Chapter 6

"Memory is a way of holding on to the people you love,

even if they don't feel the same way about you anymore."

"Okay…WHAT. IS. THIS?"

Sakura dibuat terbengong-bengong dengan pemandangan absurd di hadapannya begitu ia membuka pintu kamar Sasori. Bahkan setelah mengenal kakaknya dan hidup bersama Sasori sepanjang hidupnya, ternyata masih ada saja yang ia lewatkan tentang kakak kesayangannya itu.

Jadi, ia tahu seorang Sasori itu one of a kind. Langka. Versatile. Bunglon. Sifatnya bisa berubah dari yang sok cool jadi aneh. Dari yang easy going, pengertian dan penyayang menjadi menyebalkan dan menakutkan jika sedang marah. Dari CEO tampan Haruno Corporation sampai jadi pembantu yang rela disuruh-suruh Sakura.

Tapi kalau soal kecerdasan otak tidak mungkin juga kan seorang genius yang berhasil mempertahankan dan membangun Haruno Corp seorang diri hingga sukses sampai sekarang bisa mendadak jadi bodoh dan kekanakan seperti ini?

Dumb dumb dumb.

Atau tepatnya Dumb and Dumber and Dumbest berhubung ada tiga orang bodoh dikamar ini.

Sakura mengalihkan pandangannya. Melotot pada tiga orang pria dewasa -yang mungkin saja cuma bentuknya saja karena jelas-jelas (Sakura yakin) ada anak kecil di dalam tubuh ketiga pria dewasa ini. Satu, Sasori si bodoh. Dua, who is this? Pria atau lady boy? Oopsie, maksud Sakura pretty boy yang agak nyentrik dengan rambut blonde yang menutupi setengah matanya dan tentu saja jubah aneh dengan motif bunga yang dipakainya. Oh, c'mon. Sakura harus menahan kikikannya begitu menyadari orang ini mirip sahabatnya, Ino. Dan…

Deg.

Ketiga, mata onix.

Kharisma yang terasa familiar di balik sikap tololnya yang sedang nyengir bodoh sambil memperhatikan Sakura from head to toe.

Merasa gerah dipandangi seperti itu, Sakura awkwardly, mengalihkan perhatiannya. Kembali melempar pandangan bertanya pada Sasori yang masih sibuk merakit entah-apa-itu-boneka-kayu-aneh yang dibuatnya bersama si Pretty Boy.

"What are you doing?" Sakura mengulangi pertanyaannya.

Namun, bukannya mendapatkan jawaban, Si Onix yang Sakura yakin sedari tadi terus memandanginya malah balik bertanya padanya.

"Oh, kau pasti Sakura kan? My baby is grown up now!"

What? Who's baby?

"Tentu saja dia Sakura. Menurutmu siapa lagi gadis lain dengan rambut pink mencolok seperti itu?" tambah Si Pretty Boy yang mendapat pelototan Sakura begitu dengan entengnya menarik tangan Sakura dan mengecup tangannya begitu saja.

Shock kuadrat.

Dan apa-apaan Sasori, bukannya marah karena tangan adiknya dicium di depan matanya sendiri ia malah senyum-senyum saja memperhatikan adiknya yang sedang di flirting-flirting tidak jelas sama lady boy. Oopsie. Sakura salah ngomong lagi.

"Deidara. Don't you remember me?" katanya memperkenalkan diri masih sambil menjabat tangan Sakura.

"Deidara?" tanya Sakura clueless.

"Oh, Come on! Kau melupakanku? Jahat sekali! Haruskah aku meledakkan rumahmu dulu baru kau ingat aku lagi?"

What?

Eh. What?

Sakura terdiam berfikir sebelum menatap Deidara tak percaya. "Bomb is art?" katanya setelah buffering cukup lama.

"That's it!"

Sakura langsung di hadiahi cengiran Deidara.

Ye, tentu saja. Niisannya adalah pria terbaik dan terkeren di dunia andai saja ia tak pernah bertemu dengan geng konyol bernama Akatsuki ini. Akatsuki berarti "abnormal Sasori" bagi Sakura.

"Oh, I should've kissed you. Damn, kau semakin cantik saja dan…ouch! Brengsek!" flirting tidak jelas Deidara sebelum dihadiahi jitakan manis oleh si Onix yang kini juga tengah menghampiri Sakura.

Ah ya, onix. Harusnya Sakura tahu itu.

Akatsuki. Berarti salah satu diantara mereka adalah…

"Hei, Sakura. Kau mungkin sudah lupa padaku. Itachi. Uchiha Itachi." Katanya sambil mengulurkan tangannya.

Sakura tersenyum tapi matanya agak sedikit bergetar. Sial. Bahkan mendengar nama Uchiha saja membuatnya se-sesak ini. Itachi bisa merasakan itu begitu tangan Sakura balas menjabat tangannya.

.

.

"Tadi kau tidak kaget kan?" tanya Sasori begitu mereka selesai dengan makan malam mereka. Itachi dan Deidara memutuskan untuk menginap di rumah Sasori malam itu. Ingin mengenang masa-masa mereka katanya. Duh. Sok manis sekali mereka.

Mereka sekarang sedang berkumpul di ruang tengah. Sakura yang tengah galau entah mengapa bisa dengan mudah akrab dengan keduanya dan mau-mau saja ikut bergabung bersama mereka padahal bisa dibilang dulu ia sangat anti dengan kumpulan teman-teman kakaknya ini.

"Tentu saja aku kaget. Panik malah. Baru pulang ke rumah niatnya pengen menyapa kakak tersayangnya, tapi tiba-tiba BAM! Kau fikir betapa khawatirnya aku sampai berlari sekencang itu menuju kamarmu? Kufikir kau kenapa-napa!" balas Sakura cemberut masih tidak percaya dengan kelakuan kakaknya.

Sasori hanya tersenyum sambil membelai rambut merah muda adiknya dengan sayang. Merasa bersalah telah membuat adik semata wayangnya khawatir.

"Iya deh. Sorry sorry…" bujuknya pada Sakura.

"Ini semua gara-gara eksperimen gila-mu Deidara!" ancam Sasori yang hanya di balas cengiran flirtatious Deidara pada Sakura. Uh, dasar playboy! Sakura bisa melihat Itachi menyeringai di sebelahnya yang well, bahkan seringai mengejek itu bisa sangat identik dengan milik adiknya.

"Itu cuma petasan kecil, sayang. Aku hanya ingin menyambutmu dengan sepenuh hati. Welcome you with a BANG!" godanya

"A BANG welcome, indeed!" balas Sakura sarkastis yang dihadiahi tawa Itachi dan Deidara.

"Yeah, yang punya rumah siapa, yang nyambut siapa?" tambah Sasori sebelum kembali meminum tehnya.

Itachi melakukan hal yang sama sebelum berpaling pada Sakura. "Ah, tapi sepertinya aku sangat kecewa padamu Sakura, bagaimana mungkin kau melupakanku?"

Yang ditanya hanya menatap Itachi tanpa menjawab.

"Aish, kau benar-benar yah? Mana mungkin kau lebih mengingat Deidara daripada aku? Partner in crime-mu? First love-mu?"

What?

Uhuk uhuk!

Shock keberapa ini? Sakura lost her count saking banyaknya hal mengejutkan yang ia temui akhir-akhir ini. Ia tak habis fikir. Tapi benar hidup kadang se-unpredictable ini.

Sakura terbatuk-batuk, nyaris saja memuntahkan kembali teh yang diminumnya begitu mendengar pengakuan blak-blakan Itachi. What the-

Ia menatap Itachi tak percaya sementara Sasori dan Deidara hanya tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Sakura. Kalau saja tak kasihan melihat adiknya, Sasori tak juga menepuk-nepuk punggung adiknya dan bangkit mengambilkan air mineral untuk Sakura yang sudah shock berkali-kali hari ini.

"Are you kidding me, Uchiha-san?" nama itu terasa pahit di lidah Sakura

"No. Tanya saja Sasori!" seringai Itachi sambil mengendikkan bahunya pada Sasori yang baru saja datang dari dapur dan menyerahkan air mineral pada adiknya. "Yeah….Kalau saja anak elementary school sudah bisa mengerti apa itu cinta. Did you, Sakura?"

Sakura hanya menatap nii-sannya sesaat sebelum akhirnya tersenyum juga. Mungkin terlalu banyak hal yang terjadi dalam hidupnya selama ini hingga ia sudah tak mampu mengingat setiap detail kenangannya semasa kecil hingga dewasa. Semenjak kedua orang tuanya meninggal ia lebih tertutup dan lebih banyak menghabiskan waktunya dengan belajar dan melakukan aktivitas lainnya sebagai pengalih akan kesedihannya. Ia tak pernah punya teman yang benar-benar dekat selain Ino dan Hinata. Atau Sasuke, sebelum pengkhianatan itu.

Tapi ia ingat suatu ketika dimasa kecilnya. Selain Sasori, ada sosok lain yang selalu menjaganya. Ia bahkan dengan bodohnya selalu mengekor niisan tampan yang disebutnya Prince Charming itu setelah niisan itu sekali waktu pernah membacakan dongeng Cinderella sebelum ia tertidur.

Sakura tersenyum sambil menatap Itachi lama.

"I didn't."

.

.

BUK!

Sasuke baru saja membuka pintu mobilnya di parkiran apartemen tempat tinggalnya ketika bogem mentah mendarat di wajahnya.

"Brengsek kau, Sasuke!"

BUK!

Hantaman lain di pipi kanannya.

Brengsek. Ia merasakan darah di sudut bibirnya.

"Jadi begini balasanmu, hah? Mengkhianati sahabatmu sendiri?"

Bukan. Bukan ini sambutan yang ia inginkan dari satu-satunya sahabat dekatnya.

BUK.

Sasuke terhuyung. Ia nyaris terjatuh jika saja tidak berpegangan pada sisi mobilnya.

"Brengsek!"

Kali ini sahabatnya itu menghantam perutnya.

Sial. Naruto tak pernah semarah ini.

"Na- naruto!"

Naruto masih menghantamnya namun Sasuke tak sedikitpun ingin menghentikannya ataupun membalasnya. Tidak. Ia pantas menerima ini.

BUK! BUK! Hantaman lain dari Naruto.

"Brengsek!"

Benar. Dirinya memang brengsek.

BUK!

Sasuke terjatuh, badannya terasa sakit begitu dirinya menghantam lantai parkiran.

"Brengsek! Bukannya sudah kubilang padamu aku menyukai Hinata?"

Sial.

Sial. Sial. Sial. Entah mengapa Sasuke tertawa. Tawa yang terdengar miris.

Melihat sahabatnya seperti itu tak urung juga membuat Naruto berhenti dan menatap heran sahabatnya itu. "Brengsek, kau masih bisa tertawa?"

Sasuke tak menjawab. Ia hanya berbaring di lantai parkiran itu masih sambil terkekeh menyadari kebodohannya. Seperti orang gila.

"Brengsek. Kau tahu aku memang brengsek, Naruto." Jawab Sasuke lemah.

Naruto mendengus.

Ia hanya pergi ke Suna selama dua minggu lebih untuk penelitian skripsinya namun ternyata dua minggu yang singkat itu bisa merubah banyak hal. Baru saja ketika ia menginjakkan kakinya kembali di Konoha, ia sengaja menelpon Hinata. Perempuan yang sudah lama menjadi apple in his eyes-nya walaupun ia hanya berani memujanya di kejauhan. Mereka pertama kali bertemu ketika Naruto yang memang malas ke kampus terpaksa mengikuti semester pendek demi mengulang mata kuliah umumnya. Dan disanalah ia bertemu dengan Hinata yang ternyata memprogram kelas yang sama. Ia begitu merindukan sosok ini sampai terus meneleponnya walau Hinata berkali-kali me-reject panggilannya. Apa yang terjadi? Walau ia belum menyatakan perasaannya tapi ia yakin Hinata mengerti perhatiannya selama ini. Setidaknya ia yakin Hinata akan memberikan lampu hijau nantinya. Namun, apa yang ia dapatkan ketika akhirnya Hinata mengangkat panggilannya?

'Aku sudah bertunangan Naruto. Kumohon jangan ganggu aku lagi'

Damn. Ia bisa mendengar jantungnya yang tiba-tiba berbunyi "krak". Patah, hancur berkeping-keping. Terlebih lagi begitu mengetahui siapa tunangan gadis pujaannya itu. Uchiha Sasuke. Sahabatnya sendiri. Amarahnya begitu tak terkendali sehingga ia sengaja menemui Sasuke di apartemennya dan lantas tak bisa mengembalikan akal sehatnya begitu ia melihat sahabat brengseknya itu baru saja keluar dari dalam mobilnya.

Naruto terengah-engah setelah melampiaskan seluruh kemarahannya. Ia marah. Sangat marah pada Sasuke. Tapi ia terlalu lelah saat ini. Bukan hanya fisiknya tapi perasaannya juga. Ia sudah lelah bahkan untuk menghantam wajah brengsek Sasuke lagi.

Naruto menghela nafas kasar sebelum akhirnya duduk di sebelah Sasuke yang masih berbaring.

"Setidaknya aku butuh penjelasanmu, Teme"

Sasuke menghela nafas. Naruto is back. Naruto hanya akan menyebut nama Uchiha Sasuke ketika ia sedang serius dan marah. Teme. Baru kali ini ia merasa senang Naruto memanggilnya seperti itu lagi.

"Maaf."

.

Hanya itu.

Tanpa penjelasan apapun.

Tapi Naruto mengerti begitu melihat airmata mengalir diam-diam di sudut mata sahabatnya yang biasanya terkenal arogan itu. Kemarahannya menguap entah kemana melihat keadaan sahabatnya yang biasanya selalu tampak sempurna dan berkarisma itu kehilangan cahayanya.

"Teme, let's get drunk tonight."

.

.

Sasuke melangkah dengan tergesa-gesa begitu ia keluar dari ruangan Orochimaru di lantai 2 gedung C Universitas Konoha. Ia berusaha mempertahankan wajah stoicnya walau dalam hati bersungut-sungut. Meskipun dalam keadaan dan suasana hatinya yang buruk hari itu, ia harus tetap ke kampus mengunjungi the most killer lecturer on earth, dosen pembimbing yang dengan seenak jidatnya mengomando Sasuke untuk menemuinya hari itu juga.

Don't you know? He is The Uchiha Sasuke. Kecuali Uchiha Fugaku, ayahnya, no one dare to command him like that. Mengutip dari sebuah drama yang pernah ditontonnya –secara terpaksa- dengan Hinata beberapa waktu lalu, 'He's not a soldier but a businessman-to-be, instead of making an order, let's just make a deal.' Ya, bukannya berunding, memeriksa atau setidaknya –lebih baik menurut Sasuke- mencorat coret proposal ekonomi bisnis yang diajukan Sasuke yang harusnya sudah ACC sejak dulu, ia malah dengan seenaknya mengomando Sasuke untuk melakukan ini dan itu sejak pertama kali Sasuke membuka pintu ruangannya siang itu, hingga beberapa detik yang lalu ketika sesi bimbingan itu akhirnya usai.

Sasuke akhirnya bisa bernafas lega setelah nyaris dua jam mendengar desisan dosennya yang berbisa layaknya ular itu dengan komando terakhir Orochimaru yang menyuruhnya ke perpustakaan untuk membaca entah-apa-tadi -judul -buku yang disebutkan dosennya itu Sasuke malas mengingatnya.

Serius, ia sedang kacau dan tidak berniat sedikitpun untuk fokus pada studinya dalam waktu dekat ini. Sasuke berniat untuk segera ke tempat parkir, membawa mobilnya dan pulang kalau saja ia tak melihat Hinata dan beberapa temannya ada disana. Tidak. Ia tak berniat untuk bertemu dengan Hinata untuk saat ini. Moodnya sedang tak bagus untuk menjadi aktor yang baik hari ini. Berakting dihadapan Hinata membuatnya lelah lama-lama.

Sasuke memutar langkahnya dan akhirnya memutuskan untuk ke perpustakaan saja walau ia tak berniat sedikitpun untuk melaksanakan tugas dari dosen ular itu. Setidaknya perpustakaan adalah tempat dengan populasi manusia paling minim di saat seperti ini mengingat betapa membosankannya tempat itu. Setidaknya disana ia bisa dengan mudah menghindari suara kikikan tak jelas dan mata-mata aneh yang menatapnya penasaran.

Oh ya, tatapan itu sudah terlalu sering ia alami sehari-harinya. Maaf terdengar arogan, tapi he's sexy and he knows it. Yang berbeda kali ini justru karena setiap orang menatapnya berbeda. Salahkan Naruto yang membuatnya babak belur tadi malam. Mulutnya yang sedikit robek dan lebam di wajahnya, walau tak melunturkan ketampanannya tetap saja membuat orang-orang, baik fans maupun anti fans memandang bertanya, penuh ingin tahu, dan bahkan tersenyum mengejek begitu melihat penampilannya hari ini. Ia hampir mengumpat begitu ia mendengar seseorang berbisik-bisik mengenai dirinya begitu ia melintasi taman kampus yang memisahkan gedung sebelah barat dan timur perguruan konoha tersebut.

Sungguh, seluruh jagat raya sepertinya sedang berkompromi untuk membuatnya kesal hari ini. Ia mulai muak dengan nama Uchiha yang disandangnya, jika bukan Uchiha ia tak mungkin mendapatkan perlakuan seperti ini. Harusnya orang-orang bersikap masa bodoh saja dan menganggapnya invisible seperti layaknya orang-orang yang bukan dari keluarga terpandang semacam Uchiha.

Setelah menahan rasa kesalnya setengah mati ia akhirnya bisa menghembuskan nafas lega begitu masuk ke pintu perpustakaan. Benar saja, seperti yang diharapkannya hanya ada segelintir mahasiswa yang sedang di tempat itu yang untungnya terlalu serius dengan bacaan di depan mereka masing-masing. Tak ada seorang pun yang sibuk menoleh atau bahkan menghiraukan kedatangan Sasuke.

Sasuke mendengus antara senang dan kesal karena tak ada seorang pun yang peduli akan dirinya. Ia menutup pintu dibelakangnya sebelum berjalan masuk mencari tempat yang kira-kira cocok untuk dipakai tidur siang. Kepalanya masih berat, hangover karena mabuk-mabukan bersama teman pirang bodohnya, Naruto, semalam.

Ia baru saja akan berbelok di samping rak buku terakhir berniat untuk duduk di pojok belakang perpustakaan ketika menyadari siapa yang ada disitu. Jantungnya berdebar tidak karuan hanya demi melihat sang putri Haruno yang tengah asyik di dunianya sendiri. Pemandangan ini terasa cukup familier baginya. Sakura yang bersandar di kursi,menutup kedua matanya, menikmati entah lagu apa yang sedang ia dengarkan dibalik kedua headset putih yang terpasang di telinganya.

'Cantik' fikir Sasuke.

Andai saja ia masih bisa dengan seenaknya mengganggu gadis tersebut, merebut headsetnya dengan paksa, mendengarnya berteriak kesal, meminta maaf padanya hingga bisa tertawa bersama dirinya lagi, mendengarkan lagu-lagu favorit Sakura bersamanya lagi, menikmati sweet silence yang terasa menyenangkan bila bersama gadis itu ataupun hanya untuk mendengarkan celotehan tentang apa saja yang biasanya Sakura utarakan ketika menghabiskan waktu berdua dengannya. Sungguh ia sangat merindukan itu. Kenangan itu entah bagaimana menyesakkan dadanya.

Betapa ia ingin melakukan semua itu karena ia benci…Ia benci jauh dari Sakuranya. Benci ketika tak mengetahui apa yang ada dalam fikiran gadis itu. Benci ketika menyadari fakta bahwa itu tak mungkin bisa terjadi sekarang mengingat Sakura mungkin sangat membencinya sekarang ini.

Menghembuskan nafas frustasi Sasuke akhirnya membulatkan tekadnya dan melangkah menuju tempat Sakura berada. Menarik kursi dihadapan gadis itu dan duduk disana. Hanya untuk memandangnya. Memandang gadis yang dirindukannya.

Tak apa kan?

Sasuke hanya ingin sedikit rasa tenang. Dan ditempat ini ia menemukannya.

.

.

Sakura butuh liburan dan hiburan. Begitulah petuah dari seorang Yamanaka Ino.

Setelah terapi shopping tidak berhasil mengusir kegalauannya karena justru membuatnya mumet dengan ceramah panjang lebar Sasori karena tagihan credit-cardnya yang membengkak akibat ulah-nya yang seenak dengkul memborong pakaian dan tas-tas cantik limited edition di mall beberapa hari yang lalu bersama Ino, tentu saja, kini disinilah Sakura. Di sebuah festival music tahunan bergengsi di Konoha, Summer Sonic festival.

Atas saran alias bujukan rayuan plus puppy eyes no jutsu Ino Yamanaka yang memaksanya ikut dengan dalih tak ingin sendirian ke festival music tersebut dan Sakura yang butuh 'liburan dan hiburan" pasca ditipu oleh Sasuke, yah dasar mulut cadas Ino, akhirnya Sakura menyerah dan setuju untuk diseret ke acara yang menurut Sakura sendiri, bukan Sakura banget. Melihat keriuhan didepan sana dan penonton yang tampak bar-bar bersorak dan berjingkrak-jjingkrak tak karuan membuat Sakura mual. Belum apa-apa Sakura sudah menyesal telah menyetujui ajakan Ino.

"Dasar! Bilangnya Sai gak Ikut. Buktinya apa? Aku pulang aja deh! Bodo amat. Aku gak mau ya jadi baygon kalian doang!" amuk Sakura begitu mendengar kabar terbaru dari Ino bahwa kekasihnya juga akan datang ke acara music tersebut.

"Ih gak gitu sayang. Aku juga baru tahu Sai datang. Ternyata sepupu Sai ada yang ikut manggung trus dikasih tiket gratislah dia. Iya gue boong. Sai tadi malam ngajakin aku. Tapi kita kan udah janjian sebelum itu. Masa iya aku batalin?" klarifikasi Ino panjang lebar yang hanya dihadiahi dengusan malas Sakura.

"Ya harusnya ngomong dong. Kalo gitu kan aku bisa batalin, gak usah ikut atau gimana gitu. Ini juga bukan aku banget kali." Teriak Sakura mencoba mengalahkan riuh dari penonton yang bersorak mengikuti euphoria dari band yang sedang bernyanyi diatas panggung tak jauh dari tempat Sakura dan Ino berdiri.

Sigh. Sakura bergidik tak bisa membayangkan harus berhimpitan dengan kerumunan penonton di depan sana.

"No, Sakura. Trus lo maunya ngedekam sendiri gitu di kamar? Wonderwall. Ngomong sama tembok, mikirin ! Sakura!" teriak Ino begitu mendapat jitakan Sakura. "Ish. Kekuatanmu itu, nak. Sakit tau!" ringis Ino sambil mengusap-usap kepalanya yang baru kena hukuman dari sahabatnya sendiri.

"Enggak-lah, No. I'm not that desperado, you know?" balas Sakura masih tak terima.

"iya, iya. Tapi, come on! Sekali-kali break your own rules, kenapa? Kapan lagi sih nonton Live Concert kayak gini. Band-band-nya keren tahu. Siapa tau ada yang nyantol."

"Typical kamu, ya. Gak pernah jauh-jauh sama urusan cowok." Komentar Sakura yang hanya dibalas tawa Ino sebelum sibuk dengan chat Sai lagi yang menginformasikan Ino tempat yang akan mereka jadikan titik temu mereka di lokasi konser outdoor yang luas ini. Baru memikirkannya Sakura sudah lelah duluan. Damn, Ino.

"Depan,yuk. Sai udah dekat panggung. Katanya sepupunya bentar lagi tampil."ujar Ino yang hanya dibalas helaan nafas lelah Sakura

"Oh. Come on!" decak Ino sebelum menarik tangan Sakura agar mau beranjak dari tempatnya berdiri. Sakura menyerah. Mau tak mau ia harus ikut kan? Mana pernah ia bilang tidak pada sahabat pirangnya ini. Ia selalu mengeluh,menolak, tapi pada akhirnya selalu menyerah juga.

You are you

I am me

We lived without knowing each other but

With a hello

You and I became a we

With a low voice slightly shaking with a fluttering heart

I went in front of you

And carefully said these words

Hi (hello)

Everytime I say hi to you

It makes my heart flutter

Hi (Hello)

As we exchange those words

We're starting our own story

La lalalalaa

"La lalalalaa…..La lalalalaaa"

Sakura hanya menatap malas pada Sai dan Ino yang ikut bernyanyi sambil melambaikan tangan kekiri dan ke kanan mengikuti lantunan lagu yang dinyanyikan pria aneh berambut merah bersama bandnya yang bernama Three Sand Siblings. Aneh menurut Sakura. Karena siapa juga yang menato alis, eh maksud Sakura dahi dengan tulisan 'Ai' sebesar itu? Belum lagi tengoklah gitaris-nya yang menato belang tak hanya jidatnya tapi hampir seluruh tubuhnya? Apa-apaan itu? Sakura mengerti dengan kultur negaranya ini. Jepang, harajuku style dan banyak lagi 'freedom of fashion'. Tapi tetap saja. Sakura kadang tak habis fikir. Yang terlihat normal hanya drummernya yang Sakura akui terlihat keren. Ia kagum. Tak semua cewek bisa menggebuk drum selincah dan semahir itu kan?

Tapi ya Sakura akui ia cukup menikmati band yang satu ini. Setelah tadi dijejali dengan music-music rock yang kebanyakan screamo yang membuat kepala Sakura pening hingga nyaris pingsan karena berdesak-desakan dengan penonton yang kebanyakan berjenis kelamin cowok, ia bersyukur band yang kata Sai semua personilnya adalah saudara dan merupakan sepupu-sepupu Sai sendiri, justru menyanyikan lagu yang terbilang slow dan enak didengar.

Well, bukannya yang lain tak enak didengar. Sakura pernah bilang selera musiknya versatile, bukan? Dia hampir menyukai semua genre music. Tapi siapa yang akan tahan jika disuguhi Heavy Metal, Punk Rock sampai Hardcore Punk selama berjam-jam? Sound music konser yang cukup keras ditambah lagi dengan teriakan penonton yang tak kalah riuhnya . Sakura yang memang jarang nonton konser live seperti ini ditambah dirinya yang tak pernah nyaman berdesak-desakan hampir menyerah. Diam-diam ia lega karena setidaknya ada Sai di antara mereka. At least, it feels safe to have a guy around.

Tepuk tangan penonton membuyarkan lamunan Sakura. Oh, sudah selesai ternyata.

"Sakura, are you okay?" tanya Sai begitu menyadari wajah Sakura yang tampak kelelahan.

"Kebelakang aja yuk atau ngadem di mana gitu? Kasian Sakura gak biasa desak-desakan gini" tambah Ino khawatir . Menyesal sudah memaksa mengajak Sakura.

Sakura hanya mengangguk pasrah menyetujui ajakan Sai dan Ino.

Damn. It's over finally.

.

.

Sakura tersenyum kaku kepada tiga orang pendatang baru yang ikut nimbrung di café tempatnya melepas lelah setelah menghabiskan waktu di konser tadi bersama Ino dan Sai. Three Sands Siblings alias Tiga Saudara pasir alias sepupu-sepupu Shimura Sai, pacarnya Ino, yang pacarnya Sai tersebut merupakan sahabat dari Sakura sendiri yang tega-teganya menyiksa Sakura seperti ini dengan dalih terapi anti galau setelah berhasil ditipu Sasuke. Hm, Ino dan mulut cadasnya. Tunggu saja pembalasan Sakura, Ino. Sakura berjanji ini akan menjadi pengalaman live konser pertama dan terakhirnya. Thank you but seriously, gak lagi-lagi deh.

Dan…

Okay. Jadi, drummer cantik berambut pirang yang dikagumi Sakura tadi bernama Temari. Kakak tertua dari tiga bersaudara ini. Kemudian Kankurou, gitaris yang sebenarnya cukup tampan kalau saja ia tak menato separuh wajahnya seperti itu. Sakura fikir mereka akan angkuh atau galak melihat karisma yang ditunjukkannya di panggung tadi tapi wow, forget the prejudice, to her surprise mereka tampak ramah dan easy going.

Dan well yang terakhir yang paling bungsu, vocalis Three Sand Siblings…

"We've met before, right?"

Okay. At least, half of her prejudice is true. Sosok yang ini tampak mengintimidasi.

Dan apa dia bilang? We've met before?

Sakura lagi-lagi tak dapat menahn dirinya untuk sekedar menghembuskan nafas kesal begitu menangkap mata Ino yang you know-lah, memandang bertanya kepada dua makhluk berbeda gender yang kini tengah bersalaman itu.

Iya. Dirinya dan makhluk merah bertato 'Ai' yang baru saja mengaku bernama Kazekage Gaara itu.

Helloooo?! Melihat tampang menyebalkan dan mendengar namanya saja baru sekali ini, mana mungkin mereka pernah 'bertemu'?

"Hi juga. I'm Haruno Sakura. Kalau menontonmu bernyanyi tadi bisa dikategorikan bertemu yeah, we've met before," balas Sakura sarkastis yang hanya di hadiahi tawa Gaara.

"Hmm, wrong person I guess." Jawabnya akhirnya sambil mendudukkan diri disebelah Sai. Meskipun ia berkata begitu tetap saja menurutnya Sakura terlihat familiar. Hitung saja, seberapa banyak perempuan dengan rambut merah muda yang bisa kau temui di Konoha? Mungkin sebanyak pria dengan jidat bertuliskan huruf 'ai'. Alias sedikit.

Tapi berapa peluang untuk kau bisa bertemu lagi dengan gadis random yang berbagi tempat duduk denganmu di sudut kafe di suatu hari ketika hujan? Rendah. Sangat rendah. Tapi peluang itu ada. Dan hanya Tuhan yang tahu berapa. Dan mengapa.

Hi (hello)

Everytime I say hi to you, it makes my heart flutter

Hi (Hello)

As we exchange those words, we're starting our own story

.

.

"I know I don't have a chance. But my heart just can't understand that we need to let go.

We need to move on."

Hi again!

Mind to read and review?

*Notes: Lagu yang dinyanyiin Three Sands Siblings aslinya punya Day6 yang judulnya Hi(Hello) and I just get the translation of the song. Dengerin deh! Lagunya bagus.