Menaiki kereta dengan keberangkatan pertama bila melihat aku yang dulu sangat tidak mungkin. Aku bersyukur telah di tempa oleh kehidupan asrama yang ketat dan disiplin. Aku memasukkan tiket yang telah kuperlihatkan pada petugas kereta ke dalam saku celanaku. Saatnya memilih kursi. Aku edarkan pandanganku dan kutemukan tempat duduk di bagian tengah gerbong. Aku berjalan kesana, merapikan barang bawaanku dan segera duduk dengan nyaman.

Rasanya telah lama sekali tak kembali pulang sejak memasuki sekolah menengah berasrama. Bagaimana kabar sahabat-sahabatku ya? Kudengar Shizuka memasuki sekolah terbaik di kotaku. Begitu pula dengan Suneo yang berpisah dengan Giant yang memasuki sekolah khusus olahraga dan Dekisugi tentu memasuki sekolah ternama namun di kota yang berbeda. Kudengar ayahnya dipindahtugaskan sehingga ia dan keluarkanya juga ikut pindah. Aku sungguh beruntung. Saat kelas enam semua teman-teman mendukungku untuk belajar agar bisa lulus dan ajaibnya aku behasil lulus lalu diterima di sekolah berasrama.

Bagaimana kabar Doraemon? Aku tak terlalu yakin. Jangan anggap aku gila. Robot kucing yang telah menemani masa-masa sekolah dasar itu menghilang, tak tau kemana. Ketika aku kembali pulang ke rumah saat liburan tengah tahun pertama -karena setelah liburan itu selama dua setengah tahun, aku tak pernah pulang ke rumah karena sistem ketat yang mengatur- kusadari tak seorang pun yang mengetahui tentang Doraemon. Padahal aku sangat yakin Doraemon benar-benar nyata. Mana mungkin aku bermimpi begitu panjang dengan segala peralatan canggih yang dibawanya. Namun Suneo dan Giant sama sekali tidak mengingatnya. Shizuka dan Dekisugi saling berpandangan, khawatir. Bahkan ayah dan ibu tak mengingat dia sedikit pun. Apa benar aku bermimpi? Benarkah semua petualangan itu hanya mimpi? Rasanya tidak mungkin.

Ah, lupakan soal itu. Bila mengingat hal itu aku merasa bingung sendiri. Sebaiknya aku menceritakan sedikit tentang sekolahku. Di sekolahku ini memiliki koukou dengan sistem naik kelas, sehingga siswa tingkat chuugakkou dengan mudah melanjutkan ke tingkat koukou tanpa harus melalui ujian negara. Sebagian teman-teman berpikiran sama sepertiku, mengikuti alur yang telah ada tanpa harus bingung mencari sekolah lain yang mau menerima siswa berotak pas-pasan sepertiku, namun banyak juga yang masuk pindah sekolah lain. Banyak alasan untuk itu seperti ingin mencari suasana baru dan ingin mendapatkan teman wanita. Sepertinya aku lupa mengatakan sebelumnya, sekolahku ini adalah sekolah berasrama khusus pria.

Dan inilah aku menuju rumah tercinta.


. Doraemon © Fujiko F. Fujio

[ | Romance & drama | So Much OC | I have my own ending | Slash | Shonen-ai | Yaoi for next chapter 'maybe' | ]

[ | Don't like, don't read | ]


"Nobita!" Seorang wanita mengenakan dress sederhana berwarna merah muda melambaikan tangan padaku. Itu ibuku. Namanya Kataoka Tamako lalu berganti nama menjadi Nobi Tamako setelah menikah dengan ayahku. Setelah dua setengah tahun aku tak pulang rambut ibu dulu sebahu kini memanjang hingga sepunggung. Kacamatanya masih terlihat sama. Di belakang ibu kulihat pria yang lebih pendek dari ibu. Itu ayahku, Nobi Nobisuke. Ia menggunakan jas. Sepertinya baru pulang dari kantor. Ayah masih terlihat sama atau mungkin tidak. Dia sedikit lebih kurus.

"Ayah... Ibu...!" Aku melambaikan tanganku dan segera bergegas menuju kereka. Bergantian aku memeluk mereka. Jujur aku sangat merindukan mereka.

"Nah ayo kita pulang." Ibu merangkulku menuju mobil. Ayah telah berjalan duluan.

Aku mengangguk. Walau ibu merupakan wanita yang pemarah dan keras, aku mengetahui dia sangat sayang padaku.

"Jadi bagaimana keadaanmu di asrama? Baik?" tanya ibu ketika di dalam mobil. Ia melongokkan badannya ke belakang. Ayah berkendara dengan laju.

Aku mengangguk. "Menyenangkan, bu. Kami menempati kamar baru." Aku memperbaiki kacamata yang bertengger di hidungku.

"Baguslah. Ibu sudah menyiapkan sukiyaki kesukaanmu." Ibu memperbaiki posisi duduknya dan memasang seat belt.

"Terima kasih bu." Aku tersenyum. Tak sabar menunggu hidangan istimewa yang telah disiapkan oleh ibu.


I'm Kyou


Sore telah menjelang. Namun di lapangan telah berkumpul segelombolan remaja tanggung, Giant, Suneo dan Shizuka. Mereka menunggu kedatangan seseorang yang telah lama tak berkumpul dengan mereka. Mereka mendengar kabar kepulangan sahabat mereka itu dari ibunya dan mendapatkan pesan bahwa ia ingin bertemu sore ini. Beberapa saat kemudian seseorang yang mereka tunggu-tunggu muncul di depan lapangan. Ia menggunakan celana sporty sebetis dengan paduan baju kaos putih yang dilapisi jaket berwarna hitam bercorak naga.

"Nobita, itu benar kamu?" gadis berambut coklat itu menutup mulut tak percaya. Shizuka menatap tak percaya pemuda yang berdiri di depan lapangan.

"Hai, Shizuka. Apa kabar?" sapa Nobita. Ia kini berjalan masuk kelapangan tempat ia dan teman-temannya biasa bermain. Ia terlihat malu-malu ketika mendengar suara tak percaya Shizuka.

"Tak menyangka kau berubah sebanyak ini, sobat." Giant menepuk bahu Nobita. Nobita memang tak lebih tinggi dari Giant tapi tubuhnya tetap lebih tinggi dari Shizuka. Nobita tak memakai kacamatanya kali ini dan menggantinya dengan softlens. Rambutnya di model spike. Dia tak terlihat selemah saat masih di shougakko dulu.

Nobita hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan teman-temannya. "Kau juga Giant, kupikir kau tak lagi segendut dulu. Masih suka memasak?" balas Nobita ringan tanpa bermaksud menyingung.

Suneo dan Shizuka saling berpandangan. Sepertinya Nobita tak hanya berubah dari segi fisik, tapi juga cara bicara. Sepertinya tinggal di asrama banyak mengubah sifat pemuda yang dulu dikenal lemah dan penakut itu.

Tak jauh berbeda dengan Suneo dan Shizuka, dalam hati Giant juga terkejut mendengar jawaban Nobita. Namun melihat Nobita mengatakannya dengan tulus tanpa bermaksud menyinggungnya, apalagi ia juga menanyakan masakannya membuat Giant tak jadi tesulut emosi.

"Hahahaha." Giant tertawa lepas membuat urat-urat yang tegang di tubuh Suneo dan Shizuka melentur. "Sepertinya kehidupan asrama banyak mengubahmu. Karena kau merindukan masakanku, ayo ke rumah. Kumasakkan untukmu makanan spesial," lanjut Giant kemudian merangkul bahu Nobita dan membawanya berjalan. "Kalian juga kuundang, Suneo. Shizuka."

"Ya. Ayo makan kerumah Giant," sambut Suneo yang langsung berjalan di sebelah Nobita. "Kau tahu Nobita, masakan Giant berkembang pesat sejak ia masuk ke sekolah khusus olahraga," puji Suneo tulus.

"Benar," sambung Shizuka berjalan di sebelah. "Kamu tak akan percaya itu masakan Giant. Benar-benar enak. Aku saja iri," ungkap gadis manis ini agak cemberut mengucapkan kalimat terakhir.

"Begitukah, wah aku tak sabar untuk mencobanya," ucap Nobita bersemangat. "Aku juga ingin bertemu Joiko."

"Hahaha, kau tak akan percaya Nobita. Sekatang dia sudah menjadi komikus remaja terkenal," ucap Giant.

Kemudian empat sekawan itu berjalan beriringan dengan penuh canda tawa. Sepertinya lama tak bertemu membuat hubungan yang dulunya seperti musuh menjadi sahabat kental.


I'm Kyou


Seminggu sudah aku di rumah. Hari ini aku harus kembali lagi ke asrama. Memang waktu liburan masih seminggu lagi tapi aku memiliki tanggung jawab baru di asrama sebagai salah satu dewan penanggungjawab penerimaan siswa baru di asrama koukousei. Mungkin benar kata Suneo, Giant dan Shizuka. Aku banyak berubah. Tentu saja, lingkungan asrama yang ketat bisa merubahku. Setiap pagi dewan asrama akan memeriksa satu-persatu ke kamar, apakah penghuni kamar sudah bangun atau balum. Belum lagi tugas piket pembagian makanan dan kebersihan lingkungan. Semua amat menyiksa namun membuatku terasah secara fisik dan mental. Awalnya aku juga sering dihukum akibat sering terlambat bangun dan malas-malasan dalam mengerjakan tugas piket. Namun lama-kelamaan aku menjadi mengerti apa fungsi penghuni asrama melakukan tugas itu. Tentu saja agar lebih mandiri dan bertanggungjawab terhadap apa yang diamanahkan. Ah, aku jadi ragu. Apakah aku mampu melakukan tugasku sebagai anggota dewan asrama yang baru?

Aku masih di kamar. Baru saja menyelesaikan packing barang-barang. Sebuah tas ransel dan koper tergeletak di samping meja belajar. Rasanya seminggu terasa begitu sangat cepat ya? Dekorasi kamarku tak berubah. Meja belajar, lemari tempat tidur dan lemari buku masih ditempatnya masing-masing. Aku bergerak pelan ke arah meja belajar. Kutarik bangkunya dan duduk di sana. Mataku yang dilindungi sepasang lensa menatap laci meja, aku memang selalu memakai kacamata bila di kamar. Sebuah ingatan yang tak pernah lapuk membuatku ingin menarik meja itu. Tanganku telah bersiap menarik laci ketika sebuah suara panggilan menyentak lamunanku.

"Nobita, ayahmu telah siap. Ayo kita pergi." Itu suara ibu.

"Ya bu, aku datang," jawabku lalu kembali fokus ke laci itu. Aku segera menarik laci.

Kosong, tak ada apa-apa. Aku menarik nafas kecewa. Seperti dua setengah tahun yang lalu. Aku sudah berkali-kali memeriksa meja itu dulu tapi ruang dimensi itu tetap tidak ada. Kupikir saat aku kembali semuanya akan kembali seperti dulu. Tapi sepertinya aku harus membuang harapan itu jauh-jauh. Apa semua itu memang tak nyata?

Aku segera berdiri dan merapikan kembali bangku belajar itu dan memandangi lagi kamar ini sebelum aku meninggalkannya hingga liburan berikutnya. Setidaknya aku harus bersabar dan semua ilusi ini akan segera terlupa ketika bertemu dengan segala aktivitas dan kesibukan baru di asrama.


I'm Kyou


Aku baru saja sampai di stasiun pemberhentian. Setelah ini aku harus menaiki bus khusus untuk siswa asrama. Biasanya bus berangkat pada jam enam, jam delapan, jam sebelas, jam dua siang, jam enam sore dan jam delapan malam. Ada dua bus yang tersedia. Antara stasiun kereta dan asrama membutuhkan waktu satu jam. Cukup jauh memang jarak yang ditempuh antara stasiun kereta dengan sekolah namun semua itu sama sekali tak melelahkan. Pemandangan khas pedesaan telah menanti. Memang sekolahku terletak jauh dari pusat kota, dari kabar angin yang kutahu yayasan sengaja mendirikan sekolah di tempat ini agar para siswa bisa dengan fokus menimba ilmu tanpa ada gangguan dari keramaian dan polusi kota.

Aku datang sangat terlambat. Sekarang jam sepuluh sedangkan bus keberangkatan kedua telah berangkat dua jam yang lalu. Bus berikutnya datang jam sebelas siang nanti. Aku ingat tadi sebelum berangat ibu memasukkan berbagai macam makanan dan barang-barang lainnya ke dalam kardus dua ukuran satu kali satu kali satu meter. Terbayang bukan, bagaimana repotnya membawa semua itu di mobil? Saat yang paling sulit adalah ketika memasukkan barang-barang ke dalam kereta. Dua orang petugas kereta langsung menghampiri kami dan membawa barang-barangku ke masuk kedalam gerbong khusus barang-barang, walau sebelumnya aku sempat diberi tatapan kasihan oleh sebagian besar pengunjung stasiun. Belum lagi pidato keberangkatanku yang panjang dari ibu dan membuatku menarik nafas berat berkali-kali. Untunglah ayah langsung menghentikanku setelah seorang petugas membisikkan sesuatu yang aku yakin pemberitahuan kereta akan berangkat. Kasihan sekali petugas kereta itu. Ibu langsung memberinya tatapan membunuh ketika ayah menepuk bahu ibu dan menunjuk ke arah kereta yang siap berangkat.

Di sinilah aku. Duduk di halte ditemani oleh dua buah kardus barang, satu koper pakaian dan tas ransel . Menyedihkan. Tanganku bergerak mengambil tas, bergerak mencari MP3 playerku. Sebuah benda yang selalu menemaniku di saat sedang aku bosan. Aku segera memasang earphone ke telinga dan langsung menyamankan posisi dudukku. Berapa saat kemudian aku tertidur tanpa menyadari seseorang datang dan duduk di sebelahku.


I'm Kyou


Kukira aku tertidur selama setengah jam lebih, sebelum sebuah tangan menggoyang-goyang bahuku.

"Nak Nobi. Nak Nobi Nobita." Suara itu sepertinya aku mengenalinya. Aku perlahan membuka mata. Lensa mataku kemudaian menangkap sebuah objek bergerak yang telah lama aku kenal. "Bus akan berangkat. Ayo bangun."

"Umm." Aku mencabut kacamataku dan langsung menggosok acak kedua kelopak mataku. MP3 playerku tak lagi bersuara menandakan baterainya habis. Aku memang lupa mengisi ulang baterainya sebelum berangkat tadi. Setelah sedikit peregangan aku dibantu pak Takanabe, nama salah satu supir bus langka itu, langsung mengangkat dua kardus ke dalam tempat barang di bagian samping. Setelah itu aku membawa koper naik ke Bus.

"Oleh-olehnya banyak nak Nobi?" tanya Pak Takanabe ketika aku memasukkan koper ke bawah kursi. Bus mulai bergerak ketika aku akan duduk. Pak Takanabe dengan sigap memutar stir, mengendalikan laju dan arah mobil.

Bibirku tertarik ke samping. "Begitulah pak. Ibuku memasukkan banyak barang. Aku membawa sesuatu untuk bapak dan kak Hattari." Kak Hattari adalah sopir bus yang satu lagi, sama seperti pak Takanabe. Bedanya Hatari lebih muda, baru berumur dua puluh lima tahunan. Pak Takanabe dan Hattari selain menjadi supir bus juga merupakan penjaga sekolah kami. Pekerjaan rangkap yang membuat setiap siswa di sekolah pasti mengenali mereka.

"Nak Nobi bisa saja. Bagaimana keluarga disana?" Pak Takanabe tersenyum simpul. Pandangannya fokus ke depan.

"Ayah dan ibu baik. Katanya mereka kesepian. Ternyata anak nakal sepertiku bisa membuat orang kangen juga," kelakarku ringan. Kudengar pak Takanabe terkekek pelan. "Ngomong-ngomong isi bus ini hanya kita saja? Kak Hattari benar-benar. Tak meninggalkan seorang pun di untuk menemaniku." Tak biasanya bus ini benar-benar kosong seperti ini. Biasanya sepuluh orang adalah jumlah penumpang paling sedikit.

Pak Takanabe menggeleng. "Ada seorang lagi nak Nobi. Dia duduk di belakang. Sepertinya siswa baru," jelas pria yang memiliki tiga anak itu.

"Oh benarkah?" Aku langsung menaikkan kakiku ke kursi lalu menumpukan lutut dan memutar tubuhku ke belakang. Mataku langsung mencari-cari orang yang disebutkan oleh pak Takanabe. Ketemu! Aku tak melihat wajahnya karena tertutup topi berwarna hitam. Namun entah kenapa firasatku mengatakan bahwa ia merupakan calon koukousei. Setelah puas memperhatikan pemuda bertopi itu, toh aku juga tak bisa melihat wajahnya, aku duduk kembali.

"Pak Takanabe, aku mau tidur lagi. Bangunkan aku seperti biasa ya." Pria yang berumur empat puluh lima tahun itu mengangguk tanpa membalikkan kepalanya. Penglihatannya fokus pada jalan yang dihadapannya.

Tak butuh waktu lama aku masuk ke dalam alam mimpi. Sepertinya untuk urusan hobiku yang satu ini, aku masih belum berubah.


I'm Kyou


Sepuluh menit yang lalu aku dibangunkan oleh pak Takanabe. Dibantu beliau dan Kak Hattari, aku membawa barang-barang ke dalam kamar baruku yang berada dilantai dua. Dan kini disinilah aku membaringkan diri di salah satu tempat tidur berukuran satu orang. Mataku mengelilingi kamar. Luas kamar ini lebih luas dari pada kamarku sebelumnya. Asrama koukou memang hebat. Di samping dua kasur, ada dua lemari berukuran sedang dan dua set meja belajar. Mengagumkan.

Mataku hampir terpejam lagi sebelum aku mendengar suara ketukan dari luar.

"Nobita, kudengar dari kak Hattari kau sudah kembali." Arrrgghh. Jangan dulu. Aku baru saja sampai dan sudah ada pengganggu. Aku yakin setelah ini aku tak akan Busa tidur dengan tenang. Apalagi dengan bejibun tugas yang menanti. Mau tak mau aku bangkit dari tempat tidur, berjalan ke arah pintu.

"Shuzai-senpai?" ucapku ketika membuka pintu.

Senior yang kini telah kelas tiga itu langsung menerobos masuk ke dalam kamar. "Sepertinya kau mambawa banyak oleh-oleh." Ia melirik ke arah tumpukan kerdus yang mengalahkan tinggiku dan dia.

"Ibuku memaksaku membawa itu semua." Aku menggaruk kepala.

"Tunda dulu rencanamu membereskan semua ini. Semua orang sudah datang kecuali kau. Kukira kau bakal melarikan diri dari tangung jawab," ungkapnya sinis. Ia bersandar di dinding kamar.

"Aa, tunggu sebentar. Aku ganti baju dulu." Aku akan bergerak menuju koper.

"Tidak usah ganti baju. Langsung saja ke bawah." Shuzai-senpai langsung berjalan keluar kamar. Mau tak mau aku mengiringinya. Tak lupa aku mengunci pintu sebelum pergi.

Uraraka Shuzai, siswa tingkat tiga yang tingginya tak jauh beda denganku. Lebih pendek tentunya. Aku bersyukur gen ibu banyak merasuki tubuhku, termasuk masalah tinggi badan ini. Sebuah keberuntungan setelah wajahku ternyata juga banyak menurun dari wanita yang telah melahirkanku enam belas tahun yang lalu itu. Lupakan cerita tentang wajahku. Aku mengenal Shuzai-senpai dalam pertemuan pengurus asrama. Saat itu, ketika selesai mengambil transkrip nilai sebuah pengumuman yang agak mengejutkan menggema di seluruh sekolah. Aku, Nobi Nobita, dipanggil oleh dewan asrama. Kacau sekali. Siapa pun disekolah tahu, siswa yang dipanggil dewan asrama adalah siswa yang bermasalah di asrama. Jujur saja, aku sepertinya tak punya masalah kecuali kebiasaan tidurku dan itu pun sudah berkurang sejak di asrama. Jadi apa kesalahanku? Rasanya ribuan pertanyaan berkumpul di dalam otakku.

Setelah menitipkan tas pada teman sekamarku, aku langsung menuju ruang dewan asrama. Semua orang telah berkumpul. Anggota dewan chuugakkosei, koukousei, dan enam empat orang guru pengawas. Aku juga melihat beberapa orang yang seangkatan denganku berdiri di depan.

"Kamu telat, Nobi Nobita." Suara seseorang menyadarkanku. "Aku Uraraka Shuzai, ketua dewan asrama."

Tentu aku tahu siapa dia. Siapa yang tak mengenalnya. Walaupun asrama chuugakkusei dan koukousei dipisah, namanya amat terkenal. hanya saja aku belum pernah melihatnya langsung seperti sekarang ini. "Sepertinya surat edaran dikirim ke kelasmu tak dibaca. Jangan membuang waktu. Berdiri didepan dan perkenalkan dirimu."

Dalam waktu sepuluh menit barulah aku menyadari situasi. Ternyata aku terpilih menjadi salah satu pengurus asrama koukousei. Dari situ aku juga mengetahui nomor kamar, tugas-tugas, dan keharusan bagi pengurus untuk kembali ke asrama lebih cepat dari siswa biasa. Selain itu entah mengapa aku menjadi dekat dengan Shuzai-senpai.


I'm Kyou


Rapat pembagian kerja baru saja selesai. Aku mendapat tugas sebagai penerima siswa baru. Bersamaku masih ada dua orang lainnya. Di sekolah ini masing-masing tingkat terdapat sepuluh kelas, satu kelas berisi maksimal tiga puluh lima orang. Dari data yang kuterima, siswa tingkat satu yang memasuki sekolah ini ada seratus enam puluh dua orang, termasuk aku. Sebahagian kecil adalah siswa lama dan yang lainnya adalah siswa baru. Berarti ada sebahagian kelas ada yang tiga puluh dua orang dan ada yang tiga puluh tiga orang.

Baiklah, ada seratus enam puluh dua siswa dikurang tiga orang pengurus jadi ada seratus lima puluh sembilan orang siswa yang diurus oleh tiga orang. Bila jumlah itu dibagi tiga, masing-masing orang mengurus lima puluh tiga orang siswa. Mengingat itu saja rasanya aku ingin muntah. Tak terbayang rasanya harus bercapek-capek seperti ini. Aku jadi ingin tahu alasan mengapa aku bisa terpilih dari puluhan teman-teman lain menjadi dewan asrama.

Ini sudah sore. Aku duduk sendiri di ruang utama yang multi fungsi sebagai ruang tamu, ruang makan, ruang santai sekaligus loker penyimpanan sepatu lebih dari lima ratus penghuni asrama koukousei . Ruang utama terbagi secara tidak langsung, tiga bagian. Ketika masuk, di sebelah kanan terdapat susunan meja-meja panjang dan deretan bangku-bangku. Di sebelah ujung kanan terdapat dapur dan meja makanan. Di sebelah kiri terdapat deretan loker-loker dan di sisinya ada tangga menuju lantai dua. Tentu saja ruangan ini sangat luas.

Mataku tak jemu memperhatikan ornamen-ornamen unik ruang utama ini sampai sebuah suara langkah mengalihkan perhatianku.

"Selamat datang," kataku ramah lalu berdiri. Mataku menangkap sosok bertopi hitam yang sepertinya kukenal. Aku berpikir sejenak mengingat-ingat.

Setelah berpikir sejenak sepertinya aku mengingat sesuatu. Benar juga. Dia adalah siswa bertopi hitam yang sebus denganku tadi pagi. Aku tak dapat melihat jelas wajahnya bila sejauh ini. Aku berjalan mendekat. Namun sepertinya akalku tak sejalan dengan indra penglihatanku. Apa benar itu dia?

"De-dekisugi?" gumamku tak jelas ketika melihat wajah orang yang ada dibawah topi. Aku ragu tapi rasanya orang tak berubah terlalu jauh dalam tiga tahun. Namun aku yakin itu dia. "Hidetoshi Dekisugi?"

Mataku bertemu dengan matanya. Mata itu kosong sehingga membuat auranya terlihat dingin. Apa benar ini adalah orang yang sama dengan orang yang kuanggap rival dalam memperebutkan Shizuka saat masih shougakko?


bersambung


Vocabulary

Shougakko : sekolah dasar (SD)

Hattari : Pura-pura

Koukousei : siswa SMA

Shuzai : kumpulan data

Uraraka : Cerah; terang benderang

Chuugakkusei : siswa SMP

^Thank's for visit and Read^