Chapter 2: Today is Yesterday

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Rated: T

Warning: Gaje, garing, kepanjangan, lil bit sho-ai, tata bahasa yang hancur lebur! No flame please. ^_^

Genre: Friendship, little bit romance.

Summary: Ini bukan HarPot, tapi di dunia nyata, ada kutukan yang lebih menyeramkan dari Avada Kedavra. Mati? Tidak,tidak. Kau hanya akan dikutuk untuk mencintai semua orang yang mau om-om pedo, nenek-nenek peyot, atau tante-tante menor, semuanya akan kau cintai sepenuh hati! Ngeri? Pastinya. Apalagi jika kau seorang aktor terkenal macam yang dicintai banyak orang macam Naruto!

DON'T LIKE,DON'T READ!

.

.

.

Ini malapetaka.

Namikaze-Uzumaki Naruto, 23 tahun, sekarang berada dalam kondisi terkritis dalam hidupnya.

Menggeram frustasi, menjambak rambut, terdiam. Tersentak, menggeleng-geleng sendiri, lalu terdiam lagi.

"…"

"SEBENARNYA APA DOSAKU?!" teriaknya pada langit-langit kamar. Mata birunya menatap nanar, pilu dan merana.

Sementara itu, disampingnya Kakashi nyengir.

'Ini tidak mungkin terjadi, tidak mungkin, tidak mungkin, tidak mung—'

Suaranya terhenti di tenggorokan ketika matanya menangkap foto Shikamaru sedang topless.

"KYAAA!" raungnya ganas, menyambar foto itu dan menatapnya nafsu seakan ingin memakan lembaran polaroid itu bulat-bulat. "SHIKA TOPLESS! SEXY OVERLOA—"

"…"

"…"

"…"

Eh?

"Kakashi! Kurang ajar kauuu!" teriak Naruto murka. Kakashi cekikikan.

"Kalau kau masih mau, aku ada banyak. Foto Gaara memakai baju mandi, Sasu—"

"HENTIKAN!"

"—ke fitness di gym, Kiba memakai—"

"KUBILANG HENTIKAN!"

"—hotpants, dan Sai—"

"AKU TIDAK PEDULI!"

Namikaze-Uzumaki Naruto, 23 tahun, seorang pria sejati dengan keimanan yang kuat dan tahan terhadap godaan.

"—mengenakan sarung."

Naruto terdiam.

"MAUU!"

"…"

Ah, sudahlah.

.

.

.

"Aku memiliki firasat bahwa hari ini akan berjalan dengan baik."

Keempat kepala lain bergerak sedikit, tanda bahwa mereka mendengarkan dan setuju dengan perkataan Kiba.

"Ya, sangat baik."

Slurp…

Secangkir kopi tandas.

"Aku berada dalam mood yang sangat baik sekali, jadi bagaimana kalau kita coba membuat single terbaru kita?" usul Gaara tenang. Cangkir kopinya yang telah kosong seolah menjadi saksi bisu momentum dimana si rambut merah bicara panjang lebar.

"Aku setuju. Cuaca hari ini juga entah mengapa cerah sekali…"

Slurp…

Entah apa hubungan membuat lagu dengan cuaca, yang pasti untuk pertama kalinya Shikamaru tidak langsung selonjoran setelah menghabiskan tehnya.

Kemudian yang lain melihat duo Uchiha yang sedari tadi tidak memberi komentar apapun.

"Well, Uchiha?"

Nyaris bersamaan keduanya meletakkan cangkir kopi susu gingseng mereka di meja kaca. Menghela napas dalam, meregangkan badan, dan berdiri meninggalkan yang lain—dan gerakan mereka hampir bersamaan juga.

"Apa yang kalian lakukan?" Sasuke menoleh ke belakang, menatap Gaara, Kiba, dan Shikamaru dengan dingin. "Studio tidak akan berjalan ke tempat kalian, tahu."

"Yeah," timpal Sai tersenyum palsu. "Sebaiknya kalian bergegas sebelum kalian kehilangan… mood baik dan cuaca cerah kalian."

Gaara menaikkan alisnya yang transparan.

"Dan kukira kau juga berada dalam mood yang sangat-sangat baik." Ucapnya dengan nada menuduh, melipat tangan di depan dada dan menatap sengit Sai.

"Oh? Dan apa yang membuatmu berpi—"

"Kau bernyanyi seperti orang gila di kamar mandi. Entah apa yang kau lakukan di dalam sana dengan shower menyala selama satu jam dan kau keluar dengan wajah merah." Ucap Gaara enteng.

Yang lain melirik curiga.

"Apa yang kau lakukan di dalam?" selidik Kiba dengan mata menyipit. Shikamaru mencondongkan tubuhnya.

"Bukan urusan kalian." Sergah Sai datar, membalikkan badannya dan berlalu dari pandangan.

Tapi rupanya reaksi ini menarik perhatian Sasuke.

"Jangan katakan kalau kau—"

"Tidak. Aku tidak mungkin melakukan hal mesum seperti itu."

Sasuke mengerutkan dahinya samar. "Jadi kau menganggap kalau luluran itu hal yang mesum?"

"…"

"…"

"…"

Sai gelagapan.

"Sudahlah, pembicaraan ini terdengar semakin tak berguna," komentar Shikamaru sembari menguap malas. "Aku duluan."

Dan satu gerakan dari Shikamaru itu menghentikan cengiran nista Sasuke dan gelak tawa Kiba.

.

.

.

'Kau, dengarkanlah aku…'

'Dengarkan suara degup jantung ini…'

'Doki-doki suru, doki-doki suruuu…'

"Oke," si bos aka Sasuke menaikkan dagunya songong. "Setelah itu?"

"Bagaimana kalau kita tambahkan sedikit bumbu rock?" usul Sai kalem. "Sedikit musik menghentak dari drum dan nada tinggi dari gitar setelah bait ketiga."

Yang lain manggut, manggut. Shikamaru langsung menyambar gitar di sampingnya dan memainkannya dengan nada tinggi.

"Begini?"

"Tepat. Akan lebih menarik jika seperti itu, kan?"

"Kalau drumnya seperti ini?" tanya Kiba, kemudian memainkan drum dengan irama yang mengagumkan.

"Jenius seperti biasanya, Kiba." Komentar Sasuke puas, menggariskan beberapa nada di kertas dan mengamatinya sejenak.

"Lalu bagaimana dengan bait keempat?" tanya Kiba lagi.

Gaara mengacungkan tangannya.

"Doki! Pirang cerahmu! Doki! Mata birumu! Doki! Senyum mataharimu! Suru! Sayap di punggungmu…" senandung Gaara dengan kerennya, mengetuk-ngetukkan kaki dan menjentikkan jarinya. Suaranya yang maskulin tapi tetap lembut itu sangat cocok dengan caranya membawakan lagu, menghipnotis semua yang mendengarnya.

"Bagaimana?"

Shikamaru, Sai, dan Kiba menatap tajam Gaara. Sasuke apalagi.

"Haruskah bermata biru dan berambut pirang?" sahut Kiba panas, mencela Gaara dengan sudut matanya.

"Aku rasa itu kode keras." Timpal Sai dingin. Shikamaru menyipit di sebelahnya.

"Sepertinya," sebagai seorang jenius, Shikamaru selalu menganalisa sesuatu dengan cepat dan dalam. "Kau memiliki hubungan khusus dengan seseorang berambut pirang dan bermata biru." Ucapnya dengan nada rendah.

SNAP!

Keempat tubuh—termasuk Gaara—mengejang.

"Aku menuntut penjelasan, Sabaku no Gaara." Sahut Sasuke dingin, menatap dalam-dalam Gaara. "Tentang kau dan—si blonde ini."

Gaara mengatupkan mulutnya rapat-rapat, yang disalah artikan dengan temannya yang lain sebagai tanda bahwa Gaara sedang menyembunyikan sesuatu.

"Jawab aku, Gaara."

"Kau pasti sedang membayangkan seseorang dengan senyum seperti matahari, berambut sehalus pasir dan mata seindah safir ketika membuat bait itu."

"Dan kau—jangan menyangkal—menganalogikan sosoknya seperti seorang dewi dengan sayap di punggungnya, kan?"

"Lalu doki-doki suru itu, kau menyimpan perasaan padanya, bukan?"

Bunyi gemeretak dari kepalan tangan yang digenggam terlalu kuat menyusul pernyataan Shikamaru.

Gaara menghela napas.

"Kalian jangan berpura-pura bodoh—atau kalian memang bodoh? Lupakah kalian dengan Temari? Kakakku yang berambut pirang dan bermata biru?" tanya Gaara stay cool, menyilangkan kakinya dan menyeringai mencemooh.

Kiba dan Sai saling pandang.

"Kakakmu tidak bermata biru."

Sial. "Aku selalu berpikir bahwa dia akan lebih cantik dengan warna biru." Sahut Gaara gesit. Shikamaru mengerenyit melihatnya.

"Kau menganggap dia dewi? Wanita menyeramkan itu?" bisiknya tak percaya. Gaara mengangkat bahu.

"Dia kakakku. Apa yang kau harapkan?"

Semuanya terdiam. Oh, demi Gaara dan sister complexnya.

"Kalau begitu tidak masalah," ucap Sai ringan, kembali menekuni kertas baitnya yang ia rampas dari Sasuke. "Lagipula kurasa usul Gaara cukup bagus juga."

"Yup. Menurutku oke." Sahut Kiba, bahunya kembali rileks. Shikamaru masih menatapnya, namun kali ini terkesan lebih tidak niat.

"Mendokusei na…"

Hanya Sasuke yang masih diam dari tadi. Matanya menerawang dan dia terlihat kurang fokus. Namun setelah menerima jentikan dari Gaara, perlahan dia kembali ke alam tiga dimensi.

"Tidak, hanya saja aku tidak bisa membayangkan jika seseorang yang juga berambut pirang dan bermata biru masuk ke dalam lagu kita—jika kalian tahu siapa." Dengus Sasuke mencemooh. Hidungnya berkerut dan nadanya dingin sekali.

Mereka langsung tahu siapa yang dimaksud. Well, mereka semua tahu bahwa mereka, Ice Prince sangat membenci Namikaze-Uzumaki Naruto, mantan kakak kelas mereka semasa SMA dan saingan abadi di dunia hiburan.

"Jangan dibayangkan—itu menjijikkan." Timpal Gaara stoic. Dagunya terangkat tinggi dan ia membuang muka.

"Itu akan membuat semuanya semakin merepotkan."

"Sejujurnya, aku tidak terlalu membencinya," Kiba mendapat deathglare paling mematikan dari empat pasang mata lainnya. "Hanya saja aku tidak tahan kalau berada dekat dengannya, itu saja." Dan bahu teman-temannya pun rileks seketika.

Bagus. Tidakkah mereka bisa lebih idiot lagi?

"Hmph, sudahlah. Aku tidak mau membuang waktu kita untuk membicarakan hal yang amat sangat tidak penting," gumam Sasuke seraya meraih pensilnya. "Ini waktunya untuk serius."

Sai, Gaara, Kiba, dan Shikamaru menegakkan punggung mereka. Single mereka yang akan terjual jutaan copy menunggu sentuhan para seniman musik.

.

.

.

'Kau, dengarkanlah aku…'

'Dengarkan suara degup jantung ini…'

'Doki-doki suru, doki-doki suruuu…'

'Doki! Pirang cerahmu! Doki! Mata birumu! Doki! Senyum mataharimu! Suru! Sayap di punggungmu…'

'DOKI!'

'Oh, sampai kapan suara debaran ini akan terus menulikanku?'

'SURU!'

'Why?'

'Is that because your cute, cute, cute kitty face?'

'My summer sun…'

.

.

.

Ice Prince, lima orang idiot yang tidak tahu bahwa mereka menyukai orang yang sama.

.

.

.

Naruto mengenakan kacamata hitam super tebalnya dan melangkahkan kakinya dengan cepat. Hari ini dia ada pemotretan, pemotretan untuk iklan sebuah perusahaan kosmetik yang sangat terkenal, yang dapat membuat tabungannya di bank bertambah 3 kali lipat. Dan Naruto, seorang matrealistis dengan mata biru yang selalu menjadi hijau jika melihat uang dengan nol lebih dari 4, tidak peduli jika ia dikutuk. Uang ya uang, kutukan ya kutukan.

Kampret.

Seharusnya Kyuubi mengutuk Naruto untuk menjadi monyet saja.

Langkahnya semakin cepat. Cepat, cepat, sangat cepat. Tidak dihiraukannya orang-orang yang menyapanya, ia menundukkan kepalanya dalam-dalam dan melengos gesit di antara staf yang berlalu lalang.

Setelah bertapa di kamarnya selama beberapa hari, dia menemukan cara untuk mengakali kutukannya. Ternyata dia hanya akan menjadi gila kalau melihat orang yang cinta mati padanya. Jadi kalau tidak melihat orangnya atau objek yang mengandung unsur orang tersebut—seperti foto atau apalah—maka tidak masalah kan?

"Maaf, permisi—aku lewat. Ah, iya, pagi. Aku buru-butu. Maaf."

Naruto terus berjalan, nyaris berlari. Aiyyaa, seandainya ia tidak dikutuk, pasti dia sudah tebar pesona dari tadi.

Dan masalahnya yang paling utama sekarang adalah Ice Prince, boyband alay yang menjadi musuh bebuyutannya dari jaman seragam putih abu-abu sampai sekarang!

'Semakin mereka cinta padaku, maka semakin cin—terobsesi pula aku pada mereka. Dan dari semua orang, kelima Meganthropus itulah yang paling membuatku…'

TIDAAKK!

Jadi selama ini mereka naksir dia, gitu? Tapi terlalu tsundere untuk bilang langsung?!

Tidak, tidak, bukan itu masalah sebenarnya…

"JADI MEREKA HUMU?!"

"Berisik."

Sebuah suara menginterupsi raungan Naruto dengan lalimnya. Menggeram kesal, Naruto refleks membalikkan badannya ganas—

—hanya untuk menemukan Uchiha Sasuke menatapnya dingin.

"Jangan membuat malu agensi, Dobe. Milikilah sedikit rasa malu." Gumamnya datar, melengos melewati Naruto yang terpaku.

Shit.

Kacamatanya jatuh saat balik badan tadi.

"Sa~su~ke~ kun…"

Kaki kanan Sasuke yang baru mau menginjak tanah saat melangkah terhenti di udara.

"Hah?"

Napas Naruto putus-putus. Entah mengapa ia merasa sesak. Dadanya berdentum keras, pandangan matanya mengabur dan desiran darah mengalir deras dalam pembuluhnya. Jantungnya berdetak begitu keras hingga ia bisa mendengarnya di telinganya sendiri.

Naruto menjilat bibir bawahnya, perlahan mendekati Sasuke dengan gerakan manis. Mata birunya mengintip dari balik bulu matanya yang panjang lentik, semakin lama terlihat semakin berkilau seiring menipisnya jarak di antara mereka berdua.

Sasuke benar-benar tidak bergerak.

Tangan karamel Naruto menyusuri bahu Sasuke, turun hingga ke lengan dan jemari putih Sasuke. Dengan agresif, ditariknya Sasuke dengan keras hingga dada mereka bertubrukan dan—

Oh, God.

"Kau milikku," bisik Naruto posesif di telinganya, menyentuh kissmarknya di leher Sasuke yang masih segar dengan jari telunjuknya, turun ke dada, meliuk ke punggung, terus turun menyusuri tulang punggung Sasuke—

SLAP!

Sasuke membelalakkan matanya.

Apa Naruto baru saja memukul pantatnya?!

"My love, my man…" bisik Naruto lagi. Wajahnya memerah dan entah mengapa sekitarnya mendadak muncul kilau-kilau gaje yang berterbangan. "My Sasuke."

Tangan Naruto memukul pantat Sasuke lagi.

"Ingat itu."

"Namikaze-Uzumaki-san! Anda sudah ditunggu di ruang pemotretan!" seru salah satu staf yang baru saja keluar dari studio melambaikan tangannya pada Naruto, membuat Naruto perlahan menjauh dari tubuh Sasuke tanpa melepaskan pandangannya dari kissmark buatannya.

Lalu Naruto berlalu. Dia tidak punya pilihan, betapapun dia ingin bersama Sasuke saat ini, betapapun ia ingin menghabiskan waktunya bersama Sasuke, uang tetaplah uang.

Dan uang bisa mematahkan kutukan terjahat sekalipun. Sudah diuji di ITB dan IPB.

"Ah, Namikaze-Uzumaki-san, kita ada perubahan rencana soal model yang menjadi partnermu dalam proyek ini."

"Hu-uh?" Naruto masih di awang-awang.

"Kami memutuskan untuk membuat sedikit 'kehebohan' dengan memasangkan dua musisi ternama dalam satu foto. Itu akan meningkatkan popularitas produknya dan—tebak, direktur perusahaan kosmetik itu setuju dengan usulan kami."

"…yeah."

"Bagus! Kalau begitu mohon kerjasamanya, Namikaze-Naruto-san."

Pikiran Naruto masih blur, dia masih tidak bisa berpikir jernih. Barusan dia melakukan apa? Tadi kalau tidak salah dia berjumpa dengan Sasuke dan—

TING!

Seluruh saraf Naruto akhirnya tersambung semua.

"A… a…" Naruto tergagap. Kedua matanya melebar sempurna, perlahan kilasan peristiwa barusan memenuhi kepalanya sampai ia merasa pusing.

"Nah, apa Anda sudah siap, Namikaze-Naruto-san?" tanya staf tersebut ceria, membukakan pintu studio dan mempersilakan Naruto masuk.

Patah-patah, Naruto mengangguk.

"Dan apakah Anda juga sudah siap—"

"—Gaara-san?"

.

.

.

Namikaze-Uzumaki Naruto, 23 tahun, berharap bahwa Negara Api menyerang saat ini juga.

.

.

.

TBC

Uwoh, udah berapa lama ini fic ga pernah di apdet? Udah sampe pergantian tahun! Aiiyyaa, maafin Rei! Kuliah Rei merajam Rei luar dalam, laptop Rei yang rusak keyboardnya menyilet Rei sampe ke daleemmm! TmT

Minna-san, aduuh, gimana mau bilangnya ya. Rei bakal lanjutin semua fic Rei, tapi mungkin makan waktu lama. Rei bakal tanggung jawab kok, nyelesain fic-fic Rei, tp kalau lama dan Rei ga bales reviewnya, maafin Rei yaa…

Tp percayalah, review kalian itu udh jadi penyemangat Rei. Kadang pas lg capek-capeknya, Rei buka-buka tuh, review readers dan voila! Entah kenapa jd semangat, dan suka cekikikan sendiri. Review, fav, dan follow kalian itu… Rei merasa berterima kasih banget!

Dan maaf sekali lagi minna, Rei ga bisa bales reviewnya. Ini Rei ngetiknya di saat besok harus ngumpul makalah. Gila kan rei? Tapi demi readers, apa sih yang nggak? *ditendang

Err.. udahan yah, Rei udh cerewet bgt nih. Mind RnR?