Naruto © Masashi Kishimoto.

Pairing : SasuNaru.

Genre: Drama / Romantis.

Rate: M for save.

Warning: OOC, AU, typo (s), Boy Love, pengaturan Zaman Dulu jepang.

TIDAK SUKA JANGAN BACA!

You Take My Eyes © Yanz Namiyukimi-lagu.

Chapter 3

.


.

Utakata menarik simpul ikat pinggang kimono itu. Kimono tipis berwarna putih polos yang menutupi tubuh indah di depannya itu. Ditariknya ikat pinggang itu hingga membentang, sehingga ia bisa melihat tubuh yang tersembunyi dibaliknya. Ia menatap kagum tubuh itu. Matanya menelusuri setiap inchi keindahan yang ada di depan matanya. Tubuh itu tidaklah putih seperti kebanyakan wanita miliki. Itu tan dan tampak menggiurkan. Sungguh warna kulit tan-nya itu tak menutupi keindahan yang dimiliki sang pemilik tubuh.

Utakata mendongak menatap wajah yang kini sedang memasang raut muka tidak nyaman karena cara ia menatapnya. Iris emas itu menatap intens, tangan kanannya mulai merayap di antara helai rambut pirang di tengkuknya. Sedangkan tangan yang lainnya membelai pinggang yang sudah telanjang itu.

"Naruto," suara itu berbisik lembut, sebelum akhirnya ia menarik Naruto dalam sebuah ciuman lembut.

Utakata memagut bibir itu, merasakan tekstur lembut yang membuat ia menuntut ingin lebih. Utakata menarik diri saat ciumannya tak berbalas, menatap langsung pada manik biru yang cantik itu.

"Tidak ada yang perlu kau khawatirkan lagi, Naruto. Bukankah aku sudah berjanji akan menyelamatkannya?" ucap Utakata. Naruto balas menatapnya dengan keraguan namun tak mengucapkan sepatah kata apapun.

"Percayalah padaku. Semuanya akan baik-baik saja," lanjutnya mencoba menyakinkan Naruto. Utakata mengusap pipi Naruto dengan ibu jarinya, memberi sentuhan lembut dan kembali memagut bibir menggoda itu.

Naruto merasa gelisah. Hatinya masih penuh dengan keraguan. Ia ingin berada di sana. Naruto ingin melihatnya. Ia ingin memastikan semuanya baik-baiknya.

Naruto merasa takut.

Bukan ia tidak percaya pada Utakata yang telah berjanji akan menyelamatkannya. Naruto takut saat nasib berkata lain. Saat usaha yang dilakukannya akhirnya sia-sia. Ia tidak ingin hal itu terjadi. Naruto tidak ingin pria yang telah menyelamatkanya itu mati.

Naruto memejamkan matanya saat ciuman Utakata semakin agresif dan mulai membalas ciuman itu.

Namun Naruto meyakini satu hal, pria itu tidak akan mati semudah itu.

Perlahan Utakata menuntun Naruto ke atas futon tanpa melepas pagutan di bibir itu. Ia semakin hanyut oleh hasratnya yang menuntunnya ke dalam kebutaan nikmat yang tiada ujung.

Naruto meyakini suatu hal, Sasuke bukanlah pria yang lemah. Ia adalah pria yang kuat. Ia pasti bisa bertahan.

Utakata menarik diri untuk melepas kimono yang ia kenakan, membuat dirinya telanjang. Hasratnya mulai tidak sabar ingin mencumbu pemuda pirang di bawahnya ini. Mengabaikan bahwa kimono Naruto belum lepas sepenuhnya dari tubuhnya. Itu bukan masalah besar. Kimono itu bahkan tidak mampu menutupi tubuh indah pemuda di bawahnya itu. Satu-satunya yang masih menutupinya adalah celana dalam yang belum sempat ia singkirkan. Ya, namun itu tidak akan lama lagi. Tangan Utakata terulur untuk menarik celana dalam itu. Dan kini tidak ada sehelai kain pun yang berani menghalangi pandangannya dari tubuh itu. Utakata mengakang di antara kedua kaki Naruto yang terbuka lebar, saat itu ia langsung merasakan sengatan menyenangkan di punggungnya.

Utakata menyukai bagaimana sensasi yang ia rasakan saat ereksinya bergesekan dengan kulit si pirang di bawahnya. Ia juga menyukai bagaimana mulutnya asyik bermain di puting kecoklatan itu. Itu membutakannya dari pikiran rasionalnya dari dunia nyata. Ia mulai dikendaliakan oleh nafsu dan ia tidak bisa menolak hal itu, apalagi mendengar rintihan Naruto karena perbuatannya.

Di malam itu saat sinar rembulan menyinari alam dengan cahaya putihnya, di atas futon yang lembut itu telah menjadi saksi bisu Utakata melampiaskan nafsunya.

.


.

Sudah tiga hari Naruto berada di sini—Desa Kirigakure. Dan tidak ada kemajuan apa pun yang ia lihat dari keadaan Sasuke. Pria itu masih berbaring di sana dengan wajah damainya. Dalam keheningan yang ada di ruangan itu, Naruto duduk di samping Sasuke sambil mengamati wajah itu. Naruto menghela napas, meskipun Sasuke saat ini belum juga sadarkan diri wajah bersihnya itu tidak lagi terlihat pucat dari terakhir ia ingat. Itu membuat Naruto merasa lega dan putus asa disaat yang sama.

Sasuke terlihat baik-baik saja. Wajah pulasnya mengatakan bahwa sosok itu memang sedang tertidur saat ini. Namun keadaan Sasuke yang tak kunjung bangun membuat Naruto khawatir. Tabib yang menangani Sasuke memang mengatakan bahwa semua racun yang berada di dalam tubuhnya sudah tidak ada lagi. Jadi ia tidak perlu mengkhawatirkan keselamatan jiwanya.

Naruto mengulurkan tangannya dan mulai membelai wajah itu. "Sasuke-sama," panggilnya dengan lirih.

Naruto berharap pria yang telah menyelamatkanya itu segera bangun.

Ruangan itu gelap. Satu-satunya cahaya yang menyinarinya hanyalah cahaya rembulan yang menyusup masuk lewat jendela.

Sasuke menatap ruangan sekelilingnya dengan linglung. Ia tidak pernah ingat berada di ruang ini sebelumnya. Ia merasa begitu asing dengan ruangan itu. Sasuke menoleh ke samping dan saat detik itu juga ia menemukan sosok pirang berbaring di sampingnya. Sasuke menatap dalam diam. Ia tidak merasa terkejut saat melihat sosok itu. Ia tidak tampak asing baginya.

Kemudian ingatan itu merasuki pikirannya. Ia ingat apa yang telah terjadi. Ia berada di hutan dan menemukan segerombolan pria sedang menganiaya seseorang. Ia berhasil menghentikan mereka kemudian…

"Kuso!" Sasuke mengutuk. Ia bangun dari posisi tidurnya dan refleks memegang lehernya. Perasaan sengatan jarum yang telah menusuk lehernya menyerang pikirannya. Mereka telah menanam sebuah racun ke dalam tubuhnya. Tapi… ia berhasil selamat.

Sasuke menatap kembali sosok Naruto yang masih tertidur pulas. Ia harus jadi berhutang nyawa pada sosok pirang itu. Jika pirang itu hanya meninggalkanya mungkin sekarang ia hanya seonggok bangkai yang berada di hutan. Tapi… apa yang dilakukan si pirang itu di sini—berbaring di atas lantai dingin. Lalu apa itu…

Sasuke menatap intens. Matanya menjelajahi tubuh Naruto yang sedang meringkuk. Ia bisa melihatnya. Meski pencahayaan disekelilingnya kurang, ia masih bisa melihatnya. Tanda kemerahan itu sungguh membuat Sasuke gusar.

Sasuke beringsut mendekati Naruto dan hati-hati ia merubah posisi tidurnya. Sudah jelas kimono itu terlalu besar untuk tubuh si pirang. Sasuke menatap bahu telanjang karena kimono itu tersingkap dari tempatnya. Ada kissmark selain di lehernya. Kissmark itu masih terlihat baru dan itu membuat Sasuke semakin penasaran, apa ada kissmark lain di balik kimono yang sedang dikenakan oleh si pirang itu?

Sasuke ragu untuk membuka kimono itu. Ia bukan salah satu orang yang berhak melihat apa yang ada di balik pakaian itu. Tapi rasa ingin tahunya membuatnya buta. Sasuke perlahan menarik ikat pinggang kimono si pirang. Perasaan gugup menemani detak jantungnya yang berdegup kencang. Ia tahu hal seperti ini tidak izinkan. Hal seperti ini memberi gambaran seperti ia akan bertindak cabul pada si pirang. Demi apa apun, ingat ia adalah seorang Uchiha!

Sang Uchiha tak mengelak bahwa sosok itu memang menggoda, apalagi keadaan sosok itu tak sadarkan diri, seolah pasrah membuat sang Uchiha merasa letupan kecil di hatinya.

Dan saat itu Sasuke tertegun. Hatinya meringis, tubuh itu telah dipenuhi kissmark. Bahkan beberapa di antaranya telah menjadi memar berwarna Sasuke tidak tahu harus bersikap seperti apa. Apa ia harus marah karena tubuh itu telah dinodai? Sejujurnya ada percikan panas di hatinya saat dihadapkan oleh sebuah kenyataan seperti ini. Ada sepintas perasaan tidak rela di hatinya.

Sasuke mendongak melihat wajah pulas Naruto. Menatap langsung pada manik biru yang sedang balik menatapnya. Seketika wajah Sasuke memucat. Ini bukan keinginannya untuk dipergok bahwa ia sedang menatap tubuh di bawahnya itu, apalagi tanpa izin dari si pemilik.

Dengan cepat Sasuke menarik tubuhnya. Ia bahkan tidak sanggup untuk menatap wajah Naruto. Sialan! Ia bahkan begitu gugup untuk bertanya kenapa tubuhnya dipenuhi dengan kissmark?

Di sisi lain, Naruto begitu terkejut dengan apa yang terjadi. Jantungnya berdetak terlalu cepat karenanya. Itu terlalu mengejutkan. Ia ingat sebelumnya bahwa ia sedang menemani Sasuke—yang belum sadarkan diri—tanpa sengaja ia jatuh tertidur. Dan ketika ia bangun, ia menemukan seorang pria di atas tubuhnya dan orang itu tidak lain adalah pria yang telah menyelamatkannya dari para perampok. Menatap tubuhnya yang telanjang—yang entah bagaimana kimono yang ia kenakan bisa terbuka tanpa sepengetahuannya.

Jujur saja Naruto tidak bisa mengartikan tatapan itu. Kilatan di balik iris kelam itu bukan sepenuhnya napsu. Tapi bagaimanapun situasi seperti ini apa yang tidak ia sangka-sangka. Bahkan ini terlalu mengejutkan bagi Naruto.

Wajahnya terasa terbakar.

Naruto tidak bisa menyangkal bahwa pria itu telah melihat tubuhnya, meski hatinya tidak merasa keberatan, tapi ia tidak bisa menahan perasaan malunya.

Sasuke menarik napas dalam-dalam. Situasi seperti ini benar-benar mengacaukan dirinya. Ia melirik Naruto, dari sudut matanya ia melihat sosok pirang itu sedang membenahi kimononya dengan kepala tertunduk dalam. Sasuke memejamkan matanya sejenak, "Benar-benar memalukan." Ujarnya di dalam hati.

Ia sudah membuat malu dirinya sendiri.

"Maaf."

Naruto tersentak mendengar suara berat itu. Ia langsung berbalik dan menatap Sasuke yang sedang memunggunginya.

"Tidak apa-apa!" seru Naruto panik. "Tuan tidak perlu khawatir! Itu—tidak apa-apa…" lanjut Naruto diakhiri dengan bisikan. Naruto tertunduk berusaha menyembunyikan wajahnya yang kembali terasa memanas.

"Apa yang tidak apa-apa!" Naruto kembali tersentak, kali ini karena suara keras Sasuke ditambah jarak di antara mereka yang tiba-tiba menjadi minim. "Bagaimana itu tidak bisa apa-apa! Jelas-jelas ada pria yang melihat tubuhmu!" ucap Sasuke tepat wajah Naruto.

"Ano…" Naruto benar-benar bingung harus bereaksi seperti apa menghadapi pria yang sedang marah—yang entah karena apa itu. Tapi jelas tatapan itu membuat Naruto tidak nyaman.

"Apa itu juga sebabnya tubuhmu penuh dengan cupang?" Naruto membeku. Jelas pria itu telah melihat tubuhnya dan ia tidak bisa menutupi apa pun. Naruto menatap iris kelam itu. Mereka begitu gelap seolah siap menelanmu ke dasar kegelapan. Tapi mereka juga indah. Mereka mempesona juga sekaligus mematikan di saat yang sama. Itu yang dirasakan Naruto saat menatap iris kelam itu.

Naruto mengalihkan pandangannya ke tempat lain. "Itu… Sasuke-sama—" Naruto tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya. Otaknya begitu kosong saat ini.

"Apa kau salah seorang pelacur?"

Naruto melotot, menatap pria di depannya itu tidak percaya karena apa yang diucapkannya. Di sisi lain Sasuke juga terkejut apa yang telah ia ucapkan. Sasuke tidak tahu apa yang merasuki pikirannya. Dirinya benar-benar kacau.

Sasuke bersandar pada tubuh sosok di hadapannya. Meletakkan dahinya di bahu si pirang. Seketika ia bisa mencium aroma tubuh Naruto yang begitu memikat. Bahkan tangan si pirang yang semula digunakan untuk menjaga jarak di antara meraka, kini tidak ada gunanya. Tak bisa mengindahkan bahwa tubuh mereka kini saling menempel.

"Maaf," ucap Sasuke pelan. "Aku tidak seharusnya berbicara seperti itu."

Sorot mata biru itu berubah sayu. "I—itu bukan salah Anda, Sasuke-sama sehingga berpikir seperti itu."

Hening menelan keberadaan mereka. Posisi mereka bahkan tidak berubah sama sekali. Meskipun Naruto terlihat gugup dengan posisi mereka saat ini, tapi Sasuke terlihat sebaliknya. Ia terlihat nyaman.

"Apa mereka menyentuhmu? Dan bagaimana kita ada di sini?" tanya Sasuke tidak bisa menahan dirinya untuk bertanya.

"Tidak, mereka tidak menyentuh saya. Kita beruntung bahwa kita tidak jauh dari Desa." Ada jeda saat itu. "Anda benar-benar membuat saya khawatir Sasuke-sama." Naruto tidak bisa melupakan gambaran sekarat pria ini karena menyelamatkannya. "Sa—Saya… tidak tahu harus bagaimana saat itu."

Naruto benar-benar takut saat itu. Pria ini sekarat karenanya dan ia tidak bisa melakukan apa pun. Naruto benar-benar takut Sasuke akan mati.

Tubuh Naruto menegang saat merasakan tarikan di pinggangnya. Pria raven itu kini tidak hanya bersandar padanya tapi juga memeluknya. Naruto menatap Sasuke yang masih menyembunyikan wajahnya. Namun tak ada sepatah kata apa pun yang keluar dari mulut pria itu.

.

.

Sasuke benar-benar marah. Marah pada dirinya sendiri. Sialan, pria licik itu—Utakata—telah mengambil keuntungan untuk meniduri Naruto. Dan itu karena dirinya, dirinya yang sedang sekarat. Benar-benar sialan! Sasuke tidak tahu kenapa ia begitu marah. Ia hanya merasa bahwa ia tidak rela jika Naruto telah dinodai. Dan senyum menjijikan Utakata masih saja menempel dipikirannya. Sialan! Pria itu benar-benar tampak puas. Selain sudah mengambil keuntungan dari Naruto ia masih saja berani menggoda si pirang.

Meski perbuatan Utakata brengsek mengganggu pikirannya tapi ada masalah lain yang ikut membuat hatinya gelisah. Ia menatap sosok pirang yang berdiri di hadapannya. Senyum Naruto benar-benar sungguh mengganggu saat ini. Sasuke tidak suka gagasan yang merasuk pikirannya sekarang.

Perpisahan.

Sekarang ia akan berpisah dengan si pirang. Tentu Sasuke tidak bisa menahan Naruto selamanya, si pirang harus pulang ke desa asalnya dan ia harus kembali melanjutkan perjalanannya. Sungguh berat rasanya untuk melepas Naruto. Ia ingin lebih dekat lagi dengannya. Apalagi jenis perhatian Naruto yang ia berikan padanya, pasti membuat Sasuke sulit untuk melupakan sosok itu.

"Terima kasih. Mungkin tanpa Anda—"

"Berhentilah berbicara formal padaku! Berapa kali aku harus mengatakannya padamu! Kau bahkan bukan hambaku!"

Lagi-lagi wajah itu begitu keras dan Naruto tidak tahu apa penyebabnya. Sasuke tampak begitu marah pada sesuatu dan seolah-olah ia tidak bisa melampiaskannya. Namun itu tidak bisa menghapus senyum di wajah Naruto.

"Aku senang bisa bertemu denganmu, Sasuke." Sasuke tersentak mendengar pernyataan itu. "Aku benar-benar tidak tahu akan seperti apa jika aku jatuh ke tangan para perampok itu."

"Cih!" Sasuke memalingkan wajahnya, "Seolah-olah itu lebih baik!" ujarnya dalam hati. Sasuke tidak bisa menutupi kenyataan bahwa Naruto telah menjual tubuhnya karena dirinya. Hal itu membuat Sasuke begitu marah pada dirinya sendiri.

"Aku bersyukur bisa bertemu denganmu." Naruto memberikan senyum terbaiknya.

Sasuke menatap sosok itu. Sosok itu begitu menarik perhatian. Hal itu tidak aneh jika orang-orang berlomba-lomba untuk mendapatkan Naruto. Ia mempunyai kulit tan yang eksotis, matanya yang bulat berisikan sapphire yang menawan. Ia punya bibir gemuk yang menggoda, membuat siapa pun berlari ingin menciumnya.

Naruto berjalan mendekati Sasuke, meraih tangannya dan meletakkan sesuatu di sana. Untuk sesaat Sasuke yang terpaku menatap sosok itu sebelum melihat apa yang diberikan Naruto padanya. Ia menatap bingung Omamori yang ada di tangannya.

"Apa ini?"

"Seperti yang kau lihat, itu jimat keberuntungan," jawab Naruto.

"Aku tahu, tapi untuk apa? Aku tidak memerlukan benda seperti ini!" seru Sasuke hendak mengembalikan Omamori itu pada pemiliknya tapi Naruto menolak.

"Tidak, sekarang itu milikmu. Jimat ini adalah pemberian seseorang yang harga bagiku. Aku selalu menjaganya dengan baik."

"Lalu kenapa—"

"Aku berharap kau juga menjaganya dengan baik," Naruto meremas tangan Sasuke, meyakinkan pria itu untuk menerimanya. "Anggap saja ini adalah rasa terima kasihku karena Sasuke sudah mau menolongku."

Sasuke hendak kembali ingin protes tapi niatnya terhalang saat merasakan remasan di tangannya semakin ketat.

"Aku berharap kita bisa bertemu lagi," suara lirih itu membuat Sasuke berpikir sama.

Setelah perpisahan ini, ia berharap bisa kembali bertemu dengan Naruto.

"Aku pikir sudah saatnya aku kembali," Naruto menarik diri. "Terima kasih atas segalanya, Sasuke-sama." dan perlahan berjalan pergi meninggalkan sosok Sasuke.

Dan Sasuke berdiri di sana menatap kepergian Naruto. Tiba-tiba ada sesuatu yang sangat tidak nyaman di dalam dirinya. Seperti ada sesuatu yang ikut hilang bersama kepergian Naruto.

Sasuke mencoba meninggalkan tempatnya juga, mengambil arah yang berlawanan dengan Naruto. Mencoba mengabaikan perasaan yang mengusiknya.

Sudah cukup lama Sasuke berjalan dari tempat asalnya. Memcoba kembali melanjutkan pengembarannya. Namun dalam perjalanannya ia malah bertemu dengan seseorang yang sengaja ia hindari selama ini. Sial! Bagaimana orang ini bisa menemukannya?

"Hisashiburi, Sasuke-sama," Sosok itu tersenyum manis. Begitu manis hingga membuat Sasuke jijik melihatnya.

"Saya kira sudah waktunya Anda pulang."

Senyum itu berubah menjadi seringai berbahaya.

"Kakashi…" ucap Sasuke menatap tajam sosok itu. Ia sungguh tidak menyukai pria yang telah muncul di hadapannya.

.

TBC

.


OMG! Yan rindu kalian semua… Masihkan ada yang inget sama Yan? *krikkrikkrik* Oke… ummm *bingung* hanya nikmati saja fic ini meski OOC sangat Yan masih berharap kalian masih suka XD It's oke… Yan hanya mau bilang terima kasih yang udah mau fav, follow ato review fic Yan selama ini. Itu udah buat Yan senang sebagai author melihat respon kalian atas fic-fic Yan.

Keep update this story? Please review^^