Previous Chapter ::
"Kenapa…aku…kakiku… tidak bisa digerakkan lagi?"
"Ayah! Itu dia orangnya. Kakak berambut biru muda itu adalah Tetsuya-niichan!"
'Dia... Dia mirip dengannya. Sangat mirip dengan... Yukari…"
"Aku... Aku ingin memastikan... Apakah Kuroko Tetsuya itu... anak kandungku atau bukan lewat tes DNA. Bisa?"
"Ku..roko...?"
Chapter 8
Sayonara Minna. Soshite, Hontou ni Arigatou.
Kagami terkejut, mendapati Kuroko dalam keadaan seperti ini. Sangat berharap bahwa siapa yang dia lihat saat ini, bukanlah temannya, bukan bayangannya, tapi orang lain yang mirip dengannya saja. Namun, apa yang ia harapkan itu bukanlah kenyataan. Anak perempuan itu terus-menerus menyebut nama Kuroko dengan sebutan 'Tetsuya-niichan'. Kagami tidak bergeming sedikit pun. Memperhatikan dengan seksama orang yang berada beberapa meter di depannya itu, yang sedang duduk di kursi roda dengan wajah pucatnya sambil tersenyum lelah pada anak perempuan yang terus-menerus bercerita padanya. Ingin memastikan kenyataan yang sebenarnya, Kagami, secara perlahan-lahan, mulai menghampiri Kuroko yang masih bercerita dengan anak itu.
Sadar bahwa ada seseorang di belakangnya, sontak, Kuroko berbalik ke belakang dan mendapatkan Kagami berdiri tepat di belakangnya.
"Aku.. menemukanmu... Kuroko.." Ucap Kagami pelan namun masih dapat terdengar oleh telinga Kuroko.
Kuroko terkejut. Dengan segera, ia membalikkan kursi rodanya ke arah Kagami agar ia juga bisa memastikan, apa itu benar-benar Kagami atau bukan.
"Ka-Kagami-kun!"
Melihat Kagami yang kini berada di depannya itu, membuat Kuroko terkejut dan gelisah. Kuroko lalu memalingkan wajahnya dari hadapan Kagami dan berniat untuk pergi. Namun, tangan Kagami masih terlalu kuat untuk menahan kursi roda itu agar tidak beranjak sedikit pun.
"Biarkan aku pergi, Kagami-kun." pinta Kuroko dengan lirih. Ia masih tidak ingin menatap wajah Kagami.
"Kenapa, Kuroko?"
"..."
"Kenapa kau tidak memberitahuku akan hal ini?" kata Kagami seakan-akan tidak percaya atas apa yang disembunyikan oleh Kuroko darinya, tidak, dari semuanya. Kuroko masih terdiam. Tidak mengucapkan sepatah kata pun.
"Kenapa kau tidak memberitahu kami, Kuroko?! Apa yang sebenarnya terjadi padamu?! Lihat ke arahku, Kuroko Tetsuya!" lanjut Kagami setengah membentak Kuroko. Kedua tangannya mengangkat wajah Kuroko agar Kuroko bisa menatap kedua iris Kagami itu.
Pucat. Sangat pucat dari sebelumnya. Kuroko terlihat benar-benar letih. Kuroko tidak sanggup untuk menatap Kagami yang sangat marah terhadap apa yang disembunyikan oleh Kuroko darinya, dari mereka semua. Kuroko tetap saja tidak mau bicara.
"Maafkan aku, Kuroko. Tapi, aku benar-benar ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi padamu?" Kagami berusaha untuk tidak emosi di depan Kuroko. Apa lagi, yang di depannya saat ini bukanlah Kuroko yang biasanya, melainkan Kuroko yang sedang sakit. Entah itu sakit apa, yang jelas, Kagami sangat ingin tahu akan hal itu saat ini. Namun, Kuroko tetap masih tidak bisa berbicara. Untuk kesekian kalinya di hari itu, Kagami mendesah.
"Apa kau tahu kalau kami sangat menghawatirkanmu? Apa kau tahu kalau kami sampai-sampai ingin memanggil polisi karena menghilangnya dirimu? Apa kau tahu betapa paniknya kami saat sudah seminggu kau menghilang, tapi tidak ada sama sekali tanda darimu? Apa kau mengerti perasaan gelisah kami saat ini, Kuroko?!" lanjut Kagami seraya berlutut di hadapan Kuroko agar Kuroko tidak terlalu sulit untuk melihatnya.
"Maafkan aku, Kagami-kun." ucap Kuroko pelan, bahkan terlalu pelan untuk didengar oleh lawan bicaranya.
"Maaf, Yuki-chan. Kau mainlah bersama Nigou. Kakak harus bicara dulu dengannya." pinta Kuroko sambil memberikan Nigou pada Yuki. Melihat keseriusan yang terpampang di wajah Kuroko, mau atau tidak, Yuki pun mengangguk pasrah lalu membawa Nigou pergi untuk bermain kejar-kejaran lagi.
Setelah Yuki pergi, Kagami langsung menyerbu Kuroko dengan berbagai macam pertanyaan.
"Apa kau akan menjelaskannya sekarang, Kuroko? Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Kemana kau waktu malam itu? Kenapa kau tidak kembali-kembali lagi sete-"
"Darimana kau tahu kalau aku ada di sini, Kagami-kun?" tanya Kuroko memotong pembicaraan Kagami.
"Itu tidak penting! Aku ingin kau menjawab pertanyaanku, Kuroko!"
"..."
"Maafkan... aku, Kagami-kun. Malam itu, aku pergi bersama mereka untuk jalan-jalan."
"Aku tahu itu! Tapi kenapa jadi seperti ini?!"
"Dan kau tahu? Waktu itu juga, aku... hampir saja... menghilang.. untuk selamanya, Kagami-kun."
"Hah?! A... Apa maksudmu, Kuroko?! Aku tidak mengerti!"
"Kagami-kun. Apa kau ingat perdebatan kita di sana? Tentang kau memaksaku untuk memeriksakan diriku ke dokter? Apa kau masih ingat? Sebenarnya, di hari pertama masuk sekolah sehabis liburan musim dingin yang lalu, aku sudah memeriksakan diriku."
"E-eh?! Terus kenapa?! Kau sebenarnya sakit apa?! Jelaskan padaku, Kuroko!"
"..."
"Jawab aku, Kuroko!"
"Hentikan, Kagami-kun! Kumohon, jangan memaksaku seperti itu! Aku... butuh waktu untuk menjelaskannya... Kagami-kun." balas Kuroko pada Kagami. Kuroko yang selalu menatap seseorang dengan wajah datar, kini berganti dengan raut wajah yang penuh kesedihan. Kagami yang meilhat hal itu, langsung merenyitkan dahinya. Ia sangat bingung melihat ekspresi Kuroko itu.
"Terserah kau saja, Kuroko. Tapi aku tidak akan pergi dari sini sebelum kau menceritakan semuanya padaku!"
Mereka berdua terdiam, larut dalam pikiran mereka masing-masing. Kagami membiarkan Kuroko mempersiapkan dirinya untuk menceritakan segala sesuatunya pada Kagami. Dan akhirnya, Kuroko buka mulut.
"Kagami-kun. Apa aku benar-benar harus... mengatakannya?"
"Tentu saja!"
"Kagami-kun... Se-sebenarnya... aku.. dokter bilang.. aku... me-menderita Leukemia.." ucap Kuroko sambil tertunduk dan kedua tangannya menutupi wajahnya itu.
Kagami menatap Kuroko dengan tampang tidak percaya.
"O-oi! Ja-jangan main-main, Kuroko! Ceh, sejak kapan kau mulai bercanda seperti ini?! Leukemia a-"
"Aku serius, Kagami-kun!" kata Kuroko sambil menatap Kagami dengan wajah datarnya, namun matanya memancarkan keseriusan dan kepahitan yang berarti.
"Ka-kau... tidak bohong?" tanyanya ragu.
Kuroko hanya terdiam, tidak menjawab pertanyaan Kagami barusan. Kagami langsung tercengang. Memang benar, Kuroko tidak mungkin berbohong di saat seperti ini. Di tambah lagi, Kuroko dalam keadaan seperti ini. Bukan dalam keadaan yang seperti biasanya.
"Kau mengalami hal seperti ini tapi aku tidak tahu? Khahah. Mengerikan... Betapa bodohnya aku ini..."
Kagami lalu menoleh ke arah Kuroko lagi.
"Maaf Kuroko, aku benar-benar tidak pantas untuk disebut-sebut sebagai cahayamu lagi. Seorang cahaya seharusnya tahu akan keadaan bayangannya. Tapi aku? " ucap Kagami sambil tertawa miris.
"Jangan berkata seperti itu! Ini bukan salahmu, Kagami-kun. Akulah yang sejak awal berniat menyembunyikannya. Seandainya saja, saat itu mereka tidak ada, mungkin hanya aku saja dan dokter yang merawatku yang tahu akan hal ini. Tapi kalau mereka juga tidak ada saat itu, mungkin aku juga sudah tidak ada di sini lagi, Kagami-kun. Aku tidak ingin kau menyalahkan dirimu seperti ini."
"Aku... Karena tidak ingin membuat kau dan yang lainnya khawatir akan penyakitku ini, jadinya aku berniat untuk menyembunyikannya dari kalian semua. Maafkan aku. Sebisa mungkin, aku tidak ingin menyusahkan kalian." lanjut Kuroko dengan wajah yang penuh penyesalan.
Mendengar penjelasan Kuroko, Kagami langsung menyeritkan dahinya dan berniat untuk protes.
"Bodoh! Mana bisa begitu! Kau sama sekali tidak akan menyusahkan kami, Kuroko! Malahan kami yang akan dengan senang hati membantumu!"
"Ma-maafkan aku, Kagami-kun."
Kagami mendesah.. lagi. Ia lalu mengambil ponsel yang ada di saku baju nya itu dan mulai mencari nomor kontak ponselnya yang bertuliskan nama 'Himuro Tatsuya'.
"Apa yang kau lakukan, Kagami-kun?"
Kagami terus saja mengotak-atik ponselnya, tidak memperdulikan pertanyaan Kuroko.
PIIIP..
"Sabarlah dulu, Ta-"
"Tatsuya! Maaf, aku tidak jadi ikut dengan kalian. Aku punya keperluan penting dan mendadak. Kita akan berlibur bersama lain waktu."
"Tu-"
Tuutt... Tuuttt.. Tuuttt..
"Kenapa kau membatalkannya, Kagami-kun? Bukankah liburan seperti ini jarang ada?"
"Diamlah, Kuroko. Anggap saja ini hukuman untukku karena terlalu naif dan hukuman untukmu karena tidak mau memberitahukan hal ini padaku dan yang lainnya. Untuk itu, aku akan tinggal menemanimu di sini, sampai kau pulih kembali." ujar Kagami sambil mengotak-atik ponselnya kembali.
"Ta-Tapi.."
PIIIP..
"Ada apa, Bakagami?! Kau mengganggu se-"
"Tenanglah dulu, pelatih! Aku menemukannya! Aku menemukan Kuroko!"
"E-EEEEEEHHH?! KAU SERIUSSS?!"
Kagami menjauhkan ponselnya dari telinganya itu. Takut kalau nanti ia jadi tuli karena suara Riko dari seberang sana. Kagami lalu menyodorkan ponselnya pada Kuroko, berharap agar Kuroko memperdengarkan suaranya pada Riko supaya Riko percaya bahwa Kagami memang benar-benar menemukan Kuroko.
Kuroko tidak bergeming sedikit pun.
"Oh ayolah, Kuroko! Jangan membuat pelatih mengamuk!"
Perlahan, akhirnya Kuroko mengambil ponsel tersebut dari Kagami.
"Do-Domo, Riko-san."
"HEEEEE?! KUROKO-KUN, ITU BENAR-BENAR KAU?!"
"Hai, ini aku, Riko-san. Maaf membuatmu khawatir."
"Kau kemana saja, Kuroko-kun? Geezzzzz! Kau baik-baik saja, bukan?"
Kuroko terdiam.
"Kuroko-kun? Kau masih di sana?"
"H-Hai, Riko-san. Aku baik-baik saja di sini. Maaf membuatmu khawatir."
Mendengar hal itu, Kagami, untuk kesekian kalinya, menyeritkan dahinya.
'Baik-baik apanya?!' pikir Kagami heran.
Kagami lalu merebut ponselnya dari Kuroko.
"Kuroko-kun, sekarang kau ada di mana?"
"Dia sekarang berada di rumah sakit dekat tempat kita bertanding kali lalu di Osaka!" ucap Kagami yang langsung mematikan ponselnya itu.
"Sampai kapan kau akan membohongi yang lainnya, Kuroko?!" tanyanya kesal.
"Aku hanya tidak ingin membuat mereka khawatir, Kagami-kun! Kumohon, mengertilah sedikit!"
"Kau yang seharusnya mengerti, Kuroko!" bantah Kagami.
"Ah! Itu mereka, Seijuurou-niisan."
"Hm. Kalian berdua, cukup sampai di situ. Jangan membuat keributan." kata Akashi yang datang bersama dengan Yuki.
Rupanya Yuki memberitahu Akashi tentang kedatangan Kagami.
"Ka-Kau?!"
"Tidak kusangka, kau bisa sampai di sini, Taiga."
"Cih! Rupanya kalian semua juga menyembunyikan keberadaan Kuroko!"
Akashi melangkah dengan santai ke arah Kuroko.
"Jangan salahkan kami, Taiga. Itu semua salahmu yang tidak bisa memperhatikan keadaan teman satu tim mu! Apa aku salah?"
Kagami terdiam. Memang benar, apa yang dikatakan oleh Akashi. Seandainya saja dia menyadari akan keanehan Kuroko saat itu, pasti Kuroko tidak akan jadi seperti ini. Paling tidak tidak separah ini.
"Ayo pergi, Tetsuya. Kau harus makan dan minum obatmu."
Kuroko hanya mengangguk setuju. Dia tidak berani melawan mantan kaptennya itu.
"Tunggu! Aku ikut dengan kalian!"
"Hm?"
Akashi menatap Kagami dengan tatapan sinisnya. Kagami langsung bergidik ngeri melihat kedua mata heterocrom milik Akashi.
"Kau baru datang saat ini, tapi kau masih berani untuk mengatakan hal itu, Taiga?"
"Tolonglah, Akashi! Biarkan aku juga menemaninya! Maaf kalau sebelumnya aku tidak menyadari tentang keanehan Kuroko. Maaf kalau baru sekarang tahu akan hal ini. Untuk itu, biarkan aku juga menemani Kuroko sebagai hukumannya! Tidak masalah kalau aku harus tidur di luar, yang terpenting, biarkan aku di sini!"
"Akashi-kun.."
Akashi mendesah.
"Aku tahu, Tetsuya." kata Akashi pada Kuroko, lalu kembali menatap Kagami.
"Hh. Terserah kau saja. Kalau saja Tetsuya tidak memintaku akan hal ini, aku tidak akan pernah mengizinkanmu untuk menemaninya. Berterima kasihlah pada Tetsuya, Taiga."
"Ugh."
"Ayo pergi, Tetsuyuki. Dan kau juga, Taiga."
"Yo-Yossha! Tapi tunggu dulu.. Tetsuyuki? Haaahh?"
**Setting Skip**
3 Hari kemudian...
"Tuan, ini sudah saatnya anda berangkat." kata pelayan setianya pada Ryuuji. Ryuuji sejak tadi gelisah dalam ruang kerjanya. Sejak tadi kerjaannya hanya mondar-mandir saja. Ia benar-benar gelisah akan hasil akhir tes DNAnya itu. Rasa penasaran namun juga kecemasan terus-menerus hinggap di dalam pikirannya.
"Ugh. Baiklah.."
"Nee, paman."
"Ya? Ada apa, nona kecil?" tanya Akio sambil berlutut di depan Yuki agar ia bisa dengan mudah berbicara padanya.
"Ayah kenapa? Aku lihat ayah sedikit aneh hari ini." ujar Yuki sedikit khawatir melihat ayahnya yang tidak seperti biasanya itu.
"Ahaha. Tidak apa-apa, nona. Tuan hanya sedikit gugup akan sesuatu."
"Hm?"
"Ah ya! Pastikan kau juga mempersiapkan diri, nona. Mungkin kau akan mendapatkan seorang kakak."
"Eehh?"
"Yuki! Kau ada di mana na- Ah! Di situ kau rupanya. Ayo kita berangkat." ucap Ryuuji seraya menggendong peri kecilnya itu.
"Dan Akio, pastikan kau menjaga rumah ya. Kami pergi dulu!"
"Ya, hati-hati di jalan, Tuan!"
"Tetsuya-niichan!"
Teriakan Yuki menggema di seluruh pelosok ruangan itu. Orang-orang yang ada dalam ruangan Kuroko pun sangat terkejut dengan teriakan Yuki. Untung saja, tidak ada seorang pun dari mereka yang mengidap serangan jantung. Kalau tidak, mungkin orang itu akan pergi ke alam lain. Mereka langsung berbalik ke arah datangnya suara tersebut.
"Sialan! Siapa itu?! Eh?! Anak kecil ini lagi?!"
Karena bentakan Kagami yang begitu keras, sontak, mata Yuki mulai berkaca-kaca karena takut.
"Ha-Hayatocchi, jangan menangis lagi! Hueee~, Kagamicchi! Jangan kasar seperti itu padanya!" ucap Kise sambil mencoba untuk menenangkan Yuki. Namun Yuki tidak mau mendengarkan Kise. Ia tetap saja menangis.
Mendengar tangisan Yuki semakin menjadi-jadi, Kagami langsung panik. Ini sudah kedua kalinya ia membuat anak itu menangis.
"O-Oi! Ma-maafkan aku! Ku-kumohon, berhentilah menangis."
"Hueeee~! Hayatocchi~~!"
"Kau juga harus diam, Kise!"
"Taiga, aku tidak tahu kalau kau suka menyiksa anak kecil. Apa perlu aku laporkan pada polisi?" tanya Akashi dengan wajah tanpa dosa.
"O-Oi! Jangan sembarangan!"
"Hm? Ada apa? Kenapa di sini ramai sekali?" Kuroko, orang yang dicari-cari oleh Yuki, akhirnya muncul juga. Kuroko sedikit heran melihat keramaian yang ada dalam kamarnya itu. Yuki yang mendengar suara Kuroko, langsung berlari memeluknya.
"Tetsuya-niichan~! Hiks~! Ada monster yang akan memakanku! Hiks~!"
"O-oi! Aku bukan monster!"
"Terima saja, Taiga. Kau memang mirip dengan monster daripada Daiki."
"Haah?! Kenapa aku juga, Akashi!"
"Kalian semua, diamlah. Geezzz.. Kalian terlalu ribut." ujar Momoi yang berada di belakang Kuroko. Sejak tadi, ia menemani Kuroko jalan-jalan di taman rumah sakit itu dan juga sekalian cek up.
Kuroko mengelus rambut Yuki dengan lembut.
"Tidak apa-apa, Yuki-chan. Dia bukan monster kok. Dia teman kakak, jadi kau tidak perlu takut."
"Hai~! Yuki tidak akan takut lagi!" kata Yuki dengan semangat. Seketika itu juga, air matanya berhenti. Kagami langsung menghela napas lega.
'Untung saja ada kau, Kuroko! Ugh. Kise, Akashi dan yang lainnya sama sekali tidak membantuku!'
"Yuki-chan, ada apa kau datang kemari? Ini 'kan sudah malam? Mana ayahmu?"
"Kata ayah, Yuki harus menunggu di sini. Ayah Yuki lagi ada urusan. Tapi ayah bilang, urusannya bukan di luar rumah sakit kok, jadi ayah tidak akan lama."
"Urusan? Urusan apa?"
"Yuki juga tidak tahu. Ayah bilang kalau itu rahasia."
"Hah?"
"Hayato-san! Hasilnya sudah keluar!" ujar Keita sambil berlari ke arah Ryuuji.
Ia lalu memberikan sebuah amplop yang berisikan hasil tes DNA pada Ryuuji.
.
.
.
'Nama Pemilik Sampel DNA 1 : Hayato Ryuuji.
Nama Pemilik Sampel DNA 2 : Kuroko Tetsuya.
Berdasarkan atas apa yang sudah kami teliti, hasil akhir menunjukkan tingkat keakuratan sebesar 99,98%. Kedua belah pihak memang memiliki hubungan darah...'
.
.
.
"99,98%?" gumam Ryuuji tidak percaya.
"A-Aku tidak percaya. Ternyata ia benar-benar anakmu, Hayato-san! Selamat!" ucap Keita yang turut bergembira melihat hasil tes tersebut. Ryuuji masih diam terpaku. Masih tidak percaya akan hasil tes yang dilihatnya saat ini.
Setetes air mulai menetes secara perlahan di pipinya itu. Ryuuji mengusap air mata bahagianya itu.
"Di-Dia... benar-benar.. anakku... dan Yukari? Hehe.. Ahahaha.. Yatta!" soraknya gembira. Semua pengunjung rumah sakit yang kebetulan ada di sekitar mereka pun langsung melihat Ryuuji dengan tampang keheranan.
"Ahaha. Maaf, karena terlalu senang, aku jadi seperti ini."
"Hm. Tidak masalah, Hayato-san."
"Panggil saja aku Ryuuji."
"Oh, baiklah. Nah, bagaimana kalau kau segera menemuinya? Aku yakin, dia juga sangat menunggu kehadiran seorang ayah untuk menemani hari-harinya."
Ryuuji mengangguk setuju dan langsung berlari ke kamar tempat Kuroko berada. Keita hanya bisa tersenyum saja melihat tingkah Ryuuji.
'Mungkin ini adalah hari terbaik bagi mereka.' pikirnya.
Sesampainya di kamar Kuroko, Ryuuji mendapatinya sedang bermain-main dengan Yuki, Nigou dan juga teman-teman Kuroko yang lainnya. Yuki terlihat sedang berebutan bantal dengan Kise di atas sofa yang ada dalam kamar tersebut. Karena kesal, Yuki akhirnya melepaskan bantal tersebut dan akhirnya Kise terjatuh ke lantai. Kise merintih kesakitan, sedangkan yang lain hanya tertawa melihat kejadian itu. Merasa seperti sedang diperhatikan, Akashi menoleh ke arah Ryuuji dan langsung memanggil Yuki.
"Tetsuyuki, ayahmu sudah kembali. Sudah saatnya kau pulang."
Yuki lalu memeluk Kuroko dengan erat, takut kalau Akashi nanti memaksanya pergi.
"E-eeh? Tidak mau~. Aku masih mau bermain bersama dengan Tetsuya-niichan dan yang lainnya di sini."
"Ahaha. Kau bisa bermain denganku lain waktu, Yuki-chan." ujar Kuroko yang mulai memutar roda kursi rodanya dengan Yuki yang masih duduk di pangkuan Kuroko sambil terus memeluknya.
"Turunlah. Ayahmu sudah menunggu, Yuki-chan."
Akhirnya Yuki menurut. Ia lalu turun secara perlahan dari pangkuan Kuroko, namun masih saja berdiri di depan Kuroko sambil memegang lengan baju Kuroko. Tiba-tiba, Ryuuji memeluk Kuroko dengan erat. Kuroko juga dapat merasakan kalau bajunya sudah mulai basah. Melihat hal itu, Kuroko dan semua orang yang berada dalam ruangan itu bertanya-tanya dengan heran.
"Eh? A-anda kenapa?"
"Aku menemukanmu, nak... Akhirnya... Ayah menemukanmu..."
Seketika itu juga, Kuroko membelalak kaget. Bukan hanya Kuroko, yang lainnya yang juga ikut mendengar perkataan Ryuuji juga ikutan terkejut. Benar-benar sangat kaget mendengar perkataan Ryuuji barusan.
"A-Apa.. yang barusan... anda.. u-ucapkan? A-Ayah..? A-Apa maksudnya..?" ucap Kuroko dengan sedikit gemetar. Ryuuji melepaskan pelukannya, namun tetap memegang kedua lengan Kuroko. Ia lalu menatap dengan lekat pemuda bersurai biru muda itu.
"Ayah menemukanmu, nak. Akhirnya, ayah menemukanmu."
Kuroko menatap Ryuuji dengan tampang tidak percaya.
"Be-benarkah itu?"
"Itu benar, Kuroko. Dia memang ayah kandungmu."
"Apa maksudnya, ayah?" tanya Midorima yang saat ini benar-benar bingung akan kejadian itu.
"Haya, bukan, Ryuuji sudah melakukan tes DNA untuk memastikan, dan hasilnya memang positif kalau Kuroko itu memang benar-benar anaknya. Jadi kau tidak perlu ragu lagi, Kuroko. Dia memang ayahmu."
Kuroko menatap Ryuuji lagi. Kali ini, matanya terasa panas dan ada sesuatu yang melonjak dalam hatinya. Ia benar-benar merasa bahagia.
'Permohonan terakhirku menjadi.. kenyataan..'
Kuroko tersenyum, benar-benar bahagia. Ia langsung memeluk Ryuuji. Secara perlahan, Kuroko mulai menangis terisak dalam pelukan Ryuuji, ia benar-benar melepaskan rasa rindu yang ia pendam selama ini. Benar-benar tidak menyangka, bahwa hal ini menjadi kenyataan. Sesuatu yang sangat ia impikan dari dulu, selain menjadi nomor satu dalam permainan basket. Semua yang melihat kejadian itu, yang menurut mereka hal itu sangat langka, juga mulai terbawa perasaan. Momoi juga sudah mulai terisak melihat Kuroko dan Ryuuji. Momoi sangat bahagia melihat Kuroko bisa bertemu dengan ayah kandungnya itu. Sedangkan Akashi, ia hanya memandang kejadian itu sambil tersenyum.
"Maafkan ayah, nak. Selama ini ayah membiarkanmu sendirian. Ayah benar-benar tidak pantas untuk bertemu lagi denganmu, Tetsuya."
"Bu-Bukan.. Ini bukan salah ayah! Jangan berkata seperti itu lagi, ayah.." bantah Kuroko di tengah isakan tangisnya.
Setelah lama berpelukan dan saling melepas rindu, akhirnya Kuroko mulai melepaskan pelukannya itu. Ia lalu menghapus air matanya.
"Aku senang, bisa bertemu dengan ayah."
"Aku juga sama, nak."
"Nee~ ayah.. Hiks.. Tetsuya-niichan itu kakak Yuki?" ucap Yuki yang ternyata sejak tadi juga ikut menangis.
"Ahaha. Kau benar, nak. Mulai saat ini, dia adalah kakakmu. Jadi jangan nakal padanya ya!" balas Ryuuji sambil mencolek pipi peri kecilnya itu.
Yuki mengangguk.
"Yuki janji, akan baik pada Tetsuya-niichan!"
"Hehe. Yuki-chan memang pintar."
"Nah, bagaimana kalau kita jalan-jalan besok? Hanya untuk merayakannya saja. Kalian mau?" tanya Ryuuji pada yang lainnya. Semuanya langsung mengangguk setuju. Keita juga mengacungkan jempolnya, tanda bahwa ia juga setuju dengan usul Ryuuji.
Malam itu benar-benar malam yang membahagiakan bagi mereka.
**Setting Skip**
Setelah menunggu sekitar 30 menit, akhirnya taxi yang mereka tunggu pun tiba. Awalnya mereka semua berniat untuk naik mobilnya Ryuuji saja. Namun, karena kapasitasnya terbatas, yang ikut di mobilnya Ryuuji hanya Kuroko, Momoi, Akashi dan Kagami saja, sedangkan yang lainnya naik taxi. Mereka semua pergi ke taman bermain milik ayah Akashi, tempat di mana mereka merayakan ulang tahun Kuroko baru-baru ini.
Sesampainya mereka di sana, Yuki dan Kise langsung bergandengan tangan dan dengan segera menyerbu berbagai macam permainan yang ada di situ. Mereka hanya tertawa melihat tingkah laku kedua blonde itu. Mereka benar-benar sehati.
Mereka semua benar-benar bermain dengan riang. Selain bermain di taman bermain tersebut, mereka juga kejar-kejaran dengan Nigou. Mungkin baru kali ini, Nigou bermain-main di taman bermain selain di taman rumah sakit atau halaman yang ada di SMU Seirin. Dan untung saja petugas taman itu sudah diberitahu oleh Akashi bahwa mereka akan datang, jadi petugas taman bermain tersebut tidak memperbolehkan pengunjung lainnya masuk ke dalam. Toh, yang menyuruh mereka untuk menutup taman bermain seharian 'kan si pemilik taman itu sendiri?
Ryuuji terus memperhatikan Kuroko. Entah kenapa, ia merasa sepertinya Kuroko terlihat... sangat lelah dan letih. Padahal kalau dipikir-pikir, Kuroko seharusnya tidak lelah, karena ia tidak berjalan sama sekali. Ia hanya duduk diam di atas kursi rodanya dan menunggu agar kursi rodanya itu didorong oleh Ryuuji, itu sama sekali bukan menjadi alasan yang tepat untuk membuatnya jadi terlihat lelah seperti itu.
"Kau tidak apa-apa, nak? Kau terlihat capek. Mau istirahat dulu?"
Kuroko menggelengkan kepalanya. Lalu menatap Ryuuji.
"Tidak apa-apa, ayah. Kita teruskan saja."
"Kalau kau merasa tidak enak badan, bilang saja, ya nak?" kata Ryuuki dibalas dengan anggukan pelan Kuroko.
Mereka lalu mulai berjalan lagi.
Hari sudah sore. Kini, rasa lapar mnenghantui perut mereka, itu karena mereka memang belum makan sejak tadi. Untung saja di taman bermain itu, ada sebuah restoran kecil. Jadi mereka semua bisa makan di situ. Harganya juga tidak terlalu mahal.
Tak lupa juga, perang makanan antara Yuki dan Kise. Di awali dengan Kise, yang secara tidak sengaja, menyemburkan minumannya ke muka Yuki karena mendengar lelucon aneh dari Aomine. Sontak, Yuki pun jadi kesal dan akhirnya menyerang Kise dengan biji semangka. Dari situlah, asal mula peperangan mereka. Sedangkan yang lainnya, hanya menikmati makanannya di tempat yang cukup jauh dengan keberadaan mereka berdua.
"Semuanya, aku mau ke toilet dulu." ucap Kuroko secara tiba-tiba. Hanya saja, baru beberapa senti ia menggerakkan roda dari kursi rodanya itu, mimisan yang sudah beberapa hari terakhir ini berhenti, kini kambuh kembali. Sontak, Kise yang sedang perang-perangan dengan Yuki, langsung mengalihkan perhatiannya pada Kuroko. Kagami dan anggota Kiseki no Sedai lainnya, langsung panik melihat Kuroko. Keita, dengan cekatan, mengambil selembar tissu lalu memberikannya pada Ryuuji. Ryuuji pun mengambilnya dan langsung menghampiri anaknya itu.
"Ini nak! Pakailah ini!" ucap Ryuuji yang langsung meletakkan tissu di hidung Kuroko. Namun sia-sia saja. Tissu yang putih bersih, kini berubah menjadi warna merah darah. Melihat hal itu, Ryuuji dengan segera berlari ke meja makan untuk mengambil tissu.
BRUKK!
''KUROKO / TETSU / TETSUYA / KUROCCHIN / KUROKOCCHI / TETSU-KUN!" teriak mereka kompak. Kuroko kini terjatuh di lantai dengan tampang tak berdaya. Ia tidak bergeming sedikit pun. Ryuuji langsung berlari ke arah Kuroko dan berlutut di depan anaknya itu sambil mengangkatnya dengan kedua tanganya itu.
"Nak! Kau bisa dengar aku? Tetsuya! Kumohon, sadarlah!" ucap Ryuuji lirih dan tentu saja panik. Sangat panik. Namun Kuroko sama sekali tidak bergerak. Hanya gerak alunan napasnya yang tidak teratur yang saat ini bisa ia lihat.
"Sial! Ryuuji! Cepat bawa dia ke mobil! Tidak ada waktu lagi untuk memanggil ambulans! Kita akan pergi sekarang!"
Ryuuji mengangguk setuju dan langsung menggendong Kuroko lalu membawanya ke dalam mobil. Tak lupa juga, ia menyuruh Yuki untuk segera ikut bersamanya. Sedangkan yang lainnya mengikuti mereka dengan menggunakan Taxi.
Setibanya di rumah sakit, Kuroko dengan segera dilarikan ke ruang UGD bersama dengan Keita. Ryuuji dan yang lainnya benar-benar takut akan hal ini. Mereka sangat berharap kalau hari seperti hari ini, tidak akan pernah datang lagi selain di malam hari ulang tahun Kuroko yang lalu. Meskipun di sana ada Ryuuji, mereka tetap tidak diperbolehkan masuk. Yang mereka bisa lakukan saat ini hanyalah duduk, menunggu dan berharap akan keselamatan Kuroko.
Sedangkan Keita, ia langsung memakai baju khusus untuk menjaga kesterilan ruangan itu. Keita bersama dengan perawat yang lainnya sangat sibuk mengurus Kuroko di dalam ruang UGD tersebut. Ia terlihat sedikit cemas karena detak jantung Kuroko, semakin lama semakin melemah. Tekanan darahnya juga semakin menurun. Semuanya di bawah rata-rata.
'Kumohon… jangan sekarang… Jangan dulu… Kumohon Kuroko… bertahanlah!'
"CEPAT! AMBIL ALAT PACU JANTUNGNYA! DAN, MANA CAIRAN OBAT YANG KU MINTA AGAR DIMASUKKAN DALAM INFUSNYA?!"
"Ini, dok! Cairan obat itu sudah aku masukkan dalamnya. Tinggal dipasangkan saja pada pasien."
"Bagus. Cepat pasangkan itu padanya. Aku yang akan memasangkan alat pacu jantung itu."
Para perawat itu langsung menghampiri Kuroko, lalu mengurus cairan infus tersebut. Mereka tidak terlalu sulit untuk menemukan urat nadi Kuroko, jadi pemasangan infusnya tidak memakan waktu yang lama seperti yang biasa terjadi pada pasien lainnya.
Keita mulai memasangkan alat pacu jantung tersebut pada Kuroko. Namun, entah kenapa alat itu seperti sama sekali tidak berfungsi kalau yang menggunakan alat itu adalah Kuroko. Tetap saja, keadaan detak jantung Kuroko semakin melemah. Melihat tidak ada pergerakan sama sekali bahkan tetap mengalami penurunan, Keita merdecak kesal. Ia lalu ingin mengambil alat pacu jantung lainnya, tapi tiba-tiba saja, tangan Kuroko memegang ujung baju hijaunya. Keita langsung berbalik ke arah Kuroko. Ia mendapati Kuroko sedang memandangnya dengan tatapan pasrah dan senyuman yang terpampang di wajahnya itu. Walaupun masker Oksigen menutupi daerah bibir dan hidungnya, Keita dapat melihat senyuman lembut Kuroko. Dan hal itu membuat Keita tercengang.
"Sabarlah dulu, nak. Aku akan menga—"
"Ti… dak… perlu… pa.. man… A… ku i… ngin… ber… te… mu… de… ngan… a… yah.."
"Tapi ka—"
"Aku… mo… hon…"
Mendengar hal hal itu, Keita tidak bisa berkata apa-apa lagi. Keita lalu melihat ke arah elektrokardiogram tersebut dan mendapati kalau detak jantung Kuroko benar-benar sudah sangat rendah, 37 kali per menit. Sedangkan untuk ukuran normal, seharusnya berkisar antara 60 ke atas. Keita tidak punya pilihan lain lagi, ia lalu menatap seluruh perawat yang ada di ruangan itu. Mereka semua menghentikan aktivitas masing-masing dan saling memandang dengan raut wajah yang benar-benar sedih. Keita lalu berjalan keluar untuk memanggil Ryuuji.
Lampu merah di atas pintu masuk ruang UGD tersebut dimatikan. Ryuuji yang melihat Keita yang sedang berdiri tepat di tengah pintu masuk UGD tersebut, langsung berlari menghampiri Keita.
"Dia… dia ingin bertemu denganmu, Ryuuji."
Raut wajah mereka yang tadinya sedikit cemas, kini berganti dengan raut wajah yang menunjukkan kesedihan yang mendalam. Ryuuji dan yang lainnya langsung berlari masuk ke dalam ruang UGD tersebut. Tidak lagi memikirkan tentang peraturan yang ada dalam ruang UGD itu lagi. Ryuuji mendapati Kuroko yang sudah terbaring lemah di atas tempat tidurnya. Ia langsung menggenggam erat tangan kanan Kuroko. Teman-temannya yang lain hanya diam membeku.
"Ayah… ayah di sini, nak… "
Mendengar suara ayahnya, Kuroko secara perlahan-lahan mulai membuka matanya. Ia lalu memandang ke arah ayahnya itu.
"A… yah…"
"Ada apa, nak? Apa yang kau… inginkan..? Katakanlah.. Ayah… tidak akan marah padamu.."
Kuroko tertawa pelan karena mendengar ucapan ayahnya itu. Ia lalu menatap ayahnya lagi.
"Ayah… syu… kurlah a… ku… bisa… ber… temu… de… ngan… a… yah…"
"Ayah juga sama, nak." Ucap Keita, mencoba untuk menahan tangisnya. Yang lainnya, tidak bisa berbuat apa-apa lagi, hanya bisa menangis melihat Kuroko yang seperti itu. Bahkan Akashi dan Midorima, yang selama ini kita tahu bahwa tidak akan pernah terbawa emosi dan melepas topengnya itu, kini mulai meneteskan air mata. Walau mungkin mereka berdua tidak sampai terisak seperti yang lainnya. Mereka hanya menangis dengan tenang.
"A… yah… li… hat… Di… sa.. na… a.. da.. ibu… Ibu can… tik… se… ka… li.." ujar Kuroko dengan pelan seraya tangan kirinya menunjuk ke arah atas ruang UGD tersebut. Mendengarnya, Ryuuji langsung tersenyum kecut. Tidak ada siapa-siapa di sana, tapi Kuroko malah melihat ibunya. Kuroko lalu menoleh ke arah teman-temannya lagi.
"Se… semua.. nya… Te… terima… kasih… ka… lian… sudah… ma… u… menema.. niku…"
Semua teman-temannya langsung mengangguk pelan di tengah isakan tangis mereka.
"Ku mohon… jangan seperti… itu… Kalian.. tidak bo… leh ber.. se… dih.. seper.. ti.. itu.. Dan, Kaga… mi-kun. To.. long… jaga Nigou… ya..? Juga, sampaikan… salamku un.. tuk teman.. teman lainnya…"
"Kalian.. mungkin… ti.. tidak bertemu.. de.. nganku.. lagi.. Ta-tapi.. ingatlah.. bahwa.. aku a.. kan se.. lalu.. bersama de.. ngan kali.. an.."
"Diamlah, Kuroko. Bodoh! Jangan berkata seperti itu! Kau.. ugh!" bantah Kagami yang mendengar perkataan Kuroko itu. Kagami tidak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya itu. Kuroko hanya tertawa pelan mendengar bantahan Kagami. Ia lalu menoleh kembali pada Ryuuji.
"A… yah… Aku… ha… rus pergi… Ibu su.. dah… menung.. guku.. dalam ke.. reta itu.. bo… leh..?"
Seketika itu juga, tangis Ryuuji pecah. Ia langsung memeluk Kuroko dengan erat tanpa melepaskan genggamannya dari pemuda bersurai aquamarine itu."
"A… ku… sa… yang… a.. yah…. " katanya sambil mulai menutup kedua matanya secara perlahan.
-TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII IITTTTTTTTTT-
Kini, wajah Kuroko terlihat begitu tenang. Tidak selelah tadi. Suara tangisan pun, mulai memenuhi ruangan itu. Mereka benar-benar tidak percaya kalau Kuroko akan pergi meninggalkan mereka. Padahal, baru saja ia bertemu dengan orang tua kandungnya. Tapi yang namanya takdir, itu sudah tidak bisa diganggu gugat lagi.
**Setting Skip**
Hujan di tengah musim semi mulai turun membasahi daerah tersebut. Seakan-akan ikut menangisi kepergian pemuda bersurai biru muda itu. Kini, mereka semua berkumpul bersama di depan makam yang pada batu nisannya bertulikan nama "Kuroko Tetsuya". Kini Kuroko benar-benar pergi dan menghilang dari sisi mereka.
"Yoshh, semuanya! Jangan bersedih seperti itu lagi! Kalian semua ingat, bukan? Permintaan Tetsu waktu itu. Kita harus tetap semangat! Itu yang dia inginkan!" teriak Aomine membuyarkan lamunan mereka saat itu.
"Entah kenapa, tapi kali ini aku setuju denganmu, Daiki. Tapi seharusnya, aku yang berkata seperti itu. Dan bukan kau." Ujar Akashi sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Sudahlah, Akashi-teme! Mau dia atau kau, itu sama saja!"
"Oh. Rupanya ada yang berani melawanku, ya? Kau benar-benar berani, Taiga?"
"Kagamicchi! Kau memilih kalimat yang salah! Bakagamicchi!"
"Diamlah, Kise! Sudah kubilang, jangan menambahkan –cchi di belakang namaku! Dan kau, Akashi!... Ti-Tidak apa. Lupakan saja." Ujar Kagami yang membatalkan kalimat selanjutnya karena melihat aura-aura aneh yang ada di background Akashi itu.
"Kau mau pilih warna apa, Akacchin. Kebetulan aku bawa peralatanku ini hari." Kata Murasakibara dengan santainya.
"O-Oi!"
"Kalian semua berisik, nanodayo!"
"Guk!"
"O-Oi! Kau juga, Nigou?!"
"Dia memang selalu berpihak padaku, Taiga."
"Diamlah! E-eh."
"Kagami-kun! Kau salah lagi!"
"Atsushi! Kemarikan semua guntingmu!"
"HWWOOOO! SIALAN KAU, MURASAKIBARA!"
Itulah yang terjadi sampai saat mereka tiba di stasiun kereta. Orang-orang yang berada di sekitar tempat itu langsung bergidik ngeri, melihat atraksi Akashi dan Kagami itu. Namun, sebagian anak kecil, malah tertawa melihat adegan kedua pemuda bersurai merah itu.
Kini, mereka hanya bisa menjalani hari-hari mereka seperti biasanya. Anggota Tim Seirin yang mendengar berita tersebut, hanya bisa menangis dan larut dalam kesedihan. Di sekolahnya, teman-teman dan murid lainnya juga turut berduka atas kepergian salah satu pemain basket andalan mereka. Tapi untunglah, semuanya tidak berlangsung lama. Tim Basket Seirin, kini sedang mempersiapkan diri untuk pertandingan di awal musim panas nanti. Dan berharap serta berjuang agar bisa meraih juara 1 lagi, walaupun Kuroko sudah tidak bersama dengan mereka lagi.
"Nee, minna. Kalau kita tidak berjumpa lagi, akankah kalian masih menganggapku sebagai teman kalian?"
"Tentu saja, bodoh! Untuk selamanya, kita akan selalu menjadi sahabat. "
"Terima kasih, semuanya."
-THE END-
(Mueheheh.. Akhirnya selesai! *Banzaii!*
Dan untuk Tetsucchin, Otanjoubi Omedetou, 31 Januari 2013.
Maafkan emakmu yang membunuhmu di hari bahagiamu ini, Tetsucchin T_T
*Jadi ikut gemetaran, ngetik Fic ini.. ==''
Anyway *ce'ilah*, terima kasih sudah mau membaca sampai akhir Fic aneh ku ini.. :D
*benar-benar terharu melihat ripiu kaliaan*
Kita akan berjumpa kembali di lain waktu..
Ja' Nee~)
RnR please?