Harry Potter © J. K. Rowling


Raindrops and Starlight

Chapter 1


Suara gemericik hujan terdengar samar-samar pagi itu, dan Hermione sudah berdiri di dapur menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya. Sambil oseng sana oseng sini, sesekali ia menyeruput teh yang disajikan dalam cangkir kecil berwarna putih gading dengan corak ombak merah muda. Teh merah bunga rosella, selalu menjadi favoritnya. Ia mempunyai stok teh dengan berbagai jenis rasa, tapi teh bunga rosella selalu menjadi jenis yang stoknya paling banyak.

Setelah makanan untuk sarapan matang, maka biasanya Hermione akan melenggang ke kamar mandi untuk mandi dengan air hangat. Beberapa siulan dan nada dari bermacam lirik lagu terdengar dari luar. Dan biasanya, ketika Hermione baru saja keluar dari sana sambil menggosok-gosok rambutnya menggunakan handuk, sebuah telepon dari kekasihnya masuk. Ia akan bertanya tentang kabarnya, lalu Hermione ganti bertanya, dan mereka berdua akan saling mengucapkan kalimat semoga-harimu-indah, lalu percakapan di telepon selesai. Setelahnya, Hermione akan mencuci piring bekas makan malam sebelumnya dan cangkir tehnya pagi itu, dan melenggang ke ruang tengah untuk membaca beberapa halaman dari novel yang berjajar di atas rak buku setinggi dua meter.

Dan sebelum Hermione hendak menyelesaikan halaman keempat dari bukunya, sang ibu akan menyahutkan namanya agar bergabung di ruang makan untuk sarapan. Hal pertama yang Henry Granger tanyakan adalah bagaimana tidurnya semalam, dan Hermione biasanya hanya akan bercerita panjang lebar kalau ia bermimpi seram atau lucu, di luar itu ia hanya akan menjawab alakadarnya. Lalu pertanyaan kedua datang dari Jean Granger, dan itu selalu berkaitan dengan kekasih Hermione. Lalu selanjutnya bisa acak, tentang pekerjaan kedua orang tuanya, klien orang tuanya, atau pekerjaan Hermione, dan klien Hermione. Atau apa saja yang muncul di kepala ketiganya.

"Ron baik-baik saja." Hermione menuangkan air putih ke dalam gelas ayahnya. Ia menambahkan sedikit lengkungan senyum untuk memastikan bahwa Ron memang baik-baik saja. Bahwa hubungan mereka memang baik-baik saja.

Jean mengangguk sambil memotong-motong menu sarapannya pagi itu, omelet. "Senang mendengar klienmu sudah bisa keluar dari sarangnya hari ini, sayang."

'Keluar dari sarang' adalah kata-kata yang dirangkai ibunya untuk menggambarkan tentang klien Hermione yang sudah sembuh dan kembali mempunyai semangat untuk melanjutkan hidupnya. Hermione sudah membuat beberapa orang 'keluar dari sarang', dan Jean tahu bahwa tidak ada lagi yang lebih hebat daripada anak satu-satunya ini. Hermione sudah tiga tahun bekerja sebagai pengasuh orang-orang yang mempunyai keterbatasan gerak. Bahkan dua buku sudah diluncurkannya sebagai bukti bahwa ia bukan pengasuh yang biasa-biasa saja. Kliennya terdiri dari berbagai jenis orang dan berasal dari berbagai belahan dunia. Biasanya ia mengasuh para remaja dan orang dewasa yang mempunyai kehidupan normal sebelum sebuah kecelakaan merenggut beberapa organ tubuh, termasuk semangat dalam jiwanya. Maka Hermione adalah seseorang yang membuat mereka mempunyai semangat baru untuk menjalani hidup setelah menjalani bertahun-tahun masa sulit yang membuat mereka sangat jatuh dan merasa tidak berguna.

"Deborah menjanjikan sebuah rumah di pedesaan Ottery St. Catchpole, beberapa ratus meter jaraknya dari rumah Ron." Kedua orang tuanya terbelalak akan pernyataan yang baru saja dilontarkan anak tunggalnya tadi. "Aku menolak, Mum."

Henry tertawa pelan, "Pumpkin dear, kau selalu menolak hadiah tambahan dari klien. Dad pikir tak ada salahnya untuk menerima beberapa yang memang layak untuk keringatmu selama ini."

Hermione tersenyum dan menggeleng, "Tidak, Dad." Ujar Hermione mantap sambil memasukkan potongan omelet dengan mayones ke dalam mulutnya. "Dan kita tidak akan membicarakan hal ini lagi." Tambahnya.

"Baiklah, baiklah, kepala batu," Henry menepuk-nepuk pundak kanan Hermione, "Dan kau akan langsung beralih ke klien selanjutnya tanpa meliburkan diri terlebih dahulu?"

"Tidak jika kalian juga tidak ikut liburan bersamaku."

"Akhir Desember, Hermione, kami berjanji." Henry bangkit dan mengecup pelipis Hermione, "Kami pergi. Semoga beruntung dengan klien barumu hari ini." Ia mengacak-acak rambut anak gadisnya. Ibunya mengecup pipi Hermione dan menggumamkan hal yang sama.


Hermione memeluk dirinya sendiri yang mengenakan berlapis-lapis baju. Tangan kanannya memegang payung berwarna biru tua yang sama sekali tidak berfungsi karena beberapa bagian dari mantelnya sudah basah karena hujan angin. Ia menuju ke sebuah kafe tua di ujung jalan. Tak ada yang berjalan di trotoar tersebut kecuali Hermione, dan seorang pria berbadan besar yang sedang memanggul sayuran tanpa repot-repot memakai payung. Seorang wanita yang umurnya lebih tua beberapa tahun sedang berdiri di depan jendela kafe yang dituju, menunggu sesuatu.

"Sudah kubilang untuk membeli minum dulu, 'kan, Tills." Hermione melipat payungnya segera setelah ia berteduh di bawah atap teras kafe bersama wanita yang menunggunya tadi. Tilly Hollingberry adalah seorang wanita berkulit putih pucat dengan rambut pirang dari Durham. Ia menjabat sebagai asisten personal Hermione semenjak dua tahun yang lalu ketika mereka tidak sengaja bertemu dan Hermione membutuhkan asisten untuk mengatur jadwal pekerjaannya.

Mereka mengatur jadwal hari ini untuk mengikuti pertemuan pertama dengan klien baru setelah Deborah sembuh beberapa hari yang lalu. Tilly memutuskan untuk bertemu di kafe dekat rumah Hermione dan flat Tilly. Dari sana mereka akan berapparate bersama menuju rumah kediaman klien barunya. Dan karena Tilly adalah orang yang mengatur jadwal Hermione dan satu-satunya orang yang mengetahui alamat klien, maka Hermione kali ini pergi bersama asistennya. Biasanya ia hanya akan datang sendiri setelah mengetahui alamat klien, tapi Tilly kali ini belum memberitahu siapa nanti yang akan menjadi kliennya. Disengaja atau tidak, Hermione tidak peduli, toh mereka pada akhirnya akan bertemu juga.

Mereka sampai di sebuah tikungan setelah berapparate. Terdapat beberapa rumah—atau kastil lebih tepatnya—di sepanjang jalan ini. Tak ada orang sama sekali padahal hujan tidak turun di tempat mereka sampai. Hermione baru pertama kali melihat jajaran rumah-rumah besar di sini, walaupun begitu ia sepertinya familiar dengan salah satu dari jejeran kastil yang menyeruakkan aura yang tidak menyenangkan ini.

"Tilly, ke mana tepatnya kita akan pergi?" Hermione mempercepat jalannya, menyesuaikan langkah Tilly yang agak terburu-buru, "Jika aku tidak salah, maka persepsiku terhadap tempat ini adalah mereka yang ada di sini semuanya—"

"Darah-murni; benar, Hermione." Tilly membenarkan posisi kerah mantelnya yang tersingkap, "Dan tak ada yang perlu dikhawatirkan." Tambahnya sebelum Hermione sempat protes.

Hermione membelalakkan matanya, lalu menghentikan langkah. Ia tidak berpikir untuk bekerja sama dengan darah-murni yang tinggal di kastil-kastil megah seperti ini. Tidak sama sekali. Ia tahu kebiasaan darah-murni dengan harta yang tak akan habis tujuh turunan ini, ia tahu persis. Ia tak akan menolak apabila seorang klien berdarah-murni—dengan rumah yang walaupun megah tapi tidak sebesar yang ada di sini—seperti Deborah.

Ia punya firasat buruk.

"Hermione!" Tilly menghela napas dan berjalan mundur, "Aku bilang tak ada yang harus dikhawatirkan."

"Ya, Tilly. Tapi aku tidak yakin. Mari kita kembali."

"Kembali? Kau tidak profesional, Herm—"

"Tills! Aku keturunan-muggle, dan kau tahu itu!"

"Dan kau professional, aku tahu itu!" Tilly memejamkan matanya. Ia tak tahu harus membujuk Hermione dengan cara apa lagi. Yang dihadapinya di sini adalah atasannya, dan ia keras kepala. Tapi ia tak bisa begitu saja membatalkan rencana dengan klien, apa lagi dengan keluarga terpandang. Jadi pertemuan kali ini harus terlaksana. "Jalan bersamaku dan jangan khawatir. Mereka yang memintamu, ingat? Tak ada alasan untuk mereka mempersoalkan status darah kali ini. Aku berani jamin."

Tilly menarik pergelangan tangan Hermione, yang sekarang pasrah karena sadar bahwa kata-kata Tilly barusan memang benar. Karena klien yang meminta, apapun status darahnya, mereka tetap berada di pihak yang meminta. Tak akan ada alasan untuk mereka mengintimidasi status darahnya, karena apabila hal itu terjadi maka Hermione akan langsung hengkang dari sana.

Mereka berhenti di ujung jalan yang lurus. Terdapat satu-satunya rumah semegah kastil di sana. Hermione mengingat-ingat apakah ia pernah ke sini sebelumnya karena susunan elemen-elemen yang menyusun gerbang kastilnya terasa familiar. Seorang laki-laki berambut hitam menyambut mereka di depan pagar. Ia mengangguk pada Tilly dan Hermione, lalu berbalik membelakangi dan membuat sebuah gerakan yang mungkin sebagai suatu gerakan penghormatan. Laki-laki itu lalu berjalan dan membuat ketiganya melewati gerbang besi tinggi tadi seolah-olah mereka berjalan melewati asap.

Hermione ingat, dan ia tidak suka akan ingatannya kali ini.

Ia mencoba berbalik tetapi tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh Tilly, gerbangnya sudah berubah kembali menjadi gerbang besi yang tidak mungkin berubah menjadi asap lagi apabila sekarang ia ingin kembali ke luar. Beberapa merak albino berjalan santai pada pekarangan di kiri kanan yang dibatasi oleh pagar yew. Mereka melewati sebuah air mancur besar yang di tengah-tengahnya terdapat sebuah simbol.

Ingatannya tepat.

Ia tak mau melanjutkan langkahnya. Hermione hanya ingin pergi dari sini secepat mungkin. Tapi ia tak bisa melakukan apa-apa. Jemarinya mencengkram erat tangan Tilly. Ia tak tahu harus bersikap seperti apa. Entah gugup, takut, ia tak tahu apa namanya.

Mereka lalu melewati undakan kecil tangga yang membawanya ke pintu utama yang besarnya seperti pintu kayu Aula Besar di Hogwarts. Jendela-jendela besar memancarkan cahaya dari dalam ruangan. Pilar-pilar kokoh menyangga bangunan kastil yang sekarang Hermione tahu apa namanya. Sebelum mereka sampai di undakan terakhir, seseorang membuka pintu.

Ia wanita berusia sekitar 50-an, mengenakan gaun panjang berwarna hijau berbahan sutra. Pundaknya ditutupi oleh syal bulu berwarna hitam. Rambutnya diikat setengah ke belakang, dan sisanya dibiarkannya menjuntai ke bawah. Paduan warna rambutnya hitam dan pirang. Pergelangan tangan, leher, dan telinganya dihiasi dengan perhiasan berwarna senada yang jumlahnya tidak berlebihan.

Hermione mengutuk dirinya sendiri.

"Nona Hollingberry," wanita tadi mengangguk lalu menggumamkan sesuatu pada laki-laki yang mengantarkan mereka tadi yang mengisyaratkan bahwa tugasnya sudah selesai dan ia boleh pergi. "Silakan masuk."

"Tidak, terima kasih, Nyonya." Kata-kata Tilly membekukan gadis di sampingnya, "Saya masih mempunyai janji."

"Hermione, sana masuk." Tilly beralih pada Hermione, mengatakannya setengah berbisik sambil mendorong Hermione ke depan.

Wanita tadi tersenyum setelah Tilly berpamitan (Merupakan perjuangan yang cukup sulit untuk Tilly karena Hermione menarik-narik ujung mantelnya agar ia tidak meninggalkannya sendirian). Ia terdiam sebentar hingga Tilly sudah melangkah sampai air mancur. "Nona Granger, silakan." Ucapnya sambil membuka pintu lebih lebar lagi dan mengambil langkah. Hermione menahan napasnya sambil menunduk. Ia—mau tak mau—mengikuti langkah wanita di depannya. Tepat setelah pintu ditutup, hujan turun sedikit demi sedikit.

Prosedur pertama yang biasa dilakukannya dengan kliennya adalah berkeliling rumah klien untuk menunjukkan beberapa ruangan yang nanti mungkin akan digunakan, sambil wali dari klien bercerita tentang keadaan awal yang membuat si klien tidak lagi normal seperti dulu dan kebiasaannya hingga sekarang. Lalu selanjutnya mereka akan bertemu dengan klien untuk berkenalan sebentar, dan Hermione akan pamit pulang untuk bertemu lagi keesokan harinya.

"Ruang tamu." Ujar wanita tadi singkat ketika mereka berhenti di sebuah ruangan pertama tanpa pintu. Di dalamnya terdapat sepaket sofa hitam yang terbuat dari kulit asli, lantainya dilapisi karpet dengan corak a la bangsawan berwarna abu dan hijau tua. Di depan sofa terdapat perapian marmer yang bersatu dengan dinding, api menari-nari di dalamnya. Di atas perapian tadi terdapat cermin besar yang dibingkai dengan ukiran rumit yang disepuh emas. Terdapat hiasan-hiasan kuno dan mewah menghiasi setiap sudut ruangan. Lampu kristal berukuran besar menggantung di atapnya. Beberapa lukisan menempel di setiap dinding, yang Hermione yakini sebagai leluhur keluarga tersebut.

Sebuah lukisan seorang kakek tua menatapnya dalam-dalam. "Darah-lumpur kotor!" Teriaknya, menggema di ruangan dan lorong-lorong.

"Dad!" wanita yang bersama Hermione tampak gusar, "Sudah kubilang tadi."

Ia mengarahkan Hermione ke tempat lainnya sambil menggumamkan kata maaf. Lorong yang dilewati mereka cukup panjang dan berkelok-kelok, Hermione tidak yakin akan bisa menghapalnya hanya dalam waktu sehari. Ia sudah tahu, setidaknya ada satu kejadian yang akan membawa-bawa status darah. Walaupun kata-kata itu tidak datang secara langsung dari si pemilik rumah, tapi itu cukup membuat Hermione sedikit gusar. Ia terus mengingatkan dirinya bahwa wanita yang sekarang sedang menunjukkan dapur ini sebelumnya sempat berkata pada lukisan-lukisan tadi agar tidak menyinggung-nyinggung soal status darah.

Ruangan yang ditunjukkan pada Hermione cukup banyak, dan itu belum semuanya. Hermione mencoba mengingat-ngingat ruangan apa saja yang sudah ia lihat, namun pikirannya sedang tidak fokus. Ia tidak bisa konsentrasi. Pikiran-pikiran dalam kepalanya berkecamuk. Banyak pertanyaan di sana, dan semuanya berebut untuk dijawab paling pertama.

Sejauh ini, wali dari klien belum bercerita apa-apa. Siapa yang sakit, apa penyebabnya, apa yang dilakukan setelah insiden, belum. Walaupun Hermione yakin kalau Tilly sudah memberitahu tentang prosedur ini pada wali klien, Hermione tidak mau repot-repot bertanya. Ia hanya mengikuti langkah wanita di depannya, dan ketika wanita itu menyebutkan nama ruangannya, Hermione hanya akan mengangguk dan melihat berkeliling. Beberapa dari yang ditunjukkan wanita itu mengingatkan kejadian yang sampai saat ini membekas di kepala Hermione. Dan ia mengubur dalam-dalam ingatan itu.

"Ia jatuh dari sapu terbangnya." Wanita tadi untuk pertama kalinya berbicara tentang apa yang membuat Hermione harus jauh-jauh datang ke sini. Sekarang Hermione tahu siapa yang sakit.

Hermione tahu penyebabnya. Semua penyihir tahu. Ia teringat sewaktu ia sedang mengunjungi Harry dan Ron di Kementrian bagian Departemen Auror. Ia sedang membereskan ruang kerja Ron yang berantakan ketika seekor burung hantu datang membawa Daily Prophet. Hermione tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga untuk membuka lembaran berita hangat di dalamnya, karena pada halaman pertama terpampang sebuah foto besar dari seseorang yang familiar. Ia menjadi headline. Dan itu dua tahun yang lalu. Ia hanya cukup tahu.

"Terima kasih sudah datang, Nona Granger." Ujarnya setelah menjelaskan penyebab klien mengalami keterbatasan gerak—yang mana sama sekali tidak menjelaskan apa-apa karena ia hanya berbicara satu kalimat. "Aku berharap banyak padamu."

Hermione mengangguk. Ia meneruskan langkahnya menuju sebuah ruangan di ujung lorong di dekat jendela besar. Mereka akan segera bertemu sang klien. Jantung Hermione berdegup kencang, dan ia tidak tahu apa yang sedang ia rasakan kali ini. Hujan turun deras di luar, dan terdengar sayup-sayup suara gemuruh.

Wanita tadi menghela napas panjang sebelum mengetuk pintu ruangan yang mereka tuju. Hermione tidak dapat memfokuskan pikirannya. Ia menatap pekarangan luar yang ada di bawah lewat jendela besar. Bunga-bunga yang sengaja dirawat pemiliknya didera oleh air hujan yang tak kunjung henti. Di beberapa tempat pada tanah yang ketinggiannya lebih rendah terbentuk genangan air.

Tak pernah sekalipun ia berpikir bahwa seseorang yang menjadi headline di Daily Prophet selama tiga hari berturut-turut itu akan turut berperan pada kehidupannya kali ini. Ia tentu tak bisa tiba-tiba pamitan dan keluar dari sini. Sungguh tidak profesional. Lain kali akan ia pastikan dulu klien mana yang akan ia kunjungi sebelum menyetujui penawaran. Ia akan berbicara pada Tilly besok.

Lamunannya terhenti ketika seseorang mempersilakan masuk. Wanita tadi membuka kenop pintu, Hermione mengikuti di belakangnya. Keduanya mengganti sepatu mereka dengan sandal rumah yang tersedia di depan pintu. Ia harus siap dengan apapun yang terjadi. Ia harus siap dengan cacian dan makian yang akan didapatkannya nanti. Ia harus siap, setidaknya untuk hari ini.

Maka Hermione menengadahkan kepalanya agar tidak lagi tertunduk. Ada empat orang di ruangan tersebut. Hermione, wanita yang sedari tadi menunjukkan bagian dari rumahnya, laki-laki berumur sekitar 30-an yang sedang memegang sebotol ramuan di tangannya sambil berdiri di ujung ruangan, dan seseorang yang duduk di kursi roda membelakangi mereka, yang sedang menatap lurus ke pekarangan belakang rumah lewat jendela di ujung lain.

Wanita tadi menarik napas panjang sebelum ia berbicara pada lelaki berambut pirang yang duduk di kursi roda, "Draco, aku membawa nona Granger."


Raindrops and Starlight, Chapter 1.