Yuhuuu, Mey dan Rima di sini. Kami datang membawa fic ringan, temanya gak berat-berat, namun kami selalu berharap dapat memuaskan para pembaca.
Awal kami bisa collab... karena kami merasa ide kami cocok untuk dipadukan jadi satu bersama cokelat panas #dor! Hasil beberapa minggu kami bicarakan, jadilah fic ini.
Gak usah lama-lama, langsung aja. Happy reading.^^
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
and a story by Uchiha Hana Richan and AsaManis TomatCeri
.
.
Je T'aime
.
.
Chapter 1: Friendship
Jika diceritakan memang singkat, tapi kami menjalaninya pelan-pelan. Dari hari ke hari, awal pertemuan yang singkat membawa kami pada kebersamaan. Bermacam-macam karakter berbeda dari masing-masing kami, namun itulah yang membuat kami menjadi unik.
.
.
Hari pertama sekolah di SMU Nishi, sekolah swasta yang dekat dari rumahku. Saat pembagian kelas, aku bersumpah, aku akan ramah pada teman-teman baruku nanti. Setelah memasuki kelas, aku melihat anak perempuan yang sedang diam duduk sendiri di sisi pojok paling depan, sepertinya belum berkenalan dengan yang lainnya. Saat itu aku berfikir itu adalah kesempatan bagus untukku mengajaknya berteman.
Aku mendekatinya kemudian berhenti tepat di depannya, membuatnya langsung menatapku. Matanya indah sekali, warna lavender, rambutnya yang berwarna indigo juga kelihatannya halus sekali. Seperti puteri perempuan ini.
Aku tersenyum padanya, "Hei, bangku di sebelahmu kosong, kan?" tanyaku. Ia balas tersenyum dengan wajahnya yang memerah, kemudian mengangguk. Langsung saja aku menyambar duduk di sana, kemudian kembali menghadapnya yang sudah di sebelahku.
"Perkenalkan, aku Haruno Sakura." ucapku sambil menjulurkan tanganku untuk berjenalan dengannya. Ia sedikit gugup menjabat tanganku. Wow, aku bisa merasakan tangannya halus sekali, tapi dingin dan gemetar. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku rasa dia ini pemalu.
"Hyuuga Hinata."
Astaga, suaranya pun lembut sekali. Jadi namanya Hyuuga Hinata... Hyuuga? NANI?!
"Wooah, bukankah Hyuuga itu pemilik saham Family Restaurant yang cabangnya sudah menyebar banyak itu?" Aku memasang wajah terkejut.
"I-iya," jawabnya gugup. Aku langsung memejamkan mataku sambil mengangguk-angguk dengan kedua tanganku yang terlipat di dada, "Pantas saja."
Tadinya aku berfikir orang kaya itu semua sombong, ternyata baru kali ini aku bertemu gadis ini, keturunan anak orang kaya yang mau bersekolah di sekolah swasta yang biasa saja. Bahkan dia tidak sombong, justru pemalu sekali.
"AYO, TEME, NANTI KITA TELAT!"
"JANGAN TERIAK-TERIAK, BODOH!"
Aku dan Hinata menengok berbarengan, begitupun siswa-siswi yang lain. Ada keributan apa itu di luar? Dan tak lama kemudian pintu terbuka kasar, memperlihatkan sosok lelaki rambut jabrig tengah menarik lengan lelaki rambut emo. Mereka itu kenapa, datang-datang sudah ribut? Memang telat, tapi kan belum ada guru—
"Kyaaaa~ Sasuke!"
"Sasuke-kun! Kyaaa..."
Dari sini aku bisa tahu, sebagian dari anak perempuan di kelas mengenal salah satu lelaki yang terlambat itu.
.
.
"Kelompok terdiri dari empat orang, dua perempuan, dan dua laki-laki. Kelompok silahkan tentukan sendiri." ucap guru bermasker itu langsung membuatku lemas. Kalau kelompok sudah pasti aku selalu dengan Hinata. Tapi dua lelaki lagi? Siapa yang mau aku ajak? Aku memelas di meja sambil menengok ke arah Hinata di sampingku, "Hinata, kalau kita berdua, siapa dua lelaki lagi?" tanyaku.
"Aku tidak ta—"
"Halo, Hinata, Sakura, boleh kan aku sekelompok dengan kalian?" Sebuah suara membuatku dan Hinata menengok, Naruto rupanya. Hinata melirikku, aku mengerti dan tersenyum.
"B-boleh,"
"Tunggu dulu, tapi kita masih kurang satu orang." kataku. Naruto nyengir, "Itu hal mudah," katanya langsung menengok ke arah lelaki emo yang sedang dikerumuni anak-anak perempuan, "Sasuke, kau sekelompok denganku! Jangan protes!" teriaknya.
Anak-anak perempuan di sana menatap Naruto sebal, mereka itu selalu Sasuke, Sasuke. Bukankah Naruto itu baik? Dia juga manis. Eh?
.
.
Sejak sekelompok dalam mengerjakan sebuah tugas dari guru Kakashi, entah sejak kapan kamu berempat sudah bertukar-tukar nomor ponsel, sering bermain bersama. Yang tak kuduga, ternyata Hinata tinggal di kompleks sebelah. Sementara Naruto dan Sasuke yang memang sahabat dari kecil tinggal di kompleks XX yang lumayan jauh dari kompleks aku dan Hinata.
:: Je T'aime ::
Sekarang, sudah tiga tahun berlalu. Kami sudah lulus dari SMU Nishi dan berjanji akan masuk Universitas yang sama. Yaitu Universitas Tokyo. Kami berhasil dengan tes masing-masing. Namun walau satu kampus, ternyata jurusan yang kami ambil berbeda. Aku mengambil tes fakultas kedokteran, Hinata sastra, sementara Naruto dan Sasuke Hukum. Mereka berdua itu memang sahabat sejati, selalu bersama.
Sudah tiga bulan kami kuliah, aku dan Hinata sudah saling menjaga rahasia. Hinata tahu jika aku menyukai Naruto, dan aku tahu Hinata menyukai Sasuke.
Lamunanku buyar begitu mendapati tepukan di bahuku. Aku menengok, itu Sasuke.
"Jika melamun di tempat ini, kau bisa dikerjai orang." ucapnya seraya duduk di kursi yang berhadapan dengaku. Saat ini kantin kampus memang lumayan ramai, tapi aku lebih suka melamun sendiri di sini.
Sasuke membuka minuman kalengnya dan meneguknya, kemudian kembali menengok ke arahku. Aku kembali menopang dagu, "Jam kuliahmu sudah selesai?" tanyaku basa-basi.
"Hn,"
"Lalu di mana Naruto? Biasanya kalian selalu bersama."
"Sedang menunggu jam Hinata selesai," ucap Sasuke santai, kemudian kembali meneguk minuman kalengnya. Kenapa dia bisa sesantai itu? Padahal Hinata menyukainya, apa dia tidak sadar? Hinata ingin Sasuke yang memperhatikannya, bukan Naruto. Lagipula... aku ini cemburu.
Aku tidak mengerti kenapa Naruto sangat peduli sekali dengan Hinata. Aku pernah bertanya saat berdua saja dengannya, alasannya dia bilang karena Hinata lemah dan butuh seseorang yang menjaganya. Itu memang benar, tapi... aku kan menyukainya. Dan Sasuke, aku tidak tahu apa jalan fikirnya. Dia itu terlalu tertutup, kadang aku sendiri kesal bicara dengannya.
"Sasuke," panggilku.
"Hn?"
Aku memandangnya lekat, "Kira-kira, siapa gadis yang kau sukai?" tanyaku penuh ingin tahu.
"..."
"..."
Aku diam menunggu Sasuke berkata. Rasanya aku benar-benar ingin tahu. Apakah Uchiha yang tidak peka ini mempunyai orang yang disukai?
"Tidak ada."
GUBRAK!
Dia memang cool, tapi terkadang ucapannya itu membuatku membatu! Dasar!
Lama aku mengobrol dengan Sasuke, walau dia ini irit bicara, tapi setidaknya aku tidak usah membuang waktu dengan melamun sendirian. Sekitar sepuluh menit aku dan Sasuke ngobrol, aku melihat sosok Hinata dan Naruto datang menghampiriku dan Sasuke. Aku tersenyum.
"Ah, itu mereka!" seruku tak membuat Sasuke menengok. Yah, biarkan saja. Aku melambaikan tangan, "Hei, kalian lama sekali!"
"Hahaha... Maaf ya, Sakura." kata Naruto langsung menyambar kursi di sebelah Sasuke dan kemudian duduk. Tanpa janjian pun, tiap kuliah selesai, kami memang selalu bertemu di sini. Setelah Hinata duduk di sebelahku, Naruto kembali bangun teringat sesuatu. "Ah, Hinata, kau mau minum tidak?" tanya Naruto.
"Eh?"
Sakit memang aku selalu melihat Naruto yang selalu perhatian pada Hinata, tapi aku juga tidak bisa menunjukkan rasa cemburuku sekarang...
"Kau belikan saja, tidak usah tanya." Sasuke mendengus sambil melipat kedua tangannya di dada. Aku tidak tahu apa jalan fikirnya, tapi yang jelas itu terkadang membuatku benci. Aku benci sifat Sasuke yang tanpa sengaja menyatukan hubungan mereka.
Naruto menggaruk kepalanya, "Hahaha, iya ya."
"Naruto, tidak perlu—"
"Tidak apa-apa, Hinata." Naruto memotong ucapan Hinata yang akan menolak, kemudian tersenyum lebar. Melihat itu, aku salah tingkah sehingga langsung memutar-mutarkan sedotan di gelas jus milikku yang sudah kosong. Aku bisa merasakan saat ini Hinata tengah melirikku, aku bisa merasakan jika Hinata meminta maaf. Sudahlah, bukan salahnya kan.
Inilah, hal yang membuat kami terkadang menjadi sering bertengkar. Ya, sejak kami kuliah, tak jarang aku marah dan pergi karena kesal melihat Naruto dan Hinata, juga kesal melihat Sasuke yang membiarkan mereka berduaan. Sasuke akan memarahiku dengan ucapan-ucapan pedasnya, dia akan bilang aku pemarah, manja, atau apapun saat aku marah.
Dan Hinata mencoba menjauhi Naruto dengan jarang berkumpul, tapi itu justru membuat Naruto terlihat tidak senang. Awalnya aku berfikir kami seperti ini karena kesibukan kuliah yang kami hadapi, tapi ternyata hubungan kami merenggang karena... cinta sudah tumbuh di antara kami. Aku tidak tahu apakah Naruto menyukai Hinata atau tidak, aku tidak tahu siapa orang yang disukai Sasuke, sementara cintaku dan Hinata menjadi semakin besar.
Tak lama kemudian Naruto datang, membawakan dua gelas jus alpukat dan kemudian kembali duduk di samping Sasuke. "Ini minumanmu, Hinata." Naruto menyodorkan gelas itu pada Hinata. Hinata tersenyum manis, "Terima kasih,"
Lama sekali kami diam, hingga kantin mulai terlihat ramai karena jam kuliah banyak yang sudah selesai dan ingin bersantai di kantin. Hingga beberapa menit kemudian, Naruto memecahkan keheningan.
"Hei, hei, katanya nanti malam akan ada konser gratis di dekat kompleks Hinata dan Sakura," Naruto nyengir, "kalian tidak mau nonton?"
"Aku sudah dengar soal itu. Kau akan datang?" Aku akhirnya ikut berucap. Aku memang tahu soal akan ada konser malam ini di dekat kompleksku dan Hinata yang bersebelahan, karena band itu masih baru, mereka mempromosikan albumnya. Dan aku fikir sepertinya Naruto tertarik.
Naruto justru menengok ke arah Hinata, "Hm... Bagaimana denganmu, Hinata?" tanyanya.
Hinata sedikit terkejut, "E-eto, terserah kalian saja."
Padahal aku yang ikut usul juga, kenapa malah Hinata yang ditanya? Apa Naruto tidak akan datang jika Hinata tidak bisa? Berfikir itu aku langsung kesal dan menggebrak meja, membuat semua yang ada di situ sedikit terkejut.
"Maaf, aku harus pulang sekarang."
Setelah berkata begitu, aku langsung berdiri dan menyambar tasku. "Sakura, kenapa buru-buru sekali?" tanya Naruto. Sudahlah, tidak usah basa-basi. Itu justru akan membuatku semakin berharap banyak.
"Aku lupa ada urusan penting. Nanti malam aku akan datang, kita bertemu nanti malam jam tujuh di depan pintu gerbang konser." kataku tanpa melirik Naruto sedikit pun, setelah itu aku melangkah untuk segera pergi dari sana. Sebelum benar-benar pergi, aku mendengar suara Sasuke yang sangat dingin bergumam, "Bodoh!"
Sekilas aku berhenti, tapi akhirnya aku melanjutkan langkahku, tak memperdulikannya. Sasuke itu, selalu saja mengataiku bodoh, egois, atau manja. Dia selalu sebal melihat tingkahku yang sering kali tiba-tiba marah. Tapi aku tidak mungkin bilang jika ini karena aku cemburu. Sasuke pasti akan mengatakannya pada Naruto. Aku tidak mau persahabatan ini berakhir karena cinta...
:: Je T'aime ::
Kusisir perlahan rambut sebahu milikku sambil memandang pantulan wajahku di cermin. Setelah selesai dan merasa aku siap, aku langsung berdiri untuk segera berangkat karena jam sudah menunjukkan pukul 18:45, aku harus sampai jam tujuh. Tapi baru aku akan membuka pintu, pintu kamarku sudah dibuka dari luar, memperlihatkan sosok ibuku.
"Ibu, mengagetkan saja!"
"Hahaha, maaf ya. Itu, ada Sasuke menjemputmu." ucap ibu sambil tersenyum. Sasuke? Menjemputku?
Setelah sampai di teras, memang benar Sasuke sedang duduk di kursi. "Sasuke?"
Uchiha bungsu itu menengok dan langsung berdiri, "Sudah siap? Ayo,"
"Kau menjemputku?"
"Kau fikir siapa yang ada di depanmu?" Sasuke mendengus. Diam-diam, dia memang kelihatan perhatian, tapi jika sudah kutanya alasannya, jawabannya itu malah membuatku kesal. Huh!
Setelah menaiki motor Sasuke sekitar dua puluh menit, akhirnya kami sampai. Kulihat tempatnya memang ramai sekali, aku fikir kita mungkin tidak akan berdesakkan. Selesai memarkir, Sasuke menepuk pundakku, "Ada apa?"
"Tidak, tapi aku fikir tempat ini... apa tidak ramai? Aku tidak suka berdesakkan." ucapku. Kulihat iris Sasuke menyapu sekeliling, setelah itu ia mulai melangkah, "Itu Naruto dan Hinata, ayo."
Kami pun akhirnya menuju ke arah mereka. Aku tidak tahu kenapa mereka sudah bisa berdua. Apakah Naruto menjemput Hinata? Aku semakin kesal saja... Harusnya aku tidak usah datang tadi...
"Hinata, aku ingin bicara." ucapku datar. Hinata tersenyum dan mengangguk, kemudian kami pun pergi menjauh dari Naruto dan Sasuke. Setelah merasa sudah jauh, aku menatap Hinata antusias, "Hinata, apa Naruto tadi menjemputmu?" tanyaku. Terserah mau dibilang berlebihan atau tidak, tapi yang jelas aku hanya ingin tahu kebenarannya.
Hinata menunduk, "I-iya..."
"Kau tidak menolaknya?"
"Aku sudah berusaha, tapi... Naruto tetap memaksa,"
"..." Aku diam, menatap Hinata sedih. Apa aku tidak mau mengakuinya jika Naruto lebih perhatian dengan Hinata? Dari dulu, Naruto itu memang perhatian pada Hinata, tapi bukan cinta kan? Pasti bukan...
Hinata menatapku, "Kau marah?" tanyanya dengan nada suara yang pelan. Aku diam, aku tidak tahu apakah aku marah atau tidak. Akh... padahal ini bukan salah Hinata...
"..."
"Jika aku jujur, k-kau... tak ada apa-apanya dibanding aku, Sakura..."
Aku yang menunduk langsung menatap Hinata, kini giliran Hinata yang menunduk. "Apa kau tahu perasaanku saat Sasuke menjauhiku?" ucap Hinata, "Sasuke... secara tidak sengaja menyatukan hubunganku dengan Naruto. Padahal aku menyukainya, t-tapi... Sasuke selalu dekat denganmu."
"..."
"Aku iri padamu. Walau Sasuke itu dingin, tapi dia akan memarahimu, mengkhawatirkanmu. Aku merasa Sasuke tak akan bisa kujangkau, Sakura..."
"Hinata..."
Aku tidak tahu soal itu. Memang, Sasuke akan memarahiku saat aku sedang merajuk, Sasuke akan mengkhawatirkanku saat aku marah dan akan pulang sendiri. Tapi aku fikir itu karena aku adalah sahabatnya. Aku tidak pernah berfikir jika itu membuat Hinata seperti ini. Tuhan, apakah aku ini bukan sahabat yang baik...?
"M-maaf, aku mengatakan hal yang aneh, tapi...," Hinata mulai mengangkat wajahnya dan tersenyum pahit, "kau dan aku sama, kan. Kita sama-sama cemburu pada orang yang kita suka."
Susah payah aku menyunggingkan senyum. Meskipun Hinata bilang begitu, aku tetap sakit. Naruto akan selalu memberi perhatian lebih pada Hinata. Sasuke seperti itu karena aku sahabatnya, lain dengan Naruto yang memperlakukan Hinata lebih...
Akhirnya aku dan Hinata kembali, setelah memasuki arena menonton konser, aku tidak memperhatikan konser sama sekali. Aku masih memikirkan ucapan Hinata. Entahlah, tapi aku merasa ada yang ganjal. Sekitar lima belas menit berlalu, aku terus memperhatikan Naruto yang menghibur Hinata yang kakinya sakit karena terlalu lama berdiri.
Aku merasa suasana tidak enak, dan beginilah aku, akan pamit pulang menghindari mereka. Aku menengok ke arah Sasuke yang berada di sebelah kananku, "Sasuke, aku—"
"Mau pulang kan?"
Aku diam, kemudian mengangguk menjawab Sasuke. Kurasakan Sasuke menghela nafas, "Kau itu boleh manja, tapi jangan saat seperti ini!" ketus Sasuke.
Selalu saja, mengataiku manja, manja, aku benci! Aku menatap kesal Sasuke, "Terserah kau saja, aku tetap akan pulang!" ucapku meninggikan suaraku, membuat Naruto dan Hinata menengok ke arahku. Sedetik kemudian, aku langsung melangkah untuk keluar dari kerumunan orang-orang di sini.
"Sakura," Naruto dan Hinata memanggilku berbarengan, namun tak kuhiraukan. Karena kami berada tak jauh dari pintu keluar, aku menjadi tidak sulit untuk keluar. Setelah keluar dari gerbang, aku mempercepat langkahku, tapi tiba-tiba kurasakan lenganku ditarik seseorang. Aku menengok, itu Sasuke.
"Jangan bertindak semaumu!"
Aku menarik lenganku dengan paksa, "Itu terserah diriku!" Aku berbalik dan melanjutkan langkahku, tapi lagi-lagi langkahku terhenti karena kali ini Sasuke menarik baju belakangku. Sial!
"Jika kau menuruti kata-kataku, kau tak akan bisa pulang sendiri. Ini sudah malam, tak ada kendaraan!" katanya. Akhirnya mataku sudah berkaca-kaca. Aku memang tak tahu jalan pulang walau tempat ini dekat dengan kompleksku, dan memang berbahaya jika aku pulang sendirian. Akhirnya aku menurutinya. "Berbalik," ucap Sasuke membuatku membalikkan badanku masih sambil menunduk.
Tak lama kemudian, kulihat tangan Sasuke mengeluarkan sapu tangan, "Sekarang, lap air matamu. Wajahmu jelek jika seperti itu."
Dengan kasar aku mengambil sapu tangannya dan mengelap air mataku yang hanya keluar sedikit. Payah sekali, ternyata sudah menangis begini. Walau menunduk, aku bisa melihat kaki Sasuke berbalik, "Ayo, aku antar pulang."
"..."
Melihat aku bergeming, Sasuke langsung menarik tanganku untuk berjalan. Sasuke... Walau perkataannya pedas, tapi dia memang perhatian. Tapi yang aku sukai itu Naruto, kan? Aku tidak tahu kenapa akhirnya persahabatan kami menjadi seperti ini. Perlahan merenggang, menjadi banyak amarah, emosi, dan rasa cemburu.
Antara kami, hanya aku dan Hinata yang terjerat dalam percintaan kami berempat, aku belum mengetahui siapa yang dicintai Naruto. Apakah gadis yang ada di kampus? Atau... Hinata-kah? Aku akan sakit jika itu benar, karena Naruto bilang Naruto perhatian dengan Hinata karena Hinata membutuhkannya. Aku yakin itu... Dan aku juga tidak tahu siapa yang Sasuke cintai. Atau memang ia belum tertarik dengan seorang gadis?
Aku tidak tahu perasaan khusus apa yang Naruto berikan pada Hinata, aku tidak bisa mengerti perasaan Hinata yang cemburu padaku, karena Sasuke perhatian padaku karena aku ini sahabatnya kan?
.
.
Tsuzuku...
.
.
Sebenernya ini mau dipublish awal Desember, tapi karena tertunda semesteran, baru dipublish sekarang. Oke, bagaimana ficnya? Silahkan tinggalkan jejak di kotak review.
Terima kasih udah baca chap satu. See you.^^
Tertanda,
Mey dan Rima