Biasanya, Sakura akan membuka tirai jendela kamar mereka untuk membangunkannya, ia menggeliat, Sakura kemudian memberikan senyum, menyapanya, menawarinya untuk membuatkan dirinya kopi, lalu Sakura akan terkekeh melihat tampangnya yang baru bangun tidur, mereka akan berdebat kecil, ia akan menyeringai, melemparkan sedikit gombalan telak lalu wanita itu akan bersemu merah. Tambahkan untuk kecupan selamat pagi. Dan hari akan bergulir seperti semestinya, berangkat ke kantor, memeriksa dan mendatangani dokumen-dokumen absurd, rapat-rapat menjemukan, kemudian ia akan kembali ke rumah. Sakura (selepas dari tugasnya sebagai dokter) akan menyambutnya hangat, melepas jasnya, kemudian menawarinya untuk mandi atau makan. Ia akan bertemu Itachi di ruang tengah serta Ibu dan ayahnya disana. Dan ia biasanya menemukan arti rumah kala itu.

Namun ada kalanya Uchiha Sasuke bosan. Sedikit bermain api. Dan akhirnya membawanya ke dalam penyesalan yang tak berujung.

Naruto milik Masashi Kishimoto

Saya tidak mengambil keuntungan apapun dalam bentuk materi dari fanfiksi ini.

AU. OOC. Drama. Tema umum. Membosankan.

Don't like? Don't read!

Saya telah memperingatkan.

Itachi Uchiha masih duduk dikursinya, berada di ruang tengah megah yang senyap, sedikit ocha dan koran menemaninya. Tubuhnya terbalut kaos biasa berwarna biru malam dan kakinya terlindungi celana jeans panjang berwarna senada dengan bajunya. Sederhana tapi mempesona. Ia menenggelamkan wajahnya dibalik lembaran koran, namun dibalik itu wajahnya menampakkan kelelahan yang kentara. Kerutan dibawah matanya semakin terlihat jelas, sesekali ia akan menghela nafas, mengerutkan kening, kemudian memejamkan mata, entah apa yang dipikirkannya.

Sebuah tepukan.

Ia mengadahkan wajahnya, sedikit mendongak untuk melihat siapa yang menepuk pundaknya , kemudian melipat koran dan menaruhnya di samping meja. Ia menatap seorang pria paruh abad yang berada di depannya. Rahang tegas dan mata tajam, khas pria Uchiha. Tepat, ia Uchiha Fugaku, ayahnya. Sedikit batinnya tersentil menatap mata pria ini yang menyiratkan kesedihan yang mendalam, —sama seperti matanya. Lamat-lamat ia merasa dunianya berputar lambat kala pria ini berucap, "Sasuke sudah mau makan. Tapi ia menolak keluar kamar."

Ia merasakan secercah harapan. Itachi menatap ayahnya kemudian tersenyum lirih.

"Setidaknya ia ada kemajuan."

'PRANGG'

Suara benda berbahan kaca jatuh terbanting disusul suara gedebum barang-barang yang entah apa. Keributan tercipta. Ada suara jeritan, tangis, dan terakhir munculnya seorang pria bermasker berambut keperakan, Hatake Kakashi, tergopoh-gopoh turun dari tangga beserta ibunya, Uchiha Mikoto dan beberapa pelayan lainnya.

Instingnya mengatakan suara itu berasal dari lantai dua. Tempat dimana selama ini adiknya mendekam. Batinnya resah. Uchiha Sasuke kembali mengamuk.

Ia kembali menutup matanya, memejamkan matanya. Ingatannya kembali bergulir.

Saat adiknya masih normal.

Dan kenangan memilukan tentang wanita musim semi itu, Haruno Sakura, mantan isteri Uchiha Sasuke.

.

.

.

Rasanya baru kemarin. Itachi masih ingat suara lonceng gereja yang berdentum keras, riuh rendah para hadirin serta raut bahagia —sedikit gugup— adiknya di altar, hamparan bunga sakura, lily of the valley, serta anyelir yang menghias gereja tak lupa mimik bahagia keluarganya, ia masih ingat. Ibunya menitikan air mata terharu sementara ayahnya memengang tangan ibunya, sementara ia sendiri mendekap kekasihnya lembut. Kebahagiaan yang tak terucapkan.

Sakura lalu muncul di ujung karpet merah, ia tampak luar biasa cantik(ia akui itu) dalam balutan gaun pengantin putih yang menjuntai sampai mata kakinya sedikit menunjukkan bagian bahu dan punggungnya, tangannya menggenggam bunga anyelir putih. Sakura melangkah perlahan diiringi alunan musik pernikahan. Ia bisa melihat raut kekaguman adiknya serta semu merah yang ditampilkan Sakura diatas altar. Itachi tersenyum tipis. Lalu ikrar pernikahan pun dimulai, sedikit pertanyaan klasik dan jawabannya adalah kemantapan dan keikhlasan hati dari dua orang di altar sana.

"Silahkan mencium pasangan anda." Saat itu seluruh hadirin tergelak. Ayahnya yang ia tahu jarang tersenyum itu pun tak luput, kekehan geli keluar dari bibirnya, ia sendiri telah tertawa terpingkal-pingkal.

Disana, Uchiha Sasuke dan isterinya Harun—ah Uchiha Sakura tengah mempertontonkan adegan yang lumayan menghibur. Setelah dipersilahkan pendeta adiknya langsung mencium Sakura tanpa aba-aba, dari sini saja ia bisa melihat itu bukanlah ciuman biasa, penuh gelora dan ganas. Ia kembali terkekeh melihat raut wajah Sakura yang merah padam dan berusaha menyingkirkan suaminya dari bibirnya sementara suaminya masih memaksa dan tak peduli sekitar. Ah, adiknya telah dewasa.

Usai pesta yang membosankan, Itachi melihat Sasuke membawa kabur isterinya, mungkin ingin segera menjajal kamar pengantin mereka yang dulunya bekas kamar Uchiha bungsu itu, Itachi terkekeh. Dan kekasihnya yang berada di sebelahnya mengerutkan alis bingung.

"Kau kenapa?" ujarnya khawatir. Itachi menoleh dan mengusap rambut kekasihnya pelan. "Tak apa, hanya saja aku berpikir, jika adikku di depan umum saja berani menunjukkan kemesumannya bagaimana ia menunjukkannya di dalam kamar?" sebuah injakan keras mengenai kakinya."Aww…" ia merintih.

"Dasar mesum!" Dan kekasihnya bersemu merah, ia kembali mengulas senyum.

Tepat seperti perkiraanya, keesokan paginya adiknya turun dari tangga dengan raut sumringah dan samar-samar ia bisa melihat raut lelah juga tergambar disana dan Sakura yang ada di sampingnya sesekali memegang tangan adiknya dengan raut sakit samar, tambahkan cara berjalannya yang sedikit aneh. Ia bersiul menggoda kala Sasuke dan Sakura tiba di meja makan. Sasuke tampak tak acuh. Ayah dan Ibunya tersenyum.

"Pagi Ayah, Ibu, Itachi-jelek." Ucapnya datar. Sakura tersenyum pada mereka, ia membungkukan badan, ia diam dan mereka paham begitu melihat raut kesakitan tak kentara itu muncul di wajah Sakura.

"Pagi Sasu-chan, bagaimana tidurmu semalam? Nyenyak? Wah, kenapa lehermu ada bercak-bercak merah Sakura-chan? Digigit nyamuk?" Itachi tersenyum jahil.

'BLUSH'

Sakura merona, Sasuke memalingkan wajahnya ada semburat merah menjalari pipinya. "Berisik. Bukan urusanmu, dan lagi jangan panggil aku dengan panggilan menjijikan itu!" Itachi kembali terkekeh. Sebetulnya ia masih ingin menggoda adiknya, tapi ayahnya berdehem keras, tanda tak ingin ada suara saat makan.

"Adikku ternyata sudah dewasa. Hati-hati Sakura-chan. Raawwrr… kau bisa diterkamnya." Ucapnya pada Sakura disertai kedipan genit, Sasuke mendelik tak terima. Sakura kembali bersemu,wajahnya merah menggemaskan.

.

.

.

Ingatannya kembali bergulir ke masa lampau, saat pertama kalinya gadis musim semi itu dibawa ke kediaman Uchiha, saat Sasuke masih SMA, kelas dua. Awalnya cuma berdalih belajar bersama tapi lama-kelamaan ia bisa mencium gelagat aneh adiknya pada gadis musim semi itu. Ia ingat wajah manis yang selalu menentang adiknya, mendendangkan argumen yang padat, berintelegensi tinggi serta lugas. Adiknya kadang meliriknya diam-diam kala gadis itu tengah menulis, memperhatikan caranya belajar, mengusap keringat, lalu cara gadis itu tersenyum. Ia berani bertaruh adiknya hafal diluar nalar kebiasaan Sakura.

Lambat laun Sasuke sering membawanya kerumah, mungkin seminggu tiga sampai lima kali gadis itu singgah. Ibunya tentu menyambut baik Sasuke yang membawa seorang gadis ke rumah, sudah lama ibunya mengidam-idamkan seorang anak perempuan. Namun apa boleh buat, seluruh anaknya laki-laki, Itachi dan Sasuke. Dengan adanya Sakura dirumah, ibunya seolah memiliki anak perempuan lain yang selama ini ia inginkan. Kadang mereka akan memasak didapur, berkebun, menonton televisi, berbelanja kebutuhan pokok, atau hanya sekedar ngobrol ringan ditemani teh dan kue-kue kering. Tak jarang Sakura menginap, oh tidak, ia tidak tidur di kamar Si Bungsu, ia ada di kamar tamu.

Pernah ia memergoki keduanya di dapur kala itu, dengan Sasuke yang memojokkan Sakura ke meja makan dan kedua bibir yang menempel, namun ia tak berani menginterupsi. Itu privasi mereka, menurutnya. Ia menyingkir. Dan tak akan memiliki pertanyaan macam-macam mengenai perasaan adiknya, semuanya sudah jelas. Adiknya, Uchiha Sasuke, mencintai Haruno Sakura.

Tapi sebelumnya, ia mengeluarkan telepon genggam di saku celananya. Dengan pelan ia mengaktifkan kamera didalamnya guna memfoto adiknya itu.

'KLIK'

Sebuah bunyi pelan, tapi tak mengganggu mereka berdua. Setidaknya, Ia punya senjata baru untuk menjinakan Sasuke. Batinnya menyeringai senang.

.

.

.

Ia tersenyum samar mengingat semua kenangan itu. Ada kebahagiaan terselip dalam tatapan matanya, namun kala ia ingat kejadian beberapa tahun silam, ia hanya mampu tersenyum sendu. Sejentik air mata lolos dari sudut matanya. Tak lama ia mengusapnya lewat punggung tangan. Ia beranjak dari duduknya, menghampiri ibunya yang tengah menangis sesegukan, ayahnya yang lelah, Kakashi yang tampak prihatin serta para abdi keluarganya yang menunduk takut.

.

.

.

Sakura berceloteh riang sepanjang perjalanan mereka menuju pusat perbelanjaan Tokyo di dalam mobil, ia sesekali menanggapi dalam bentuk gumaman maupun anggukan. Terkadang wanita itu akan meminta pendapatnya dalam beberapa hal. Misalnya, Apakah Sasuke suka ini atau itu? Dan ia akan menanggapi semampunya. Seharusnya ibunya yang menemani wanita ini tapi kali ini ibunya sedang menemani ayahnya meninjau perusahaan baru mereka yang berada di Paris. Alah, palingan bulan madu terselubung, batinnya. Jadi akhirnya ialah yang menemani Sakura. Kenapa bukan Sasuke? Ini karena penyebab mereka datang ke pusat perbelanjaan itu sendiri karena Sasuke. Mencarikan hadiah untuknya. Hari ini tepat satu tahun pernikahan Sasuke dan Sakura. Dan Sakura khusus libur dari tugasnya sebagai dokter untuk ini.

Pusat perbelanjaan megah itu terlihat, Itachi menepikan mobilnya. Ia keluar bebarengan dengan adik iparnya itu keluar dari mobil. Wanita itu mensejajarkan langkah mereka. Dan perburuan hadiah satu tahun pernikahan untuk Sasuke dimulai.

.

Kadang disebuah titik kita akan merasa bosan dengan sebuah hal yang selama ini ada.

Kita butuh inovasi dan sedikit pengorbanan.

Namun entah apa yang terjadi setelahnya.

Penyesalan kah? Atau kepuasan?

.

Itachi tak akan mempercayai ini jika ia tidak melihat dengan mata kepalanya. Adiknya, Sasuke Uchiha tengah merangkul mesra seorang perempuan —yang ia ketahui sebagai sekertaris barunya—bernama Uzumaki Karin. Yang lebih membuat matanya hampir meloncat ialah saat Sasuke mencium Karin di depan umum. Ini sinting. Ia melirik seorang wanita yang ada disampingnya. Kelihatan melamun dan kehilangan pijakannya. Ia meringis, takut dengan hal yang akan terjadi. Apakah wanita ini akan marah? Menangis meraung-raung? Mendamprat suaminya layaknya di film-film? Atau akan langsung pingsan?

"Sakura?" ia mencoba memanggil nama wanita yang tengah melamun mengerjap. Ia balik menatap Itachi.

"…"

"Daijobou?"

Sakura tersenyum. Ini aneh.

"Aku baik-baik saja Itachi-nii…" ada kegetiran di ujung-ujung kalimatnya, Sakura masih tersenyum. Ada keikhlasan dan ketegaran mendalam di matanya.

Itachi kali ini termangu.

"Aku tak menampik kalau ada perasaan marah disini(ia menunjuk dada bagian kirinya), ada rasa sedih, kecewa, dan terkhianati…" suaranya mencicit. Sebuah keajaiban adik iparnya mengatakan hal itu tanpa menitikan air mata.

"…tapi aku yakin Sasuke-kun punya alasannya sendiri. Aku percaya."

Setitik likuid bening menetes dari pelupuk matanya.

.

.

.

Keesokkan harinya berjalan seperti biasa. Sakura akan membangunkan Sasuke bekerja, menungguinya kala Bungsu itu pulang kerja, memasakannya makanan, manawarinya kopi, dan segala macam atensi lainnya. Seolah-olah tak ada permasalahan diantara mereka. Lain Sakura lain Sasuke, adiknya terlihat gusar, sering melontarkan kata-kata dingin kepada Sakura, dan kadang meninggalkannya begitu saja kala wanita itu mulai menunjukkan atensinya. Adiknya berubah.

Puncaknya saat adiknya melayangkan sebuah gugatan cerai ke pengadilan dan mengancam tidak akan pulang ke rumah sebelum gugatan itu di tanda tangani. Sakura seolah tahu hal itu akan terjadi. Ia mencoba tegar.

"Kau tahu Itachi-nii, karena mencintai adalah sebuah keikhlasan." Itu yang Itachi dengar terakhir kalinya dari Sakura di pekarangan luas Uchiha. Jujur, ia melihat bagaimana ibunya dengan susah payah melepaskan Sakura. Kala itu mereka ada di kamar tamu sehari sebelum sidang dilaksanakan, kamar yang sering digunakan Sakura saat dulu masih berstatus kekasih Uchiha Bungsu dan kamar yang digunakan Sakura kala surat cerai ada di tangannya, ibunya menangis dan Sakura hanya mengusap punggung ibu mertuanya pelan.

"Aku tahu ibu menyayangiku, tapi aku mohon, mengertilah posisiku, Bu."

"Posisi apa? Selamanya kau menantuku." Ibunya kekeh.

"Posisiku dalam hati putra bungsumu, mengertilah. Sasuke tak mencintaiku lagi." Ada isakan teredam di kalimat terakhir. Itu Sakura.

"…" Mikoto terdiam. Hatinya nelangsa.

"Tak apa, Bu. Terimakasih kalau ibu mau mengerti. Ah, bolehkah aku memanggilmu ibu setelah persidangan nanti?" Sakura mencoba tersenyum, tapi yang muncul adalah ringisan.

Mikoto memeluk menantunya sayang, "Kau boleh memanggilku Ibu, sepuasmu, selamanya."

"Terimakasih."

Dari ambang pintu, ia melihat Sakura menangis tanpa suara dalam pelukan ibunya.

.

.

.

Sidang berlangsung lancar, tak ada halangan. Saat itu Itachi ingin sekali memeluk Sakura terakhir kalinya. Matanya memandang punggung kecil yang ada di tengah sana, tempat dimana Sakura dan Sasuke duduk terakhir kallinya sebagai suami isteri. Ia tahu bahu wanita itu bergetar, tapi mimik mukanya sama sekali tak menampilkan tangisan. Dan ketika palu telah diketuk, ia bisa melihat Sasuke menyeringai, kontras dengan Sakura yang menahan tangis. Mereka berjabat tangan dan Sasuke meninggalkan Sakura dengan calon adik ipar barunya—Uzumaki Karin.

"Itachi-nii?" suara Sakura mengalun. Ia menghampiri Itachi.

"Hei, bagaimana kabarmu?" Sakura menggembungkan wajahnya. Sekilas bibirnya mengerucut.

"Nii-san seperti lama tak melihatku, kemarin kita baru ketemu." Itachi terkekeh.

"Sakuuraaa… cepattt…!" sebuah teriakan menintrupsi. Samar-samar dari ambang pintu ia bisa melihat seorang wanita seumuran Sakura memanggilnya. Rambut pirang, mata biru. Siapa ya namanya? Ah, Ino, isteri Shimura Sai.

"Hei Itachi-nii aku titip salam untuk Mikoto-kaasan dan Fugaku-tousan. Aku pamit…" Itachi melihat Sakura tersenyum kemudian berlari menuju Ino.

Sakura menoleh dengan senyum. "Selamat tinggal."

Hari itu hari terakhir ia melihat Sakura. Ia menghilang. Seolah ditelan bumi. Sama sekali tak ada kabar.

.

.

.

Beberapa bulan setelah perceraian itu terjadi, semuanya masih baik-baik saja. Mikoto membangunkan Sasuke dan Itachi, menyiapkan sarapan, berbelanja, Karin kadang berkunjung (tapi ditolak olehnya secara halus), Sasuke masih bekerja di kantor, ada berbagai macam rapat, kemudian pulang dan berkumpul bersama. Tapi mendadak aneh kala Bungsu Uchiha itu menanyakan keberadaan Sakura.

"Ibu, dimana Sakura? Kenapa ia tak ada di kamar kami?"

Saat itu usai makan pagi, Ibu tersedak, Ayah memasang wajah datar, Itachi mematung. Apa ia tak salah dengar?

Ibu tak menjawab begitupun Ayah, Itachi berdehem.

"Bukankah Sakura sedang dinas?" Itachi tahu ini salah, tapi ia sama sekali tak mengerti keadaan ini. Dan menurut informasi yang ia dapat memang Sakura sedang dinas. Kemana? Ia sama sekali tidak tahu.

Sasuke tak menjawab. Kelegaan terpancar dari wajahnya.

"Oh."

.

.

.

Itachi mematung, matanya tak berkedip. Mikoto dan Fugaku mungkin ekspresinya akan sebelas dua belas dengan mimik mukanya. Dari ruang makan, ia melihat Sasuke turun dari kamarnya. Pakaiannya bersih, rambut panjangnya telah ia cukur apik —kembali pada model emo-nya yang dahulu, kumis dan jenggotnya telah di pangkas habis, sekalipun wajahnya masih sangat tirus dan tubuhnya sangat kurus, tak ada yang menampik bahwa Sasuke mempesona. Ia melangkah rinagn turun dari tangga menuju ruang makan. Ia menarik sebuah kursi disebelah kirinya, kursi tempat dulu Sakura biasa duduk, kemudian menarik kursi disebelahnya untuk dirinya sendiri.

"Pagi Ayah, Ibu, Itachi-jelek." Bagaikan sebuah déjà vu. Itachi bersumpah pernah mengalami ini.

"Sasuke…" ibunya tercekat. Sasuke hanya tersenyum.

"Pagi ini aku dan Sakura punya kabar gembira."

Serempak mereka mengerutkan alis bingung. Itachi memberanikan diri membuka suara.

"Sasuke, kau dan Sakura sudah bercerai! Sadarlah." Ucapannya frontal. Ia akui itu. Tapi ia tak ingin adiknya tenggelam dalam imajinasi.

Sasuke tergelak. "Lelucon apa itu Itachi? Bercerai? (terbahak) Kau mabuk dan ngelantur!" Itachi merasa nanap.

"Lihat Bu! Pagi ini aku menemukan surat keterangan ini di kolong ranjang. Sepertinya Sakura akan membuat kejutan. Dan mungkin aku akan merusaknya…" Sasuke berujar datar namun sarat kegembiraan. Mikoto menatapnya sedih, Fugaku menghela nafas, Itachi merasa kebas.

"… Sakura hamil! Lihat!"

Dan kali ini seluruh penghuni meja makan merasa jantungnya copot.

Harapan terbesar seorang kakak ialah melihat adiknya bahagia.

To be continue

Salam kenal! Saya author baru disini. Jika berkenan tinggalkan kritik, komen, dan saran di kotak review.

Bandung, 06 Januari 2013

Love,

nilakandi