hanya perlu bertanya jika kau tidak tahu... dan bukan malah memanggil orang dengan seenakmu saja,"

"Jangan menceramahiku," Sasuke melemparkan tasnya melewati tembok, "Lagipula siapa yang peduli pada namamu? Jika ku bilang kau itu dobe, berarti kau adalah Dobe,"

"Hebat. Berarti aku hanya perlu memanggilmu 'Sasuke Brengsek'..." suara Naruto berangsur-angsur menghilang dan berganti dengan sebuah umpatan, "oh shit,"

Sasuke menengok ke arah Naruto dengan pandangan bertanya.

Naruto menatap Sasuke kemudian menunjuk ke bawah, "Aku menjatuhkan mereka,"

Sasuke melihat ke arah yang ditunjuk Naruto, ke sesuatu yang tergeletak di atas tanah. Tidak sulit untuk mengenali benda itu, tapi karena merasa ragu dengan apa yang dilihatnya, Sasuke bertanya dengan sebelah alis terangkat, "Stick drum?"

"Mereka setengah dari jiwaku," balas si pirang sepenuh hati.

Sasuke tertawa mengejek, "Aku tidak percaya kau bahkan menyebut benda-benda itu dengan sebutan 'mereka'..."

Tiba-tiba insting Sasuke memaksanya untuk diam saat dia melihat sesuatu dari ujung matanya. Masih di tempatnya, si raven segera memperhatikan tempat dimana dia melihat siluet itu dan saat itulah Sasuke melihatnya: seorang satpam bertubuh tegap dan berseragam putih sedang bergerak ke arah mereka. Pria itu terlihat seperti sedang mencari sesuatu seperti... murid terlambat yang ingin masuk lewat 'jalan lain'. Alasan kenapa mereka belum ketahuan pasti karena mereka berada di sisi pohon yang menutupi arah pandang si satpam untuk menyadari keberadaan mereka.

Si raven kembali mengarahkan pandangannya pada Naruto untuk memperingatkan si pirang agar tidak berisik tapi semuanya sudah terlambat. Naruto sudah merayap turun dari pohon untuk mengambil stick drum-nya.

Sasuke menggertakkan giginya dan bicara dengan suara sepelan mungkin, "Kau bisa membeli yang baru kan? Tinggalkan benda itu disana atau dia akan menyadari keberadaan kita," desis Sasuke. Tapi Naruto tidak mengindahkan kata-katanya. Membuat Sasuke kesal, "Kembali kemari dan tinggalkan benda itu dasar Dobe. Itu hanya sepasang stick drum,"

Naruto mendongak. Entah itu hanya perasaan Sasuke saja atau dia memang melihat ekspresi Naruto menggelap saat berucap, "'Hanya'?"

Sasuke mengulang tidak sabar, "Hanya."

"Katakan sekali lagi dan berdoalah agar wajah tampan-mu itu aman dari pukulanku,"

Sasuke mengerutkan keningnya, "Itu hanya sepasang stick drum,"

"Mereka BUKAN HANYA sepasang stick drum dasar Teme!" Naruto dengan cepat memanjat naik.

Tapi sebelum Naruto mampu menyentuh Sasuke, sebuah suara sinis membuat kedua siswa itu mematung di tempat, "Ah, sepertinya aku menangkap dua domba yang hilang disini,"

Sasuke melihat ke bawah dan mendapati seorang satpam sudah berada di bawah pohon. Satpam itu melihat ke arah mereka dengan sebuah senyum puas. Sasuke berdecak, "Dasar Dobe bodoh berisik,"

"Bukan salahku," Naruto membela diri.

"Ya bukan salahmu. Semuanya salah rumput yang bergoyang di tiup angin," balas Sasuke dingin.

Pada akhirnya keduanya tertangkap dan diseret oleh satuan keamanan Akatsuki Gakuen untuk mendapat hukuman.

Tapi itu cerita lama. Dan Sasuke sendiri heran kenapa dia bahkan ingat akan saat-saat tidak penting seperti itu.

Si raven melirik pada jam yang sudah menunjukkan pukul empat kemudian memutuskan untuk kembali tidur. Dia masuk sekolah pukul tujuh pagi, jadi dia masih punya cukup waktu untuk istirahat dan mengenyahkan bayangan akan rambut pirang pendek seseorang yang sempat melintas di benaknya.

writeln('-');

05:56 PM
Ruang Musik

Mereka menghentikan latihan mereka saat jam di dinding hampir menunjukkan pukul enam. Masing-masing anggota Team Seven sendiri sempat tertegun karena secara mengejutkan latihan mereka hari itu berjalan dengan sangat lancar tanpa interupsi dari orang-orang yang tidak diperlukan.

Jika diingat-ingat, tadi setelah jam pelajaran berakhir pada jam dua, Naruto dan Sasuke langsung berhasil menyelinap mulus dari fans Sasuke untuk pergi menuju ruang musik. Jadi Team Seven tidak perlu repot-repot berlarian untuk mencari Naruto. Kemudian faktor terbesar yang bisa menyebabkan latihan mereka berjalan tanpa hambatan mungkin juga karena mereka yang sudah mulai mengunci pintu ruang musik saat latihan agar tidak ada yang bisa masuk seenaknya dan mengganggu latihan mereka.

Mereka menyudahi latihan mereka hanya sampai jam enam karena di kelas Sai dan Sakura besok ada ulangan Biologi, dan mereka butuh waktu untuk belajar. Empat murid itu membereskan peralatan di ruang musik kemudian setelah selesai mereka pulang sendiri-sendiri. Baik Sakura maupun Naruto merasa tidak perlu meminta tumpangan dari dua temannya yang lain karena bus umum masih beroperasi saat itu. Jadi Sasuke dan Sai pergi ke tempat parkir untuk mengambil motor masing-masing.

"Sasuke, aku duluan," ucap Sai datar saat dia lewat di depan motor Sasuke.

Si Uchiha hanya mengangguk untuk menanggapi kata-kata Sai dan membiarkan Sai pergi. Sasuke memperhatikan sampai Sai benar-benar menghilang dari pandangannya. Dan saat itulah Sasuke tiba-tiba teringat pada Naruto yang selama latihan tadi terlihat sangat pendiam.

Tapi sebentar kemudian si raven mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak mempedulikan si pirang. Sasuke menghidupkan mesin motornya dan menjalankan motornya untuk segera pulang ke apartemennya.

Dia punya masalahnya sendiri, dia tidak punya waktu untuk memikirkan orang lain. Atau itulah yang coba Sasuke yakinkan pada dirinya sendiri.

writeln('-');
7 Juli
Sabtu
02:15 AM
Ruang Musik

Masuk ke dalam band sekolah ini adalah hal terakhir yang ingin Sasuke lakukan dalam hidupnya. Dia bisa berpikir begitu karena dia tahu, hidupnya hanya akan digiring dalam sebuah masalah yang merepotkan—sekaligus menyebalkan jika dia bergabung dalam band ini. Dan saat ini, saat dia membuka pintu ruang musik dan mendapati tatapan penuh amarah milik Sakura sudah tertuju padanya sejak Sasuke melangkah masuk ke ruangan itu, Sasuke tahu, dia akan segera terlibat dalam sesuatu yang merepotkan.

"Dimana Naruto?" Sakura menggeram.

Sasuke terdiam sebentar. Sedetik setelah dia mampu memproses apa yang dimaksud Sakura, Sasuke bergumam, "The hell if I care,"

"Sasuke! Kau yang sekelas dengannya!"

Si raven berdecak, "Ya, aku memang sekelas dengannya tapi aku bukan pengasuhnya. Mengerti?" balasnya berbahaya.

Sakura menautkan kedua jarinya kemudian menumpukan kedua sikunya di atas meja. Si rambut pink melirik ke arah pemuda yang duduk di sisi kirinya kemudian bertanya, "Sai, mungkin kau tahu dimana dia?"

"Mungkin dia masih di kelas?"

"Dia tidak ada di kelas. Aku adalah orang terakhir yang berada di kelas tadi," balas Sasuke.

"Kalau begitu Sakura, apa kau sudah mencoba mengiriminya pesan?" tanya Sai pada Sakura.

"Sudah. Aku sudah berkali-kali menghubunginya tapi dia tidak menjawab,"

Sai terlihat berpikir, "Mungkin antara sibuk di kejar fans Sasuke atau pergi bekerja sambilan. Lagipula selama empat hari terakhir dia sibuk dengan band ini bukan? Padahal setahuku dia punya jadwal kerja sambilan setiap harinya,"

"Ah," Sakura hendak mengatakan sesuatu namun segera menutup mulutnya kembali. Sebentar kemudian dia memilih untuk kembali bertanya, "Kau tahu dimana tempat dia bekerja?"

"Entahlah. Tapi sepertinya dia pernah bekerja di Queen Bakery,"

"Dan itu ada di...?"

"Konoha Selatan,"

Ruangan itu hening seketika. Membuat Sasuke perlu memperhatikan sekitarnya untuk meyakinkan dirinya jika Sakura dan Sai masih ada di sana. Saat dilihatnya Sakura tengah menatapnya, Sasuke lagi-lagi segera mendapat firasat jika hari ini akan jadi hari yang tidak menyenangkan.

Dan firasat Sasuke segera terealisasikan saat Sakura bicara dengan nada penuh komando, "Sasuke, jemput dia."

Mendengar itu Sasuke mengerutkan keningnya, "Kenapa aku?"

"Karena aku punya nomor ponselmu dan bisa menyebarkannya pada khalayak ramai jika kau menolak,"

'Itu hanya sebuah nomor ponsel. Tidak sulit untuk mendapatkan yang baru.' Pikir Sasuke.

Pemuda itu melipat tangannya di depan dada kemudian bicara, "Lakukan apa yang kau inginkan. Yang jelas aku tidak akan pergi,"

Sakura tidak menyangka jika ancamannya tidak mempan, "Well..." Sakura menimbang-nimbang sesaat, "Aku tidak suka melakukan ini. Tapi Sasuke, aku tahu tentang hubunganmu dengan Itachi,"

Mendengar itu kerutan di dahi Sasuke segera kembali, kali ini lebih dalam dari sebelumnya. Si raven melemparkan tatapan tajamnya pada Sakura, "Darimana kau—"

"Kau tidak lupa jika kita memiliki mata-mata terbaik di negara ini bukan?" potong Sakura yang kemudian melihat sekilas ke arah Sai. Pemuda yang dimaksud sedang mengutak-atik bass-nya seolah-olah tidak peduli jika Sakura sedang membicarakannya.

Status Sasuke sebagai adik dari Itachi seharusnya tidak ada yang tahu. Meskipun beberapa orang seperti Kakashi, Kakuzu, Orochimaru, orang-orang Hebi, dan segelintir lainnya tahu akan hal itu, namun tetap saja informasi itu bukanlah informasi yang mudah di dapat.

"Sejauh mana kalian tahu?" tanya Sasuke dengan nada berbahaya.

Sakura mengangkat bahu, "Hanya sampai fakta yang mengatakan jika kau ini adalah adiknya. Hanya itu,"

"Jika aku pergi menjemput dobe bodoh itu apa kau akan berhenti mencari tahu?"

"Tentu," balas Sakura terlampau senang.

Sasuke hanya bisa menatapnya tidak suka. Kali ini dia mengarahkan pandangannya pada Sai saat bertanya, "Sekali lagi, dimana Dobe bodoh itu bekerja?"

Sai menjawab dengan nada datarnya, "Di Lucianna Bakery,"

Dan Sasuke berani bersumpah, Sai tidak menyebutkan nama itu sebelumnya. Yang mana membuat Sasuke curiga jika sebenarnya Sai tidak tahu tempat dimana Naruto bekerja.

writeln('-');

Satu jam kemudian Sasuke terjebak dalam sebuah acara pencarian Dobe yang melelahkan. Kira-kira dia sudah memasuki sembilan toko berbeda untuk mencari si Dobe itu tapi sampai sekarang pencariannya belum membuahkan hasil.

Untuk kesekian kalinya Sasuke memasuki sebuah toko—yang menurut sms dari Sai—adalah tempat Naruto bekerja. Sasuke membuat catatan untuk dirinya sendiri, jika di toko ini Dobe tidak ada, Sasuke akan mulai meragukan kemampuan mata-mata Sai.

Si raven segera masuk ke toko peralatan sekolah itu, mengacuhkan seorang wanita penjaga toko yang mengucapkan selamat datang padanya dan berjalan lurus menuju seorang pria tua penjaga kasir yang Sasuke simpulkan sebagai pemilik toko itu. Sasuke berdiri disana, kemudian saat sang pemilik toko melihat ke arahnya dengan sebelah alis terangkat, Sasuke langsung bicara jelas, "Apa seorang pemuda setinggi ini, berambut kuning dan terlihat bodoh bekerja disini?"

Pertanyaan itu membuat beberapa gadis yang mendengarnya berharap jika mereka adalah seorang pemuda berambut pirang yang sedang dicari oleh si pemuda tampan.

writeln('-');

03:25 AM
Mini Market Konoha Selatan

Pintu itu membunyikan sebuah nada sederhana saat dibuka oleh seorang pelanggan secara kasar.

"Selamat da—" penjaga kasir di toko itu—yang tak lain adalah Naruto—tidak melanjutkan kata-katanya. Dia menatap pemuda di depannya dengan tatapan tidak percaya. Pelanggan itu—Sasuke, balas menatap dingin pada si pirang, kemudian mendengus.

Naruto tergagap, "T-Teme—"

"Sebenarnya kau bekerja di berapa tempat hah?" ucap Sasuke cepat-cepat. Dia marah. Tidak perlu menjadi temannya selama setahun penuh untuk mengetahui hal itu.

"Ahaha... masalah itu..." Naruto menggaruk belakang kepalanya sebelum mengganti topik, "Kenapa kau bahkan ada disini?"

Kali ini giliran Sasuke yang menatap Naruto dengan pandangan tidak percaya, "Latihan," Naruto hanya menatapnya dengan pandangan kosong, tidak mengerti. Hal itu cukup untuk membuat Sasuke kehilangan kesabaran dan menggebrak meja kasir, "Dobe! Kau tidak mungkin benar-benar lupa kan?!"

Naruto terperanjat sebelum dia membalas enggan, "Uh-oh... tidak juga,"

Sasuke berdecak, "Sebenarnya apa saja yang kau ingat di otakmu yang kecil itu hah? Seribu satu cara untuk membuatku sebal?"

"Lucu sekali Sasuke. Lihat, aku tertawa terbahak-bahak sampai perutku sakit," ucap Naruto dengan nada datar.

Si raven melemparkan sebuah tatapan membunuh ke arahnya, "Kau harus ikut aku sekarang,"

"Tapi aku tidak bisa pergi sekarang Teme. Jam kerjaku masih 30 menit lagi. Aku juga masih harus mengeluarkan beberapa stok barang di gudang," Naruto terdiam sebentar sebelum sebuah seringaian secara perlahan muncul di wajahnya, "Bagaimana jika kau membantuku Sasuke?"

"Tida—" sebelum Sasuke berhasil menolak, Naruto segera menyeret Sasuke lurus menuju gudang.

"Do—"

Sekali lagi Naruto tidak membiarkan Sasuke menyelesaikan kata-katanya. Si pirang mendorong tubuh Sasuke pelan ke dalam gudang berisi tumpukan kardus itu kemudian bicara, "Sesama anggota band harus saling tolong menolong. Ini juga untuk kebaikan band kita kan?" pintu masuk di depan sana terdengar membunyikan suaranya saat seorang pelanggan lain masuk. Naruto segera mengeluarkan sebuah memo dari sakunya dan memberikannya pada Sasuke, "Ini daftar barang yang harus kau cari. Kau tahu bagaimana harus mengerjakan ini kan? Ah, bagus." setelah bicara begitu Naruto langsung bergerak pergi untuk melayani pelanggannya.

Dari belakang Sasuke menatap si Dobe yang berjalan pergi dengan tatapan penuh dendam.

.

Selama bermenit-menit kemudian Sasuke sudah tenggelam dalam tugasnya memilih-milih barang dan bahan makanan. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai-sampai dia tidak sadar jika Naruto sudah kembali dan berucap, "Sepertinya kau menyukai pekerjaanmu Teme,"

Sasuke menengok ke sumber suara. Dilihatnya Naruto duduk berjongkok di ambang pintu gudang sambil memperhatikannya lekat-lekat. Tak lupa sebuah senyuman menggoda tertempel di wajah pemuda itu.

Sasuke menutup sebuah kardus berisi minyak goreng dan mengembalikannya ke tempatnya semula lalu berucap dengan nada mengejek, "Menyapa pelanggan sambil tersenyum bodoh adalah pekerjaan wanita,"

Naruto tertawa kecil. Dia berdiri dari posisinya kemudian mendekati Sasuke untuk membantunya memindahkan kardus yang lain.

Si pirang tiba-tiba mengganti topik, "Ngomong-ngomong, sudah berapa lama kau bermain gitar Teme?"

"... sejak kelas satu? Entahlah. Aku tidak ingat,"

"Kenapa kau bermain gitar?" si pirang bertanya lagi.

Si raven menggeram. Dia menyentak tutup sebuah kardus, "Apa ibumu tidak pernah memberitahumu untuk tidak mencampuri urusan orang lain?"

Kali ini Naruto tidak segera menjawab, "... aku sudah tidak punya ibu,"

Mendengar jawaban itu, Sasuke langsung terdiam. Dia segera mengalihkan pandangannya dan merutuk dalam hati. Dia sangat tidak menyukai saat-saat seperti ini. Saat seharusnya dia meminta maaf tapi harga dirinya sebagai seorang Uchiha menghalangi dirinya untuk melakukan itu. Dan disanalah Sasuke, hanya menata barang-barang yang ada dalam diam. Berusaha tidak peduli.

Didengarnya Naruto tertawa kecil, "Aku masih ingat bagaimana aku bisa kenal pada drum," ucap Naruto. Sepertinya tidak mempermasalahkan masalah ibunya yang sudah meninggal.

Sasuke tidak berkomentar. Tapi dia jelas-jelas mendengarkan Naruto saat si Dobe melanjutkan kata-katanya, "Aku dibesarkan oleh kakekku. Mengingat jika aku sudah tidak punya orang tua, hidupku saat itu tidak terlalu menyenangkan. Saat itu aku masih berumur 10 tahun saat tanpa sengaja aku melihat sebuah band sedang tampil di sebuah kafe. Di detik aku melihat mereka hal pertama yang menarik perhatianku adalah mereka yang bermain gitar. Well, ya, aku berpikir jika mereka keren sekali. Saat mereka pulang, aku mengikuti salah satu di antara mereka dan meminta orang itu untuk mengajariku bermain gitar. Hanya saja orang yang kuikuti itu adalah seorang drummer, bukan seorang gitaris. Dia juga bukanlah orang yang bersahabat. Dia sangat menyebalkan jika aku boleh bilang, dia bahkan lebih menyebalkan darimu, Teme.

"Jadi alih-alih belajar memainkan gitar, aku malah diajari untuk bermain drum. Tapi aku mulai tahu jika ternyata drum bukanlah sesuatu yang buruk. Aku mulai secara rutin pergi ke rumah pelatihku untuk berlatih setiap pulang sekolah. Kakekku sampai marah-marah karena kebiasaan baruku itu, well, sebenarnya pelatihku juga tidak senang dengan kedatanganku, tapi dia tidak pernah mengusirku. Hari demi hari berlalu dan aku semakin mahir memainkan drum. Pelatihku memutuskan untuk mengikutkanku pada sebuah lomba, dan aku mengikutinya dengan senang hati. Tapi..." suara Naruto menghilang.

Sasuke masih diam, dia tidak mengatakan apapun agar Naruto melanjutkan kata-katanya karena Sasuke tahu, Naruto pasti akan melanjutkan ceritanya.

Benar saja, sedetik kemudian Naruto kembali bicara, namun sebuah ekspresi sedih kini terlihat di wajahnya. Entah kenapa Sasuke tidak menyukai ekspresi itu, "Sejak aku berlatih memainkan drum, nilai-nilaiku turun drastis. Kakekku tidak suka dengan itu. Sangat tidak suka. Dia tidak mengijinkanku mengikuti lomba itu dan melarangku pergi berlatih drum selama berminggu-minggu. Kemudian beberapa bulan kemudian aku pergi ke rumah pelatihku secara diam-diam dan menemukan rumahnya telah kosong. Tetangganya bilang dia pindah, tapi tidak ada yang tahu kemana," Naruto memasukkan beberapa barang yang dibawanya ke dalam sebuah kardus sebelum menambahkan, "Aku tidak memainkan drum sejak saat itu. Aku mulai bermain lagi di akhir-akhir masa SMP... yah. Kesimpulannya, masa kecilku tidak terlalu menyenangkan."

Meskipun agak merasa bingung karena Naruto yang tiba-tiba bercerita panjang lebar seperti itu, Sasuke toh tetap berkomentar pada akhirnya, "Masa sekarang-mu pun tidak terlihat begitu bahagia di mataku," ucapnya dengan kata-kata yang tidak terlalu menyenangkan.

Si pirang menatap Sasuke. Ekspresi riangnya kembali singgah di wajah tan itu saat dia tertawa, "Ya kau benar, sekarang juga sama saja. Tapi tidak seburuk dulu, sekarang aku sudah punya teman."

"Heh, jadi hanya karena kau sudah punya teman, hidupmu jadi tidak seburuk dulu?" ucap Sasuke setengah menyindir. Kemudian Sasuke teringat pada sesuatu, "Hei Dobe, kemarin—" Sasuke langsung memotong dirinya sendiri. Dia hampir saja menanyakan kenapa kemarin Naruto terlihat pendiam sekali. Sasuke juga hampir bertanya kenapa Naruto dulu ingin tahu jika Sasuke memiliki kakak atau tidak. Hell, Sasuke bahkan juga hampir bertanya kenapa akhir-akhir ini Naruto terlihat lebih bodoh dari biasanya dengan kegiatan melamunnya itu.

Naruto menatap Sasuke penasaran, "Hm? Kau tadi mau bilang apa?"

"... bukan apa-apa. Aku hanya mau bilang jika kita harus segera menyelesaikan ini," elak si raven. Kata-kata Sasuke itu pun dibalas dengan sebuah anggukan setuju dari Naruto.

Sasuke menutup mulutnya rapat-rapat setelah itu. Dia hanya agak terkejut saat menyadari jika sesuatu dalam dirinya mulai peduli pada si Dobe pirang.

writeln('-');

03:55 PM
Ruang Musik

"Telat seperti biasa, Naruto," sindir Sakura begitu Naruto dan Sasuke memasuki studio. Sakura yang saat itu duduk di samping Sai duduk sambil menyilangkan kakinya.

Naruto tertawa gugup, "Maaf aku lupa—"

"Besok Sasuke akan menjemputmu," potong Sakura yang tidak mau mendengar alasan apapun dari Naruto.

Mendengar itu Sasuke langsung menatap Sakura dengan pandangan tajam, "Siapa yang—"

"Ya, Sasuke, kau akan melakukannya," tekan Sakura, membuat Sasuke untuk ke sekian kalinya hari itu tidak bisa menyelesaikan kata-katanya. Sakura tersenyum licik, "Oh, tidak. Kau HARUS. Apa kau sudah lupa dengan perjanjian kita beberapa saat yang lalu?"

"Perjanjian apa?" tanya Naruto penasaran.

Si rambut pink mengibaskan tangannya di depan wajah, "Kau tidak ingin tahu, Dobe-chan,"

"Sakura, kumohon. Jangan panggil aku dengan sebutan itu,"

"Ah tapi kau tidak memprotes saat Sasuke memanggilmu begitu," goda Sakura. "Jadi hanya Sasuke yang boleh memanggilmu Dobe?"

Naruto tertawa kaku, "Sepertinya aku mulai membencimu Sakura,"

Tapi Sakura tidak mempedulikannya kata-kata Naruto. Dia meluruskan punggungnya dan kembali bicara pada teman-temannya, "Kalian tahu kita kehabisan waktu, kita hanya bisa menampilkan satu lagu... Jadi menurut kalian apa yang harus kita lakukan?"

Di sebelahnya Sai membuka suara, "Tanya Kakashi-sensei."

"Kau yang menyarankan, kau yang bertindak," Sakura berucap.

Tanpa banyak memprotes, Sai dengan wajah datar langsung mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Dia menekan beberapa tombol dan menempelkan benda itu ke telinganya. Tiga anggota band yang lain memperhatikan Sai dalam diam.

Tidak lama kemudian Sai mulai bicara, "Sensei—" Sai terdiam, dia mendengarkan lawan bicaranya sejenak. Kemudian Sai mematikan ponselnya.

Naruto mengerutkan keningnya. Dia orang pertama yang bertanya curiga, "Kenapa Sai?"

Sai kembali memasukkan ponselnya ke saku celana, "Sensei bilang, 'Aku tahu kenapa kau meneleponku. Dan aku hanya akan memberitahumu: lakukan yang terbaik.' kemudian dia memutus pembicaraannya,"

"Apa-apaan?!" Sakura dan Naruto bicara bersamaan. Di antara anggota yang lain, hanya Sakura dan Naruto yang terlihat kesal.

"Jadi semuanya terserah kita," Sai kembali bicara. "Mungkin kita bisa mengisi kekosongan satu lagu dengan menampilkan sesuatu yang lain?"

"Seperti apa?" tanya Sakura sebal. Dia kembali menyandarkan punggungnya ke kursi.

"Memajang Naruto di depan panggung sebagai badut?" usul Sai.

Naruto merengut, "Sepertinya aku juga mulai membencimu Sai,"

Di samping Naruto, Sasuke menyeringai, "Bukan ide yang buruk,"

Si pirang menatap Sasuke, "Sepertinya dari dulu aku memang membencimu Teme,"

"Aku tersanjung,"

Naruto berdecak, "Terimakasih kembali,"

"Jadi bagaimana?" tanya Sakura malas. "Jika kita benar-benar tidak bisa menampilkan dua lagu, apa kita sepakat menjadikan Naruto sebagai badut?"

"Ya,"

"Setuju."

"TIDAK! SAKURA! Kenapa kau menjadikanku sebagai umpan?!"

Sakura lagi-lagi tidak mempedulikan Naruto, "Baik! Sekarang mulai latihan!"

writeln('-');

09:45 PM

Selesai latihan, Sakura (lagi-lagi) memaksa Sasuke untuk mengantarkan Naruto pulang. Si rambut pink berdalih jika saat itu sudah larut dan tidak akan ada bus yang beroperasi di malam hari. Tak lupa si rambut pink juga menyinggung tentang perjanjian omong kosong-nya tadi. Sasuke melemparkan death glare-nya pada Sakura, Sasuke tidak punya pilihan lain, dan itu membuatnya semakin kesal.

Ketika satu-satunya hal yang Sasuke inginkan saat itu adalah cepat-cepat menurunkan Dobe di depan rumahnya, apa yang terjadi kemudian adalah sesuatu yang menghambat keinginannya. Di belakangnya Naruto memukul-mukul punggung Sasuke sambil setengah merengek, "Temeeee! Aku lapaaaarr! Ayo ke Ichiraku!"

Sasuke langsung mengabaikan Naruto.

"Sasuke, ayo makaaaann!"

Sasuke kembali mengabaikannya.

"Ayo makan ke Ichiraku Temeee!"

Kali ini Sasuke tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengamuk, "DIAM DOBE!"

Naruto malah semakin menjadi-jadi, "AKU LAPAR TEME!"

"Dan aku tidak peduli!"

Tiba-tiba Naruto menarik rambut belakang Sasuke. Terkejut, Sasuke yang saat itu mengendarai motornya dengan kecepatan yang tidak terlalu cepat segera meminggirkan motornya kemudian berhenti untuk memarahi orang di belakangnya, "Apa kau gila? Bagaimana jika aku menabrak sesuatu hah?!"

Naruto tersenyum sinis, dia melipat kedua tangannya di depan dada, "Sejujurnya aku lebih baik mati karena kecelakaan daripada mati karena kelaparan,"

Si raven menatap si pirang dengan pandangan tidak percaya, "Kalau kau ingin mati lakukan sendiri. Jangan libatkan aku," sedetik kemudian Sasuke kembali menjalankan motornya.

Keduanya marah pada satu sama lain. Sasuke yang pada dasarnya memang sedang marah pada dirinya sendiri karena bisa-bisanya dimanfaatkan oleh Sakura untuk mengurusi Dobe menyebalkan itu, sedang tidak ingin menambah hal-hal merepotkan lainnya seperti memberi makan si Dobe.

Kemudian perut Naruto yang kelaparan berbunyi dengan suara yang sangat menyedihkan.

Dan itu cukup untuk mengubah pikiran sang Uchiha, "Ichiraku ada dimana?" tanyanya sambil meghela nafas.

"Masih dua kilometer ke depan," balas Naruto. Anehnya Sasuke dapat merasakan Naruto tersenyum saat bicara begitu. Tapi Sasuke memilih untuk tidak memikirkannya. Dia terus menjalankan motornya melewati jalanan bercahayakan lampu oranye yang cukup sepi itu.

.

Sampai di Ichiraku Naruto langsung melompat turun dari motor dan berlari masuk. Untungnya saat itu pengunjungnya tidak terlalu ramai, jika ya Sasuke lebih memilih untuk menunggu di luar saja meskipun udara di luar sangat dingin dari pada dia mendapat tatapan maut dari pengunjung lainnya karena membawa seorang pemuda hiperaktif ke tempat umum seperti itu.

Setelah meletakkan helm-nya di atas motor, Sasuke mengikuti Naruto masuk. Dilihatnya si Dobe sudah duduk di salah satu kursi dan sedang mengatakan apa yang dia pesan pada seorang pelayan wanita. Wanita itu kemudian beringsut pergi sementara Sasuke mendudukkan dirinya di kursi yang berhadapan dengan Naruto.

Keduanya terdiam dengan pikiran masing-masing selama beberapa menit. Sampai Naruto bersuara, "Kenapa Teme? Kau seperti sedang memikirkan sesuatu,"

Butuh sedetik bagi Sasuke untuk memproses kata-kata Naruto itu. Dengan gerakan malas si raven menyangga kepalanya dengan sebelah tangan, "Aku harus mengatakan hal yang sama padamu," ucap Sasuke sambil menatap kedua bola mata Naruto.

Kemudian saat itulah Sasuke ingat dengan betapa birunya bola mata Naruto.

Tapi Naruto segera mengelak dari kontak mata itu untuk melihat ke arah lain. Dia tersenyum gugup, "A-apanya? Ah—" tiba-tiba Naruto langsung berubah riang saat dilihatnya pelayan yang tadi datang memawa pesanan Naruto. Wanita itu meletakkan segelas air putih dan semangkuk ramen yang langsung diserbu Naruto, "Selamat makan!" dan si Dobe melupakan pembicaraannya dengan Sasuke begitu saja.

Pelayan itu tiba-tiba meletakkan semangkuk ramen di depan Sasuke. Sasuke menatapnya bingung, "Aku tidak memesan ramen,"

"Ah! Itu untukmu Sasuke, makanlah." ucap Naruto tiba-tiba.

Pelayan itu sudah buru-buru pergi sebelum Sasuke menyuruhnya untuk membawa ramen itu pergi. Jadi Sasuke memilih untuk mendorong mangkuk ramennya ke depan Naruto, "Aku tidak lapar."

"Kau yakin?"

"Ya."

"Tapi kau belum makan seharian tadi—"

"Diam dan makan ramenmu." desis Sasuke berusaha menekan suaranya. Naruto memperhatikannya sebentar sebelum memutar bola matanya sambil berucap 'baiklah' kemudian melanjutkan makannya.

Dengan mulut penuh Naruto bicara, "Hei Teme, kenapa dulu kau menolak saat dimasukkan ke band sekolah?" tanyanya dengan suara tidak jelas.

Tapi anehnya Sasuke masih bisa menangkap kata-kata Naruto. Si raven mengernyit ke arah si pirang, "Makan atau bicara. Pilih salah satu atau kau akan mati tersedak,"

"Ramen adalah sahabat terbaikku. Dan seperti semua sahabat, mereka tidak akan membahayakan hidupku apapun yang terjadi," sebuah cengiran muncul secara perlahan di bibir Naruto. Si pirang menelan mi dalam mulutnya sebelum menatap Sasuke, "Kenapa Sasuke? Mulai merasa khawatir jika terjadi apa-apa padaku?"

Sasuke balas tersenyum mengejek, "Jangan bodoh. Aku hanya tidak ingin keluar dari toko ini sambil membawa mayatmu,"

"Heh," Naruto kembali berkutat dengan makanannya, "Kembali ke topik kita: kenapa dulu kau menolak masuk ke band sekolah?"

Ada banyak alasan. Tapi Sasuke tidak ingin membahasnya. Jadi alih-alih menjawab pertanyaan Naruto, Sasuke malah balik bertanya, "Kau sendiri, kenapa kau tidak menolak?"

Pertanyaan Sasuke itu membuat Naruto tersedak, dia terbatuk-batuk keras. Sambil memutar bola matanya Sasuke menyodorkan air putihnya, membiarkan Naruto menyambarnya cepat dan meminum isinya dalam lima tegukan.

"Apa yang tadi kubilang tentang jangan bicara sambil makan hm?" sindir Sasuke.

Naruto terbatuk sebentar kemudian berusaha menenangkan dirinya, "Uh... Aku tidak tersedak karena makanan, Sasuke. Tapi karena kata-katamu barusan," Naruto mengernyit, dia memegangi tenggorokannya yang mulai terasa seperti habis terbakar, "Ini salahmu, Teme. Sekarang lihat apa yang kau perbuat pada tenggorokanku,"

"Ya ya Dobe. Teruslah menyalahkanku,"

Tak butuh lama, Naruto sudah kembali mengambil sumpitnya dan mulai mengaduk-aduk ramen di depannya. Keduanya diam begitu untuk beberapa saat sampai Naruto bicara sambil memakan ramennya, "Kau itu memang bodoh untuk beberapa hal Teme,"

"Tapi setidaknya aku bukan kau yang bodoh dalam segala hal,"

Naruto berhenti, dia menengok ke arah Sasuke dengan ekspresi terluka, "Well, kata-kata itu menyakitkan. Serius," tapi sebentar kemudian Naruto tersenyum mengejek. Dia mulai melanjutkan makannya lagi sambil bicara, "Heh, aku tidak akan merasa sakit hanya karena kata-katamu. Kau tahu sendiri aku sudah kebal dengan ribuan macam olokan. Ejek aku sesukamu jika kau mau menghabiskan waktumu,"

"Baka Dobe. Jawab saja pertanyaanku."

Si pirang terdiam sebentar, dia meletakkan sumpitnya untuk menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya, "Ayolah Sasuke... Semua orang tahu betapa bergengsinya band besutan Akatsuki Gakuen! Kau tidak tahu siapa PAIN? The Jinchuuriki? Mangenkyou? Tsuki no Me? JUUBI? Mereka sekarang sudah berada di level dewa dan semuanya bermula dari pembentukan mereka di Akatsuki dari generasi ke generasi!"

"Pelankan suaramu, dasar berisik," sindir Sasuke yang sempat melihat beberapa pengunjung mengalihkan perhatian mereka ke arah Naruto. Sasuke pura-pura tidak melihat tatapan dari pengunjung lain saat melanjutkan bicara, "Ngomong-ngomong aku tidak tahu tentang band-band yang kau sebutkan tadi Dobe,"

"Ahahaha, kau bukan tidak tahu Teme: kau hanya tidak mau tahu," balas Naruto yang kembali berkutat dengan ramennya.

"Oh?" Sasuke memperhatikan Naruto dengan sorot tertarik, "Lagipula apa untungnya kau masuk ke band ini?"

"Itu berarti segalanya. Sejak dulu aku ingin menjadi pemain band profesional dalam sebuah band yang hebat," dalam hati Sasuke tersenyum sinis. Tentu saja. Kenapa selama ini Sasuke tidak pernah memikirkannya? Cita-cita Naruto adalah hal yang paling mudah ditebak di dunia ini semudah kau membedakan warna hitam dan putih. Terlebih lagi Naruto-lah yang sedang dibicarakan disini: siapa yang tidak akan tahu apa cita-cita si Dobe berisik itu setelah melihatnya? Didengarnya Naruto melanjutkan bicara, "Band ini bisa menjadi sebuah batu loncatan untukku kau tahu?"

writeln('-');
10:35 PM
Kompleks Apartemen Konoha Utara

Setelah Naruto makan di Ichiraku, Sasuke mengantarkan Naruto pulang menuju apartemennya dan mereka baru sampai di kawasan apartemen Naruto sekitar pukul setengah sebelas. Jalanan di sekitar sana terlihat sangat sepi, lampu-lampu di pinggir jalan menyala suram dan langit di atas sana terlihat jauh lebih gelap dari biasanya. Beberapa saat kemudian, Sasuke menghentikan motornya di depan sebuah kompleks apartemen yang ditunjuk Naruto.

Naruto segera melompat turun kemudian berseru, "Yap! Kita sudah sampai! Nah, sekarang kau bisa pergi jauh dariku, Teme," ucapnya sambil membenarkan posisi tas.

Untuk beberapa saat Sasuke membiarkan dirinya memperhatikan kompleks apartemen yang ada di depannya. Sesuatu yang berada di balik jendela kamar bernomor 204 tiba-tiba menarik perhatiannya.

Naruto mengayunkan tangannya di depan wajah Sasuke untuk menarik perhatian Sasuke, "Oi Teme?"

Pandangan si raven teralih pada Naruto, "Hn?"

Naruto mengerutkan keningnya, "Kau bisa pergi sekarang," jeda sejenak sebelum si pirang melanjutkan, "Aku tidak akan mengatakannya sering-sering, tapi terimakasih sudah mau mengantarkanku,"

Si raven menatap Naruto sebentar sebelum kembali melihat ke arah apartemen di belakang Naruto, "Dobe,"

"Kenapa?"

"Apa apartemenmu yang bernomor 204 itu?" tunjuk Sasuke pada salah satu pintu apartemen yang berada di lantai dua.

Naruto menengok sekilas pada apartemennya, kemudian kembali menatap Sasuke, "Iya, aku tinggal di sana. Kenapa?"

Sasuke menatap Naruto dengan pandangan menyelidik, "Kau tinggal bersama seseorang?"

"Hah? Kenapa kau bertanya begitu? Aku tidak tinggal bersama siapapun," jawab Naruto. Saat dilihatnya Sasuke hanya menatapnya balik dengan pandangan yang sulit diartikan, Naruto segera bertanya, "Kenapa lagi Teme?"

Sekali lagi, Sasuke melemparkan pandangan penuh selidik ke arah Naruto. Sedetik setelahnya Sasuke hanya menghidupkan kembali motornya sambari berujar, "Bukan apa-apa,"

"Hei—"

Sasuke tidak membiarkan Naruto menyelesaikan kata-katanya, karena dia sudah tancap gas dan pergi dari tempat itu.

Meskipun Sasuke tidak mau terlalu memikirkannya, tapi Sasuke berani bersumpah, dia sempat melihat seseorang mengintip dari balik jendela apartemen Naruto.

writeln('TBC');

A/N: Naaww, tinggal hari Minggu sebelum tampil~

Jika lancar, apdet cerita ini nggak akan lama (nggak selama yang sebelumnya, tentunya)... T-T